Laporan ANALISIS KADAR ABU (1)

LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH ANALISA MUTU PANGAN DAN
HASIL PERTANIAN

MATERI 2
ANALISIS KADAR PROTEIN

Disusun Oleh:
YUVITA LIRA VESTI A / 141710101125
THP B
Kelompok 12

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
September, 2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Sudarmadji, 2003). Bahan makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari

memiliki banyak kandungan mineral di dalamnya. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam
anorganik. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang
bersifat organis (Sediaoetomo, 2000).
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karenanya
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000). Pengabuan adalah
tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil
pertanian. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran
api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis abu dan serat seringkali digunakan
jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar, 2003).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode
pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan
pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir
bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya
porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan
dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat

proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)
Prinsip dari pengabuan cara kering(yang paling sering digunakan) yaitu
dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC
dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pemilihan metode pengabuan bergantung
pada tujuan pengabuan, jenis mineral yang akan diukur, dan metode penentuan
mineral yang digunakan.Prinsip penentuan kadar abu didalam bahan pangan adalah
menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran organik pada suhu sekiar 550 ⁰C.

Penenetuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan cara membakar
bahan pada suhu tinggi (500-600⁰C) selama beberapa (2-8) jam dan keudian
menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu jumlah sampel pada
analisis kadar abu adalah sekitar 2-5 g untuk bahan yang banyak mengandung
mineral (misalnya: ikan, daging, susu, biji-bijian), atau sekitar 0 g untuk bahan
seperti jelly, selai, sirup dan buah kerin, atau lebih bessar lagi (25-5- g) untuk bahan
yang mengandung sedikit mineral seperti buah segar, jus, dan anggur (Legowo dan
Nurwantoro, 2004).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian

2. Mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode
pengabuan kering

BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA

2.1 Bahan
2.1.1 Bahan Pangan yang Digunakan
2.1.1.1 Tempe
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia.
Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang
menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan
tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan
tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama,
karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati
dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya
tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih
kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan
jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan

menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,
tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak
enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah
karbohidrat (Winarno, 1980). Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur
yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam
amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama
fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi
pelepasan amonia (Astawan, 2004).
Menurut BSN (2012), tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi dari apa yang secara
umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat proses fermentasi ini, biji kedelai
mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna.
Tempe kaya akan serat, kalsium,vitamin B dan zat besi. Berbeda dengan
tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi
sekarang telah mendunia. Terutama kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang

telah menemukan tempe sebagai pengganti daging. Dengan ini sekarang tempe
diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia (Deliani 2008)
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak
banyak berubah dibanding kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang

dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe
menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam
kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok
umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa dibuat sebagai makanan semua umur
(Deliani 2008)
Cahyadi, (2006), melaporkan bahwa dalam tempe, kadar nitrogen
totalnya sedikit bertambah, kadar abu meningkat, tetapi kadar lemak dan kadar
nitrogen asal proteinnya berkurang. Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut:
Komposisi
Air (wb)
Protein kasar (db)
Minyak kasar (db)
Karbohidrat (db)
Abu(db)
Serat kasar (db)
Nitrogen (db)
Cahyadi, (2006)

Jumlah
61,2 %

41,5 %
22,2 %
29,6 %
4,3 %
3,4 %
7,5 %

2.1.1.2Tepung Kedelai
Tepung kedelai merupakan tepung yang terbuat dari biji kedelai kering yang
di giling halus. Kedelai utuh mengandung 35-40% protein, paling tinggi dari segala
jenis kacang-kacangan. Ditinjau dari segi mutu, protein kedelai adalah yang paling
baik mutu gizinya yaitu hamper setara dengan protein daging diantara jenis kacangkacangan. Kedelai merupakan sumber protein yang paling baik karena mempunyai
susunan asam amino esensial paling lengkap. Disamping itu kedelai juga dapat
digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral, dan serat (Sudarsih dan
kurniaty, 2009).
Tepung kedelai merupakan salah satu bahan pengikat yang dapat
meningkatkan daya ikat air pada bahan makanan karena di dalam tepung kedelai

terdapat pati dan protein yang dapat mengikat air. Daya ikat air mempengaruhi
ketersediaan air yang diperlukan oleh mikroorganisme sebagai salah satu faktor

penunjang pertumbuahannya. Semakin meningkat daya ikat air maka ketersediaan
air yang di perlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme semakin berkurang,
sehingga aktivitas bakteri dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan
kebusukan menurun (Virgo, 2007).
Komposisi kimia tepung kedelai adalah sebagai berikut:
Komposisi kimia
Air %
Karbohidrat %
Serat kasar %
Protein %
Lemak %
Abu %
Kalori (kal/100 gram)
Satuhu dan supriyadi (1999)

Tepung kedelai
6,6
23,3
3,2
41,7

27,1
1,3
440

2.1. 2 Bahan Kimia yang Digunakan
2.2 Persiapan bahan
Pada praktikum analis kadar abu, persiapan bahan yang dilakukan adalah
menumbuk atau menghaluskan bahan dengan menggunakan mortal sebagai wadah
untuk bahan dan alu sebagai penumbuk bahan yang akan dianalisis. Bahan yang
dihaluskan yakni tempe dan kedelai. Kegunaan penumbukan ini adalah untuk
menghaluskan dan memperluas permukaan bahan sehingga dapat meningkatkan
efisiensi pengeringan serta mempermudah untuk proses analisis selanjutnya. Kemudian
dilakukan penimbangan bahan kedelai dan tempe

yang sudah halus dengan

menggunakan neraca analitik yang masing-masing sebanyak 2 gram.

2.3 Prosedur Analisa


Sampel

Krus

Penghalusan

Pengovenan 15 menit

Penimbangan 2 gram

Pengeksikatoran 15 menit
Pemasukan sampel
Penimbangan

Pemasukan dalam tanur skala 30-40 selama 1 jam
60-80 selama 4 jam
Pendinginan 24 jam
Pengovenan 15 menit
Eksikator 15 menit
Penimbangan

Dalam praktikum kadar abu ini, pertama-tama harus menyiapkan kurs porselin
sebagai wadah untuk bahan yang akan dianalisis kadar abunya.Kurs porselin ini
kemudian dilakukan pengovenan selama 15 menit hal ini bertujuan untuk
menghilangkan kadar air yang terdapat pada kurs porselin tersebut. Setelah pengovenan
selesai , maka kurs porselin diletakkan ke dalam eksikator yang lengkap dengan silika
gelnya selama 15 menit untuk menjaga kelembapan (RH) agar tetap stabil. Pemindahan
kurs porselin dari oven dan loyang menuju ke alat eksikator harus menggunakan
penjepit cawan, agar kadar air yang ada ditangan kita tidak menempel pada kurs
porselin yang akan mengganggu kestabilan RH nya. Lalu dilakukan penimbangan kurs
porselin dengan menggunakan neraca analitik untuk mengetahui berat dari kurs porselin
(a gram).
Kemudian meletakkan bahan ke dalam kurs porselin, 3 kurs porselin untuk kedelai
dan 3 kurs porselin untuk tempe yang masing-masing bahan sebanyak 3 gram.
Memasukkan bahan ke dalam kurs porselin dengan menggunakan spatula, agar lebih
mudah dalam memasukkan bahan tersebut. Setelah kurs porselen telah terisi oleh bahan,
maka dilakukan penimbangan sebagai berat b gram menggunakan neraca analitik, yang

gunanya untuk mengetahui berat kurs porselin dan bahannya sebelum dilakukan
pengabuan. Selanjutnya dilakukan pengabuan dengan memasukkan kurs porselin yang
sudah terisi bahan ke dalam tanur bersuhu 400 ⁰C. Dalam proses pengabuan ini

dilakukan dua tahap yaitu, tahap pertama mengatur suhu pada skala 30-40, pengabuan
tahap pertama ini dilakukan selama 1 jam. Setelah 1 jam, maka berlanjut ke tahap kedua
dengan menaikkan suhunya lagi ke skala 60-80 secara bertahap selama 4 jam. Fungsi
dari pengabuan dan perlakuan ini dilakukan untuk menghilangkan atau menguapkan
senyawa organik yang ada di dalam bahan. Proses menaikkan suhu dari skala 30-40 dan
skala 60-80 secara bertahap dimaksudkan agar kurs porselin tidak pecah ketika terkena
hamparan panas. Setelah proses pengabuan selesai, maka tanur dimatikan dan
diturunkan suhunya secara bertahap pula, kemudian didinginkan selama 24 jam untuk
menurunkan suhu pada tanur.
Setelah pendinginan selesai dilakukan, kurs porselin dengan bahan dapat
dikeluarkan dari tanur dengan menggunakan gegep (penjepit). Lalu kurs porselin berisi
bahan tersebut di oven terlebih dahulu selama 15 menit untuk mendapatkan kurs
porselin dan bahan dengan berat yang konstan. Kemudian setelah 15 menit, kurs
porselin berisi bahan dipindahkan ke desikator menggunakan gegep, diletakkan di
dalam desikator selama 15 menit yang fungsinya untuk menjaga kelembapan (RH) agar
tetap stabil. Lalu dilakukan penimbangan di neraca analitik untuk mengetahui berat kurs
porselin dan bahan setelah dilakukan pengabuan (c gram). Setelah mendapatkan berat c
gram, maka dilakukan pengovenan lagi selama 15 menit, dan diletakkan lagi ke
desikator selama 15 menit. Perlakuan ini dilakukan sebanyak dua kali, yang gunanya
untuk mendapatkan berat yang konstan dari c gram. Setelah semua prosedur kerja
selesai, maka dapat dihitung kadar abu dari kedelai dan tempe.

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Ulangan
Berat

Bahan

Tempe

Kurs
1
2
3
4

13.6581
23.2779
23.0124
22.0083

Berat
Kurs +
Bahan
15.4886
25.1255
24.8252
23.7912

Berat Kurs
+ Bahan

Berat

Setelah

Abu

Pengabuan
13.6826
23.2883
23.0311
22.0326

0,0245
0,0104
0,0187
0,0243

Berat
Sampe
l Awal
1.8305
1.8476
1.8128
1.7829

% Basis
Basah
1.3384
0.5629
1.0316
1.3629

%
Basis
Kering
3.8241
1.6083
2.9473
3.8941

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

21.2943
13.9245
14.2328
15.0591
13.1141
11.2871
14.0790
23.2232
13.6849
13.9164
21.2794
13.8580
14.3437
13.3968

23.0718
15.6859
15.9943
16.8287
14.8459
13.2896
16.0848
25.2256
15.6904
15.9251
23.2822
15.8593
16.3464
15.3989
Rata-Rata

21.3109
13.9439
14.2591
15.0764
13.1342
11.3092
14.1006
23.2432
13.7072
13.9389
21.3005
13.8803
14.3660
13.4188

0,0166
0,0194
0.0263
0.0173
0.0201
0.0221
0.0216
0.0200
0.0223
0.0225
0.0211
0.0223
0.0223
0.0220

1.7775
1.7614
1.7615
1.7696
1.7318
2.0025
2.0058
2.0024
2.0055
2.0087
2.0028
2.0013
2.0027
2.0021

SD

0.9339
1.1014
1.4930
0.9776
1.1606
1.1036
1.0769
0.9988
1.1119
1.1201
1.0535
1.1143
1.1135
1.0988
1.0974
0.1931

2.6683
3.1468
4.2658
2.7932
3.3161
3.1532
3.0768
2.8537
3.1770
3.2004
3.0101
3.1836
3.1814
3.1396
3.1355
0.5516

RSD

17.5923

17.5923

Ulangan
Berat

Bahan

Tepung
Kedelai

Kurs
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

14.0787
11.2837
13.6794
13.5119
14.3435
13.3952
14.3503
13.9467
14.0852
14.079
23.2232
13.6849
13.9164
21.2794
13.858
14.3437
13.3968

Berat
Kurs +
Bahan
16.0771
13.2525
15.6394
15.4886
16.3093
15.3611
16.2821
16.1044
15.9622
29.2702
28.5561
27.1265
30.2017
26.8675
26.3395
46.1056
47.4577
Rata-Rata

Berat Kurs
+ Bahan

Berat

Setelah

Abu

Pengabuan
14.1889
11.4001
13.7880
13.5631
14.4543
13.4610
14.5764
14.0268
14.2339
14.1006
23.2432
13.7072
13.9389
21.3005
13.8803
14.366
13.4188

0,1102
0,1164
0,1086
0,0512
0,1108
0,0658
0,2261
0,0801
0,1487
0.0216
0.02
0.0223
0.0225
0.0211
0.0223
0.0223
0.022

Berat
Sampel
Awal
1.9984
1.9688
1.9600
1.9767
1.9658
1.9659
1.9309
2.1577
1.8770
2.0058
2.0024
2.0055
2.0087
2.0028
2.0013
2.0027
2.0021

% Basis % Basis
Basah

Kering

SD

5.5144 5.6750
5.9122 6.0844
5.5408 5.7022
2.5902 2.6656
5.6364 5.8005
3.3471 3.4445
11.7096 12.0506
3.7123 3.8204
7.9222 8.1529
1.0769 1.1082
0.9988 1.0279
1.1119 1.1443
1.1201 1.1528
1.0535 1.0842
1.1143 1.1467
1.1135 1.1459
1.0988 1.1308
3.5631 3.6669
3.0925 3.1826

RSD

86.7926 86.7926

Perhitungan Kadar Abu Kel.12
Ulangan 1
Kadar Abu (bb)

W 1−W 2
x 100
W0
14,5764−14,3503
x 100
=
1,9309
0,2261
= 1,9309 x 100
=

= 11,7096 %

Kadar Abu (bk)

=

Kadar Abu(bb)
x 100
100−Kadar air( bk)

11,7096
= 100−2,83 x 100
11,7096
= 97,17 x 100
= 12,0506 %
Ulangan 2
Kadar Abu (bb)

W 1−W 2
x 100
W0
14,0268−13,9467
x 100
=
2,1577
0,0801
= 2,1577 x 100
=

= 3,7123 %

Kadar Abu (bk)

=

Kadar Abu(bb)
x 100
100−Kadar air( bk)

3,7123
= 100−2,83 x 100
3,7123
= 97,17 x 100
= 3,8204%
Ulangan 3
Kadar Abu (bb)

=

W 1−W 2
x 100
W0

14,2339−14,0852
x 100
1,8770
0,1487
= 1,8770 x 100
=

= 7,9222 %

Kadar Abu (bk)

=

Kadar Abu(bb)
x 100
100−Kadar air( bk)

7,9222
= 100−2,83 x 100
7,9222
= 97,17 x 100
= 8,1529 %
Rata-Rata
11,7096+3,7123+7,9222
3
23,3441
=
3

Rata-rata K.Abu (bb) =

= 7,7814%
12,0506+3,7123+8,1529
3
27,1443
=
3

Rata-rata K.Abu (bk) =

= 7,9719%
Standar Deviasi
SD K.Abu (bb)
=√ Σ ¿ ¿ ¿
=√ ¿ ¿ ¿
= 4,0005

SD K.Abu (bk)
=√ Σ ¿ ¿ ¿

=√ ¿ ¿ ¿
= 4,6518

Relative Standart Deviasi
SD
RSD K. Lemak (bb) = X x 100 %
4,0005
= 7,7814 x 100 %
= 51,4111%
SD
RSD K. Lemak (bk) = X x 100 %
4,6518
= 9,0481 x 100 %
= 51,4119%
3.2 Pembahasan
3.2.1 Rata-rata kadar abu
4

3.67

3.56
3.5

3.14

%Kadar Abu

3
2.5
2
1.5

1.1

1
0.5
0

bb

bk
Tempe

Tepung Kedelai

Analisis kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan banyaknya jumlah mineral
yang terdapat dalam bahan pangan tersebut .Pada gambar grafik diatas dapat diketahui
bahwa pada sampel tempe yang digunakan memiliki rata-rata kadar abu sebesar dry
basis(berat kering) 3,1355 % dan untuk wet basis (berat basah) 1,0974 %. Menurut

Badan Standarisasi Nasional (1992), kandungan kadar abu pada tempe maksimal 1,5
(wet basis), maka dapat disimpulkan bahwa tempe yang digunakan untuk analisa telah
memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan oleh badan standarisasi nasional. Sedangkan
untuk kadar abu basis kering pada tempe menurut Cahyadi 2006 adalah sebesar 4,3%,
dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar abu basis kering pada tempe
sudah sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Pada sampel tepung kedelai memiliki ratarata kadar abu sebesar 3,5631 % (wet basis) dan 3,6669 % (dry basis)
3.2.2 Standar Deviasi
3.5

% SD Kadar Protein

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

bb

bk
Tempe

Tepung Kedelai

Analisis kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan banyaknya jumlah mineral
yang terdapat dalam bahan pangan tersebut .Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
sampel tepung kedelai memiliki nilai SD sebesar 3,0925 (bb) dan 3,1826 (bk).
Berdasarkan perolehan data analisa tersebut dapat diketahui bahwa nilai Standar
Deviasi tepung kedelai memiliki ketelitian yang rendah baik dalam basis basah maupun
dalam basis kering karena data yang diperoleh lebih dari 0,5. Nilai Standart deviasi
yang melebihi 0,5 menunjukkan bahwa data yang dihasilkan memiliki ketelitian yang
rendah dan tidak sesuai dengan literatur menurut Koswara (1992),yang menyatakan
bahwa kadar abu dalam tepung kedelai 0,82%. Pada sampel tempe memiliki nilai
Standar Deviasi sebesar

0,1931 (bb) dan 0,5516 (bk). Dari data tersebut

dapat

diketahui puls bahwa sampel tempe memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tepung kedelai. Hal ini dibuktikan dengan perolehan data pada

analisis tempe bahwa nilai Standar Deviasi sampel tempe kurang dari 0,5 yaitu sebesar
0,1931 (bb) dan 0,5516 (bk).
3.2.3 RSD Kadar Abu
100

% RSD Kadar Protein

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

bb

bk
Tempe

Tepung Kedelai

Analisis kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan banyaknya jumlah mineral
yang terdapat dalam bahan pangan tersebut .Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa
pada sampel tepung kedelai baik dalam basis basah maupun dalam basis kering
memiliki nilai RSD yaitu sebesar 86,7926 %. Pada sampel tempe memiliki nilai RSD
yang diperoleh sebesar 17,5923 % baik dalam basis basah maupun dalam basis kering
nilai RSD nya sama. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa RSD tepung kedelai
dan tempe memiliki ketepatan yang kurang baik, pada umumnya koefesien variasi dapat
diterima apabila nilainya lebih kecil dari 5% . Menurut (Puspitasari, 2014) semakin
rendah nilai RSD yang didapat maka semakin baik data yang diperoleh karena
menandakan ketelitian yang tinggi. Biasanya koefisien variasi dapat diterima bila
nilainya kurang dari 5% , namun demikian hal ini juga tergantung pada analisis yang
dilakukan atau selang kepercayaan yang diinginkan.. Dari pernyataan terebut dapat
diketahui bahwa pada analisa kadar abu dengan metode pengabuan kering yang telah
dilakukan memiliki keakuratan yang kurang baik.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan:
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian adalah dengan
menghilangkan kadar air pada krus yang akan digunakan, kemudian didinginkan
dalam eksikator, ditimbang, sampel bahan dimasukkan, ditimbang lagi,
kemudian dikeringkan di dalam tanur, dieksikator, ditimbang, dan selanjutnya
dihitung kadar abunya.
2. Metode pengabuan kering dilakukan tanpa menggunakan reagen kimia tertentu,
tetapi dengan menggunakan duhu tinggi yaitu sekitar 500-600oC.
3. Pada praktikum penentuan kadar abu nilai SD dan RSD memiliki ketelitian yang
kurang baik yang disebabkan oleh beberapa factor selama praktikum, yakni
praktikan yang kurang teliti ketika melakukan praktikum.
4.2 Saran
Diperlukan adanya kehati-hatian dan ketelitian dalam menjalankan prosedur
analisa sehingga data yang didapatkan memiliki keakuratan yang tinggi. Perlu
dilakukan pula pengkalibrasian alat yang akan digunakan dalam analisa sehingga
mengurangi terjadinya kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga Serangkai

BSN. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

Deliani, 2008. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi
Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. USU-Press, Medan.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. Khopkar. 2003.
Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. Khopkar. 2003. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Legowo, A.M. dan Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Semarang: Diktat Universitas
Diponegoro.

Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Cetakan 29. Jakarta : Penebar Swadaya.
Satuhu S., dan A. Supriyadi, 1999. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Penebar
Swadya, Yakarta.

Sediaoetama Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Penerbit:
Dian Rakyat. Jakarta, Edisi I, Hal: 31, 45-49, 53, 55, 59, 61, 8591, 106.
Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM.

Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sudarsih dan Kurniaty, Yuliana. 2009. Makalah Penelitian. Pengaruh Waktu dan Suhu
Perendaman Kedelai pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi Protein Kedelai
dalam Proses Pembuatan Tahu. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.
Virgo, S. D. Hanela, 2007. Pengaruh Pemberian Tepung Kedelai Terhadap Daya
Simpan Nugget Ayam Ras Afkir. Padang: Fakultas Peternakan Universitas
Andalas.
Winarno, F. G. 1980. Pengantar Teknologi Pengolahan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.