LAPORAN PENDAHULUAN ISPA KOPES ILAM

LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS
(ISPA)

Disusun Oleh
JUJU JUARIAH
1490116037

PROGRAM PROFESI NERS
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2016/2017

LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA
A.

DEFINISI
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak

dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan
(Meadow, Sir Roy. 2002:153).

ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan AL-ut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute
Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:
l. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara
anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA.
Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana, 2005:57).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
B.

ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri

penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar
diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian
di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan
bahwa

di

negara

berkembang

streptococcus

pneumonia dan haemophylus

influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni
73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Suriadi,Yuliani R,2001)

C.


TANDA DAN GEJALA

a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
1. Batuk
2. Nafas cepat
3. Bersin
4. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5. Nyeri kepala
6. Demam ringan
7. Tidak enak badan
8. Hidung tersumbat
9. Kadang-kadang sakit saat menelan
b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA
1.

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir
dan wheezing.


2.

Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.

3.

Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.

4.

Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning R,2002)

D.

KLASIFIKASI

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest

indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1.

Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
60 kali per menit atau lebih.

2.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.


Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1.

Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang tldak menangis atau meronta).

2.

Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.

3.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

E.


PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.

Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes
RI, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan

sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,

1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1.

Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apaapa.

2.

Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

3.

Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam
dan batuk.

4.

Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh

dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

F.

PATHWAY

G.

KOMPLIKASI

1.

Penemonia

2.

Bronchitis

3.


Sinusitis

4.

Laryngitis

5.

Kejang deman (Soegijanto, S, 2009)

H.

PEMERIKSAAN PENUJANG

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2.

Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
dan,

3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)
I.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti
hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung
maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida
tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik
tidak

dianjurkan

kecuali

ada

komplikasi

purulenta

pada

sekret.

Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan
demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah
keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
o Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
o Meningkatkan makanan bergizi
o Bila demam beri kompres dan banyak minum
o Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang
bersih
o Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
o Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek

o Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
o Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
J.

Analisa data
Symptom
1.
Biasanya

Etiologi
pasien Penupukan secret

Problem
Bersihan jalan nafas

ditandai dengan adanya
secret,

suara

ronchi/wising, otot bantu
pernafasan,

cuping

hidung, dada terasa sesak.
2.

Adanya penupukan

secret,

infeksi

saluran

pada Kongesti hidung

Pola nafas tidak efektif

pernafasan,

adanya

otot

bantu

pernafasan
3.

Ditandai

sianosis,

adanya,

otot

pernafasan,
didinding

bantu Ventilasi pervusi

Gangguan

expansi
dada,

pertukaran

gas

suara

ronchi/wising
4.

Ditandai

dengan penuran

BB Input/autput

tidak

sebnyak 20%, kulit kriput, adekuat

Gangguan nutrisi kurang

klien terlihat kurus, nafsu

dari kebutuhan tubuh.

makan

menurun,

mual

muntah, nyeri abdomen
5.

Adanya tanda-tanda

infeksi

seperti:

tumor,

dolor, calor, rubor, dan
disfusilaesa.

Dan

cek Agen bakteri/virus

Resiko infeksi

leukosit tinggi/ rendah
6.

Ditandai

dengan

adanya panas lebih dari
37,6°C, akral panas, bibir
merah,

wajah

tampak Proses infeksi

Hipertermi

merah.
K.

Diagnose yang mungkin muncul

1)

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi muskus
(secret)

2)

Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung

3)

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi

4)

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

5)

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri

6)

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

L.

Rencana intervensi

1)

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi muskus
(secret)

Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan nafas dapat
teratasi dengan kreteria hasil: hidung bersih, tidak ada secret klien dapat bernafas dengan
lancer, tidak ada pernafasan menggunakan cuping hidung.
Rencana tindakan:
·

Observasi sistem pernafasan dan adanya subatan

·

Bersihkan jika ada sumbatan

·

Berikan posisi semi fowler

·

Anjurkan klien untuk minum yang hangat

·

Ajarkan batuk efektif

·

Masase punggung dan dada klien

·

Kalaborasi pemberian O2

·

Kalaborasi pemberian obat

2)

Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung

Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pola nafas teratasi
dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan, inspirasi dan ekspirasi
tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Rencana tindakan:
·

Berikan posisi semi fowler

·

Kalaborasi pemberian O2

·

Kalaborasi pemberian obat

3)

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi

Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pertukaran gas teratasi
dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan, inspirasi dan ekspirasi
tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Rencana tindakan:
Berikan posisi semi fowler
·

Anjurkan klien untuk minum yang hangat

·

Ajarkan batuk efektif

·

Masase punggung dan dada klien

·

Kalaborasi pemberian O2

·

Kalaborasi pemberian obat

4)

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

Tujuan :
setelah dilakukan tidak keperawatan diharapkan masalah gangguan nutrisi teratasi dengan
kreteria hasil: nafsumakkan klien meningkat, klien tidak mual dan muntah, peningkatan BB,
wajah terlihat segar.
Rencana tindakan:
·

Observasi adanya gangguan nutrisi

·

Observasi pola makan

·

Njurkan klien untuk makan sedikit tapi sering yaitu 2 jam sekali

·

Anjurkan diit yang sehat

·

Kalaborasi dengan tim gizi

·

Kalaborasi pemberian obat

5)

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri

Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah resiko tinggi infeksi dapat teratasi
dengan kreteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, pemeriksaan leukosit dalam batas
normal.
Intervensi
·

Observasi adanya tanda-tanda infeksi seperti: tumor, dolor, rubor, color, dan
disfusilaesa.

·

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

·

Menggunakan APD untuk proteksi diri dank lien

·

Kolaborasi dalam pemberian obat

6)

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah hipertermi klien dapat teratasi
dengan kreteria hasil, suhu dalam rentang normal 36,5°C-37,5°C, akral tidak panas, bibir
tidak kering, turgor kulit elastic.
Intervensi:
·

Observasi adanya peningkatan dan penurunan suhu

·

Observasi vital sign

·

Berikan kopres pada lipatan tubuh

·

Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat

·

Lakukan kalaborasi pemberian obat

DAFTAR PUSTAKA

Meadow,Sir Roy dan Simen.2002.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora Aksara Pratama
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Gordon,et.al,2001,

Nursing

Diagnoses

:

definition

&

Classification

2001-

2002,Philadelpia,USA
Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.
yohanes gunawan. Jakarta: EGC
Gordon,et.al,2001, Nursing

Diagnoses

:

definition

&

Classification20012002,Philadelpia,USA
Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Materi pelatihan kader dan penyegara kader (2004), PSIK UMJ, Jakarta
Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan
Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan
Pertemuan Ilmiah Tahunan V (PIT-5) Ilmu Penyakit Dalam PAP di Sumsel. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang
Soegijanto, S (2002). Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan.
Jakarta: Salemba medika