Studi Perbandingan Parameter Marshall Beton Aspal Standar Dengan Beton Aspal Hasil Pemanasan Ulang.

(1)

STUDI PERBANDINGAN PARAMETER MARSHALL BETON ASPAL STANDAR DENGAN BETON ASPAL HASIL PEMANASAN ULANG

AMRI NOVRIANTO 9721056

Pembimbing : V. HARTANTO, Ir., M. Sc.

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

ABSTRAK

Salah satu sebab adalah terjadinya penurunan mutu campuran aspal ketika akan digunakan berkaitan dengan tidak tercapainya suhu campuran aspal pada saat pengamparan sesuai dengan persyaratan. Campuran aspal yang baik harus mempunyai suhu pemadatan 85°-125°C. Campuran aspal yang dibuat sesuai spesifikasi di AMP (Asphalt Mixing Plant) menjadi tidak dapat digunakan ketika akan dihampar dan dipadatkan jika suhu campuran di bawah ketentuan. Proses pemanasan kembali tidak dapat langsung digunakan

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pemanasan ulang campuran aspal (pemanasan kembali) terhadap stabilitas parameter Marshall yang disyaratkan, dengan melakukan pengujian Marshall pada benda uji dengan proses pendinginan dan yang telah dipanaskan kembali dan membandingkan stabilitas Marshall pada benda uji tersebut dengan stabilitas benda uji dalam kondisi normal.

Dari hasil pengujian dan analisis data dapat diambil kesimpulan bahwa beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal di bawah normal (+ 125°C) memiliki stabilitas Marshall kurang dari yang disyaratkan, dan beton aspal yang telah mengalami pemanasan ulang walaupun dipadatkan pada suhu pemadatan awal normal (+ 125°C) akan memiliki stabilitas yang kurang dibanding dengan beton aspal standar walaupun ma sih di atas yang disyaratkan, sehingga pemadatan awal di bawah suhu pemadatan awal normal (+ 125°C) tidak boleh dilakukan dan pemanasan kembali campuran beton aspal tidak disarankan.


(2)

vi

DAFTAR ISI

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR i

SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR ii

ABSTRAK iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN x

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Metode Penulisan 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Agregat 5

2.2 Bahan Pengisi (Filler) 14

2.3 Aspal 14

2.4 Uji Marshall 17


(3)

2.6 Suhu Pencampuran, Suhu Penghamparan, dan Suhu Pemadatan Campuran Beraspal 23 2.7 Perbandingan Rata-rata dengan Uji t 24 BAB 3 PROSEDUR KERJA DAN UJI LABORATORIUM 27

3.1 Rencana Kerja 27

3.2 Pengujian Agregat 28

3.3 Pengujian Aspal 29

3.4 Pembuatan Campuran Benda Uji 29

3.5 Pemadatan Benda Uji 32

3.6 Pemeriksaan Parameter Marshall Standar Benda Uji 34 3.7 Pemeriksaan Parameter Marshall Immersion Benda Uji 36 3.8 Analisis Statistik Parameter Marshall 37

BAB 4 DATA DAN ANALISIS 38

4.1 Hasil Pengujian Agregat 38

4.2 Hasil Pengujian Aspal 44

4.3 Hasil Pengujian Kadar Aspal Optimum 45 4.4 Hasil Pengujian Marshall Benda Uji 46

4.5 Analisis Data 48

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 52

5.1 Kesimpulan 52

5.2 Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55


(4)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran 6 Gambar 2.2 Diagramatic Efek dari Permukan Agregat Terhadap Tahanan

Geser 12

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian 28 Gambar 3.2 Lengkung Gradasi No. IV Bina Marga untuk Laston 30 Gambar 4.1 Grafik Distribusi Butir Agregat 40 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas 42 Gambar 4.3 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Kelelehan 43 Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VIM 43 Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VMA 44

Gambar 4.6 Kadar Aspal Optimum 45


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batasan Gradasi Agregat untuk Laston 8 Tabel 2.2 Sifat Campuran Agregat 10 Tabel 2.3 Persyaratan Campuran Beton Aspal 21 Tabel 2.4 Persyaratan Rongga dalam Agregat (VMA) 21 Tabel 3.1 Tabel Gradasi Rencana 30 Tabel 3.2 Berat Masing- masing Fraksi Agregat untuk Campuran Benda

Uji 31

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat 39 Tabel 4.2 Tabel Analisis Tapis untuk Agregat 39 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Aspal 41 Tabel 4.4 Persyaratan Campuran Beraspal 41 Tabel 4.5 Hasil Uji Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum 42 Tabel 4.6 Parameter Marshall Hasil Pengujian Marshall Standar 46 Tabel 4.7 Parameter Marshall Hasil Pengujian Marshall Immersion 47 Tabel 4.8 Uji Hipotesis Terhadap Parameter Marshall 48 Tabel 4.9 Nilai tstat Uji t-Student Stabilitas Marshall Standar 51


(6)

x

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

AASHTO = American Association Of State Highway and Transportation Officials C = celcius

df = Degree of Freedom Gap = apparent specific gravity

Gb = specific gravity of binder

Gmb = bulk mix gravity

Gs = Berat jenis butir (Specific Gravity)

Gsb = bulk specific gravity

Gse = effective specific gravity

H0 = Hipotesis Awal

H1 = Hipotesis Alternatif

lbs = pound (454 gram) Maks = Maksimum Min = Minimum No = Nomor

Pb = persentase berat aspal terhadap campuran Pba = persentase penyerapan aspal

Pen = Penetrasi

Pbe = persentase kadar aspal efektif

Ps = persentase berat agregat terhadap berat campuran rpm = revolution per minute


(7)

SSD = Saturated Surface Dry

t = Nilai t-Student kritis (teoritis) tstat = Nilai t-Student hasil uji statistik

VIM = Voids in Mix

VFB = Voids Filled in Bitumen VMA = Voids in Mineral Aggregates

α = tingkat keterandalan (level of significance)

µ = data statistik

Σ = jumlah data (sum) ° = derajat

² = kuadrat ³ = kubik > = lebih dari < = kurang dari ± = lebih kurang


(8)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Pengujian Agregat 58 Lampiran 2 Hasil Pengujian Aspal 68 Lampiran 3 Hasil Pengujian Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal

Optimum 79

Lampiran 4 Hasil Pengujian Marshall Standar 81 Lampiran 5 Hasil Pengujian Marshall Immersion 84 Lampiran 6 Analisis Statistik 87 Lampiran 7 Contoh Perhitungan 90 Lampiran 8 Tabel Koreksi Stabilitas Marshall 97 Lampiran 9 Tabel Nilai t-Student 99


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan kebijakan pemerintah khususnya berkaitan dengan pembinaan jaringan jalan di Indonesia, maka kenyamanan jalan harus menjadi perhatian. Jalan harus selalu dirawat dengan memberikan perkerasan tambahan (overlay) dan diperbaiki jika terjadi kerusakan. Namun mutu jalan yang diperbaiki terkadang tidak bertahan lama atau rusak kembali. Banyak faktor yang menyebabkan jalan tidak dapat memenuhi umur rencananya.

Salah satu sebab adalah terjadinya penurunan mutu campuran aspal ketika akan digunakan berkaitan dengan tidak tercapainya suhu campuran aspal pada


(10)

2 saat pengamparan sesuai dengan persyaratan. Campuran aspal yang baik harus mempunyai suhu pemadatan 85°-125°C. Campuran aspal yang dibuat sesuai spesifikasi di AMP (Asphalt Mixing Plant) menjadi tidak dapat digunakan ketika akan dihampar dan dipadatkan jika suhu campuran di bawah ketentuan. Jarak yang jauh antara AMP dengan lokasi proyek, kemacetan, cuaca dingin adalah penyebabnya. Apabila terjadi demikian, maka campuran aspal tidak dapat digunakan kembali. Proses pemanasan kembali tidak dapat langsung digunakan tetapi perlu diteliti lebih lanjut.

Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh penurunan suhu dan proses pemanasan kembali campuran beton aspal terhadap parameter Marshall yang disyaratkan.

1.2 Tujuan

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pemanasan ulang campuran aspal (pemanasan kembali) terhadap stabilitas Marshall yang disyaratkan, dengan cara :

1. Mengevaluasi kinerja parameter Marshall pada benda uji dengan proses pendinginan menggunakan air sehingga mencapai suhu pemadatan 110oC, 100oC, dan 90oC.

2. Mengevaluasi kinerja parameter pada benda uji yang dipanaskan kembali akibat proses pendinginan menggunakan air ataupun udara sehingga tidak tercapainya suhu pemadatan yang disyaratkan.

3. Membandingkan kinerja parameter Marshall pada benda uji tersebut dengan stabilitas benda uji dalam kondisi normal.


(11)

3 1.3 Pembatasan Masalah

Ada beberapa hal yang menjadi batasan dalam melakukan penelitian ini, antara lain :

1. Data-data mengenai agregat, aspal dan kadar aspal optimum campuran beton aspal diambil dari pengujian yang dilakukan oleh PT Kadi pada awal bulan November di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (Puslitbang Jalan), Badan Penelitian dan Pengembangan KIMBANGWIL, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Bandung

2. Proses pendinginan campuran beton aspal panas dilakukan dengan bantuan air hingga mencapai suhu campuran 110oC, 100oC, 90oC, kurang dari 85oC, dan dengan udara hingga mencapai kurang dari 85oC.

3. Pemanasan kembali dilakukan hanya pada campuran beton aspal yang mempunyai suhu pemadatan kurang dari 85oC hingga mencapai suhu pemadatan ideal atau sekitar 125oC.

4. Gradasi agregat yang dipergunakan adalah gradasi IV Bina Marga.

5. Pengujian terhadap benda uji dilakukan menggunakan uji Marshall Standar dan Marshall Immersion.

6. Analisis data hanya dilakukan pada parameter stabilitas Marshall Standar dan Marshall Immersion.

7. Perubahan karakteristik aspal akibat proses pemanasan kembali tidak diteliti lebih lanjut.


(12)

4 1.4 Metode Penulisan

Metodologi yang digunakan pada penulisan Tugas Akhir adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka; dilakukan dengan maksud mempelajari data tentang karakteristik agregat kasar, agregat halus, aspal, bahan pengisi dan campuran beton aspal.

2. Uji Laboratorium; pekerjaan ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (Puslitbang Jalan), Badan Penelitian dan Pengembangan KIMBANGWIL, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Bandung.

3. Analisis data hasil penelitian; membandingkan parameter stabilitas Marshall Standar dan Marshall Immersion pada benda uji yang melalui proses penurunan suhu dan proses pemanasan kembali campuran beton aspal dengan benda uji normal.


(13)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan analisis data, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal kurang dari 125°C (Varian II, III, dan IV) memiliki stabilitas Marshall yang tidak memenuhi syarat, yaitu 550 kg. Benda uji yang mengalami pemanasan ulang (Varian V dan VI) memiliki stabilitas Marshall yang memenuhi syarat walaupun lebih kecil dari stabilitas benda uji standar (Varian I).


(14)

53 2. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 110°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air (Varian II) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

3. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 100°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air (Varian III) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

4. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 90°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air (Varian IV) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

5. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 80°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air dan dipanaskan kembali hingga suhu 125°C (Varian V) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

6. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 80°C akibat proses pendinginan dengan bantuan udara dan dipanaskan kembali hingga suhu 125°C (Varian VI) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

7. Pemadatan awal di bawah suhu pemadatan awal normal (+ 125°C) tidak boleh dilakukan karena akan menghasilkan campuran dengan stabilitas Marshall yang lebih rendah dari yang disyaratkan (550 kg).

8. Pemanasan kembali campuran beton aspal tidak disarankan karena dapat menurunkan stabilitas Marshall campuran walaupun masih di atas yang disyaratkan (550 kg).


(15)

54 5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemadatan di bawah suhu pemadatan normal dan pemanasan kembali pada campuran beton dengan aspal penetrasi 80.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemanasan kembali terhadap karakteristik aspal.


(16)

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus, SNI. 03 – 1970 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

2. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar, SNI. 03 – 1969 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

3. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI. 06 – 2489 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

4. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Dakilitas Bahan-bahan Aspal, SNI. 06 – 2432 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

5. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Kadar Aspal, SNI. 06 – 2438 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

6. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Kadar Air Agregat, SNI. 03 – 1971 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta 7. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Keausan Agregat

dengan Mesin Abrasi Los Angeles, SNI. 03 – 2417 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

8. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen, SNI. 06 – 2456 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

9. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar, SNI. 03 – 1968 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

10. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter, SNI. 06 – 2434 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

11. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Bahan Aspal dengan Cleveland Open Cup, SNI. 06 – 2433 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta


(17)

56 12. Departemen Pekerjaan Umum (1993), Spesifikasi Agregat Halus untuk Perkerasan Beraspal, SK. SNI. S – 02 – 1993 – 03, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

13. Direktorat Jenderal Bina Marga (1987), Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya, SKBI. 2.4.26.1987, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung

14. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan (1992), Teknologi Perkerasan Campuran Beraspal untuk Jalan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung

15. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (1999), Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, No. 023/T/BM/1999, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Bandung

16. Sukirman, Silvia (2000), Material Perkerasan Jalan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Bandung

17. Wayan, Boediono, (2001), Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung


(1)

4

1.4 Metode Penulisan

Metodologi yang digunakan pada penulisan Tugas Akhir adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka; dilakukan dengan maksud mempelajari data tentang karakteristik agregat kasar, agregat halus, aspal, bahan pengisi dan campuran beton aspal.

2. Uji Laboratorium; pekerjaan ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (Puslitbang Jalan), Badan Penelitian dan Pengembangan KIMBANGWIL, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Bandung.

3. Analisis data hasil penelitian; membandingkan parameter stabilitas Marshall Standar dan Marshall Immersion pada benda uji yang melalui proses penurunan suhu dan proses pemanasan kembali campuran beton aspal dengan benda uji normal.


(2)

52

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan analisis data, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal kurang dari 125°C (Varian II, III, dan IV) memiliki stabilitas Marshall yang tidak memenuhi syarat, yaitu 550 kg. Benda uji yang mengalami pemanasan ulang (Varian V dan VI) memiliki stabilitas Marshall yang memenuhi syarat walaupun lebih kecil dari stabilitas benda uji standar (Varian I).


(3)

53 2. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 110°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air (Varian II) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

3. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 100°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air (Varian III) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

4. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 90°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air (Varian IV) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

5. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 80°C akibat proses pendinginan dengan bantuan air dan dipanaskan kembali hingga suhu 125°C (Varian V) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

6. Beton aspal yang dipadatkan pada suhu pemadatan awal 80°C akibat proses pendinginan dengan bantuan udara dan dipanaskan kembali hingga suhu 125°C (Varian VI) memiliki stabilitas Marshall yang berbeda nyata dengan benda uji standar(Varian I).

7. Pemadatan awal di bawah suhu pemadatan awal normal (+ 125°C) tidak boleh dilakukan karena akan menghasilkan campuran dengan stabilitas Marshall yang lebih rendah dari yang disyaratkan (550 kg).

8. Pemanasan kembali campuran beton aspal tidak disarankan karena dapat menurunkan stabilitas Marshall campuran walaupun masih di atas yang disyaratkan (550 kg).


(4)

54

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemadatan di bawah suhu pemadatan normal dan pemanasan kembali pada campuran beton dengan aspal penetrasi 80.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemanasan kembali terhadap karakteristik aspal.


(5)

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus, SNI. 03 – 1970 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

2. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar, SNI. 03 – 1969 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

3. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI. 06 – 2489 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

4. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Dakilitas Bahan-bahan Aspal, SNI. 06 – 2432 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

5. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Kadar Aspal, SNI. 06 – 2438 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

6. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian Kadar Air Agregat, SNI. 03 – 1971 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta 7. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Keausan Agregat

dengan Mesin Abrasi Los Angeles, SNI. 03 – 2417 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

8. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen, SNI. 06 – 2456 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

9. Departemen Pekerjaan Umum (1990), Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar, SNI. 03 – 1968 – 1990, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

10. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter, SNI. 06 – 2434 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

11. Departemen Pekerjaan Umum (1991), Metode Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Bahan Aspal dengan Cleveland Open Cup, SNI. 06 – 2433 – 1991, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta


(6)

56 12. Departemen Pekerjaan Umum (1993), Spesifikasi Agregat Halus untuk Perkerasan Beraspal, SK. SNI. S – 02 – 1993 – 03, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta

13. Direktorat Jenderal Bina Marga (1987), Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya, SKBI. 2.4.26.1987, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung

14. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan (1992), Teknologi Perkerasan

Campuran Beraspal untuk Jalan, Badan Penelitian Dan Pengembangan

Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung

15. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan (1999),

Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan

Kepadatan Mutlak, No. 023/T/BM/1999, Departemen Permukiman dan

Pengembangan Wilayah, Bandung

16. Sukirman, Silvia (2000), Material Perkerasan Jalan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Bandung

17. Wayan, Boediono, (2001), Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung