PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DARI MASA

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur
Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.
Disusun Oleh Kelompok 1 :
Hana Margi Widadi

(1423305059)

Ngafiatu Imroatun D. R. (1423305160)
Rifqi Nur Amalia

(1423305076)

Riqma

(1423305078)


Saeful Ridlo A

(1423305079)

Umi Rofiqoh

(1423305087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2016

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah pendidikan Islam pada hakikatnya tidak lepas dari sejarah Islam.

Sejarah Islam merupakan sejarah suatu bangsa yang tidak lepas dari pendidikan
Islamnya. Sejarah pendidikan Islam adalah cerita yang tersusun dan sistematis
dari satu periode ke periode berikutnya, dari usaha dan rekayasa manusia
dalam mencerdaskan dirinya dan masyarakat sekitar, mengembangkan
potensinya, terutama mewariskan kecerdasan dan potensi tersebut kepada
generasi selanjutnya, untuk melestarikan tradisi budayanya sesuai nilai
normatif Islam yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits. Pandangan dan sikap keilmuan
di zaman Nabi Muhammad yang memposisikan ilmu secara pararel tersebut itu
menyebabkan explorasi terhadap ilmu selain "ilmu agama" sudah mulai
dilakukan meskipun dalam kadar yang sangat sederhana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembinaan Islam pada masa Nabi Muhammad?
2. Bagaimana ilmu pengetahuan pada masa Nabi Muhammad?
3. Apa saja metode pembelajaran yang digunakan pada masa Nabi
Muhammad?
4. Apa sistem dan

lembaga pendidikan yang ada pada masa Nabi

Muhammad?


2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam pada masa Rosulullah
Masa tersebut berlangsung sejak nabi Muhammad SAW. menerima
wahyu dan menerima pengangkatan menjadi Rosul, sampai lengkap dan
sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam. Bangsa Arab
adalah keturunan Ibrahim dari anaknya Ismail, oleh karena pada hakikatnya
kebudayaan Arab yang dihadapi nabi Muhammad adalah warisan budaya
Ibrahim, maka tentunya masih terdapat unsur-unsur ajaran Islam yang telah
dibudayakan oleh Ibrahim dan Ismail kedalamnya. Intisari warisan Ibrahim
dengan ka’bah sebagai pusatnya adalah ajaran tauhid. Dan nabi Muhammad
memulai tugasnya dengan membersihkan tauhid ini dari syirik dan
penyembahan terhadap berhala. Intisari ajaran tauhid yang dibawa oleh nabi
Muhammad adalah untuk mengadakan pembedahan terhadap warisan Ibrahim
yang telah banyak menyimpang dan ini terlukiskan dalam surat Al-Fatihah
yang merupakan intisari dari seluruh wahyu Allah. Dengan demikian
pelaksanaan pendidikan Islam pada masa nabi Muhammad berdasarkan

petunjuk dan bimbingan dari Allah.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat
dibedakan menjadi dua tahap yaitu tahap Mekkah dan tahap Madinah.
1. Pelaksanaan pendidikan Islam di Mekkah
Nabi Muhammad mulai menerima wahyu dari Allah sebagai petunjuk
dan instruksi untuk melakukan tugasnya sewaktu beliau mencapai umur 40
tahun. Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju pada nabi
tentang apa yang harus ia lakukan baik terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada nabi Muhammad SAW agar
beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan/materi
pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi
sedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera ia sampaikan kepada umatnya.
Diantara tradisi yang terdapat dikalangan yang rupanya masih
melakukan tahannus. Tahannus ini dilakukan untuk memperoleh kebenaran

3

dari Tuhan di gua Hira. Disana pula nabi dilantik menjadi pendidik bagi
umatnya.
Beliau mulai mendidik keluarga dekatnya secara sembunyi-sembunyi.

Kemudian ia muncul dengan seruannya kepada sahabat karib yang telaha
lama bergaul dengannya. Dan secara berangsur-angsur ajakan tersebut
disampaikan lebih luas tetapi masih terbatas kalangan keluarga dekat dari
suku Quraisy saja. Keadaan tersebut berlangsung sekitar 3 tahun yang
akhirnya turun dan perintah dari Allah , agar nabi memberikan pendidikan
dan seruannya secara terbuka. Dengan turunnya perintah tersebut, nabi
mulai memberikan pengajaran kepada umatnya secara terbuka dan lebih
meluas, bukan hanya lingkungan kaum keluarga dikalangan penduduk
Mekkah, tetapi juga ke luar Mekkah.
a. Pendidikan tauhid dalam teori dan praktek
Pelaksanaan praktek pendidikan tauhid tersebut diberikan oleh nabi
Muhammad kepada umatnya dengan cara yang sangat bijaksana dengan
menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan menerima tauhid yang
diajarkan dan sekaligus memberikan contoh bagaimana pelaksanaan
ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pengajaran Al-Quran di Makkah
Tugas

nabi


Muhammad

selain

mengajarkan

tauhid

juga

mengajarkan al-Quran kepada umatnya agar secara utuh dan sempurna
milik umatnya dan menjadi pedoman hidup sepanjang zaman. Pengajaran
al-Quran tersebut berlangsung sampai nabi Muhammad dan para
sahabatnya hijrah ke Madinah. Masyarakat Arab pada masa itu terkenal
tidak bisa membaca dan menulis. Tradisi budaya mereka adalah budaya
lisan (hafalan). Nabi Muhammad diperintahkan oleh Alloh untuk
membaca lalu ia membaca situasi masyarakatnya yang menjadi sasaran
tugasnya. Ia melihat potensi pengikutnya yang kuat hafalanya dan
potensi dari sebagian mereka yang pandai tulis baca. Situasi dan potensi
umatnya tersebut sangat cocok untuk pengajaran Al-Qur’an. Setiap turun

wahyu,

Beliau

memerintahkan

4

untuk

menghafal

baik-baik

dan

menuliskan baik-baik. Pada permulaan turunya Al-Qur’an nabi
mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul di
suatu rumah untuk membaca dan memahami kandungan setiap ayat di
dalam Al-Qur’an.

2. Pelaksanaan pendidikan di Madinah
Hijrah dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan
menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman dari kaum kafir Quraisy,
tetapi juga mengandung maksud tertentu untuk mengatur potensi dan
menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan yang lebih lanjut.
Kemudian akan terbentuknya warisan mutiara tauhid yang disempurnakan
oleh nabi Muhammad SAW. melalui wahyu Alloh SWT. Pendidikan
Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan
tauhid di Mekah yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik
agar ajaran tauhid dapat dijiwai, sehingga tingkah laku sosial politiknya
merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut. Wahyu secara
beruntun

selama

Nabi

di

dalam


mengajarkan

Al-Qur’an

adalah

menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menulis ayat yang
sebagaimana

diajarkanya.

Beliau

sering

mengadakan

pengulangan-


pengulangan dalam pembacaan Al-Qur’an yaitu dalam sholat, pidatho dll.
Demikian segala kegiatan dilaksanakan oleh nabi bersama umat dalam
rangka pendidikan sosial politik, selalu dalam bimbingan dan petunjuk
langsung dari wahyu-wahyu.
a) Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru menuju satu kesatuan
sosial politik.
Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru menuju satu
kesatuan politik yang pertama dengan membangun masjid, membangun
tempat-tempat tinggal sederhana untuk pengembangan masyarakat baru
di Madinah yang diusahakan oleh Rosululloh.

5

b) Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan
Pelaksanaan

praktek

pendidikan


sosial

politik

dan

kewarganegaraan di antaranya pendidikan ukhuwah antar kaum
muslimin, pendidikan kesejahteraan dan lain-lain.
c) Pendidikan anak dalam Islam
Diantaranya pendidikan Islam terhadap anak, diantaranya; tauhid,
sholat, adab, sopan santun dalam keluarga dll.
d) Pendidikan ha dakwah Islam
Dalam Islam ada prinsip laa ikhrooha fid diina (tidak ada paksaan
dalam agama) dan lakum diinukum waliyadiina (bagimu agamamu dan
bagiku agamaku)1.
B. Ilmu pengetahuan pada masa Nabi Muhammad SAW
Pada masa Islam pertama kali diturunkan, Bangsa Arab dikenal dengan
julukan “Kaum Jahiliyyah”. Sedikit sekali Bangsa Arab yang mengenal ilmu
pengetahuan dan kepandaikan sehingga hidup mereka lebih mengikuti hawa
nafsu, berpecah belah, saling memerangi, wanita tidak ada harganya, yang kuat
menguasai yang lemah dan berlaku hukum rimba. Menghadapi kenyataan ini
nabi

Muhammad diutus untuk memperbaiki akhlak, menghargai, dan

mengangkat harkat ilmu pengetahuan dan orang-orang yang berilmu. Nabi
Muhammad merupakan pendidikan utama dan terutama dalam dunia
pendidikan di masa itu.
Hasil pendidikan periode nabi Muhammad terlihat dari

peserta-

pesertanya (para sahabatnya) yang luar biasa. Teori dan prinsip dasar yang
berkaitan dengan prinsip dasar yang berkaitan dengan pola-pola pendidikan
dan interaksi sosial yang lain di laksanakan dalam setiap pendidikan islam.
Pada kerangka ini Zainal Efendi Hasibuan mendeskripsikan secara gamblang
dampak dari pendidikan nabi Muhammad bahwa “kurikulum pendidikan islam
pada masa Rosululloh baik di Makkah maupun Madinah adalah Al-Qur’an,
yang Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa
1

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksar, 2011), hal.14-67.

6

yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu, dalam prakteknya tidak saja logis
dan rasional juga secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu
dapat dilihat dari sikap rohani dan mental pengikutnya yang dipancarkan
didalam sikap hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah, sabar,
tetapi aktif dalam masalah yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah
selanjutnya ternyata mereka ini merupakan kader inti mubaligh dan pendidik
pewaris nabi yang brilian dan militan dalam menghadapi segala tantangan dan
cobaan.
C. Sistem Pembelajaran pada Masa Nabi Muhammad
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan nabi Muhammad tersebut juga
disokong

kepiawaian

nabi

Muhammad

dalam

menggunakan

metode

pembelajaran untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan peserta didik.
Diantara metode yang diterapkan nabi adalah:
a. Metode ceramah
b. Metode dialog
c. Metode diskusi atau tanya jawab
d. Metode diskusi (untuk mengambil keputusan)
e. Metode demonstrasi
f. Metode eksperimen
Metode yang digunakan oleh nabi Muhammad sangat efektif sebab selain
elastisitas penerapan metode pembelajaran nabi Muhammad merupakan sosok
yang memiliki akhlak terpuji, nabi mendapat gelar atau julukan “Al-Amin”.
Keserasian antara metode pembelajaran dan kepribadian agung nabi
Muhammad menjadi pembelajaran fase awal ini sangat efektif2.
D. Lembaga Pendidikan masa Nabi Muhammad
Lembaga pendidikan merupakan suatu wadah berprosesnya suatu
komponen pendidikan secara berkesinambungan dalam mencapai tujuan
pendidikan islam yang sem purna. Lembaga pendidikan pada masa nabi
Muhammad adalah sebagai berikut:
2

Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm.
129-134.

7

1. Kuttab
Kuttab/maktab berasal dari kata dasar yang sama yaitu katab yang
artinya menulis. Maka kattab/maktab adalah tempat menulis atau tempat
dimana dilangsungkannya kegiatan tulis menulis. Kuttab merupakan tempat
dipakai oleh komunitas muslim sebagai lembaga pendidikan dasar, atau
tempat pengajaran anak-anak. Lembaga kuttab ini masih berkutat disekitar
mengenalkan anak dengan ilmu baca dan menulis Al- Qur’an serta prinsipprinsip ajaran Islam.
2. Masjid
Ketika nabi dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, salah satu
program pertama yang dilakukan nabi Muhammad adalah bangun masjid.
Selain menjadi tempat ibadah, Masjid juga digunakan sebagai institusi
pendidikan. Di Masjid umat muslim mempelajari agama Islam bersama nabi
Muhammad jika terdapat persoalan diantara mereka tentang ajaran Islam,
maka nabi Muhammad menjadi tumpuan pertanyaan mereka. Peserta kajian
dalam masjid adalah orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak,
dan tujuan utamanya untuk pengajaran Al-Qur'an dan ajaran agama bukan
ketrampilan baca tulis.
3. Majlis Muhadharoh
Majelis Muhadharoh adalah salah satu lembaga yang berjasa dalam
pendidikan umat Islam, kegiatan yang dilaksanakan dalam majelis
Muhadharoh adalah membahas isu-isu moral dan kontroversi-kontroversi
mengenai masalah teologi, bahasa, filsafat, tafsir dan lainya. Adu
argumentasi

yang berlangsung

dalam

majelis

Muhadharoh

sangat

demokratis yang dilandasi dengan semangat hormat-menghormati sesama
lawan pendapat. Lembaga ini diikuti oleh orang dewasa karena pada
umumnya hanya orang dewasa yang melakukan perdebatan atau adu
argumentasi.
4. Maktabah (perpustakaan)
Maktabah (perpustakaan) merupakan lembaga yang sangat penting
karena kelancaran proses pendidikan sangat bergantung kepada prasarana-

8

prasarana yang mendukung. Perpustakaan pada masa itu tidak hanya
berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku tetapi juga sebagai majlis
kajian keilmuan yang berbentuk beberapa guru.
5. Madrasah
Madrasah dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam "par
Exelence", lembaga pendidikan yang sangat menonjol dalam dunia
pendidikan Islam. Pada realitanya madrasah sebagai lanjutan dari lembaga
pendidikan masjid. Dalam kajian materi madrasah menonjolkan kajian
pendidikan hukum sebagai kajian utamanya dengan metode-metode
pengajaran dan menawarkan bidang studi yang telah berkembang. Metode
ini melibatkan penyalinan manuskrip, menghafal, dan keterlibatan dalam
diskusi. Sebuah madrasah adalah bangunan yang dihunakan untuk mengajar
dan tempat tinggal bagi guru dan murid yang pada umumnya dilengkapi
dengan sebuah perpustakaan3.

3

Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm.
209-220.

9

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Pendidikan Islam pada masa Rosululloh memiliki landasan dasar wahyu
pertama yang berbunyi "iqro" yang artinya "bacalah", hafalan, mencatat dan
menulis.
2. Pendidikan pada masa Rosululloh menggunakan kurikulum Al-Qur'an yang
Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi umat Islam pada saat itu.
3. Metode yang digunakan pada masa Rosululloh yaitu metode ceramah,
dialog, diskusi atau tanya jawab, metode diskusi (untuk mengambil
keputusan), metode demonstrasi dan metode experimen.
4. Sistem dan lembaga pendidikan masa Rosululloh adalah Kuttab, Masjid,
majlis Muhadharoh, Maktabah (perpustakaan) dan Madrasah.

10

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad Rusli.2013. Rosululloh Sang Pendidik. Jakarta: AMP
Press.
Baharuddin.2011. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Zuhairini.2011. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta : Bumi Aksara

11

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur
Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.
Disusun Oleh Kelompok 2 :

Aprilliani Zulaikha

(1423305046)

Ajeng Tria Permatasari

(1423305051)

Farida Umu Ma’sifah

(1423305057)

Nur Mustangin

(1423305075)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2016

12

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran Rasulullah SAW, dalam kehidupan lampau merupakan suatu
anugerah dari Allah. Hal itu terjadi dikarenakan, Ia hadir membawa perubahan
terhadap perkembangan masyarakat pada waktu itu. Baik merubah akhlak,
ketauhidan, maupun dalam pendidikannya.
Berbicara tentang pendidikan pada masa Rasulullah SAW, tentunya kita
semua tahu bahwa beliau ialah panutan bagi seluruh umat manusia di dunia ini.
Baik dari segi keilmuannya maupun dari segi tingkah lakunya, beliau memang
sudah dicetak sedemikian rupa oleh Allah SWT. Adapun salah satu metode
mendidik ala Rasulullah yang paling populer yaitu dengan cara mencontohkan
keteladanan, dan itu cukup efektif dalam mengajarkan agama Islam.
Namun sayangnya, setelah Rasulullah SAW wafat di Madinah pada usia
63 tahun, terjadi kebingungan bagi para sahabat untuk melanjutkan
kepemimpinan dari beliau. Hal itu terjadi karena Rasul tidak menetapkan calon
penggantinya, serta tidak pula menetapkan prosedur atau tata cara
pemilihannya,

sehingga

terjadi

goncangan

dalam

proses

pemilihan

kepemimpinan ini4.
Setelah melalui beberapa proses yang cukup rumit maka terbentuklah
pemimpin baru. Adapun lebih lanjutnya lagi yaitu terbentuklah empat orang
khalifah yang meneruskan kepemimpinan Rasul, dan itu sering disebut dengan
Khulafaur Rasyidin.

Yang termasuk kedalam Khulafaur Rasyidin yaitu,

khalifah Abu Bakar, Umar bin Khotob, Usman, dan Ali bin Abi Tholib. Dari
keempat khalifah tersebut memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda,
dan mereka memiliki sumbangsih yang cukup besar dalam pendidikan Islam
sendiri.

4

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2014),

hlm. 20.

13

Adapun hal tersebut akan dibahas dalam makalah ini dengan judul
“Pendidikan Masa Khulafaur Rasyidin.” Baik dari segi sumbangsihnya bagi
pendidikan Islam maupun dari segi kepemimpinannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat menarik rumasan
masalah berupa:
1. Apa definisi dari Khulafaur Rasyidin?
2. Bagaimana sumbangsih dari setiap khalifah yang termasuk dalam Khulafaur
Rasyidin bagi pendidikan Islam?
C. Tujuan Kepenulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat mengetahui
tujuan dari kepenulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari Khulafaur Rasyidin.
2. Untuk mengetahui bagaimana sumbangsih dari setiap khalifah yang
termasuk dalam Khulafaur Rasyidin bagi pendidikan Islam.

14

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Sosial
Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti wakil,
pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khilafah yang dapat
diartikan sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata
“imamah” yang berarti pemerintahan.
Oleh sebab itu maka Ibn Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah
tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syara’ (hukum Islam) yang
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat 5. Pada
hakikatnya, khilafah merupakan pengganti fungsi pembuat syara, yakni Nabi
Muhammad SAW, dalam urusan agama dan urusan politik keduniaan.
Selanjutnya Ibn Khaldun mengatakan bahwa khilafah juga merupakan sinonim
istilah imamah, yakni kepemimpinan menyeluruh yang berakiatan dengan
urusan agama dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW.
Selanjutnya muncul istilah khalifah dan bentuk jamaknya khulafa’ atau
khalaif yang berarti orang yang menggantikan kedudukan orang lain; dan
seseorang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai
persoalan. Khalifah bisa juga berarti al-Sultan al-A’zam (kekuasan paling besar
atau paling tinggi).
Adapun kata al-Rasyidun secara harfiah berasal dari kata rasyada yang
artinya cerdas, jujur, dan amanah. Dari kata rasyada kemudian berubah
menjadi kata benda atau kata nama rasyid dan jamaknya rasyidun yang berarti
orang yang cerdas, jujur, dan amanah. Dengan demikian, secara sederhana
Khulafaur Rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan
pimpinan sebelumnya dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah.
Selain itu, khalifah dapat pula diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi
Muhammad SAW wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas
sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintihan.

5

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan …, hlm. 112.

15

Di dalam sejarah Khulafaur Rasyidun digunakan untuk para pimpinan
setelah wafatnya Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar yang
memerintahkan selama 2 tahun, Umar Ibn Khattab yang memerintah selama 10
tahun (13 SD 23 H/634-644 M), Usman Ibn Affan yang memerintah selama 12
tahun (644-655 M), dan Ali Ibn Abi Thalib yang memerintah selama 6 tahun.
Dan jika dipetakan pada masa Khulafaur Rasyidin ada beberapa tempat
pendidikan, yaitu6:
1. Mekkah
Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabbal yang mengajarkan
Al Qur’an dan hadits.
2. Madinah
Sahabat yang terkenal adalah:
a. Abu Bakar Ash-shiddiq
b. Umar bin Khottob
c. Utsman bin Affan
d. Ali bin Abi Tholib
3. Bashrah
Sahabat yang masyhur di Bashrah adalah Abu Musa Al Asy’ari,
beliau adalah seorang ahli fiqih dan Al Qur’an.
4. Kuffah
Sabahat yang termasyhur di Kuffah yaitu Ali bin Abi Tholib dan
Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah ahli tafsir, hadits dan fiqih
(mengajarkan Al Qur’an).
5. Damsyik (Syam)
Setelah Syam menjadi negara Islam dan pendudukannya banyak
beragama Islam, maka kholifah Umar bin Khottob mengirim 3 guru ke
negara itu, yaitu:
a. Mu’az bin Jabbal (Palestina)
b. Ubaidah (Himz)
6

Baharudin, dkk., Dikotomi Pendidikan Islam, Cet. II., (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya), hlm. 125.

16

c. Abu Dhardha (Damsyik)
6. Mesir
Sahabat yang mendirikan Madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah
Abdullah bin Amru bin Ash (ahli hadits).
B. Pendidikan Islam pada Masa Khilafah Abu Bakar
Setelah meninggalnya nabi Muhammad, maka terjadi kebingungan
diantara para sahabat untuk melanjutkan kepemimpinan beliau. Kemudian
melalui proses pemilihan oleh sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor maka
dipilihlah Abu Bakar sebagai penerus kepemimpinan beliau.
Adapun pola pendidikan Abu Bakar As-Shidiq, masih seperti pada
zaman nabi Muhammad, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya
sendiri. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari tauhid atau keimanan,
akhlak, ibadah, kesehatan, dll7.
1. Keimanan yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah
ialah Allah.
2. Pendidikan Akhlak seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun
bertetangga, bergaul dengan masyarakat.
3. Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam sholat merupakan
didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
C. Pendidikan Islam pada Masa Khilafah Umar bin Khotob
Setelah Abu Bakar wafat karena sakit, ke-Khalifahanya digantikan oleh
tangan kanannya yaitu Umar bin Khattab. Umar bin Khattab diangkat menjadi
Khalifah melalui proses musyawarah Abu Bakar sebelum ia meninggal dan
para sahabat. Cara yang dilakukan oleh Abu Bakar ini ternyata dapat diterima
oleh masyarakat dan mereka segera memberi bai’at kepada Umar bin Khattab.
Masa pemerintahan Umar cukup lama, yakni digunakan untuk
memperluas wilayah Islam dan melakukan berbagai program pembangunan.
7

Baharudin, dkk., Dikotomi Pendidikan …, hlm. 136.

17

Wilayah kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab meliputi
Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Pada masa Khalifah Umar
bin Khattab juga dilakukan usaha pembagian administrasi negara yaitu dengan
membagi wilayah ke dalam bentuk provinsi, yang mencakup provinsi Mekkah,
Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Selain itu Umar
juga membentuk beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran gaji dan
pajak tanah, mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jabatan pekerjaan
umum, mendirikan Bait al-Mal, mencetak mata uang. 8
Dilihat dari sisi kurikulumnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab
ialah belajar tentang membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalnya serta
belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab
juga lebih menekankan pada pengajaran bahasa Arab. Orang yang baru masuk
Islam di daerah kekuasaanya diharuskan belajar bahasa Arab terlebih dahulu
jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam.
Beberapa keistimewaan Umar bin Khattab dengan kreatifitas dan
kecerdasanya dalam berfikir adalah:
1. Kekhawatiran Umar bin Khattab atas keutuhan al-Qur’an akibat banyaknya
penghafal al-Qur’an yang gugur di medan perang. Untuk itu ia mengusulkan
kepada Khalifah Abu Bakar untuk membukukan al-Qur’an yang waktu itu
merupakan catatan-catatan dan hafalan pribadi sahabat. Keduanya
memerintahkan Zayd bin Tsabit untuk untuk mengemban amanat tersebut.9
2. Di antara Khulafa’ al-Rasyidin, yang membangun peradaban Islam adalah
Umar bin Khattab. Ia memperluas wilayah ke tiga arah, ke utara menuju
wilayah Syiria, yang ke arah barat menuju Mesir, dan yang ke arah timur ke
arah Irak.
3. Umar bin Khattab mampu menghadapi masalah-masalah baru yang belum
pernah terjadi sebelumnya, yakni pada masa nabi Muhammad dan Abu
Bakar. Umar bin Khattab melakukan beberapa ijtihad yakni menetapkan

8

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan …, hlm. 114.
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Cet II,
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 137-138.
9

18

hukum tentang masalah-masalah yang baru seperti memotong tangan
pencuri dan memperbaharui organisasi negara.
D. Pendidikan pada Masa Khilafah Usman bin Affan
Setelah pemerintahan Umar yang berlangsung selama 10 tahun akhirnya
Umar bin Khattab meninggal dunia karena dibunuh oleh seorang budak dari
Persia bernama Abu Lu’luah atas perintah Ka’ab bin Ahbar. Sebelum
meninggal Umar telah membentuk tim 6 yang terdiri dari Usman, Thalhah,
Zubair, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah Umar
meninggal tim yang enam orang ini bermusyawarah untuk memilih Khalifah
yang baru. 10
Hasil dari enam orang yang bermusyawarah untuk memilih Khalifah
yang baru yakni Khalifah selanjutnya diganti oleh Utsman bin Affan. Ia adalah
seorang yang lemah lembut dan termasuk saudagar kaya yang sangat pemurah
memberikan kekayaanya untuk kepentingan umat Islam.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam
tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan pada masa Usman ini
hanya melanjutkan apa yang telah ada, akan tetapi ada sedikit perubahan dalam
pendidikan Islam. Utsman bin Affan membuat kebijakan yakni membolehkan
sahabat-sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Nabi meninggalkan kota
Madinah, hal tersebut tidak diperbolehkan pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab. Kebijakan yang dilakukan Usman tersebut sangat besar pengaruhnya
bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah lain.
Walaupun perkembangan pendidikan pada masa Utsman bin Affan tetap,
sebab perkembanganya sama dengan perkembangan pendidikan pada masa
pemerintahan sebelumnya, akan tetapi ada salah satu usaha Utsman bin Affan
yang berpengaruh besar bagi perkembangan Islam, yaitu pengkodifikasian
tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang berserakan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
dialek dalam membaca Al-Qur’an yang berbeda disetiap daerah dan provinsi
10

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam …, hlm. 115.

19

mereka yang beragam, hal tersebut yang menimbulkan mereka membaca AlQur’an dengan dialeknya secara spontan dan menyebabkan pembacaan AlQur’an yang mereka bawakan berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan hurufhuruf Al-Qur’an yang menimbulkan perselisihan antar umat Islam itu sendiri.
Kemudian Utsman bin Affan memerintahkan untuk membentuk tim
pengkodifikasian al-Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. 11
Tujuan dari pengkodifikasian Al-Qur’an pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan adalah menyatukan kaum muslim pada satu macam mushaf
yang seragam ejaan dan tulisanya. Menyatukan bacaan, meskipun pada
kenyataanya masih ada perbedaan cara membaca akan tetapi hal tersebut tidak
berlawanan dengan ejaan mushaf Utsmani. Menyatukan tata tertib susunan
surah-surah, menurut tata tertib urut.12
Masa pemerintahan Utsman yang berlangsung selama 12 tahun yang
penuh dengan konflik dan fitnah yang membawa kematiannya. Dikalangan
umat Islam muncul perasaan tidak puas dan kecewa, karena Utsman cenderung
memperkerjakan

orang-orang dari

kalangan

kerabatnya

yang kurang

profesional, dan banyak menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang yang
tidak cakap. Pada akhirnya Utsman tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas dalam kesalahan
bawahannya. Lalu di tahun 35 H atau 655 Masehi Utsman bin Affan meninggal
dunia karena dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang
yang kecewa kepadanya.13
E. Pendidikan Islam pada Masa Khilafah Ali bin Abi Tholib
Ali bin Abi Tholib adalah putra dari paman nabi Muhammad SAW
sendiri yang di asuh oleh nabi Muhammad. Pada kepemimpinan Ali, umat
11

Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 140.
12
Sharegatwid. Blogspot. Com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1,
diunduh pada tanggal 21 Maret 2016.
13
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam …, hlm. 115.

20

Islam diguncang oleh perang saudara yang disebabkan karena kesalah pahaman
dalam menyikapi pembunuhan terhadap Kholifah ketiga (Utsman bin Affan).
Perang tersebut di namakan perang Jamal karena pada waktu perang Aisyah
mengendarai Unta sebagai kendaraan perangnya.
Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, sehingga masa
kekuasaan Kholifah Ali bin Abi Tholib tidak pernah mendapat ketenangan dan
kedamaian, misalnya dalam kericuhan politik pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Tholib berkuasa, kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan
yang sangat tinggi. Jadi, pemerintahan Ali bin Abi Tholib tidak memfokuskan
kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan. Tetapi, memfokuskan
untuk meneruskan pada masa pemerintahan

nabi Muhammad SAW yaitu

pengajaran baca tulis dan ajaran Islam yang bersumber pada Al- Quran dan
Hadits.14

14

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam …, hlm. 116-117.

21

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis makalah dapat menarik
kesimpulan bahwa:
1. Khulafaur Rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan
pimpinan Rasulullah SAW dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan
amanah.
2. Pada masa Khilafah Abu Bakar pendidikan Islam lebih mengarah kepada
pembentukkan akhlak peserta didik.
3. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ialah belajar tentang membaca dan
menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama
Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab juga lebih menekankan
pada pengajaran bahasa Arab.
4. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan pengkodifikasian tulisan ayat-ayat
al-Qur’an yang berserakan. Adapun pendidikan Islam hanya meneruskan
yang sudah ada.
5. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Tholib tidak memfokuskan kegiatan
pemerintahannya pada peningkatan pendidikan. Tetapi, memfokuskan untuk
meneruskan pada masa pemerintahan

nabi Muhammad SAW yaitu

pengajaran baca tulis dan doktrin Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan
Hadits.
B. Saran
Setelah melakukan penulisan terkait dengan pendidikan Islam pada masa
Khulafaur Rasyidin, maka penulis memberikan saran penting. Bagi mahasiswa,
mereka disarankan untuk menjadikan makalah ini sebagai referensi.

22

DAFTAR PUSTAKA
Baharudin, dkk. 2011. Dikotomi Pendididkan Islam. PT. Remaja Rosdakarya.
Hasbi, As-Syiddqy Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits.
PT. Pustaka Rizki Putra.
Nata, Abudin.2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sharegatwid.blogspot.com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1
, diunduh pada tanggal 21 Maret 2016

23

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA DINASTI BANI UMAYYAH

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur
Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.
Disusun Oleh Kelompok 3 :
Agustiani Rohmawati

(1423305050)

Imron Syafa’at

(1423305062)

Nadhifatul Khusna

(1423305070)

Sefi Khasanah

(1423305083)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2016

24

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka
lahirlah kekuasaan Bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya
pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih
melalui proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan masa setelah Khulafaur
Rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai
pada masa Dinasti Umayyah.
Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan
berbentuk feodal (penguasaan tanah, daerah, wilayah, atau turun temurun).
Untuk mempertahankan kekuasaan khalifah berani bersikap otoriter, adanya
unsur kekerasaan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khalifah. Bani Umayyah berkuasa kurang lebih
91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan
dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang
agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem
pendidikan masih sama ketika Rasul dan Khulafaur Rasyidin, yaitu kuttab yang
pelaksanaannya berpusat di masjid.
Berdasarkan hal tersebut, pemakalah bermaksud untuk menyusun
makalah yang berjudul “Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani
Umayyah”. Penyusunan makalah ini diharapkan agar kita bisa mengetahui dan
memahami secara mendalam tentang Dinasti Umayyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalah berupa:
1. Bagaimana situasi politik, sosial, dan keagamaan pada masa Dinasti
Umayyah?
2. Bagaimana keadaan pendidikan pada masa Dinasti Umayyah?

25

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat mengetahui
tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui situasi politik, sosial, dan kegamaan pada masa Dinasti
Umayyah.
2. Untuk mengetahui keadaan pendidikan pada masa Dinasti Umayyah.

26

BAB II
PEMBAHASAN
A. Situasi Politik, Sosial, dan Keagamaan
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan
pada tahun 41 H dan berakhir pada tahun 132 H. Dengan demikian, Bani
Umayyah berkuasa kurang lebih 91 tahun. Para ahli sejarah umumnya
mencatat, bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah diperoleh
melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui pemilihan yang
demokratis berdasarkan suara terbanyak. Nama-nama khalifah Bani Umayyah
yang tergolong menonjol adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-668 M), Abd
bin Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid bin Abd al-Malik (705-715 M),
Umar bin Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam bin Abd al-Malik (724-743
M).15
Masa kekhalifahan Bani Umayyah banyak diisi dengan program-program
besar, mendasar, dan strategis, juga banyak melahirkan golongan dan aliran
dalam Islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan, dan
peradaban.
Di antara program besar, mendasar dan strategis di zaman Bani Umayyah
adalah perluasan wilayah Islam. Di zaman Muawiyah Tunisia bisa ditaklukan.
Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke
Sungai Axus dan Afghanistan hingga ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ekspansi ke
timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd alMalik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkhand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind,
dan daerah Punyab sampai ke Maltan.

15

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.

127.

27

Selanjutnya ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman
al-Walid ibn al-Malik. Sejarah mencatat, bahwa masa pemerintahan al-Malik
adalah masa ketentraman, kemakmuran, ketertiban, dan kebahagiaan. Pada
masa pemerintahannya yang berlangsung selama kurang lebih sepuluh tahun
itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat
Daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko
dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad memimpin pasukan Islam menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa, dan mendarat di
suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar. Tentara Spanyol
dapat dikalahkan, dan dengan demikian ibu kota Spanyol, Kordova dengan
cepat dapat dikuasai, dan diikuti dengan kota-kota lain seperti Seville, Elvira,
dan Toledo. Di zaman Umar bin Abd al-Aziz, perluasan wilayah dilanjutkan ke
Perancis melalui pegunungan Piranee, di bawah komandan Abd, al-Rahman
Ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Politiers, dan
terus ke Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi di kota Tours, alGhafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Melalui berbagai keberhasilan ekspansi tersebut, maka wilayah
kekuasaan Islam di zaman Bani Umayyah, di samping Jazirah Arabia dan
sekitarnya, juga telah menjangkau Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina,
Irak, Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Turkemenia, Uzbek, dan Kirgis
di Asia Tengah. Dalam aspek fisik dan politik, Muawiyah memindahkan ibu
kota daulah Amawiyah ke Damaskus, suatu kota tua di negeri Syam yang
sudah banyak peninggalan kebudayaan sebelumnya. Di dalam daerah
kekuasaannya ada kota-kota sebagai pusat kebudayaan, seperti Yunani
Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yundeshapur.16
Di bidang sosial dan pembangunan, Bani Umayyah berhasil mendirikan
berbagai bangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan
peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
16

Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdkarya, 2011), hlm.

144.

28

bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang
qadli adalah seorang spesialis di bidangnya. Abd Al-Malik mengubah mata
uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan
memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil
melakukan

pembenahan-pembenahan

administrasi

pemerintahan

dan

memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam. Selanjutnya di zaman al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M) seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan
panti-panti untuk orang cacat yang para petugasnya digaji oleh negara. Selain
itu, al-Walid juga membangun jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan derah lainnya, pabrik, gedung pemerintahan, dan masjid yang megah.
Salah

satu

dari

aspek

kebudayaan

yang

dimajukan

adalah

mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Umayyah, sesuai dengan
kebutuhan zaman, mulai tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsabangsa sebelum Islam. Seperti di kota-kota pusat kebudayaan misalnya,
kemajuan sudah terjadi sebelumnya oleh ilmuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani
dan Zoroaster. Ilmuwan-ilmuwan ini setelah masuk Islam masih tetap
memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yahudi dan mendapat perlindungan.
Bahkan, diantara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di Istana khalifah.
Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan atau wazir. Sehingga,
kehadiran mereka mempengaruhi perkembangan ilmu para pewaris tahta
khalifah berikutnya, seperti Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah yang tertarik
pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan harta untuk menyuruh para
sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku
kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah.17
Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai dengan
munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak politik ideologis. Mereka
itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan berbagai sektenya: Azariqah,
17

Baharuddin, Dikotomi Pendidikan..., hlm. 144.

29

Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan Shafariyah, golongan Mu’tazilah,
Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah. Berbagai aliran dan
golongan keagamaan ini terkadang melakukan gerakan dan pemberontakan
terhadap pemerintahan yang sah. Dengan terbunuhnya Husein di Karbala,
perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah padam. Banyak pemberontakan
yang dipelopori kaum Syi’ah. Yang terkenal di antaranya pemberontakan
Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Selain itu, terdapat pula gerakan
Abdullah bin Zubair. Ia membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia
menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan
dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh.
Selain gerakan di atas, gerakan anarkhis yang dilancarkan kelompok
Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan
itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada
pengamanan daerah kekuasaan di wilayah timur yang meliputi kota di sekitar
Asia Tengah dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk
menaklukan Spanyol.18
Situasi politik, sosial, dan keagamaan mulai membaik terjadi pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Abd. al-Aziz (717-720). Ketika dinobatkan
sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan
negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik dari pada menambah
perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam
negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, Umar ibn Abd al-Aziz
dapat dikatakan berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia
juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperringan, dan kedudukan
Mawali (umat Islam yang bukan keturunan Arab, berasal dari Persia, dan
Armenia), disejajarkan dengan Muslim Arab.

18

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.

46-47.

30

B. Keadaan Pendidikan
1. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran19
Visi pendidikan pada masa Bani Umayyah secara eksplisit tidak
dijumpai. Namun dari berbagai petunjuk bisa diketahui bahwa visinya
adalah unggul dalam ilmu agama dan umum sejalan dengan kebutuhan
zaman dan masing-masing wilayah Islam.
Adapun misinya antara lain:
a. Menyelenggarakan pendidikan agama dan umum secara seimbang.
b. Melakukan penataan kelembagaan dan aspek-aspek pendidikan Islam.
c. Memberikan pelayanan pendidikan pada seluruh wilayah Islam secara
adil dan merata.
d. Memberdayakan masyarakat agar dapat memecahkan masalahnya sesuai
dengan kemampuan sendiri.
Adapun tujuannya adalah menghasilkan sumber daya manusia yang
unggul secara seimbang dalam ilmu agama dan umum serta mampu
menerapkannya bagi kemajuan wilayah Islam.
Sedangkan sasarannya adalah seluruh umat atau warga yang terdapat
diseluruh wilayah kekuasaan Islam sebagai dasar bagi dirinya dalam
membangun masa depan yang lebih baik.
2. Kurikulum
Kurikulum pada masa dinasti Umayyah meliputi:
a. Ilmu agama: Al-Qur’an, Hadits, dan fiqih.
b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu sebagai ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari
bahasa nahwu, sharaf, dan lain-lain.

19

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.

130-131.

31

d. Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantik, kimia , astronomi, ilmu hitung, ilmu kedokteran, dan
ilmu yang berhubungan dengan hal tersebut.
3. Kelembagaan
Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman Bani
Umayyah, selain Masjid, Kuttab, dan Rumah sebagaimana yang telah ada
sebelumnya juga ditambah dengan lembaga pendidikan Istana, Badiah,
Perpustakaan, dan al-Bimaritsan.20
a. Istana
Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan
umum, melainkan juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga
anak.
b. Badiah
Secara harfiah Badiah artinya dusun Badui di Padang Sahara yang
di dalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai kaidah
bahasa Arab. Melalui pendidikan di Badiah ini, maka bahasa Arab dapat
sampai ke Irak, Syria, Mesir, Lebanon, Libia, Tunisia dan sekitarnya.
Dengan demikian, maka banyak para penguasa yang mengirim anaknya
untuk belajar bahasa Arab ke Badiah, bahkan para ulama seperti al-Khalil
ibn Ahmad (160 H atau 776 M).
c. Perpustakaan
Perpustakaan

tumbuh

dan

berkembang

seiring

dengan

pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahiuan serat kegiatan
penelitian dan penulisan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran
yang berbasis penelitian, perpustakaan memegang peranan yang sangat
penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan. Perpustakaan
selanjutnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan buku,
melainkan juga untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.

20

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan..., hlm. 135.

32

d. Al-Bimaristan
Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat
orang serta berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian
bagi calon dokter. Pada masa sekarang al-Bimaristan dikenal sebagai
rumah sakit pendidikan. Al-Walid ibn Abd al-Malik memberikan
perhatian pada Bimaristan. Ia dirikan Bimaristan itu di Damaskus pada
tahun 884 M. Konsep rumah sakit ini yang akhirnya membedakan antara
peradaban Islam dengan peradaban manusia sebelum Islam datang.
Sebelum Islam datang dan mencapai masa kejayaannya, dunia ternyata
belum mengenal konsep rumah sakit, seperti saat ini. Bangsa Yunani,
misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan
dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun
lebih bersifat mistis yang terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk
dewa penyembuhan bernama Aescalapius.21
4. Pendidikan
Pendidik adalah seorang yang tugasnya selain mentransfer ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik, juga menumbuhkan,
membina dan mengembangkan bakat, minat, dan segenap potensi yang
dimiliki peserta didik, sehingga menjadi aktual dan terberdayakan secara
optimal. Pendidik di Istana adalah orang-orang yang memiliki berbagai
keahlian, yakni pendidik ilmu agama (Al-Qur’an, Al-Hadis, dan Fikih) yang
terdiri dari para ulama, pendidik ilmu bahasa yang terdiri dari para ahli
bahasa, dan pendidik bidang ketrampilan. Pendidikan di Istana selanjutnya
dikenal dengan nama al-Muaddib. Pendidik di badiah adalah para ahli
bahasa dan sastra. pendidik di perpustakaan adalah para penulis buku dan
para penerjemah. Adapun pendidik di al-Bimaritsan adalah para dokter dan
tenaga medis.22
21

Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2011), hlm.

22

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.

145.
138.

33

5. Sarana dan prasarana
Sarana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat mendukung terlaksananya berbagai kegiatan.
Dalam hal pendidikan sarana yang dibutuhkan antara lain: gedung sekolah,
perpustakaan, tempat praktikum, peralatan belajar mengajar, dan lain-lain.
Adapun yang termasuk prasarana adalah: halaman masjid, lapangan
olahraga, tempat parkir, dan lain-lain. Belum dijumpai informasi tentang
keberadaan sarana prasarana pendidikan pada zaman Bani Umayyah seperti
yang disebutkan ini. Namun dapat diduga sarana prasarana pendidikan
tersebut telah ada, walaupun bentuk dan jenisnya sama. Sarana prasarana
pendidikan tersebut berada pada berbagai lembaga pendidikan yang ada
pada zaman Bani Umayyah sebagaimana tersebut di atas yaitu, sarana
prasarana yanga ada di Istana, Badiah, Perpustakaan, dan al-Bimaritsan.
6. Pembiayaan
Pembiayaan pendidikan diartikan sebagai usaha menyediakan sumber
dana, sistem pengelolaan dan penggunaannya untuk berbagai kegiatan,
termasuk pendidikan. Pembiayaan diperlukan untuk mengadakan atau
membeli segala hal yang dibutuhkan seperti membangun gedung sekolah,
gedung perpustakaan, gedung pimpinan, dan lain-lain. Walaupun belum
dijumpai informasi sejarah yang pasti dan meyakinkan tentang biaya yang
dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berlangsung di
Istana,

Badiah,

Perpustakaan,

al-Bimaristan,

di

samping

yang

diselenggarakan di Kuttab, dan Masjid, jelas membutuhkan pembiayaan.
Karena tidak mungkin kegiatan pendidikan tersebut dapat berjalan tanpa
pembiayaan.
7. Pengelolaan
Pengelolaan

pendidikan

dapat

diartikan

sebagai

kegiatan

merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), melaksanakan
(actualing), mengawasi (controling), membina (supervising), dan menilai
(evaluating) hal-hal yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan:

34

kurikulum, proses belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru
dan staf, pelayanan administrasi pendidikan, dan respon masyarakat.
Pengelolaan kegiatan pendidikan pada masa Bani Umayyah dilakukan
secara

desentralisasi,

yakni

pemerintah

menyerahkan

pengelolaan

pendidikan kepada kebijakan masing-masing gubernur di provinsi. Adapun
pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan yang bersifat umum saja,
misalnya kebijakan tentang perlunya program Arabisasi di zaman Khalifah
Abd. al-Malik ibn Marwan. Guna melaksanakan program ini, maka di
masing-masing provinsi menyelenggarakan program tersebut sesuai dengan
kebijakannya.
8. Lulusan
Para lulusan pendidikan dapat diartikan mereka yang telah tamat
mengikuti pendidikan pada jenjang tertentu yang selanjutnya mendapat
gelar atau sebutan yang menunjukkan keahliannya, dan memiliki otoritas
atau kepercayaan untuk mengajarkan ilmunya. Para lulusan di zaman Bani
Umayyah ini terdiri dari para tabi’in, yaitu mereka yang hidup dan berguru
kepada para sahabat Nabi, atau generasi kedua sahabat. Dengan demikian,
hubungan mereka dengan Rasulullah terletak pada hubungan mission,
gagasan, cita-cita, dan semangat, dan bukan pada hubungan persahabatan
atau perkawanan.23

23

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan..., hlm. 140.

35

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Situasi yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah antara lain:
a. Situasi Politik
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 41 H dan berakhir pada
tahun132 H dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sofyan membuat Islam
berkembang hingga Eropa dan Afrika. Para ahli sejarah umumnya
mencatat, bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui
pemilihan yang demokratis berdasarkan suara terbanyak.
b. Situasi Sosial
Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di
sepanjang jalan. Selain itu, Bani Umayyah mengganti mata uang daerah
yang dikuasainya dengan mata uang baru dan memberlakukan
penggunaan bahasa Arab di semua daerah kekuasaan Bani Umayyah.
c. Situasi Keagamaan
Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai
dengan munculnya berbagai