Pengaruh Di Strategi Pembelajaran Berbasis

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menulis merupakan satu dari empat keterampilan berbahasa. Menulis
mencakup kegiatan produktif dan ekspresif. Sesuai dengan penjelasan Tarigan
(1994:20-21), menulis merupakan kegiatan produktif dan ekspresif yang
memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Akhadiah, dkk (2003:2),
menguatkan bahwa menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik
serta mengungkapkannya secara tersirat. Menulis menjadi kegiatan yang sangat
kompleks dan membutuhkan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam
penampilannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan.
Sesuai kurikulum 2004, keterampilan menulis telah diajarkan mulai
jenjang SD sampai SMA sederajat dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk
proposal. Kemampuan menulis proposal diajarkan pada kelas XI SMA sederajat.
Standar

kompetensi


sesuai

KTSP

2004

memaparkan

siswa

mampu

mengungkapkan informasi dalam bentuk proposal dengan kompetensi dasar
menulis proposal untuk berbagai keperluan. SK dan KD ini mengisyaratkan
bahwa setiap siswa harus mampu membuat proposal.
Kenyataan yang ditemukan masih banyak siswa tidak mampu menulis
proposal. Pengalaman penulis saat PPL-T di SMK N 1 Sitinjo menemukan siswa
kelas XI dan XII yang tidak memahami manfaat proposal serta tidak mampu
menulis proposal. Hal yang sama ditemukan Duwi (2009, [online]) saat


1

2

melakukan studi pendahuluan pada siswa kelas XI IPA 4 di SMA N 1 Kepanjen.
“Siswa mengalami berbagai kesulitan dalam menulis proposal, seperti aspek
kelengkapan unsur, kelayakan proposal, dan kebahasaan”. Hal ini juga dialami
oleh Noordliah (2005, [online]) saat observasi di SMA N 9 Semarang.
Berdasarkan hasil tes awal dan wawancara dengan guru kelas, keterampilan
menulis proposal kegiatan siswa kelas XI IA 2 SMA 09 Semarang masih
rendah, hal ini terlihat pada nilai rata-rata hasil tes yang belum mencapai
target.
Rendahnya kemampuan siswa menulis proposal disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor internal, yaitu 1) siswa tidak tertarik mempelajari kaidah penulisan
proposal, 2) siswa tidak memahami kegunaan mempelajari kaidah penulisan
proposal, dan 3) siswa merasa bosan karena kaidah penulisan proposal yang
kompleks. Faktor eksternal, yaitu 1) strategi pembelajaran yang digunakan guru
tidak memotivasi siswa untuk berpikir aktif, 2) guru tidak memperkenalkan
manfaat kemampuan menulis proposal, dan 3) guru tidak mengaitkan materi
penulisan proposal dengan kondisi lingkungan siswa.

Faktor utama rendahnya kemampuan siswa menulis proposal kegiatan
terletak pada strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Kegiatan menulis
proposal kegiatan menuntut guru untuk menerapkan strategi pembelajaran yang
mengondisikan kelas agar mengalami proses pembelajaran yang lebih
mengutamakan kemampuan berpikir. Penyajian yang kurang menarik atau
menantang siswa berpikir akan mempengaruhi minat belajar siswa sehingga
berdampak negatif pada perkembangan kompetensinya. Oleh karena itu, perlu

3

dilakukan pembaharuan strategi pembelajaran dalam kelas. Strategi yang dapat
memotivasi siswa berpikir aktif dan inovatif. Siswa tidak hanya duduk menerima
informasi dari guru, melainkan menjadi pelaku utama menemukan sendiri ilmu
itu. Siswa memiliki otonomi dalam kelas untuk mengeksplor kemampuan
berpikirnya tanpa melupakan dirinya sebagai makhluk sosial dalam kelompok
belajar. Siswa tidak tertekan pada rasa takut berbuat salah, namun memiliki
mental yang siap memperbaiki kesalahan. Siswa tidak diperhadapkan pada
masalah yang tidak dapat mereka jangkau, tetapi masalah yang autentik.
Strategi


pembelajaran

berbasis

proyek

merupakan

strategi

yang

mengutamakan pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui proyek yang
dirancang untuk diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Strategi ini
menciptakan kondisi siswa yang bekerja secara kelompok untuk menyelesaikan
masalah nyata (bukan simulatif). Suasana belajar menuntut siswa untuk mampu
merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan
investigasi, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja secara
mandiri (Thomas, dkk dalam Wena 2011:144).
Penulisan proposal kegiatan membutuhkan kemampuan yang kompleks.

Penulis dituntut memahami kerangka penulisan, aturan tata bahasa, dan EYD.
Selain itu, penulis harus berpikir kreatif dan inovatif untuk menghasilkan proposal
yang orisinil dan sesuai dengan keperluan. Kompetensi yang dituntut dalam
menulis proposal kegiatan ini berkaitan erat dengan strategi pembelajaran berbasis
proyek yang menuntut siswa untuk memecahkan masalah dengan berpikir kreatif,
analitis, dan mandiri. Usaha ini merupakan proses pembelajaran yang memberi

4

penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif
Richmond & Striley (dalam Wena 2011:144). Oleh karena itu, penulis tertarik
meneliti bagaimana pengaruh strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap
kemampuan menulis proposal kegiatan. Dalam hal ini, penulis menetapkan judul;
Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan Menulis
Proposal Kegiatan Siswa Kelas XI SMA N 2 Sidikalang T.P. 2013/2014.

B. Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, ditemukan
beberapa masalah seperti berikut.
1. Kemampuan siswa menulis proposal kegiatan masih rendah.

2. Minat siswa mempelajari materi menulis proposal kegiatan masih rendah.
3. Strategi pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai dengan materi
penulisan proposal kegiatan.

C. Pembatasan Masalah
Masalah yang teridentifikasi dipandang terlalu luas untuk diteliti, perlu
pembatasan masalah agar dapat menghasilkan pembahasan yang lebih meruncing.
Oleh karena itu,masalah yang diteliti terbatas pada poin berikut.
1. Kemampuan siswa menulis proposal kegiatan dengan menggunakan
strategi pembelajaran berbasis proyek.
2. Kemampuan siswa menulis proposal kegiatan dengan menggunakan
strategi pembelajaran ekspositori.

5

Penelitian ini hanyadilakukan terhadap siswa kelas XI SMA Negeri 2
Sidikalang T.P. 2013/2014.

D. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah di

atas, maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah kemampuan menulis proposal kegiatan siswa kelas XI SMA
Negeri 2 Sidikalang T.P. 2013/2014 dengan menggunakan strategi
pembelajaran berbasis proyek?
2. Bagaimanakah kemampuan menulis proposal kegiatan siswa kelas XI SMA
Negeri 2 Sidikalang T.P. 2013/2014 dengan menggunakan strategi
pembelajaran ekspositori?
3. Apakah strategi pembelajaran berbasis proyek berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan kemampuan menulis proposal kegiatan oleh siswa kelas
XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.P. 2013/2014?

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas danuntuk menghindari kesulitankesulitan yang mungkin terjadi dalam proses penelitian, maka dibuatlah tujuan
penelitian.
1. Menggambarkan kemampuan menulis proposal kegiatan siswa kelas XI SMA
Negeri 2 Sidikalang T.P. 2013/2014 dengan menggunakan strategi
pembelajaran berbasis proyek.

6


2. Menggambarkan kemampuan menulis proposal kegiatan siswa kelas XI SMA
Negeri 2 Sidikalang T.P. 2013/2014 dengan menggunakan strategi
pembelajaran ekspositori.
3. Menggambarkan pengaruh strategi pembelajaran berbasis proyek terhadap
kemampuan menulis proposal kegiatan siswa kelas XI SMA Negeri 2
Sidikalang T.P. 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak
seperti berikut.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah manfaat
yang memperkaya khazanah ilmu pengetahuan pembelajaran bahasa khususnya
aspek strategi pembelajaran alternatif dalam pembelajaran menulis proposal
kegiatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1) Memberikan

kesempatan


kepada

siswa

untuk

menemukan

pengalaman belajar menulis proposal kegiatan melalui pengerjaaan
proyek yang mereka rancang sendiri.
2) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis proposal kegiatan
dengan strategi pengajaran berbasis proyek.
b. Bagi guru

7

1) Mampu meningkatkan kinerja guru.
2) Mendorong guru untuk melaksanakan pembelajaran yang
inovatif.

3) Mengatasi permasalahan pembelajaran menulis proposal
kegiatan.
c. Bagi peneliti
1) Mengembangkan wawasan dan pengalaman peneliti.
2) mengaplikasikan teori yang telah diperoleh.

8

BAB II
KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Teoretis
Arikunto (2006:107) mengemukakankerangka teori merupakan wadah
untuk menerangkan variabel atau pokok masalah yang terkandung dalam
penelitian.Premis-premis mengenai variabel penelitian disusun dalam struktur
yang logis sehingga jawaban sementara (hipotesis) penelitian secara rasional dapat
ditemukan. Hal ini bertujuan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan
bukan sekedar coba-coba. Berikut ini akan dijelaskan premis-premis mengenai
variabel penelitian.

1. Strategi Pembelajaran
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005:1092) menjelaskan
strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or
series of activities designed to achieves a particular educational goal J. R. David
(dalam Sanjaya 2006:126). Kata pembelajaran dapat dimaknai sebagai upaya
membelajarkan atau memahamkan suatu materi pada pelajar. Jamaluddin dalam
Mursini (2011:187) mengatakan, “Pembelajaran merupakan suatu upaya yang
disengaja dan direncanakan oleh guru sehingga memungkinkan terciptanya
suasana dan aktivitas belajar yang kondusif.”

8

9

Setelah menjelaskan kata strategi dan pembelajaran, dapat disimpulkan
strategi pembelajaran adalah perencanaan yang harus diterapkan guru di kelas
berguna baginya dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya. Wijayanto
[online] menjelaskan bahwa,
Konstruktivisme adalah cara belajar dan pembelajaran yang fokus
pada upaya memaksimalkan pemahaman peserta didik. Seperti
pembelajaran discovery, pendekatan ini dikondisikan dengan
meaningful learning (pembelajaran bermakna) dari madzhab
pemikiran kognitif. Di sini konstruktivisme diartikan sebagai
pembelajaran yang menekankan pada,
a) Peran aktif pelajar dalam membangun pemahaman dan memupuk
kepekaan terhadap informasi.
b) Upaya pelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan untuk
memupuk kepekaan terhadap lingkungan.
c) Belajar akan terjadi ketika peserta didik secara aktif-kolaboratif
merencanakan situasi yang mencakup upaya memformulasi
pertanyaan, menjelaskan fenomena, menandai isu-isu kompleks,
atau menyelesaikan masalah.
Tujuan pendekatan konstruktivime adalah memberdayakan peserta didik
untuk memperoleh informasi dengan cara membuat informasi tersebut lebih siap
dipahami.
2. Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek
a. Pengertian Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek
Richmond dan Striley (dalam Wena 2011: 144) menyatakan “Strategi
pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari proses pembelajaran yang
memberikan penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha
kolaboratif.”Thomas, dkk (dalam Wena 2011:144) menjelaskan lebih rinci
“pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan
melibatkan kerja proyek.”

10

Selanjutnya Syaiful dan Aswan (2006: 84) menyatakan “Pembelajaran
berbasis proyek merupakan cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu
masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga
pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.” Sejalan dengan itu, Jennifer
Railsback(2002:6) menjelaskan “Project based instruction is an authentic
instructional model or strategy in which students plan, implement, and evaluate
projects that have real-world applications beyond the classroom.”Dengan kata
lain, pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran autentik dimana
siswa dapat merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi proyek
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka saat pembelajaran di kelas.
Cord(dalam Wena 2011:144) menyatakan “pembelajaran berbasis proyek
adalah pembelajaran inovatif yang menekankan pembelajaran kontekstual melalui
kegiatan pembelajaran yang kompleks.” Fokus pembelajaran terletak pada prinsip
dan konsep inti dari sebuah ilmu, melibatkan siswa dalam pemecahan masalah
dan kegiatan-kegaiatan bermakna yang lain, memberikan kesempatan kepada
siswa belajar secara otonom dalam mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri.
Menurut Sudjana (2001: 37)“strategi pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik terlibat
dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran.” Gaer dalam Wena
(2011:145) menyatakan bahwa, “pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi
yang besar untuk memberikan pengalaman belajar siswa yang lebih menarik dan
bermakna. Bern & Erikson dalam Komalasari (2010:70) menegaskan bahwa
pembelajaran berbasis proyek merupakan pendekatan yang memusat pada prinsip

11

dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah
dan tugas penuh makna lainnya, serta mendorong siswa untuk bekerja mandiri
membangun pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang menuntut proses belajar
menyeluruh (whole learning) melalui pengerjaan proyek. Proyek bukan praktik
dari teori yang telah dikuasai, melainkan dalam pengerjaan proyeklah terjadi
konstruksi pemahaman akan teori. Oleh karena itu, proyek harus bersifat
menantang dan berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa untuk meningkatkan
motivasi, kreativitas, dan kemandirian siswa dalam pembelajaran. Peran guru
selama penerapan strategi ini adalah sebagai fasilitator, mediator, motivator,
pemerhati, sekaligus sebagai penasihat agar pembelajaran tetap terarah pada
tujuan awal dan proyek dapat selesai tepat waktu.
b. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek
Wena (2011: 145) menyatakan bahwa:
Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran
yang inovatif dan lebih menekankan pada belajar kontekstual
melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. (CORD; 2001 Thomas,
Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss, Van Duze, Carol, 1998).
Fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu
disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan
masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi
kesempatan siswa bekerja secara otonomdalam mengonstruksi
pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk
menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000). Pembelajaran berbasis
proyek memiliki potensi yang besar untuk memberi pengalaman
belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa (Gaer, 1998).
Sedangkan menurut Buck Institute for Education dalam Wena (2011:145),
pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut.

12

1) Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek siswa dituntut
mengambil keputusan secara mandiri dengan mempertimbangkan materi dan
langkah-langkah pengerjaan proyek. Siswa berkelompok mendiskusikan hal-hal
yang perlu untuk pengerjaan proyek. Guru hanya bertugas memotivasi dan
menjadi pemerhati.
2) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
Terdapat masalah dalam materi yang dipelajari agar melatih kemampuan berpikir
siswa, menuntut siswa memikirkan solusi terbaik yang dapat dikerjakan bersama,
dan memancing siswa mampu menyampaikan hasil pemikirannya.
3) Siswa merancang proses untuk mencapai hasil
Siswa

menyusun

langkah-langkah

yang

harus

dikerjakan

untuk

dapat

menyelesaikan proyek tepat waktu.
4) Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang dikumpulkan
Siswa secara mandiri mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan
mengolahnya bersama di dalam kelompok.
5) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu
Siswa memeriksa dan mengevaluasi hasil kerja dari setiap langkah pengerjaan
proyek sehingga proyek yang dikerjakan dapat terkontrol.
6) Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan
Setiap pertemuan, siswa melihat kembali langkah-langkah yang sudah dikerjakan
agar siswa dapat melihat perubahan dari hasil kerja setiap langkah.

13

7) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya
Hasil dari pengerjaan proyek adalah sebuah produk yang dapat dievaluasi dan
memiliki indikator penilaian.
8) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan
Dalam pengerjaan proyek, siswa tetap dituntun oleh guru. Guru memberi motivasi
agar siswa tidak takut atau ragu untuk mencoba sesuatu. Kesalahan yang mungkin
terjadi tidak perlu mendapat hukuman yang menekang kreativitas siswa,
melainkan tetap diarahkan untuk memperbaiki kesalahan itu.
c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek
Tidak semua kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek dapat disebut
pembelajaran berbasis proyek. Oleh karena itu, Thomas dalam Wena (2011:145)
menetapkan lima prinsip pembelajaran berbasis proyek, kelima prinsip itu antara
lain;
1) Prinsip Sentralistis (Centrality)
Dalam pembelajaran berbasis proyek, proyekmerupakan strategi pembelajaran.
Proyek yang dikerjakan bukan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep
yang sedang dipelajari. Proyek yang dikerjakan merupakan esensi dari kurikulum
yang dikerjakan di dalam kelas. Materi atau konsep dari disiplin ilmu dipelajari
siswa dalam proses pengerjaan proyek.
2) Prinsip Pertanyaan Pendorong/Penuntun (Driving Question)
Kaitan antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas nyata dapat ditemui
melalui pengajuan pertanyaan (Blumenfeld, dkk dalam Wena 2011:146) atau
dengan cara memberikan masalah dalam bentuk defenisi yang lemah (Stepien &

14

Gallegher, 1993 dalam Wena 2011:146). Dalam hal ini, guru berperan sebagai
external motivation yang mampu menggugah siswa untuk berjuang memperoleh
konsep atau prinsip utama suatu materi tertentu.
3) Prinsip Investigasi Konstruktif (Constructive Investigation)
Guru harus mampu merancang proyek yang dapat menumbuhkan rasa ingin
meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang
tinggi. Dengan demikian, dalam pengerjaan proyek siswa akan mengalami
transformasi dan konstruksi pengetahuan (Bereiter& Scardamalia dalam Wena
2011:146). Maka, investigasi harus memuat proses perancangan, pembuatan
keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery, dan pembentukan
model. Proses investigasi tersebut mengarahkan siswa pada pencapaian tujuan,
yang mengandung kegiatan inkuiri, pengembangan konsep, dan resolusi.
4) Prinsip otonomi (autonomy)
Wena (2011:146) mengartikan prinsip otonomi sebagai kemandirian siswa dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Guru tidak memberikan instruksi atau
petunjuk teknis seperti lembar kerja siswa, petunjuk kerja praktikum, dan
sejenisnya untuk diikuti siswa. Siswa dalam kelompok memiliki kebebasan
menemukan dan memecahkan sendiri masalah yang ada, bekerja dengan
pendampingan yang minimal, dan bertanggung jawab. Prinsip ini menempatkan
guru sebagai fasilitator dan motivator yang mendorong tumbuhnya kemandirian
siswa.
5) Prinsip Realistis (realism)

15

Gordon membedakan antara tantangan akademis, tantangan yang dibuat-buat, dan
tantangan nyata (dalam Wena 2011:147). Pembelajaran berbasis proyek harus
memiliki tantangan nyata yang berfokus pada masalah yang autentik (bukan
simulatif). Oleh karena itu proyek yang dikerjakan harus dapat memberikan
perasaan realistis kepada siswa, termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran
konteks kerja, kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun standar produknya
(Wena 2011:147). Jadi, dunia nyata adalah pilihan paling tepat sebagai sumber
belajar siswa. Mereka akan merasakan sedang belajar di dunia kerja. Kegiatan
seperti ini akan meningkatkan motivasi, kreativitas, sekaligus kemandirian siswa
dalam pembelajaran.
d. Prosedur/Desain Pembelajaran Berbasis Proyek
Wena (2011:154) merumuskan desain pembelajaran berbasis proyek dalam table
seperti berikut;
TABEL I
DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
Prinsip
Keautentikan

Ketaatan
terhadap

Pengertian
 Proyek yang dikerjakan siswa
harus mengacu pada
permasalahan yang bermakna
bagi siswa
 Proyek/ masalah tersebut harus
secara nyata dapat dikerjakan
oleh siswa.
 Dari kegiatan proyek tersebut
siswa harus dapat menciptakan
atau menghasilkan sesuatu, baik
sebagai pribadi maupun
kelompok di luar lingkungan
sekolah.
 Kegiatan proyek harus dapat
membantu atau mengarahkan

Aplikasi
 Proyek yang dikerjakan
harus berguna baik
secara praktis maupun
teoritis bagi siswa
 Proyek tersebut harus
dapat dikerjakan oleh
siswa dalam rentang
waktu yang ditentukan
(1 semester)
 Proyek harus
menghasilkan produk
(pengetahuan/
keterampilan baru)
 Dalam kegiatan proyek
siswa dapat

16

nilai-nilai
akademis




Belajar pada
dunia nyata







Aktif
meneliti



siswa untuk memperoleh dan
menerapkan pokok
pengetahuan dalam satu atau
lebih disiplin ilmu.
Proyek tersebut harus
dapat/mampu memberi
tantangan pada siswa untuk
menggunakan metode-metode
penemuan (ilmiah) dalam satu
atau lebih disiplin ilmu (contoh:
berpikir dan bekerja seperti
ilmuwan).
Proyek harus mampu
mendorong siswa
mengembangkan keterampilan
dan kebiasaan berpikirtingkat
tinggi (contoh: pencarian fakta;
memandang sesuatu masalah
dari berbagai sudut).
Apakah kegiatan belajar yang
dilakukan siswa berada dalam
konteks permasalahan semi
terstruktur,mengacu pada
kehidupan nyata, dan bekerja/
berada pada dunia lingkungan
luar sekolah?
Apakah proyek dapat
mengarahkan untuk menguasai
dan menggunakan unjuk kerja
yang dipersyaratkan dalam
organisasi kerja yang menuntut
persyaratan tinggi? (contoh:
kerja tim; menggunakan
teknologi yang tepat;
pemecahan masalah dan
komunikasi).
Apakah pekerjaan tersebut
mempersyaratkan siswa mampu
untuk melakukan
pengembangan organisasi dan
mengelola keterampilan
pribadi?
Apakah siswa menggunakan
sejumlah waktu secara
signifikan untuk mengerjakan
bidang utama pekerjaannya?











mengaplikasikan
pengetahuan bidang
studi pokok yang
dipelajari.
Kegiatan proyek
tersebut harus dapat
merangsang siswa
menggunakan metodemetode penemuan
(ilmiah) dalam satu atau
lebih disiplin ilmu yang
dipelajari.
Kegiatan proyek
tersebut harus dapat
merangsang siswa
menggunakan
keterampilan dan
kebiasaan berpikir
tingkat tinggi.
Proyek harus mengacu
pada kehidupan nyata/
permasalahan yang ada
di masyarakat.
Proyek harus
merangsang siswa untuk
bekerja secara tim,
menggunakan teknologi
yang tepat.
Proyek tersebut mampu
merangsang siswa untuk
melakukan
pengembangan
organisasi dan
mengelola keterampilan
pribadi.

 Proyek harus
diselesaikan tepat waktu
 Proyek harus

17

 Apakah proyek tersebut
mempersyaratkan siswa untuk
mampu melakukan penelitian
nyata, dan menggunakan
berbagai macam metode, media
dan berbagai sumber lainnya?
 Apakah siswa diharapkan
mampu berkomunikasi tentang
apa yang dipelajari, baik
melalui presentasi maupun
unjuk kerja?
Hubungan
dengan ahli

Penilaian



 Apakah siswa menemui dan
mengamati (belajar dari) teman/
orang sebaya (dewasa) yang
memiliki pengalaman dan
kecakapan yang relevan?
 Apakah siswa dapat
kesempatan untuk bekerja/
berdiskusi secara teliti dengan
paling tidak seorang teman?
 Apakah orang dewasa (di luar
siswa) dapat bekerja sama
dalam merancang dan menilai
hasil kerja siswa?



 Apakah siswa dapat merefleksi
sacara berkala proses belajar
yang dilakukannya dengan
menggunakan kriteria proyek
yang jelas, yang kiranya dapat
membantu dalam menentukan
kinerjanya.
 Apakah orang luar dapat
membantu siswa
mengembangkan pengertian
tentang standar kerja dunia
nyata dalam suatu jenis
pekerjaan?
 Apakah ada kesempatan secara
regular untuk menilai kerja
siswa, terkait dengan metode
yang digunakan, termasuk











merangsang siswa untuk
mampu melakukan
penelitian nyata, dan
menggunakan berbagai
macam metode, media,
dan berbagai sumber
lainnya.
Siswa harus mampu
untuk berkomunikasi
tentang apa yang
dipelajari baik melalui
presentasi maupun
unjuk kerja.
Siswa harus mampu
belajar dari teman/orang
sebaya (dewasa) yang
memiliki pengalaman
dan kecakapan yang
relevan
Siswa harus dapat
bekerja/ berdiskusi
secara teliti dengan
paling tidak seorang
teman.
Siswa harus dapat
bekerja sama dalam
merancang dan menilai
hasil kerja siswa.
Siswa harus mampu
menilai unjuk kerjanya
Siswa harus mampu
bekerja sama dengan
orang lain (ahli/ praktisi
yang sebidang dengan
kegiatan proyek)
Ada sistem penilaian
regular untuk menilai
kerja siswa, terkait
dengan metode yang
digunakan, termasuk
melalui pameran dan
portofolio.

18

melalui pameran dan portofolio
e. Pedoman Pembimbingan Pembelajaran Berbasis Proyek
Strategi pembelajaran berbasis proyek menempat guru sebagai supervisor
pengerjaan proyek siswa. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
seorang guru agar peran guru dan siswa berjalan sesuai dengan rencana. Wena
(2011:157) memaparkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses
pembimbingan sebagai berikut;
1) Keautentikan
Hal ini dapatdilakukan dengan beberapa strategi berikut.
 Mendorong dan membimbing siswa untuk memahami kebermaknaan dari
tugas yang dikerjakan.
 Merancang tugas siswa sesuai dengan kemampuannya sehingga ia mampu
menyelesaikannya tepat waktu.
 Mendorong dan membimbing siswaagar mampu menghasilkan sesuatu
dari tugas yang dikerjakannya.
2) Ketaatan terhadap nilai-nilai akademik
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi.
 Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu menerapkan berbagai
pengetahuan/ disiplin ilmu dalam menyelesaikan tugas yang dikerjakan.
 Merancang dan mengembangkan tugas-tugas yang dapat memberi
tantangan pada siswa untuk menggunakan berbagai metode dalam
pemecahan masalah.

19

 Mendorong dan membimbing siswa untuk mampu berpikir tingkat tinggi
dalam memecahkan masalah.
3) Belajar pada dunia nyata
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut.
 Mendorong dan membimbing siswa untuk mampu bekerja pada konteks
permasalahan yang nyata yang ada di masyarakat.
 Mendorong dan mengarahkan agar siswa mampu bekerja dalam situasi
organisasi yang menggunakan teknologi tinggi.
 Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu mengelola kemampuan
keterampilan pribadinya.
4) Aktif Meneliti
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut.
 Mendorong dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya
sesuai dengan jadwal yang telah dibuatnya.
 Mendorong dan mengarahkan siswa untuk melakukan penelitian dengan
berbagai macam metode, media, dan berbagai sumber.
 Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu berkomunikasi dengan
orang lain, baik melalui presentasi ataupun media lainnya.
5) Hubungan dengan ahli
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut.
 Mendorong dan mengarahkan siswa untuk mampu belajar dari orang lain
yang memiliki pengetahuan yang relevan.

20

 Mendorong dan mengarahkan siswa bekerja/ berdiskusi dengan orang lain/
temannya dalam memecahkan masalahnya.
 Mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajak/ minta pihak luar
untuk terlibat dalam menilai unjuk kerjanya.
6) Penilaian
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut.
 Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu melakukan evaluasi diri
terhadap kinerjanya dalam mengerjakan tugasnya.
 Mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajak pihak luar untuk
terlibat mengembangkan standar kerja yang terkait dengan tugasnya.
 Mendorong dan mengarahkan siswa untuk menilai unjuk kerjanya.

f. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek
Menurut Moursund (dalam Wena 2011:147) beberapa kelebihan dari
pembelajaran berbasis proyek antara lain sebagai berikut.
 Increased motivation. Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa terbukti dari beberapa laporan penelitian tentang
pembelajaran berbasis proyek yang menyatakan bahwa siswa sangat tekun,
berusaha keras dalam belajar, siswa lebih bergairah dalam pembelajaran,
 Increased problem-solving ability. Lingkungan belajar pembelajaran
berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah,
membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah-masalah
yang kompleks.

21

 Inproved library research skills. Karena pembelajaran berbasis proyek
memperyaratkan siswa harus mampu secara cepat memperoleh informasi
melalui sumber-sumber informasi, maka keterampilan siswa untuk
mencari dan menemukan informasi akan meningkat.
 Invreased collaboration. Kerja kelompok dalam pembelajaran berbasis
proyek membuat siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan
komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, dan pertukaran
informasi dalam kelompok adalah aspek-aspek kolaboratif dalam
pembelajaran.
 Increased resource-management skills. Pembelajaran berbasis proyek
yang

diimplementasikan

secara

baik

memberikan

kepada

siswa

pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasikan proyek, dan membuat
alokasi waktu dalam sumber-sumber

lain seperti perlengkapan untuk

menyelesaikan tugas.

g. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
Syaiful & Aswan (2006:84) menjelaskan kekurangan pembelajaran
berbasis proyek seperti berikut.
a) Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik secara
vertikal maupun horizontal belum menunjang pelaksanaan
metode ini.
b) Pemilihan topik unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa,
cukup fasilitas dan sumber-sumber belajar yang diperlukan,
bukanlah pekerjaan yang mudah.
c) Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat
mengaburkan pokok unit yang dibahas.
Pembelajaran berbasis proyek yang mengutamakan keatentikan dan
masalah yang nyata menuntut kemampuan guru untuk lebih teliti dalam

22

merancang suatu proyek. Selain itu, strategi ini tidak efektif dikerjakan dalam satu
atau dua pertemuan di kelas dengan siswa, artinya membutuhkan waktu yang
lebih lama. Guru juga harus bijaksana dalam memerankan tugasnya, baik sebagai
motivator, penasihat, penengah, atau bahkan fasilitator. Dalam hal penilaian,
strategi ini tidak sekedar melihat hasil akhir tapi lebih mengutamakan proses yang
terjadi.

3. Strategi Pembelajaran Ekspositori
a. Pengertian Strategi Pembelajaran Ekspositori
Menurut Sanjaya (2006:179),
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal
dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar
siswa dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal.
Roy Killen (dalam Sanjaya 2006:179) strategi pembelajaran ekspositori
dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Dalam strategi
ini, materi pelajaran disampaikan secara langsung oleh guru. Strategi
pembelajaran ekspositori menekankan proses bertutur. Materi pelajaran sengaja
diberikan secara langsung. Peranan siswa dalam strategi ini adalah menyimak
untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Jadi dapat disimpulkan
bahwa strategi

pembelajaran

ekspositori merupakan

pembelajaran

berorientasi kepada guru.
b. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori

yang

23

Sanjaya

(2006:

181-182)

mengemukakan

penggunaan

strategi

pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh
setiap guru. Prinsip tersebut dijelaskan di bawah ini.
1) Berorientasi pada tujuan
Penentujuan tujuan pembelajaran adalah hal utama. Penyampaian materi
pelajaran merupakan ciri yang utama dalam strategi pembelajaran ekspositori,
namun tidak berarti penyampaian materi tanpa ada tujuan pembelajaran. Guru
menyampaikan materi dengan tujuan pembelajaran sebagai dasar atau
pedomannya.
2) Prinsip komunikasi
Sistem komunikasi dikatakan efektif apabila pesan itu mudah ditangkap
oleh penerima pesan dan diperoleh secara utuh. Strategi pembelajaran ekspositori
mengutamakan penyampaian materi oleh guru. Oleh karena itu, prinsip
komunikasi harus dipenuhi dengan tepat agar materi dapat diterima siswa dengan
baik.
3) Prinsip kesiapan
Kesiapan merupakan hukum dalam belajar. Artinya setiap individu akan
merespon dengan cepat dari stimulus, jika dalam dirinya sudah memiliki kesiapan.
Sebaliknya tidak mungkin individu akan merespon stimulus jika dalam dirinya
belum memiliki kesiapan. Jadi, kesimpulan yang dapat diambil agar siswa dapat
menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan,terlebih dahulu kita
memosisikan mereka dalam keadaan siap, baik secara fisik maupun psikis untuk
menerima pelajaran.

24

4) Prinsip berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa mau
mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajran bukan hanya berlangsung
pada saai itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil
manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi
ketidakseimbangan, sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan
atau menambah wawasan melalui proses belajar.

c. Prosedur Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Ekspositori
Dalam pelaksanaan strategi pembelajaran ekspositori ada beberapa prosedur
yang harus dipahami oleh pendidik menurut Sanjaya (2006:183-184).
1) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai
Merumuskan tujuan merupkan langkah pertama yang harus harus
dipersiapakan guru. Tujuan yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan dalam
bentuk perubahan tingkah laku yang spesifik yang berorientasi pada hasil belajar.
Hal ini bertujuan agar arah pembelajaran yang ingin dicapai terarah. Dengan
demikian, melalui tujuan yang jelas selain dapat membimbing siswa dalam
menyimak materi pelajaran juga akan diketahui efektivitas dan efesiensi
penggunaan strategi ini.
2) Kuasai materi pelajaran dengan baik
Penguasaan materi yang baik merupakan syarat mutlak penggunaan
strategi ekspositori. Penggunaan materi yang sempurna, akan membuat

25

kepercayaan guru meningkat, sehingga guru akan mudah mengelolah kelas; guru
akan bebas bergerak; berani menatap siswa; tidak takut terhadap perilaku-perilaku
siswa yang dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran.
Agar guru dapat menguasai materi pelajaran ada beberapa hal yang dapat
dilakukan. Pertama, pelajari sumber-sumber belajar yang mutakhir. Kedua,
persiapkan masalah-masalah yang mungkin muncul dengan cara menganalisis
materi pelajaran sampai mendetail. Ketiga, buat garis besar materi pelajaran yang
akan disampaikan untuk memandu dalam penyajian agar tidak melebar topik
pembelajaran.
3) Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses
penyampain
Mengenali lapangan atau mendan merupakan hal yang penting dalam
langkah persiapan. Pengenalan medan yang baik memungkinkan guru dapat
berpartisipasi berbagai kemungkinan yang dapat mengganggu proses peyajian
materi. Beberapa medan yang harus dikenali di antaranya, pertama, latar belakang
audiens atau siswa yang akan menerima, misalnya kemampuan dasar atau
pengalaman belajar siswa sesuai dengan materi yang ingin disampaikan, minat
dan gaya belajar siswa. Kedua, kondisi ruangan, baik menyangkut luas dan
besarnya ruangan, pencahayaan, posisi tempat duduk, maupun kelengkapan
ruangan itu sendiri.
d. Kelebihan Strategi Pembelajaran Ekspositori
Menurut Sanjaya (2006:190-191), kelebihan pembelajaran ekspositori
sebagai berikut.

26

1) Dengan pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan
dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat
mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan
pelajaran yang disampaikan.
2) Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif
apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas.
3) Melalui pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar
melalui penuturan tentang materi pelajaran, juga sekaligus
siswa bisa melihat melalui pelaksanaan demonstrasi
4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ekspositori bisa
digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
e. KelemahanStrategi Pembelajaran Ekspositori
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran ekspositori juga
memiliki kelemahan, seperti yang diungkapkan Sanjaya (2006:191)
1) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dilakukan terhadap
siswa yang memiliki kemampuan mendegar dan menyimak
dengan baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan
seperti itu perlu dilakukan strategi yang lain.
2) Strategi ini tidak munkin dapat melayani perbedaan setiap
individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan,
minat, bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3) Karena pembelajaran lebih banyak disampaikan melalui
ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa
dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal,
serta kemmampuan berpikir kritis.
4) Oleh karena gaya komunikasi dalam dalam strategi
pembelajran ekspositori lebih banyak satu arah, maka
kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi
pembelajaran akan sangat terbatas pula. Selain itu pembelajaran
yang satu arah akan mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki
siswa terbatas pada apa yang diberikan guru.
Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori

sangat tergantung kepada apa

yang dimiliki oleh guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri,
semangat, antusias, motivasi, dan kemampuan mengelola kelas.
4. Kemampuan Menulis Proposal Kegiatan
a. Kemampuan Menulis

27

Semi (1995:16) menyebutkan “menulis merupakan suatu proses
kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan.” Lebih
rinci dijelaskan bahwa menulis memiliki tiga aspek utama, yaitu tujuan yang
ingin dicapai, gagasan yang ingin dikomunikasikan, dan sistem pemindahan
gagasan itu. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Akhdiah, dkk (2003:2)
berpendapat “kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks,
yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.”
Tulisan terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna. Dalam
komunikasi tertulis paling tidak terdapat tiga unsur yang terlibat, yaitu
penulis sebagai penyampai pesan atau isi tulisan, saluran atau medium
tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
Rahayu (2007:135) menjelaskan lebih spesifik, penulisan ilmiah
menyangkut segi bahasa. Penuturan bahasa harus utuh dan tuntas, lengkap,
padu, jelas, ringkas, dan kuat/mengesankan. Maka, tulisan mempunyai teknis
pengungkapan yang komunikatif dan menunjukkan kerangka berpikir
rasional. Kegiatan menulis sangat mementingkan unsur pikiran, penalaran,
dan data faktual karena itu wujud yang dihasilkan dari kegiatan menulis
berupa tulisan ilmiah atau nonfiksi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
menulis

merupakan

memanfaatkan

bentuk

grafologi,

komunikasi

struktur

bahasa

tidak
dan

langsung
kosa

kata

dengan
sehingga

menghasilkan tulisan yang runtut, ekspresif dan mudah dipahami untuk
mengungkapkan ide, pikiran, atau gagasan kepada orang lain. Keterampilan

28

menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, dan latihan. Melalui
latihan dan praktik secara terus menerus serta teratur akan meningkatkan
keterampilan menulis.
b. Menulis Proposal Kegiatan
1) Pengertian Menulis Proposal Kegiatan
Proposal merupakan rencana yang disusun untuk kegiatan tertentu
atau bisa juga dikatakan rencana yang dituangkan dalam bentuk rancangan
kerja (Hasnun 2004:84). Proposal bersifat memberitahukan yang disertai
harapan dan permohonan. Oleh karena itu, dalam sebuah proposal diuraikan
dengan jelas tentang apa yang direncanakan dan dibutuhkan. Untuk lebih
meyakinkan pembaca kadang sebuah proposal dilengkapi dengan gambar,
foto, jadwal kegiatan, peta, grafik atau hal-hal lain yang dibutuhkan agar
pembaca tahu dan paham kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan.
Proposal yang dimaksud di sini adalah proposal proyek. Menyusun
sebuah proposal harus jelas, transparan dan membutuhkan ketelitian serta
kecermatan. Seorang penulis proposal harus teliti dan cermat dalam
merumuskan masalah serta cermat mendesain kegiatan yang disesuaikan
dengan dana dan waktu pelaksanaan kegiatan tersebut (Hasnun 2004: 84).
Proposal yang menarik akan memancing minat orang untuk
membacanya. Jika orang yang berminat itu benar-benar tertarik, maka inilah
keberhasilan penulisan proposal (Hamilton 2002: 215). Tujuan penulisan
proposal bisa bermacam-macam. Di antaranya adalah untuk mendapatkan

29

persetujuan dan mendapatkan bantuan dana maupun sarana (Hasnun 2004:
84).
Proposal ditulis dan diajukan misalnya saat siswa akan mengadakan
pameran atau studi banding, karang taruna akan menyelenggarakan pelatihan
komputer dan lain sebagainya. Tujuan yang berbeda tersebut mempengaruhi
bentuk proposal. Antara proposal kegiatan studi banding tentu berbeda
dengan proposal penelitian, meskipun dibuat oleh orang atau kelompok yang
sama dan ditujukan kepada pihak yang sama pula (Hasnun 2004:85).
Perbedaan-perbedan tersebut meliputi (1) perbedaan unsur proposal, (2)
sasaran dan tujuan, (3) perbedaan bahasa yang digunakan.
2) Jenis-jenis Proposal
Secara umum, berikut ini merupakan proposal yang biasa diajukan
orang (Susanto 2010:3-4)
 Proposal bisnis (Proposal pendirian usaha)
 Proposal proyek (proposal pengajuan dana kepada lembaga donor)
 Proposal penelitian (proposal skripsi, tesis, dan disertasi)
 Proposal kegiatan (proposal kegiatan seminar, pelatihan, dan lomba)

3) Unsur-unsur Proposal Kegiatan
Menurut Hasnun (2004:86) unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah
proposal adalah pendahuluan, dasar, maksud dan tujuan, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, faktor penghambat, faktor pendorong,
kegiatan dan tema kegiatan, masalah, visi dan misi, manfaat, populasi dan

30

sampel, sasaran dan target kegiatan, waktu dan tempat kegiatan, jadwal
pelaksanaan, peserta, teknik pelaksanaan, biaya yang diperlukan (anggaran),
kesimpulan dan saran, lampiran.
Tidak semua unsur dicantumkan dalam proposal, tergantung jenis dan
tujuan penulisan proposal. Untuk proposal kegiatan unsur-unsur yang harus
dicantumkan adalah (1) latar belakang, (2) dasar kegiatan (3) tujuan, (4)
kegiatan dan tema, (5) manfaat, (6) sasaran, (7) waktu dan tempat
pelaksanaan, (8) anggaran dana, dan (9) penutup.
a) Latar Belakang
Pada bagian latar belakang perlu dijelaskan alasan-alasan pengadaan
kegiatan atau kondisi yang menyebabkan permasalahan sehingga kegiatan
tersebut perlu diadakan. Contoh; Resepsi perpisahan kelas XII, di latar
belakang harus dijelaskan mengapa resepsi tersebut perlu diselenggarakan.
b) Dasar Pemikiran
Dasar pemikiran menguraikan kerangka logis yang memperkuat pengadaan
kegiatan tersebut. Bedanya dengan latar belakang, bagian ini dituntut mampu
menjelaskan kerangka pemikiran yang logis dan sistematis, yang berkenaan
dengan tema kegiatan.
c) Tujuan
Unsur

tujuan

menjelaskan

hal-hal

yang

akan

dicapai

setelah

menyelenggarakan kegiatan. Tujuan menggambarkan visi dan misi suatu
kegiatan sehingga terarah dan dapat diukur tingkat kesuksesannya.
d) Nama dan Tema Kegiatan

31

Pada Unsur ini menjelaskan nama dan tema kegiatan yang akan
dilaksanakan. Misalnya, nama kegiatannya adalah Semarak Budaya Bahasa
Tingkat Daerah dengan tema “Bahasa mencerminkan Budaya”.
e) Landasan Kegiatan
Landasan kegiatan berisi pedoman atau aturan yang menjadi dasar
pengadaan kegiatan. Landasan ini biasa didasarkan pada garis-garis besar
program kerja dan hasil keputusan rapat.
f) Rencana Pelaksanaan
Proposal yang baik dan dapat dipercaya harus menjelaskan rencana
pelaksanaan dengan rinci dan akurat. Setiap kegiatan sejak awal hingga
akhir disusun menjadi suatu jadwal yang nantinya akan direalisasikan.
g) Bentuk Kegiatan
Bagian

ini

menjelaskan

bentuk

kegiatan

seperti

apa

yang

akan

diselenggarakkan, seperti seminar, diskusi, out bond, lomba, dan lain-lain.
h) Sasaran
Bagian ini menjelaskan pihak-pihak yang menjadi target peserta dan
pengunjung. Penentuan sasaran kegiatan biasanya berdasarkan tema dan
tujuan kegiatan. Contoh; Seminar pendidikan sex sejak dini yang bertujuan
agar siswa mengetahui bahaya praktik sex bebas dan mengerti cara
menjauhkan diri dari praktik sex bebas. Peserta yang menjadi target adalah
siswa SMA atau mungkin siswa SMP.
i) Target

32

Unsur target menjelaskan jumlah minimal peserta dan pengunjung yang
mengikuti kegiatan serta kualitas yang harus dicapai setelah kegiatan.
j) Pelaksana
Bagian ini menjelaskan nama organisasi atau lembaga yang melaksanakan
kegiatan tersebut. Contoh; OSIS, Dinas Pendidikan Daerah, dan lain-lain.
k) Susunan Panitia
Panitia merupakan pihak yang bertanggung jawab atas persiapan dan
pelaksanaan kegiatan. Susunan panitia biasanya diawali dari penasehat,
penanggung jawab, ketua panitia, sekretaris, bendahara, coordinator setiap
bidang, serta anggotanya. Susunan panitia ditaruh pada bagian lampiran.
l) Rencana Anggaran
Bagian ini menjelaskan secara rinci anggaran dana yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan. Dalam penyusunan rencana anggaran sangat
diperlukan ketelitian, baik dalam perhitungan dan kesesuaian besar dana
dengan harga pasaran.
m) Penutup
Penutup berisi kesimpulan dan harapan pengaju proposal kepada penerima
proposal.
4) Ejaan dan Tanda Baca
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Nomor 0543a/U/1987mengatur 5 hal berkenaan dengan ejaan dan
tanda baca, yaitu pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf

33

miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, serta pemakaian tanda baca.
Penulisan proposal kegiatan tidak dapat mengabaikan peraturan ejaan dan
tanda baca karena akan mempengaruhi nilai formalitas, keindahan, bahkan
makna yang ingin disampaikan. Namun, ejaan dan tanda baca yang akan
diuraikan merupakan ejaan dan tanda baca yang dibutuhkan pada penulisan
proposal kegiatan.
a) Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
menjelaskan 15 penggunaan huruf kapital.
(1) Huruf pertama kata pada awal kalimat.
(2) Huruf pertama petikan langsung.
(3) Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama
Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
(4) Huruf

pertama

nama

gelar,

kehormatan,

keturunan,

dan

keagamaan yang diikuti nama orang.
(5) Huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama
orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat.
(6) Huruf pertama unsur-unsur nama orang.
(7) Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
(8) Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
(9) Huruf pertama nama geografi.

34

(10)

Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah

dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata
seperti dan
(11)

Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang

terdapat

pada

nama

badan,

lembaga

pemerintah

dan

ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
(12)

Huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat

kabar, dan judul karangan kecuali kata sandang yang tidak terletak
pada posisi awal.
(13)

Sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat,

dan sapaan.
(14)

Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang

dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
(15)

Huruf pertama kata ganti Anda.

Penulisan huruf miring dijelaskan seperti berikut.
(1) Untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang
dikutip dalam tulisan.
(2) Untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata,
tau kelompok kata.
(3) Untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali
yang telah disesuaikan dengan ejaannya.
b) Penulisan Kata

35

(1) Jika salah satu gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh: antarkota, dwiwarna.,
ultramodern, dan lain-lain.
(2) Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah.
(3) Partikel –lah, -kah, -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
(4) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
c) Pemakaian Tanda Baca
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menguraikan
15 tanda baca serta penggunaannya. Tanda titik, koma, titik koma, titik dua,
tanda hubung, tanda pisah, elipsis, tanda Tanya, tanda seru, kurung, kurung
siku, petik, petik tunggal, garis miring, penyingkat atau apostrof.
5) Pilihan Kata
Kata merupakan unsur dasar yang membangun kalimat atau satuan
bahasa lain. Jika pilihan kata penulis menimbulkan penafsiran yang tidak
sesuai dengan pembaca, yang terjadi adalah kesalahpahaman. Penulisan
proposal kegiatan harus memperhatikan pilihan kata agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang dimaksud. Menurut Akhdiah, dkk (2003:82-94) ada
dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan, yaitu ketepatan dan
kesesuaian. Ketepatan mencakup makna, kata-kata yang dipilih harus secara
tepat mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Kesesuaian menyangkut
kecocokan antara kata-kata yang dipilih dengan kondisi pembaca.
6) Penyusunan Kalimat

36

Akhdiah, dkk (2003:116-135) menjelaskan 5 ciri kalimat efektif seperti
berikut.
(1) Kesepadanan dan kesatuan
Unsur-unsur dalam kalimat melahirkan keterpaduan serta memenuhi syarat
kalimat, yaitu adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun dan naik.
(2) Kesejajaran (Paralelisme)
Akhdiah, dkk (2003:122) menjelaskan “kesejajaran (paralelisme) dalam
kalimat ialah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau konstruksi
bahasa yang sama yang dipakai dalam susunan serial.”
(3) Pengulangan Kata
Pengulangan kata tidak selamanya dibutuhkan dalam kalimat. Pengulangan
kata perlu jika berfungsi untuk memperjelas atau menegaskan maksud yang
ingin disampaikan. Oleh karena itu, harus diperhatikan agar pengulangan
kata tidak menimbulkan ketidakefektifan.
(4) Kehematan
Akhdiah, dkk (2003:125) menyebutkan kehematan menyangkut soal
gramatikal dan makna kata. Penggunaan gramatikal seperti, kata, frasa,
tanda baca, atau bentuk lainnya harus sesuai dengan porsi makna yang ingin
disampaikan.
(5) Kevariasian
Kevariasian bertujuan untuk menghindarkan suasana monoton dan rasa
bosan. Selain itu, kevariasian akan menimbulkan keindahan tulisan yang
menarik pembaca untuk melanjutkan pembacaannya. Kevariasian dapat

37

dilakukan dengan berbagai cara, seperti yang dijelaskan Akhdiah (2003:
128-135); cara memulai ka