Analisis Kebijakan dan Problematika Eval

Analisis Kebijakan dan Problematika
Evaluasi Pendidikan (Ujian Nasional) Dalam Kebijakan Pendidikan Nasional
Oleh: Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I
Guru Sang Dewo (SMPN 2 Pagerwojo) & Akademisi UIN Maliki Malang)
A.

Pendahuluan

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang
sejauh mana keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam
mengajar. Evaluasi pengajaran adalah penilaian/penaksiran terhadap pertumbuhan
dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
hukum. Evaluasi belajar dan pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai
belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian
atau pengukuran belajar dan pembelajaran.
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai
siswa. Kriteria keberhasilan guru dan siswa dalam melaksanakan program
pembelajaran dilihat dari kompetensi dasar yang dimiliki oleh siswa. Evaluasi akan
memberikan informasi tingkat pencapaian belajar siswa.
Berdasarkan pengertian di atas, tujuan evaluasi pengajaran antara lain adalah untuk
mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat

kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan
kurikuler/pengajaran.
Secara garis besar dalam proses belajar, evaluasi memiliki fungsi pokok sebagai
berikut:
1)
Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah
melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu.
2)
Untuk mengukur sampai di mana keberhasilan sistem pengajaran yang
digunakan.

3)
Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses
belajar mengajar.
4)

Untuk keperluan bimbingan dan konseling.

Fungsi kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1.

2.
3.
4.

Untuk diagnostik dan pengembangan.
Untuk seleksi.
Untuk kenaikan kelas.
Untuk penempatan, agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat
kemampuan dan potensi yang mereka miliki.
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat instrumen
penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis, dan tes lisan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi
dalam proses pendidikan adalah:
1)

Kesahihan (validitas).

2)

Keterandalan.


3)

Kepraktisan.

Pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat sangat besar. Manfaat ini dapat ditinjau
dari pelaksanaannya. Adapun jenis evaluasi serta manfaatnya adalah sebagai
berikut:
1)

Evaluasi Formatif

Yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai dipelajari suatu unit pelajaran
tertentu. Manfaatnya sebagai alat penilai proses pembelajaran suatu unit materi
pembelajaran tertentu.
2)

Evaluasi Sumatif

Yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pembelajaran suatu program atau

sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi ini mempunyai manfaat untuk menilai
hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu
periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran.
3)

Evaluasi Diagnostik

Yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnosis. Evaluasi ini
bermanfaat untuk meneliti atau mencari sebab kegagalan pembelajaran atau di
mana letak kelemahan siswa dalam mempelajari suatu atau sejumlah unit pelajaran
tertentu.
4)

Evaluasi Penempatan

Yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan siswa dalam suatu program
pendidikan atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan (baik potensial maupun
lokal) dan minatnya. Evaluasi ini bermanfaat dalam rangka proses penentuan
jurusan sekolah.
Dari macam-macam evaluasi tersebut, terdapat evaluasi yang mengundang banyak

kontroversial dari masyarakat yaitu UN. UN yang dilaksanakan oleh negara saat ini
banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat. Banyak
sekali yang tidak setuju dengan diadakannya UN, dan rata-rata mereka beralasan
bahwa nilai UN tidak dapat mencerminkan kepandaian anak dalam pendidikan.
Maka dari itu, penulis akan mencoba menganalisis mengenai kebijakan mengenai
evaluasi tersebut menurut kemampuan penulis.
B.

Dasar-Dasar Kebijakan Evaluasi

Dasar kebijakan evaluasi pendidikan yang pertama adalah UU 20 Tahun 2003
Pasal 1 ayat 21: “Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan,
dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada
setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.” Pengertian ini diperkuat oleh PP 19 tahun 2005
pasal 1 ayat 18 yang berbunyi sama.
Setelah memahami pengertian evaluasi pendidikan maka selanjutnya fungsi
evaluasi adalah sebagaimana dikemukakan dalam UU 20 Tahun 2003 Pasal 57 ayat

1 dan 2 yang berbunyi: “Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu

pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” “Evaluasi dilakukan terhadap peserta
didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk
semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.” Fungsi tersebut nampaknya berada
dalam sekup Nasional dan sekup lokal. Maka setelah penjabaran fungsi tersebut
diperkuat dengan pelaksanaan evaluasi tingkat Nasional yang diatur pada
Permendiknas no.45 tahun 2006 tentang UN tahun 2006-2007, kemudian diperkuat
dan diganti dengan Permendiknas no 75 tahun 2009 tentang Ujian Nasional
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Tahun Pelajaran 2009/2010 isinya pasal 1 ayat 1 Ujian
Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian
kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Ayat 2. UN utama adalah ujian nasional yang diselenggarakan bagi
seluruh peserta ujian yang terdaftar sebagai peserta UN tahun pelajaran 2009/2010.
ayat 3. UN susulan adalah ujian nasional yang diselenggarakan bagi peserta didik
yang tidak dapat mengikuti UN utama karena alasan tertentu dan disertai bukti
yang sah.
Kemudian dilanjutkan pasal 2 Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian

kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 3. Hasil UN digunakan
sebagai salah satu pertimbangan untuk: a) pemetaan mutu satuan dan/atau program
pendidikan; b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan
kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; d) pembinaan
dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan. Pasal 4. 1) Setiap peserta didik berhak mengikuti UN SMP, MTs,
SMPLB, SMA, MA, SMALB, atau SMK. 2) Peserta didik yang berhak mengikuti
ujian nasional SMPLB dan SMALB adalah peserta didik yang mempunyai
kelainan tunanetra, tunarungu, tunadaksa ringan, dan tunalaras. 3) Untuk mengikuti
UN, peserta didik harus memenuhi persyaratan: a) telah berada pada tahun terakhir
di SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, atau SMK. b) memiliki laporan
lengkap penilaian hasil belajar pada SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB,
atau SMK mulai semester I tahun pertama hingga semester I tahun terakhir; dan c)
memiliki ijazah atau surat keterangan lain yang setara, atau berpenghargaan sama
dengan ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah, atau memiliki

bukti kenaikan kelas dari kelas III ke kelas IV untuk siswa Kulliyatul-Mu’alimin
Al-Islamiyah (KMI)/Tarbiyatul-Mu’alimin Al-Islamiyah (TMI) yang pindah ke
SMA/MA atau SMK. 4) Peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai

bukti yang sah tidak dapat mengikuti UN utama dapat mengikuti UN susulan. 5)
Peserta didik yang belum lulus UN berhak mengikuti UN Tahun Pelajaran
2009/2010.
Kemudian pelaksanaannya UN diimplementasikan dengan pasal 5 ayat 1) UN
Tahun Pelajaran 2009/2010 dilaksanakan dua kali yaitu UN utama dan UN
ulangan. 2) UN utama untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK dilaksanakan pada
minggu ketiga Maret 2010. 3) UN utama untuk SMP/MTs dan SMPLB
dilaksanakan satu kali pada minggu keempat Maret 2010. 4) UN susulan
dilaksanakan satu minggu setelah UN utama. 5) Ujian praktik kejuruan untuk SMK
dilaksanakan sebelum UN utama. Prakteknya adalah pasal 6 ayat 1) UN Ulangan
untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK dilaksanakan minggu kedua Mei 2010. 2)
UN Ulangan untuk SMP/MTs dan SMPLB dilaksanakan minggu ketiga Mei 2010.
Sedangkan mengenai matpel dijelaskan dengan pasal 7 yang berbunyi Mata
pelajaran yang diujikan pada UN: 1) Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPA,
meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan
Biologi; 2) Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi; 3)
Mata Pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah
Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia; 4) Mata Pelajaran UN MA Program

Keagamaan, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Tafsir,
Hadis, dan Fikih; 5) Mata Pelajaran UN SMK meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, dan Teori Kejuruan; 6) Mata Pelajaran UN SMALB meliputi:
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika; dan 7) Mata Pelajaran UN
SMP/MTs, dan SMPLB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,
dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Sedangkan hal-hal mengenai soal-soal UN diterangkan dalam pasal berikut ini dan
pasal sesudahnya pasal 8 Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN)
Tahun Pelajaran 2009/2010 merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/sub
pokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada
Kurikulum 2004, dan Standar Isi. Pasal 9 1) Kisi-kisi soal UN disusun berdasarkan
SKL UN Tahun Pelajaran 2009/2010. 2) Kisi-kisi soal UN Tahun Pelajaran

2009/2010 sebagaimana dimaksud pada ayat 1) tercantum pada Lampiran
Peraturan Menteri ini. 3) Soal UN disusun dan dirakit berdasarkan kisi-kisi soal
UN Tahun Pelajaran 2009/2010. 4) Soal UN sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikembangkan dan dikelola oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Badan
Penelitian Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional dibawah koordinasi
BSNP. 5) Soal UN ditelaah oleh guru, dosen, dan Puspendik di bawah koordinasi
BSNP. 6) Soal UN ditetapkan oleh BSNP. Pasal 10: 1) Penggandaan soal UN

dilakukan di tingkat regional oleh percetakan perguruan tinggi negeri yang
ditunjuk. 2) Prosedur penggandaan soal UN sebagaimana tercantum pada ayat (1)
diatur dalam petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh BSNP. Pasal 11: UN
diselenggarakan oleh BSNP yang pelaksanaannya bekerja sama dengan instansi
terkait di lingkungan pemerintah, pemerintah provinsi, perguruan tinggi,
pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Pasal 12: 1) Dalam
penyelenggaraan UN, Menteri bertanggung jawab untuk: a. menetapkan
sekolah/madrasah penyelenggara untuk peserta didik pada sekolah Indonesia di
luar negeri; b. menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan untuk
penyelenggaraan UN; c. menyediakan blangko surat keterangan hasil ujian
nasional (SKHUN); serta d. memantau, mengevaluasi, dan menetapkan program
tindak lanjut. 2) Tugas dan tanggungjawab BSNP, gubernur, perguruan tinggi
negeri, bupati/walikota, duta besar Republik Indonesia, satuan pendidikan
(sekolah/madrasah) dalam penyelenggaraan UN diatur dalam POS UN 2009/2010.
3) Dalam penyelenggaraan UN, BSNP melakukan kontrak kerja (MoU) dengan
Gubernur, perguruan tinggi negeri, bupati/walikota, kepala dinas pendidikan
provinsi/kab/kota sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Mengenai pengawasan pelaksanaan UN diterangkan dalam pasal 13 dan 15.
adapun bunyinya pasal 13: 1) Perguruan tinggi negeri berfungsi sebagai
koordinator pelaksana pengawasan UN satuan pendidikan SMA/MA dan pemantau

UN SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK bekerja sama dengan dinas
pendidikan provinsi, Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag), dan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). 2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai koordinasi pelaksanaan pengawasan UN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam POS UN. Pasal 15: 1) Pengawas ruang UN SMA/MA pada
setiap satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari guru-guru
satuan pendidikan yang bersangkutan yang mata pelajarannya tidak sedang
diujikan. 2) Pengawas ruang UN SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK
dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari guru-guru yang mata pelajarannya
tidak sedang diujikan dengan sistem silang murni antar sekolah/madrasah Pasal 16:

Pelaksanaan UN SMA/MA di setiap provinsi, kabupaten/kota dan
sekolah/madrasah diawasi oleh pengawas satuan pendidikan dari perguruan tinggi.
Pasal 17: Pelaksanaan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA SMALB, dan SMK di
setiap provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah dipantau oleh tim pemantau
independen (TPI). Pasal 18: 1) Pemindaian lembar jawaban ujian nasional (LJUN)
SMA/MA dilakukan oleh perguruan tinggi negeri. 2) Pemindaian LJUN SMK,
SMP/MTs, SMPLB , SMALB, dan SMK dilakukan oleh dinas pendidikan
provinsi.
Mengenai peserta UN diatur dengan pasal 14: 1) Peserta UN SMA/MA mengikuti
ujian di satuan pendidikan lain sesuai ketentuan yang diatur dalam POS. 2) Peserta
ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam satu ruangan terdiri atas peserta
ujian dari beberapa sekolah/madrasah dalam satu kecamatan dan/atau
kabupaten/kota. 3) Peserta UN SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK mengikuti
ujian di satuan pendidikan penyelenggara UN.
Sedangkan dalam masalah penilaian, UN diatur oleh Pasal 19 yang isinya: 1)
Penskoran hasil UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK dilakukan
oleh Puspendik dengan supervisi BSNP. 2) Daftar nilai hasil UN setiap
sekolah/madrasah diterbitkan oleh penyelenggara UN tingkat provinsi sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BSNP. 3) Puspendik mengelola arsip
permanen dari hasil UN di bawah koordinasi dan tanggung jawab BSNP.
Mengenai kriteria kelulusan UN ditetapkan oleh Pasal 20 yang isinya: 1) Peserta
UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK dinyatakan lulus jika
memenuhi standar kelulusan UN sebagai berikut: a. memiliki nilai rata-rata
minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal
4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata
pelajaran lainnya; b. khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran praktik kejuruan
minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN. 2) Pemerintah daerah
dan/atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai
sebagaimana dimaksud pada ayat 1), sebelum pelaksanaan UN. 3) Peserta UN
diberi surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh
sekolah/madrasah penyelenggara.
Pelaksanaan UN tentulah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya
penyelenggaraan UN tersebut diatur dalam Pasal 21 yang isinya: Biaya

penyelenggaraan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
Sedangkan mengenai sosialisasi UN dan pelanggaran atau kecurangan dalam
pelaksanaan UN diatur dalam Pasal 22 dan seterusnya sampai pasal 24, yang
isinya: pasal 22 BSNP melakukan koordinasi dan sosialisasi ujian nasional dengan
Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Komunikasi dan
Informasi. Pasal 23 ayat 1) Perorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang terlibat
dalam penyelenggaraanUN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK
wajib menjaga kerahasiaan, kejujuran, keamanan, dan kelancaran penyelenggaraan
UN. Ayat 2) Perorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang melakukan
pelanggaran atau penyimpangan dalam penyelenggaraan UN SMP/MTS, SMPLB,
SMA/MA, SMALB, dan SMK dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ayat 3) Peserta didik yang terbukti melakukan
kecurangan dalam mengerjakan soal UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB,
dan SMK dinyatakan tidak lulus. Ayat 4) Jenis kecurangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam POS. Pasal 24: Puspendik memetakan hasil UN dan
kejujuran pelaksanaan UN menurut: a. Sekolah/madrasah, b. Kabupaten/kota, c.
Provinsi.
C.

Problematika

Pada intinya, pasal dan ayat yang penulis garis bawah tersebut jika dipadukan akan
menimbulkan kontroversi. Penjabarannya adalah sebagai berikut: 1) Dalam
Permendiknas no 75 tahun 2009 tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Tahun Pelajaran 2009/2010 tujuan UN adalah menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta hasil UN digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk: a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta
didik dari program dan/atau satuan pendidikan; d) pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sebenarnya penulis tidak kontra dengan semua yang telah ditulis oleh
permendiknas tersebut. tetapi yang penulis soroti di sini adalah UN yang dipakai
untuk menentukan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan.

Maka akan menjadi sangat ironis kalau UN dipakai sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan
satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu
pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia,
berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat
hanya dengan penyelenggaraan UN. Dengan kata lain, UN belum memenuhi syarat
untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan
kepada masyarakat.
Kalau UN sebagai penentu kelulusan, penulis tidak setuju. Karena tidak signifikan
kalau hasil belajar dan proses pembelajaran selama 3 tahun hanya ditentukan
dalam waktu 3 hari saja. Maka dari itu yang lebih tepat mengadakan evaluasi
adalah pendidik itu sendiri untuk menentukan kelulusan belajar peserta didik,
karena yang mengenal peserta didik apakah ia berhasil atau tidak adalah guru atau
pendidik. Belum lagi ditambah permasalahan mental anak didik yang ketika
pelaksanaan UN menjadi droop sehingga peserta didik tidak dapat mengikuti UN
dengan baik dan biasanya malah tidak lulus yang akhirnya mereka mengalami
stress.
Disamping itu juga keberhasilan pembelajaran juga dilihat dari 2 segi yaitu segi
produk dan segi proses. Segi produk yaitu kemampuan mengaplikasikan
pengetahuan ke dalam dunia nyata, sedangkan segi proses adalah kemampuan
dalam melakukan proses pembelajaran baik dalam segi strategi maupun yang
lainnya. Dan hal itu tidak bisa dinilai atau dievaluasi hanya dengan menyuguhkan
soal-soal obyektif
Di samping itu, UN secara prinsip sudah menyalahi peraturan otoda yang
ditetapkan pemerintah. Dan juga disamping itu, daerah-daerah antara satu dengan
yang lain, kondisi kulturnya, geografisnya berbeda, ada daerah yang mudah
mencari informasi dan ada juga yang kesulitan mencari informasi karena kondisi
geografisnya yang tidak memungkinkan. Maka UN juga harus memperhatikan
kondisi tersebut, namun karena UN berfungsi sebagai standarisasi maka keadaan
tersebut dipandang sebelah mata.
Problematika lainnya adalah mengenai pengawasan yang diatur dalam pasal 13
sampai 17, karena UN dilaksanakan secara serempak di seluruh sekolah di
Indonesia, maka langkah-langkah pengawasan yang lebih baik perlu ditempuh,
yang tidak sekedar rayonisasi, dan juga pengamanan soal dan yang lainnya. Namun

yang menjadi masalah sekarang ini adalah kebanyakan yang terjadi karena pihak
sekolah ingin mendapatkan prestasi dan nilai yaitu peserta didiknya lulus semua,
maka pihak sekolah sering melobi pengawas UN untuk memberi kemudahan bagi
para siswa dalam menempuh ujian, dan hal itu menjadikan sangat tidak obyektif.
Masalah lagi yaitu karena pengawasan diserahkan kepada pihak perguruan tinggi
tertentu, maka pengawasan UN dapat ditunggangi dengan motif-motif tertentu.
D.

Analisis Swot

Dalam analisis swot ini penulis tidak akan menyebutkan alasan secara panjang
lebar karena batasan halaman yang ditentukan tidak mengizinkan untuk melakukan
hal itu
Kekuatan (Strengths)
Terdapat berbagai kekuatan dalam sebuah penyelenggaraan evaluasi. Kekuatan
tersebut antara lain:
1.

UN berfungsi sebagai standarisasi Nasional dan mengetahui kualitas
pendidikan atau pengendalian mutu pendidikan. Karena apabila semua evaluasi
diserahkan kepada setiap satuan pendidikan atau daerah, maka tidak ada alat untuk
menyetandarkan dan mengetahui mutu pendidikan.
2.
UN masih merupakan satu-satunya alat standarisasi dan peningkatan mutu
pendidikan dalam pendidikan dasar dan menengah.
3.
UN merupakan representasi dari seluruh KD yang ada yang telah diajarkan.
Bahkan SKL mengenai kisi-kisi UN dinyatakan dalam lampiran permendiknas
yang mengatur UN sehingga pelaksanaannya transfaran.
Kelemahan (Weaknesses)
Dalam penyelenggaraan sebuah pendidikan, disamping kekuatan pastilah juga
mempunyai kelemahan, antara lain sebagai berikut:
1.

Pelaksanaan tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah. Karena daerah
di Indonesia antara satu dengan yang lain, kondisi kulturnya, geografisnya berbeda,
ada daerah yang mudah mencari informasi dan ada juga yang kesulitan mencari
informasi karena kondisi geografisnya yang tidak memungkinkan. Maka UN juga

harus memperhatikan kondisi tersebut, namun karena UN berfungsi sebagai
standarisasi maka keadaan tersebut dipandang sebelah mata
2.
Pendidik tidak dapat berperan aktif dalam menentukan kelulusan, padahal
yang mengetahui kualitas peserta didik adalah pendidik itu sendiri bukan orang
lain.
3.
Instrumen UN yang akan digunakan pun sebenarnya masih menyimpan
berbagai pertanyaan mendasar yang menuntut jawaban, khususnya menyangkut
metodologi, terutama pada saat melakukan interpretasi terhadap hasil skor tes dan
pemanfaatannya agar sesuai dengan tujuan diselenggarakannya UN (validity
evidence).
4.
Terjadi kejanggalan, yaitu penentuan nilai 3 tahun dengan hanya ujian
selama 3 hari dan hanya ditentukan oleh mata pelajaran yang tertentu saja. Itu
merupakan hal yang tidak representatif. Jadi keberhasilan atau tidaknya seorang
peserta didik hanya dipertaruhkan dalam waktu 3 hari itu. Apabila siswa atau
peserta didik tidak berhasil dalam kurun waktu 3 hari itu, apapun sebabnya, maka
siswa dinyatakan tidak berhasil atau gagal dalam pembelajarannya.
Peluang (Opportunities)
Peluang adalah faktor dari luar yang bersifat positif:
1.

Pelaksanaan evaluasi secara Nasional tersebut bisa mengetahui standar
pendidikan nasional negara Indonesia dan peringkatnya di dunia.
2.
Adanya dorongan dari pihak-pihak pemilik LBB agar mereka laku
laris dipasaran.Rata-ratapihak LBB menyetujui dilaksanakannya UN, karena
dengan begitu, maka trik-trik untuk mengerjakan soal secara cepat yang mereka
tawarkan akan laku laris di pasaran dan mereka mendapatkan untuk yang cukup
besar.
Ancaman (Threats)
Di samping terdapat peluang, juga terdapat ancaman sebagai berikut:
1.

Banyak anak yang frustasi karena tidak lulus UN, sehingga UN dipandang
mempunyai dampak negatif terhadap psikis anak. Di samping itu, juga rata-rata
anak-anak sudah droop terlebih dahulu atau takut dalam menghadapi UN.

2.

Banyak LSM dan masyarakat juga praktisi pendidikan yang menyoroti
pelaksanaan UN, karena tidak cocok dengan kebutuhan daerah setempat. Sehingga
mereka tidak setuju dengan diadakannya UN
3.
Kondisi sekolah belum merata sehingga tidak bisa jika digeneralisir dan
disama ratakan. Banyak sekolah yang masih berada di pelosok-pelosok daerah
yang mempunyai keterbatasan SDM maupun sarana dan pra sarana. Mereka
kebanyakan masih tertinggal jika dibandingkan dengan sekolah yang ada di kotakota besar yang pada umumnya sudah cukup maju.
E.

Solusi dan Rekomendasi

Evaluasi pendidikan diserahkan kepada sekolah atau satuan pendidikan masingmasing. Sementara itu memang diperbolehkan mengadakan UN namun tujuan dan
fungsinya adalah untuk mengendalikan mutu pendidikan yang ada di Indonesia,
karena selama ini belum ada alat pengendalian mutu yang lebih baik daripada UN.
Maka dari itu, pada prinsipnya UN harus memenuhi 3 kriteria, yaitu penempatan,
mastery dan diagnosis. UN harus membuat peserta didik aktif dalam berfikir,
melakukan pengamatan dan perubahan sikap dan yang lainnya. Soal UN
hendaknya melatih dan membuat peserta didik melakukan pengamatan, berpikir
ilmiah dan juga merubah sikapnya.
Dalam pelaksanaan UN, soal-soalnya harus memenuhi prinsip validitas dan
reliabilitas. Karena unsur yang paling pokok dan sangat penting yang harus
diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat interpretasi hasil skor
tes siswa peserta ujian adalah validitas. Konsep validitas ini sebelumnya dipahami
sebagai sebuah konsep yang terfragmentasi sehingga sering mengantarkan praktisi
penilaian pendidikan kepada kebingungan dan
berpikir secara keliru. Studi validitas dilakukan untuk membuktikan bahwa
kegiatan interpretasi dan pemanfaatan hasil skor tes yang ada sudah sesuai dengan
tujuan diselenggarakan ujian. Sebagai misal, apabila kita menyusun seperangkat
tes kemampuan/keterampilan membaca yang digunakan sebagai alat ukur untuk
menentukan kelulusan (sertifikasi) SMA.
Pada dasarnya fungsi UN adalah untuk standarisasi dan penentuan kelulusan.
Kalau UN sebagai penentu kelulusan, penulis tidak setuju. Karena tidak signifikan
kalau hasil belajar dan proses pembelajaran selama 3 tahun hanya ditentukan
dalam waktu 3 hari saja. Maka dari itu yang lebih tepat mengadakan evaluasi

adalah pendidik itu sendiri untuk menentukan kelulusan belajar peserta didik,
karena yang mengenal peserta didik apakah ia berhasil atau tidak adalah guru atau
pendidik.
Keberhasilan pembelajaran juga dilihat dari 2 segi yaitu segi produk dan segi
proses. Segi produk yaitu kemampuan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam
dunia nyata, sedangkan segi proses adalah kemampuan dalam melakukan proses
pembelajaran baik dalam segi strategi maupun yang lainnya. Maka menurut
pandangan penulis adalah UN boleh dilakukan tapi hanyalah sebagai test saja
janganlah UN tersebut menentukan kelulusan peserta didik karena hal itu sungguh
tidak signifikan dan hendaknya diadakan US atau UAS karena manajemen sekolah
yang diterapkan adalah MBS. Atau juga bisa setiap daerah mengadakan Ujian
sendiri-sendiri karena daerah tersebut yang paling tahu kondisi daerahnya, juga
yang diujikan masing-masing daerah atau sekolah juga berbeda, melihat kondisi
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta, 2000.
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Sabri Ahmad, Strategi Belajar Mengajar “Michro Teaching”, Jakarta: Quantum
Teaching, 2005
Purwanto, M. Ngalim, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi
Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima, 2008.
UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas no.45 tahun 2006 tentang UN tahun 2006-2007.

Permendiknas no 75 tahun 2009 tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Tahun Pelajaran 2009/2010

Analisis Kebijakan Ujian Akhir Nasional Terhadap
Evaluasi Pendidikan Di Indonesia
By : Dwi Fanda Larasati/Adpen-S2/UPI

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di
setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki
peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta
memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga
negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan
suatu bentuk evaluasi.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen
utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua
bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang
telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat
dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap
tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak
tepat bahkan salah sama sekali.
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan
Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir) yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam
beberapa tahun ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan menjadi
kontraversi dalam banyak seminar atau perdebatan. Beberapa kali sempat terlontar
rencana atau keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau meniadakan
Ujian Akhir Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah
melontarkan pernyataan akan menghapus UAN, dan pernyataan beberapa anggota
Dewan yang mengusulkan penghapusan UAN tersebut.
Dalam tahun 2006, walaupun UAN mengalami peningkatan dalam prosentase
kelulusan, masih dipandang sebelah mata oleh anggota DPR. Hal ini terjadi karena
banyaknya laporan yang masuk ke DPR mengenai penyelewengan yang terjadi
dalam UAN tersebut. (Detik.com 26/06/2006). Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR,
UAN dinilai diskriminatif terhadap peserta didik. Komisi X menilai UAN ini sebaiknya
hanya digunakan untuk pemetaan kemampuan siswa yang nantinya digunakan
untuk mendukung pembuatan kebijakan dan bukan untuk penentu kelulusan. UAN
juga bertentangan dengan Sisdiknas, karena dalam Sisdiknas dikatakan bahwa
tenaga pengajar diberikan kewenangan untuk menilai siswanya dalam masalah
kelulusan.
Pada tahun 2005, Komisi X DPR RI pernah menolak kebijakan pemerintah
khususnya Mendiknas Bambang Sudibyo yang bersikukuh tetap melaksanakan UAN

di tahun 2005 yang lalu. Menurut Ketua Komisi X Heri Akhmadi, pelaksanaan UAN
bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003. Dalam
undang-undang tersebut dinyatakan :Evaluasi Peserta Didik, satuan Pendidik, dan
program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh,
transparan, dan sistematik, untuk menilai pencapaian standard nasional pendidikan.
Dalam pasal 58 UU Sisdiknas tersebut juga dinyatakan bahwa evaluasi belajar
peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan (Kompas, Senin 24
Januari 2005).
Adapun syarat kelulusan UAN untuk tahun 2008 ini adalah 4,25 untuk nilai
minimal masing-masing mata pelajaran yang diujikan dan rata-rata minimal 5,0. Ada
empat mata pelajaran yang diujikan yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika dan IPA. Banyak terjadi seorang siswa yang dalam pendidikan
disekolah mendapatkan ranking cukup baik dikelas tetapi tidak lulus UAN hanya
karena salah satu mata pelajaran tersebut nilainya kurang dari rata-rata. Sehingga
walaupun nilai mata pelajaran lain tinggi, tetap tidak lulus. Beberapa siswa bahkan
sudah diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur PMDK atau di SMA tertentu,
tetapi gagal karena tidak lulus UAN, dan perguruan tinggi negeri serta SMA swasta
favorit tidak mau menerima peserta yang tidak lulus UAN. Bahkan beberapa sudah
sempat diterima di perguruan tinggi luar negeri tetapi gagal juga karena tidak lulus
UAN.
Dengan demikian UAN dalam implementasinya mengalami krisis kebijakan
dimana faktor penyebab krisis dapat ditinjau dari berbagai dimensi sebagai contoh
sederhana krisis tersebut dapat terjadi karena kekurangan dalam proses perumusan
kebijakan dan programnya, kekeliruan dalam proses perencanaan, penyimpangan
dalam pelaksanaan, kelemahan dalam penentuan anggaran atau bahkan pada saat
pengawasan dan dan pelaporan.
Oleh karena itu, pada makalah ini mencoba untuk mengupas analisis
kebijakan evaluasi dalam bentuk UAN serta permasalahannya dan juga
rekomendasi tentang pelaksanaan evaluasi yang bertaraf nasional.
BAB II
KAJIAN TEORI
Sebelum berbicara tentang evaluasi, terlebih dahulu akan dikemukakan
tentang kurikulum sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum
mencakup fokus program, media instruksi, organisasi materi, strategi pembelajaran,
manajemen kelas, dan peranan pengajar (Arieh Lewy, 1977:7-8). Di Indonesia
sekarang sedang dikembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang
dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Adapun tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 bahwa
pendidikan “bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3).
Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat
pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk
melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak
dapat diukur hanya dengan tes belaka (Soedijarto, 1993a:17). Untuk itu evaluasi
harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus kemampuannya dalam

bekerja. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat
peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara
mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti
bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan
menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes. Sebagai
konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab semua
kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu
pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan
dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa
dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif
atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan (Soedijarto, 1993b:27-29).
Demikian pula yang dikemukakan McNeil (1977:134-135) dimana evaluasi
harus mampu memberikan tiga informasi penting yaitu penempatan, mastery, dan
diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level belajar yang mana seorang
anak dapat ditempatkan sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi. Mastery
berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup untuk menuju ke tingkat berikutnya. Diagnosis berkaitan dengan pada bagian
mana yang dirasa sulit oleh anak.
BAB III
PEMBAHASAN
A.

Analisa Kebijakan UAN
Dalam pembahasan ini dijelaskan analisa kebijakan UAN yang
bertentangan dengan UU Sisdiknas dan bentuk evaluasi di dalam
pendidikan. Pertama, ada anggapan dari sebagian orang, terutama para
pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UAN bertentangan dengan UU
Sisdiknas. Dimana Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk
menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir
Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian
tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat
atas.
Begitu pula evaluasi dalam pendidikan seharusnya dapat memberikan
gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu
memberikan informasi tentang sejauh mana kesehatan peserta didik.
Evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting seperti yang
dipaparkan oleh McNeil. Selain itupula dalam evaluasi pendidikan
diharapkan dapat memberikan informasi tentang keimanan dan ketakwaan
peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan juga dapat meningkatkan
kreativitas, kemandirian dan sikap demokratis peserta didik
Dari paparan di atas, yang menjadi pertanyaan apakah mutu
pendidikan dapat diukur dengan memberikan ujian akhir secara nasional di
akhir tahun ajaran? Apalagi bila dihadapkan mutu pendidikan dari aspek
sikap dan perilaku siswa, apakah bisa dilihat hanya pada saat sekejap di
penghujung tahun? Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat

dengan berbagai cara, tetapi pelaksanaan UAN sebagaimana yang
dipraktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh mana mutu pendidikan di
Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun sebelumnya. Bahkan
terdapat indikasi bahwa soal-soal UAN (yang dulu disebut Ebtanas) berbeda
dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka akibatnya tidak bisa
dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan sekarang. Selain itu
mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya memberikan tes pada
beberapa mata pelajaran ‘penting’ saja, apalagi dilaksanakan sekali di akhir
tahun pelajaran. Mutu pendidikan terkait dengan semua mata pelajaran dan
pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya
pengetahuan kognitif saja. UAN tidak akan dapat menjawab pertanyaan
seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga,
dan menyanyi. UAN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi
percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan
bersikap demokratis. Dengan kata lain, UAN tidak akan mampu
menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya
tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan
penyelenggaraan UAN.
Selain itu pula UAN yang dilakukan hanya dengan tes akhir pada
beberapa mata pelajaran tidak mungkin memberikan informasi menyeluruh
tentang perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti
pendidikan. Karena tes yang dilaksanakan di bagian akhir tahun pelajaran
tidak dapat memberikan gambaran tentang perkembangan pendidikan
peserta didik, tes tersebut tidak dapat memperhatikan proses belajar
mengajar dalam keseharian karena tes tertulis tidak dapat melihat aspek
sikap, semangat dan motivasi belajar anak selain itu pula tes di ujung tahun
ajaran tidak dapat menyajikan keterampilan siswa yang sesungguhnya dan
juga hasil tes tidak dapat menggambarkan kemampuan dan keterampilan
anak selama mengikuti pelajaran. Oleh karena itu terjadi pertentangan
antara tujuan yang ingin dicapai dengan bentuk ujian yang diterapkan,
karena pengukuran hasilbelajar tidak bisa diukur hanya dengan memberikan
tes di akhir tahun ajaran saja.
Kedua, tujuan UAN yang lain dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran
2003/2004
adalah
untuk
mengukur
mutu
pendidikan
dan
mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. Adalah ironis kalau UAN
dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan,
karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif,
dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk
manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative
yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UAN.
Dengan kata lain, UAN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai
bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan
pendidikan
kepada
masyarakat.
Ketiga, jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UAN juga tidak
sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembangan
kurikulum yaitu diversifikasi kurikulum. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Kondisi
sekolah di Jakarta dan kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi

sekolah-sekolah di daerah perkampungan, apalagi di daerah terpencil.
Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga
berbeda. Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan
prasana lebih lengkap. Tetapi di daerah-daerah pelosok keberadaan sarana
dan prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah guru pun kurang dan
yang ada pun tidak kualified akibat ketiadaan. Kebijakan penerapan UAN
dengan standar yang sama untuk semua sekolah di Indonesia telah
melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidakadilan bagi peserta
didik yang tentu saja hasilnya akan jauh berbeda, sedangkan kebijakan yang
diambil adalah menyamakan mereka.
Keempat, pelaksanaan UAN hanya pada beberapa mata pelajaran
yang dianggap “penting” juga memiliki permasalahan tersendiri. Sekarang
yang terjadi orang akan beranggapan hanya matematika, bahasa Indonesia,
bahasa Inggris dan IPA yang merupakan mata pelajaran penting. Sedangkan
ada diantara kita anak-anak yang memiliki bakat untuk melukis atau
olahraga, mereka akan meragukan bahwa pelajaran tersebut merupakan
pelajaran penting bagi dia. Sehingga bakat tersebut akan terkubur dengan
sendirinya karena yang ada di benak mereka adalah bagaimana mereka bisa
lulus dalam UAN tersebut. Dengan demikian pelaksanaan UAN hanya pada
beberapa mata pelajaran akan mendorong guru untuk cenderung
mengajarkan hanya mata pelajaran tersebut, karena yang lain tidak akan
dilakukan ujian nasional. Hal ini dapat berakibat terkesampingnya mata
pelajaran lain, padahal tidak semua anak senang pada mata pelajaran yang
diujikan. Akibat dari kondisi ini adalah terjadi peremehan terhadap mata
pelajaran yang tidak dilakukan pengujian.
Kelima, tingkat kreativitas guru empat mata pelajaran tersebut akan
terkekang karena dikejar target untuk menyelesaikan materi.Selain itu pula
metode pembelajaran yang seharusnya bisa disajikan secara menarik dan
dikembangkan sesuai dengan implementasi peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari tergantikan dengan metode drill latihan soal dan peserta didik
hanya “dicekoki” dengan bagaimana dapat menjawab soal-soal pada empat
mata pelajaran tersebut.
Keenam, beberapa orang berpendapat bahwa UAN bertentangan
dengan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UndangUndang No. 22 Tahun 1999. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut.
Kebijakan UAN dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan
otonomi daerah. Selain itu pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan
otonomi sekolah melalui manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah
seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab daerah termasuk sekolah,
tetapi pelaksanaan UAN telah membuat otonomi sekolah menjadi terkurangi
karena sekolah harus tetap mengikuti kebijakan UAN yang diatur dari pusat.
Selain itu UAN berfungsi untuk menentukan kelulusan siswa. Padahal
pendidikan merupakan salah satu bidang yang diotonomikan, kecuali sistem
dan perencanaan pendidikan yang diatur secara nasional termasuk
kurikulum. Di sisi lain, dengan adanya kebijakan otonomi sekolah yang
berhak meluluskan siswa adalah sekolah melalui kebijakan manajemen
berbasis sekolah. UAN telah dijadikan alat untuk “menghakim” siswa, tetapi
dengan cara yang tanggung karena dengan memberikan batasan nilai
minimal 4.25. Dengan menetapkan nilai serendah itu, maka berarti bahwa
standar mutu pendidikan di Indonesia memang ditetapkan sangat rendah.

Kalau direnungkan, apa arti nilai 4 pada suatu ujian. Nilai 4 dapat diartikan
hanya 40% dari seluruh soal yang diujikan dikuasai, padahal secara umum
pada bagian lain diakui bahwa nilai yang dapat diterima untuk dinyatakan
cukup atau baik adalah di atas 6. Dengan kata lain, UAN selain menetapkan
standar mutu pendidikan yang sangat rendah telah “menghakimi” semua
siswa tanpa melihat latar belakang, situasi, kondisi, sarana dan prasarana
serta proses belajar mengajar yang dialami terutama siswa di daerah
pedesaan.
A.

Evaluasi Pendidikan Seharusnya dan Meluruskan Kebijakan
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa UAN banyak
bertentangan dengan evaluasi pendidikan bahkan dengan tujuannya sendiri,
sehingga sulit dipertahankan. Seandainya Pemerintah tetap memilih untuk
mempertahankan UAN maka selama itu perdebatan dan ketidakadilan akan
terjadi di dunia pendidikan karena memperlakukan tes yang sama kepada
semua anak Indonesia yang kondisinya diakui berbeda-beda. Selain itu salah
satu prinsip pendidikan adalah berpusat pada anak, artinya pendidikan harus
mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Memperlakukan semua
anak dengan memberikan UAN sama artinya menganggap semua anak
berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan, padahal
kenyataannya berbeda.
Sebaiknya, evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem
penerimaan siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan
tes masuk oleh sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap
sekolah akan menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai.
Sekolah yang berkualitas akan memiliki tes masuk yang relevan, dan sekolah
yang kurang bermutu akan ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang
menghasilkan lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga
akan ditinggalkan masyarakat. Dengan demikian akan terjadi persaingan
sehat antar sekolah dalam menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti
dapat melanjutkan ke sekolah berikutnya. Sistem penerimaan dengan
mengacu pada UAN akan berakibat pada manipulasi data, bahkan membuka
peluang terjadinya kecurangan. Pada umumnya sekolah berlomba-lomba
untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan nilai kelulusan
yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya
(kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib
belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping
lulus juga diterima di sekolah berikutnya. Selain itu sistem evaluasi yang
diserahkan sepenuhnya ke sekolah juga diperlukan pedoman atau petunjuk
teknis. Pedoman untuk melakukan evaluasi tetap diperlukan dalam
memberikan petunjuk bagi guru agar dalam melakukan evaluasi tetap
mengacu kepada kaedah-kaedah evaluasi yang berlaku secara umum.
Apabila UAN tetap dipertahankan maka tujuan dan pelaksanaannya
harus dimodifikasi dimana UAN bukan bertujuan untuk menentukan kelulusan
siswa tetapi dipakai sebagai pengendalian mutu pendidikan. Artinya UAN
tidak perlu dikaitkan dengan kelulusan siswa, tetapi untuk mengetahui
perkembangan pendidikan pada umumnya. Dengan tujuan ini maka standar
nilai UAN haruslah minimal 6 sebagaimana pada umumnya dan hanya
berpengaruh pada kredibilitas sekolah. Bila suatu evaluasi mengacu pada hal

tersebut di atas maka UAN bukanlah suatu kebijakan yang patut
dipertentangkan lagi.
Oleh karena itu agar didapat suatu kebijakan nasional yang utuh
tentang sistem penilaian pendidikan maka pemerintah dapat melakukan
langkah perumusan ulang kebijakan UAN dan sistem penilaian tersebut
secara komprehensif dengan melakukan pelurusan kebijakan-kebijakan
tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain
pembentukan Tim Perumusan Kebijakan Nasional tentang Penilaian
Pendidikan. Tim ini bisa dibentuk oleh Depdiknas yang BSNP menjadileading
sectornya dan anggotanya bisa berasal dari elemen-elemen masyarakat
pendidikan, termasuk juga DPR Komisi Pendidikan, para pakar pendidikan,
organisasi profesi independen seperti PGRI, LSM pendidikan dan
sebagainya. Kemudian tim tersebut dapat melakukan evaluasi dan kajian
terhadap semua kebijakan yang terkait dengan penilaian pendidikan di negeri
ini misalnya dengan melakukan studi banding ke negara lain untuk mencari
model yang sesuai dengan Indonesia dan kemudian merumuskannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta melaporkan hasil
kerjanya kepada Pemerintah. Hasil dari kegiatan kajian tersebut akan
menghasilkan butir-butir rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah dalam bidang penilaian pendidikan. Adapun kajian-kajian yang
dilakukan tersebut dapat berupa substansi seperti :
1. Pelaksana tugas penilaian, seperti penilaian formatif, sumatif dan ujian
akhir serta berbagai jenis penilaian lainnya dari tinggkat dasar sampai
perguruan tinggi
2. Pengembangan model-model ujian akhir, penentu kelulusan atau tamat
sampai dengan kemungkinan menggunakan ujian akhir online (online
assessment) perlu diantisipasi dalam era teknologi informasi.
3. Bentuk-bentuk laporan pendidikan seperti rapor, sistem peringkat, sistem
pemberian skor atau nilai.
4. Apakah diperlukan adanya standar kelulusan sebagimana telah ditetapkan
dalam PP tentang Standar Nasional Pendidikan?
5. Dan masih banyak yang lainnya yang perlu dikaji secara mendalam.
Proses kajian dan evaluasi tersebut akan menghasilkan rekomendasi
yang akan menjadi pegangan utama pemerintah untuk merumuskan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP atau setidaknya Peraturan
Menteri tentang sistem penilaian pendidikan tersebut, untuk kemudian
dilaksanakan dimana PP ini secara komprehensif akan mengatur tentang halhal sampai yang terkecil. Setelah PP dapat diterbitkan maka kebijakan itu
harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
BAB IV
PENUTUP
Begitu banyak pertentangan tentang kebijakan UAN dengan model evaluasi
pendidikan yang seharusnya, tujuan pendidikan nasional maupun dengan tujuan
UAN itu sendiri. Dimana kebijakan UAN kontra produktif bagi pendidikan nasional
dan tujuan yang ingin dicapai menjadi gagal total bahkan hanya menimbulkan
masalah baru. Kecurangan sistematik tidak hanya mengaburkan pemetaan
mengenai kondisi pendidikan nasional tapi juga berdampak buruk bagi guru dan
murid dan juga kreativitas murid terkungkung karena perhatian dan porsi

pembelajaran lebih besar pad

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65