PEMANFAATAN MATERIAL DAUR ULANG ASPAL BETON UNTUK MATERIAL ASPAL BETON CAMPURAN DINGIN MEMAKAI ASPAL EMULSI

(1)

MEMAKAI ASPAL EMULSI

Utilization of Recycled Asphalt Pavements for Cold Mixture Asphalt Concrete with Bitumen Emulsion

TESIS

Untuk memenuhi sebagian syarat mencapai derajat Magister Teknik Sipil Program Studi Magister Teknik Sipil

Oleh :

E M R I Z A L NIM. S 940907106

MAGISTER TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009


(2)

MEMAKAI ASPAL EMULSI

Utilization of Recycled Asphalt Pavements for Cold Mixture Asphalt Concrete with Bitumen Emulsion

Disusun oleh :

E M R I Z A L S 940 907106

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I : Ir. ARY SETYAWAN, MSc, PhD

NIP. 132 134 685 06-01-2009

Pembimbing II : Ir. DJOKO SARWONO, MT.

NIP. 131 974 330

09-01-2009

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil

Prof.Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 131 476 674


(3)

Nama : Emrizal NIM : S940907106

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ”Pemanfaatan Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Material Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Februari 2009 Yang membuat pernyataan

Emrizal


(4)

Untuk Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi. Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Secara konvensional penanganan kerusakan surface dilakukan dengan memberi lapis tambahan sehingga badan jalan semakin tinggi, dan menyisakan persoalan terhadap sistem drainase terutama di perkotaan. Penggunaan teknik daur ulang dengan cara campuran dingin memakai aspal emulsi merupakan alternatif yang cukup potensial untuk diaplikasikan pada pemeliharaan perkerasan jalan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi RAP sesudah melewati masa layan dan mengetahui karakteristik perkerasan lentur yang dihasilkan serta kelayakan pemanfaatan material garukan atau Reclaimed Asphalt Pavement secara campuran dingin memakai aspal emulsi untuk kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.

Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, dengan memanfaatkan material eks garukan jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03). Aspal emulsi yang dipakai adalah jenis CSS-1H produksi PT. Hutama Prima, Cilacap. Data primer yang dipakai adalah data penelitian yang dilakukan di laboratorium jalan Raya, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, sedangkan data sekunder merupakan data instansional, dan data penelitian terdahulu yang relevan baik sebagai acuan maupun sebagai pembanding.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa karakteristik dan sifat-sifat struktural material dari bahan bongkaran aspal beton sesuai hasil pemeriksaan ekstraksi dan abrasi sudah mengalami degradasi dan perubahan konsistensi ukuran butir dan proporsi agregat tapi masih dapat digunakan sebagai material perkerasan jalan dengan menambah agregat baru sebagai peremaja. Sedang karakteristik Marshall perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok RAP dengan metode campuran dingin memakai aspal emulsi relatif memenuhi persyaratan, tapi angka porositas terlalu tinggi sehingga perkerasan cenderung bersifat porous. Hasil pengujian menunjukan bahwa kekuatan awal benda uji recycling Gradasi RAP ekstraksi lebih rendah dibandingkan benda uji gradasi RAP tanpa ekstraksi, tapi relatif lebih aman dari resiko terjadinya kerusakan-kerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan (bleeding, keriting, sungkur, dll). Pemanfaatan material RAP sebagai bahan campuran aspal beton campuran dingin memakai aspal emulsi pada rehabilitasi dan pemeliharaan jalan cukup layak dan memenuhi syarat dengan catatan perlu beberapa koreksi pada JMF agar didapat hasil yang optimum.

Kata kunci : rehabilitasi dan pemeliharaan jalan, daur ulang, coldmix, emulsi.


(5)

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.

Pokok bahasan yang penulis ambil dan sekaligus merupakan judul tesis ini adalah Pemanfaatan Material Daur Ulang Aspal Beton Untuk Material Aspal Beton Campuran Dingin Memakai Aspal Emulsi.

Tesis ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari batuan banyak pihak, untuk itu perkenankan penulis secara khusus mengucapkan terimakasih dan penghargaan atas bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis antara lain kepada yang terhormat :

1. Segenap pimpinan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir. Ary Setyawan, MSc(Eng), Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Dosen Pembimbing I.

4. Bapak Ir. Djoko Sarwono, M.T. Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta sekaligus Pembimbing II.

5. Seluruh Dosen pengajar Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Kepala Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi, Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM, Departemen Pekerjaan Umum

7. Pimpinan PT. Hutama Prima untuk penyediaan aspal emulsi 8. Pimpinan PT. Perwita Karya untuk penyediaan RAP.

Penulis sangat menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna baik secara materi maupun ketajaman pembahasan, untuk itu kritik serta saran yang konstruktif sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tulisan dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkannya.

Surakarta, Januari 2009

Penulis


(6)

Halaman Judul………..……… i

Halaman Pengesahan Pembimbing….………..……… ii

Halaman Pengesahan Tesis ……….. iii

Halaman Persembahan ………. iv

Pernyataan………. v

Kata Pengantar……….. vi

Daftar Isi……… vii

Daftar Tabel ……….. xi

Daftar Gambar………... xiii

Daftar Lampiran ………... xv

Abstrak ………. xvi

BAB I : PENDAHULUAN ……….……….... 1

A. Latar Belakang .………... 1

B. Rumusan Masalah… ……….…….………. 3

C. Batasan Masalah ……….. 3

D. Tujuan Penelitian.………. 4

E. Manfaat Penelitian……….. 5

BAB II : LANDASAN TEORI………….………..……….. 6

A. Tinjauan Pustaka…….………. 6

1. Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan... 6

2. Konsep Perkerasan Daur Ulang... 10

3. Campuran Aspal Beton ... 13

4. Aspal Beton Campuran Dingin ... 14

B. Dasar Teori ... 16

1. Lapisan Perkerasan Jalan...………. 16

2. Bahan Perkerasan Aspal Beton ……… 17

a. Aspal/Bitumen ……….. 17

b. Agregat………. 20

c. Bahan Pengisi (Filler) ……….. 23

3. Bahan Capuran Aspal Dingin………..…. 24


(7)

b. Persyaratan Agregat………..………….. 26

c. Persyaratan Bahan Pengisi ……… 29

4. Perencanaan Campuran Aspal Dingin. ………. 30

a. Campuran Dengan Aspal Emulsi………... 30

b. Campuran Dengan Aspal Cair Mantap Sedang. 32 5. Karakteristik Campuran Aspal Beton………... 33

a. Stabilitas.………... 33

b. Flow... 34

c. Durabilitas... 34

d. Skid Resistance………... 35

e. Berat Jenis Campuran (Specific Gravity)……... 35

f. Kepadatan (Density)... 36

g. Porositas (VIM)….…... 36

h. Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength) ……… 36 i. Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength) ……… 37 j. Permeabilitas ………. 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN………... 40

A. Metode Penelitian...……... 40

B. Lokasi Penelitian...………... 40

C. Waktu Penelitian... 40

D. Teknik Pengumpulan Data...……….. 41

1. Data Primer ……….. 41

2. Data Sekunder ……….. 41

E. Bahan dan Alat Penelitian... 42

1. Bahan ... 42

2. Peralatan ………... 43

F. Benda Uji……….. 47

G. Prosedur Pembuatan Benda Uji ………... 48


(8)

2. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Penyelimutan ….... 49

3. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Pemadatan ... 50

4. Pekerjaan Pembuatan Benda Uji ... 50

5. Pekerjaan Pengujian Benda Uji... 51

a. Volumetric Test ... 52

b. Marshall Test... 52

c. Indirect Tensile Strength Test ... 53

d. Uncofined Comprenssive Strength Test ……… 53

H. Tahapan Penelitian……….... 54

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian...……... 59

1. Pemeriksaan bahan Bongkaran RAP... 59

a. Pengambilan Bahan Bongkaran...………. 59

b. Pemeriksaan Ekstraksi Bahan Bongkaran... 59

c. Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi... 60

d. Hasil Pemeriksaan Keausan Agregat RAP... 62

2. Hasil Pemeriksaan Agregat Peremaja…………... 63

3. Hasil Pemeriksaan Filler... 64

4. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1H... 64

5. Perencanaan Campuran dari Bahan Bongkaran (RAP)……… 65 a. Kadar Aspal Perkiraan Campuran RAP gradasi Ekstraksi ……… 65 b. Kadar Aspal Perkiraan Campuran RAP tanpa Ekstraksi... 67 6. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan ... 69

7. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Pemadatan ... 70

8. Hasil Pengujian Marshall ... 72

9. Penentuan Nilai Kadar Aspal Emulsi Optimum... 74 10. Hasil Pengujian UCS (Unconfined Compressive

Strength) ………... 78


(9)

12. Hasil Perhitungan Regangan ……… 83

13. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas..……… 84

14 Hasil Pengujian Permeabiltas……… 85

B. Pembahasan...…….. 87

1. Analisis Pemeriksaan Bahan Bongkaran... 87

2. Analisis Kadar Air Pemadatan ... 88

3. Analisis Nilai Kepadatan (Densitas) ... 89

4. Analisis Nilai Porositas Campuran ... 91

5. Analisis Hasil Marshall Propertis Berdasarkan Optimum Bitument Contens... 91 a. Analisis Stabilitas... 91

b. Analisis Kelelehan (Flow) ... 94

c. Analisis Marshall Quetiont ... 95

6. Analisis Hasil Pengujian UCS... 96

7. Analisis Hasil Pengujian ITS ………... 98

8. Analisis Nilai Regangan ……….. 100

9. Analisis Nilai Modulus Elastisitas... 102

10. Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas ... 104

11. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 104

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. Kesimpulan ...……... 106

B. Saran ... 107

Daftar Pustaka...………..……….... 108

Lampiran ... 110


(10)

Tabel 2.1. Tipe Aspal Untuk Campuran Beraspal Dingin 25 Tabel 2.2. Persyaratan Aspal Emulsi Kationik (AASHTO D M 208-8) 25 Tabel 2.3. Persyaratan Aspal Cair Mantap Sedang (SNI 03-4799-1998) 26 Tabel 2.4. Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal Dingin 29 Tabel 2.5. Sifat-sifat Campuran Beraspal Emulsi 31 Tabel 2.6. Sifat-sifat Campuran Beraspal Cair 32 Tabel 2.7. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Permeabilitas 39

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tesisi 40

Tabel 3.2.. Jumlah Benda Uji 48

Tabel 4.1.. Hasil Pemeriksaan Ekstraksi Bahan 60 Tabel 4.2.. Analisa Saringan Agregat RAP Hasil Ekstraksi 60 Tabel 4.3. Analisa Saringan Agregat RAP Tanpa Ekstraksi 61 Tabel 4.4. Hasil Pengujian Keausan Dengan Mesin Abrasi Los

Angeles

62

Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Agregat 63

Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler 64

Tabel 4.7.. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1H 65 Tabel 4.8. Batas Gradasi Gabungan Agregat Hasil Ekstraksi 66 Tabel 4.9. Batas Gradasi Gabungan Agregat Tanpa Ekstraksi 67 Tabel 4.10. Pemeriksaan Kadar Air Penyelimutan 69 Tabel 4.11. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Ekstraksi 71 Tabel 4.12. Kadar Air Pemadatan Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi 71 Tabel 4.13. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Hasil

Ekstraksi

73 Tabel 4.14. Hasil Uji Marshall Campuran Gradasi Agregat Tanpa

Ekstraksi

74 Tabel 4.15. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Ekstraksi 78 Tabel 4.16. Perhitungan Volumetrik Campuran RAP Gradasi Tanpa

Ekstraksi

78 Tabel 4.17. Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Hasil

Ekstraksi

79 Tabel 4.18. Hasil Pengujian UCS Campuran RAP Gradasi Tanpa

Ekstraksi

80 Tabel 4.19. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Ekstraksi 82


(11)

Tabel 4.20. Hasil Pengujian ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi

82 Tabel 4.21. Hasil Perhitungan Regangan Untuk Campuran Gradasi

Hasil Ekstraksi

83 Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Regangan Untuk Gradasi RAP Tanpa

Ekstraksi

84 Tabel 4.23. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Untuk Campuran

Gradasi Ekstraksi

85 Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Untuk Campuran

Gradasi Tanpa Ekstraksi

85 Tabel 4.25. Hasil Perhitungan Permeabilitas Untuk Campuran Gradasi

Ekstraksi

86 Tabel 4.26. Hasil Perhitungan Permeabilitas Untuk Campuran Gradasi

Tanpa Ekstraksi

87

Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Penelitian 105


(12)

Gambar 2.1. Penanganan Kegiatan Pemeliharaan (Bina Marga) 7 Gambar 3.1. Alat Pembuat Benda Uji : Oven dan Compactor 44

Gambar 3.2. Alat Uji Marshall 44

Gambar 3.3. Ukuran Bidang Penekanan Pada Uji ITS 45

Gambar 3.4. Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strength) 45

Gambar 3.5. Modifikasi Pada Uji UCS (Unconfined Compressive Strength)

46

Gambar 3.6. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16 47

Gambar 3.7. Bagan Alir Penelitian 57

Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat RAP Hasil Ekstraksi 61 Gambar 4.2. Grafik Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi 62 Gambar 4.3. Grafik Gradasi Gabungang Agregat RAP Hasil Ekstraksi 66 Gambar 4.4. Grafik Gradasi Gabungan Agregat RAP Tanpa Ekstraksi 68 Gambar 4.5. Grafik Persentase Kadar Air Penyelimutan 69 Gambar 4.6. Kadar Air Penyelimutan Aspal Emulsi 70

Gambar 4.7. Grafik Kadar Air Pemadatan 71

Gambar 4.8. Grafik Hubungan Soaked stabilitas dan Kadar Aspal Residu pada Campuran RAP Gradasi Ekstraksi

75

Gambar 4.9. Grafik Hubungan Soaked stabilitas dan Kadar Aspal Residu pada Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi

76

Gambar 4.10. Perbandingan Benda Uji Sebelum dan Sesudah Uji Marshall

77

Gambar 4.11. Perbandingan Benda Uji UCS Sebelum dan Sesudah Pembebanan

80

Gambar 4.12. Perbandingan Benda Uji ITS Sebelum dan Sesudah Pembebanan

82

Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Kadar Air Pemadatan 88 Gambar 4.14. Grafik Perbandingan Nilai Densitas 90 Gambar 4.15. Grafik Perbandingan Nilai Porositas 91


(13)

Gradasi Ekstraksi

Gambar 4.17. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran Recycling Gradasi Tanpa Ekstraksi

93

Gambar 4.18. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi Ekstraksi

94

Gambar 4.19. Perbandingan Nilai Flow Campuran Recycling Gradasi Tanpa Ekstraksi

94

Gambar 4.20. Perbandingan Analisis Marshall Quetiont 95 Gambar 4.21. Perbandingan Nilai UCS Campuran Gradasi RAP Hasil

Ekstraksi

97

Gambar 4.22. Perbandingan Nilai UCS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi

97

Gambar 4.23. Perbandingan Nilai UCS dengan Penelitian Sebelumnya 97 Gambar 4.24. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Hasil

Ekstraksi

99

Gambar 4.25. Perbandingan Nilai ITS Campuran Gradasi RAP Tanpa Ekstraksi

99

Gambar 4.26. Perbandingan Nilai ITS Pengujian dengan DGEMs Konvensional

100

Gambar 4.27. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Hasil Ekstraksi 101 Gambar 4.28. Perbandingan Nilai Regangan Gradasi Tanpa Ekstraksi 101 Gambar 4.29. Perbandingan Modulus Elastisitas Gradasi Hasil

Ekstraksi

102

Gambar 4.30. Perbandingan Modulus Elastisitas Gradasi Tanpa Ekstraksi

103

Gambar 4.31. Perbandingan Nilai Modulus Elstisitas 103 Gambar 4.32. Perbandingan Nilai Koefisien Permeabilitas 104


(14)

Lampiran A Karakteristik Bahan A-1 s/d A-10 Lampiran B Analisa Saringan RAP Hasil Ekstraksi B-1 s/d B -4 Lampiran C Analisa Saringan RAP Tanpa Ekstraksi C-1 s/d C-3 Lampiran D Analisa Saringan Agregat Baru D-1 s/d D-3 Lampiran E Job Mix Formula Campuran Gradasi Hasil

Ekstraksi

E-1 s/d E-11

Lampiran F Job Mix Formula Campuran Gradasi Tanpa Ekstraksi

F-1 s/d F-12

Lampiran G Analisa Marshall G-1 s/d G-11

Lampiran H Data JMF Eksisting H-1 s/d H-3


(15)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jalan merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam memperbaiki dan membangun kehidupan masyarakat. Kontribusinya besar dalam rangka membina kehidupan dan keutuhan bangsa dan negara, meliputi aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan keamanan.

Sejauh ini masih banyak persoalan mendasar tentang pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan di Indonesia yang belum terselesaikan. Terbatasnya biaya pembangunan dan pemeliharaan yang bisa disediakan pemerintah, beban kendaraan yang susah untuk dikendalikan, pengaruh iklim tropis mempercepat kerusakan perkerasan jalan, akan berdampak kepada rendahnya kinerja perkerasan jalan. Pada akhirnya kondisi ini akan mengakibatkan tingginya biaya operasi kendaraan (vehicle operating cost) sehingga harga komiditi menjadi lebih mahal.

Secara konvensional penanganan kerusakan perkerasan seperti keausan, retak, bleeding, gelombang dan kerusakan surface lainnya dilakukan dengan memberi lapis tambahan (overlay) di atas perkerasan lama. Pelapisan ini akan berulang secara periodik sehingga badan jalan semakin tinggi, disamping mengurangi estetika juga mengakibatkan terganggunya sistem drainase terutama pada jalan-jalan di daerah perkotaan.


(16)

Penanganan dengan pola lapis tambahan juga dinilai memerlukan material baik aspal maupun agregat yang banyak, sementara perolehan agregat semakin langka, disamping itu harga aspal cenderung naik, seiring dengan naiknya harga minyak bumi.

Penggunaan teknik daur ulang sangat potensial untuk diterapkan pada rehabilitasi dan pemeliharaan perkerasan jalan dimana dari hasil uji pit yang sudah dilaksanakan pada perkerasan jalan beraspal di wilayah perkotaan dan jalan-jalan utama di Indonesia pada umumnya mempunyai ketebalan lebih besar dari 10 cm. Sedangkan kadar aspal rata-rata untuk beton aspal sekitar 5,5-6,5%, (Soedarmanto & Dardak, 1991).

Secara teknis proses daur ulang bisa dilakukan bila nilai sisa struktur minimal 40%, sehingga bahan dan material perkerasan yang akan didaur ulang secara kualitas masih layak untuk dipergunakan (penambahan dari agregat baru dan aspal baru tidak terlalu banyak), sehingga masih menguntungkan dari segi ekonomis dan dalam proses pengerjaannya.

Teknik daur ulang ini dilaksanakan dengan menggaruk lapis permukaan jalan dengan ketebalan tertentu, menggemburkan dan mencampurkan secara panas ataupun dingin dengan menambahkan aspal, agregat dan asphalt modifier bila perlu. Kemudian menggelarnya di atas jalan lama tanpa terjadi penambahan tinggi permukaan.

Pencampuran secara panas (hot mix) ataupun dingin (coldmix) pada dasarnya memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri, namun hotmix yang populer pada


(17)

penanganan jalan di Indonesia dinilai tidak cukup ramah lingkungan dan tidak hemat energi dimana proses pembakaran yang dilakukan menggunakan energi yang cukup banyak serta menyebabkan polusi udara.

Untuk itu perlu dikembangkan inovasi dan teknologi yang menghasilkan efisiensi, optimalisasi pemanfaatan bahan, pengembangan bahan alami, dan ramah lingkungan serta perkerasan yang berkualitas terutama untuk program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan pada daerah yang memiliki quary agregat terbatas.

Salah satu alternatif mengatasi permasalahan itu penggunaan teknik daur ulang dengan aspal emulsi. Aspal emulsi mempunyai bentuk fisik cair sehingga mudah untuk dihamparkan, tidak perlu dibakar sehingga bebas polusi dan mengurangi pemakaian BBM. Pelaksanaan campuran aspal emulsi bisa dilakukan dengan mesin pencampur aspal untuk pekerjaan skala besar, dan juga bisa dilakukan dengan peralatan pencampur sederhana (beton mollen) dan dilakukan di lapangan (insitu) untuk pekerjaan skala kecil.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah komposisi, gradasi dan keausan material dari bahan bongkaran aspal beton setelah melewati pembebanan selama umur pelayanan.

2. Bagaimanakan karakteristik perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok reclaimed asphal pavement pada perencanaan aspal beton campuran dingin. 3. Apakah Reclaimed Asphalt Pavement masih layak dipakai sebagai material


(18)

C. Batasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil yang lebih fokus dan terarah maka penelitian ini dibatasi hanya meliputi :

1. Bahan daur ulang aspal beton memakai material garukan Jalan Yogyakarta – Prambanan (BP – 03)

2. Aspal emulsi memakai produksi PT. Hutama Prima Cilacap dengan tipe CSS-1H. 3. Perkerasan lentur yang direncanakan adalah campuran dingin asphalt concrete

atau dense grade emulsion mixtures (DGEMs).

4. Pengujian menggunakan metode Marshall, ITS (Indirect Tensile Strenght), dan UCS (Uncofined Compressive Strenght) serta Uji Permeabilitas .

5. Pemadatan yang dilakukan untuk tiap sisi benda uji adalah 75 kali tumbukan. 6. Air yang dipakai untuk penelitian adalah dari PDAM Surakarta.

7. Penelitian dan validasi data dilakukan pada kondisi laboratorium. D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui komposisi, gradasi dan keausan material dari bahan bongkaran aspal beton setelah melewati pembebanan selama umur pelayanan.

2. Mengetahui karakteristik perkerasan lentur dengan memakai bahan pokok reclaimed material pada perencanaan aspal beton campuran dingin.

3. Mengetahui kelayakan Reclaimed Asphalt Pavement sebagai material perkerasan jalan untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan.


(19)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Dapat memberi solusi dan alternatif dalam mengatasi keterbatasan material perkerasan jalan sebagai sumber daya yang tidak bisa diperbaharui dengan memanfaatkan material bongkaran seoptimal mungkin.

2. Terjaganya geometri, elevasi permukaan, drainase, trotoar, serta utilitas jalan lainnya dari penambahan lapis perkerasan secara overlay.

3. Dapat memberikan solusi dan alternatif penerapan pembangunan yang ramah lingkungan serta pemakaian energi (bahan bakar) seminimal mungkin karena dilakukan dengan campuran dingin.

4. Menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembanganan keilmuan di bidang rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan sipil khususnya di bidang jalan.


(20)

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang dilakukan dalam penulisan dan penelitian pemanfaatan material daur ulang aspal beton untuk material aspal beton campuran dingin memakai aspal emulsi ini adalah tentang lapis perkerasan secara umum dan lapis perkerasan lentur khususnya serta sifat-sifat material perkerasan beton aspal yaitu agregat dan aspal secara fisik.

1. Konsep Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan

Lapisan perkerasan jalan selalu cenderung mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan. Maka untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi dan mempertahankannya pada tingkat yang layak, perlu dikelola pemeliharaannya dengan baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi sepanjang waktu. Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan yang mudah, lebih-lebih pada saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan kondisi cuaca yang kurang bersahabat.

Pemeliharaan jalan didefinisikan sebagai fungsi pelayanan, perbaikan dan pemulihan jalan dan menjaga jalan dalam kondisi yang aman, nyaman dan ekonomis selama masa pelayanannya. Tidak termasuk dalam pemeliharaan adalah aktivitas pembangunan kembali (rekonstruksi) dan rehabilitasi yang lebih besar (major rehabilitation). Meskipun dilaksanakan usaha pemeliharaan yang hati-hati


(21)

dan mantap, kemampuan pelayanan (service ability) jalan akan tetap mengalami kemunduran, sehingga ada saatnya jalan memerlukan rehabilitasi yang lebih besar (Wright dan Pequette, 1979).

Secara jelas konsep penanganan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

1

2 IP0

IPt Nilai Kemantapan

Rehabilitasi

Peningkatan

Penunjangan

Tingkat Pelayanan Mantap

Waktu Pembangunan Jalan

Tingkat Pelayanan tidak Mantap Tingkat Pelayanan Tidak Terukur 1 Batas Kemantapan

2 Batas Kekritisan

Gambar 2.1. Penanganan Kegiatan Pemeliharaan (Bina Marga).

Pada awal masa layan atau saat jalan baru selesai dibangun maka nilai kondisi fisik jalan adalah mantap dan diharapkan mampu memberikan pelayanan selama umur rencana. Agar kondisi pelayanannya dapat dipertahankan dan menurun secara wajar seperti yang diperhitungkan maka perlu dilakukan perawatan jalan yaitu kegiatan


(22)

merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan setempat secara terencana sesuai dengan kebutuhan.

Rehabilitasi jalan dilakukan pada setiap kerusakan diluar perhitungan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan secara tidak wajar pada segmen tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap.

Penunjangan jalan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan jalan pada kondisi tidak mantap atau kritis, agar tetap berfungsi melayani lalu lintas. Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan jalan yang bersifat darurat.

Peningkatan jalan dilakukan untuk memperbaiki kondisi jalan yang kemampuannya tidak mantap atau kritis, sampai suatu kondisi pelayanan yang mantap sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan struktural jalan sesuai dengan umur rencana.

Kondisi pelayanan mantap adalah kondisi pelayanan konstruksi sejak awal umur rencana (IP0 ) sampai dengan kondisi pelayanan pada batas kemantapan atau akhir umur rencana (IPt), dengan penurunan nilai kemantapan wajar. Yang termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Baik (B) dan sedang (S).

Kondisi pelayanan tidak mantap adalah keadan jalan yang berada diantara batas kemantapan sampai dengan batas kritis. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi rusak (R ) atau kurang baik (KB).

Kondisi kritis adalah keadaan dengan nilai kemantapan mulai dari batas kekritisan sampai dengan tidak terukur, dimana kondisi tersebut penyebabkan kapasitas jalan menurun. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Rusak Berat (RB) atau Buruk.


(23)

Menurut Organisation for Economic Co-Operation and Development terdapat hubungan yang erat dan nyata antara pembangunan dan pemeliharaan jalan jika ditinjau dari segi pembiayaan. Suatu jalan yang dibuat secara benar akan menghemat biaya pemeliharaan. Sebaliknya suatu standar perencanaan yang rendah akan mengurangi pembiayaan awal, tetapi biaya pemeliharaan akan menjadi tinggi Untuk itu harus dilakukan optimasi dengan mengingat studi ekonomi antara biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh serta pengetahuan tentang konsep konsep pemeliharaan (OECD, 1978).

Oglesby dan Hicks pada bukunya Highway Engineering menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemeliharaan (maintenance) dan rehabilitasi (Oglesby dan Hicks, 1932).

Hal yang sama dikemukakan oleh Wright dan Pequeete bahwa pemeliharaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencegahan (preventive) dan perbaikan (correction), sedangkan rehabilitasi merupakan tindakan perbaikan yang bersifat lebih luas terdiri dari :

1) Reconstruction, yaitu penggantian sistem lapis perkerasan yang ada dengan lapis perkerasan baru,

2) Overlay, yaitu penempatan lapis permukaan di atas sistem lapis perkerasan yang sudah ada, dan

3) Recycling, yaitu pengolahan kembali bahan lapis perkerasan yang sudah ada dan memasangnya kembali (Wright dan Pequeete, 1979).


(24)

Umur pelayanan perkerasan beraspal tergantung pada beberapa faktor antara lain jumlah dan berat beban lalu lintas, cuaca, kualitas material, kekuatan sub grade, drainase serta kualitas struktur lapis perkerasan itu sendiri. Pemeliharaan yang tepat pada waktunya akan dapat memperpanjang umur pelayanan lapis perkerasan. (The Asphalt Institute, IMS-20, 1981).

2. Konsep Perkerasan Daur Ulang

Konsep perkerasan daur ulang pada dasarnya merupakan upaya untuk melakukan penghematan energi dan bahan perkerasan seperti aspal dan agregat. Metoda daur ulang menjadi suatu pilihan yang menarik untuk rehabilitasi perkerasan. Daur ulang meliputi pengelupasan perkerasan, penghancuran, penambahan aspal atau bahan peremaja dan agregat baru jika diperlukan (Epps, 1980).

Salah satu keuntungan dari perkerasan beraspal atau lentur dibandingkan dengan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah material aspal dapat didaur ulang. Aspal yang menyelimuti material perkerasan dapat dilunakkan kembali kemudian digunakan beberapa kali baik dengan menambahkan aspal baru, agregat baru maupun bahan peremaja dengan berbagai metode pelaksanaan. Walaupun aspal dan agregat telah kehilangan beberapa sifat-sifatnya karena oksidasi, volatilisasi maupun pengaruh cuaca yang lain selama masa layan, namun kehilangan sifat-sifat ini relatif kecil pada lapis perkerasan dimana rongga udara lebih kecil dari 5%. Pada beberapa kasus, kedalaman yang lebih besar dari 1/4 inchi (± 0,6 cm) dari permukaan lapis keras, material aspal akan masih memiliki komposisi yang sama seperti saat pertama kali dihamparkan (Simanski, 1978).


(25)

Metode daur ulang juga bisa diterapkan untuk perbaikan kerusakan pada lapis pondasi. Lapis pondasi perkerasan lentur umumnya terdiri atas lapis yang tidak diberi aspahlt treatment (granular base course) dan lapis permukaan dengan bahan aspal. Pada awal pembangunan keduanya dalam kondisi baik, nilai struktural lapis perkerasan beraspal kurang lebih 2-3 kali nilai struktural lapis bergranular (Williams. 1978).

Teknik daur ulang bisa dilakukan pada perkerasan dengan lapis pondasi tanpa aspal atau granular base course dapat didaur ulang menjadi lapis pondasi beraspal (asphalt base course). Dengan tidak menambah tebal total, nilai struktural lapis perkerasan jalan dapat dinaikan, sehingga dapat memperbaiki serta meningkatkan kapasitas pelayanannya.

Metode daur ulang pada dasarnya dapat dilakukan melalui proses campuran panas (hot mix recycling), campuran dingin (cold mix recycling) dan lapis permukaan (surface mix recycling). Proses recycling dapat dilaksanakan insitu (in place) atau pada mesin pencampur aspal (in plant), sedangkan peralatan disesuaikan dengan metode daur ulang yang dipakai.

Pada dasarnya perbaikan lapis perkerasan dengan metode daur ulang dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan awal untuk mengetahui kondisi permukaan dan kondisi material perkerasan. Dari pemeriksaan awal ini akan diketahui metode apa yang sesuai untuk digunakan dalam teknik daur ulang maupun cara modifikasi yang harus dilakukan, agar menghasilkan lapis perkerasan daur ulang yang memenuhi kualitas dan kuantitas optimal yang direncanakan.


(26)

Pengambilan contoh material perkerasan yang akan di daur ulang dilakukan melakukan core drill pada ruas jalan yang akan ditangani. Bahan hasil core drill dari perkerasan, selanjutnya diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui kualitas dan sifat-sifat yang dimiliki.

Secara garis besar evaluasi bahan-bahan ini dibagi menjadi 3 yaitu : a. Evaluasi campuran perkerasan lama

b. Evaluasi agregat c. Evaluasi aspal.

a. Evaluasi Campuran Perkerasan Lama

Pemeriksaan campuran perkerasan diperlukan untuk mengetaui komposisi material pada campuran dan untuk mengetahui kualitas campuran perkerasan. Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah pemeriksaan maksimum specific gravity, density, dan pemeriksaan ekstraksi. Dari pemeriksaan density akan diketahui kepadatan campuran. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk menentukan volume bahan tambahan dalam proses daur ulang.

Besarnya rongga udara dalam campuran dapat dapat dihitung dari pemeriksaan density dan maximum specific gravity. Maksimum specific gravity ini menggambarkan kepadatan campuran yang sesungguhnya atau merupakan berat per unit volume tanpa rongga udara. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk menghitung kepadatan teoritis daur ulang yang direncanakan.

Besarnya komposisi agregat dan aspal dalam campuran diperoleh dari pengujian ekstraksi dengan demikian kadar aspal dalam campuran dapat diketahui.


(27)

b. Evaluasi Agregat.

Evaluasi agregat dilakukan setelah pemeriksaan ekstraksi. Agregat yang telah terpisah dari campuran perkerasan diperiksa untuk mngetahui gradasinya. Gradasi agregat ini diperlukan untuk menentukan kombinasi agregat yang harus ditambahkan ke dalam campuran kerja.

Persyaratan pokok yang harus dipenuhi oleh batuan yang akan dipergunakan sebagai bahan campuran lapis perkerasan jalan antara lain tahan terhadap kehausan, serta mempunyai kekerasan yang dapat mendukung beban kendaraan.

c. Evaluasi Aspal

Kandungan aspal dalam campuran perkerasan lama perlu diperiksa untuk mengetahui sifat fisiknya dan kualitas aspal serta seberapa jauh perubahan sifat-sifat fisik akibat pengaruh lingkungan dan pembebanan.

3. Campuran Aspal Beton

Aspal beton merupakan suatu bahan lapisan perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat kasar, agregat sedang, dan halus seta bahan mineral sebagai pengisi dengan aspal sebagai pengikat dalam perbandingan yang proporsional dan teliti serta diatur dalam suatu perencanaan campuran. Jika campuran tersebut dibuat dalam perbandingan yang semestinya diharapkan akan menghasilkan lapis perkerasan yang tahan lama dan mampu memikul beban lalu lintas sesuai rencana.

Asphalt Institute menyatakan aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambah. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan (Asphalt Institute 2001). Aspal beton digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan baik untuk jalan, dengan lalu lintas ringan sampai berat maupun landasan pacu lapangan terbang.


(28)

Aspal beton juga dibedakan berdasakan jenis aspal yang digunakan :

1) Aspal beton campuran panas (hot mix) aspal yang digunakan adalah aspal keras (asphalt cement)

2) Aspal beton campuran hangat (warm mix) aspal yang digunakan adalah aspal cair (cutback asphalt).

3) Aspal beton campuran dingin (cold mix) aspal yang digunakan adalah aspal emulsi (emulsion asphalt).

4. Aspal Beton Campuran Dingin

Campuran beraspal dingin adalah campuran yang terdiri dari aspal dingin (aspal emulsi atau aspal cair) dengan agregat bergradasi menerus, dicampur secara dingin, dan digunakan sebagai lapis permukaan maupun untuk penambalan (patching). Campuran beraspal dingin sebagai lapis permukaan mempunyai nilai struktural dan kedap air. Beberapa keuntungan dari campuran beraspal dingin adalah:

1) Tidak tergantung temperatur campuran karena berupa campuran dingin

2) Campuran dapat disimpan dalam waktu tertentu (tidak cepat mengeras), sangat praktis untuk pekerjaan penambalan.

3) Bertoleransi dalam menggunakan agregat yang lembab/agak basah.

4) Dapat dilaksanakan dengan peralatan yang relatif sederhana baik pencampuran maupun penghamparan.

5) Ramah lingkungan karena agregat tidak perlu dipanashan sehingga emisi debu rendah tidak menimbulkan asap.

Campuran dingin, yaitu campuran batuan dengan aspal tanpa memerlukan proses pemanasan. Beton aspal campuran dingin atau bisaa disebut Dense Graded


(29)

Emulsion Mixtures (DGEMs) adalah campuran dari bitumen emulsi (aspal cair, dingin dan siap pakai) dengan agregat bergradasi tertutup dicampur sebagai campuran dingin serta mengandung lebih banyak agregat halus dan filler dibanding agregat kasar (Brown, 1990).

Gradasi tertutup yaitu suatu komposisi yang menunjukan pembagian butir yang proporsional mulai dari ukuran terkecil sampai terbesar dengan material penyusunnya yang terdiri dari agregat kasar, agregat halusdan .filler.

Filler adalah agregat yang lolos saringan No 200, bersifat non plastis. Filler bersifat mendukung agregat kasar bersama dengan agregat halus dan binder. Filler dapat memperluas bidang kontak yang ditimbulkan butiran, sehingga mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser bertambah.

Aspal emulsi yaitu aspal yang dilarutkan dalam air melalui proses teknologi tertentu, berwarna coklat kehitaman dan encer. Bahan aspal emulsi adalah dari aspal keras dengan cara mendispersikan ke dalam air dengan bantuan bahan pengemulsi teremulsi homogen. Aspal emulsi mengandung butiran/ tetesan aspal yang terambur/tersebar di dalam air, campuran ini dicampur dengan cara mengemulsikan

agents (substansi jenis sabun). Aspal dilarutkan dengan air, hal ini dimaksudkan agar aspal yang dihasilkan lebih encer dan tidak memerlukan permanasan pada saat pencampuran (Wignall, et al, 1999).

Campuran emulsi bergradasi terbuka (Open Graded Emulsion Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi tunggal yang digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis permukaan, serta untuk penambalan.


(30)

B. Dasar Teori 1. Lapisan Perkerasan Jalan

Lapisan perkerasan jalan ialah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar (sub grade) dan berfungsi untuk memikul beban lalu lintas selanjutnya diteruskan dan disebarkan ke tanah dasar, sehingga beban yang akan diterima tanah dasar tereduksi dan tidak melebihi daya dukungnya. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jalan harus diperhitungkan dengan matang sehingga mampu mengatasi pengaruh beban lalu lintas maupun kondisi lingkungan.

Jenis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu

1) Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal.

2) Perkerasan kaku/tegar (rigid pavement), yaitu perkerasan dengan bahan ikat semen portland.

3) Perkerasan composit (composite pavement),

Pada prinsipnya komponen perkerasan lentur terdiri atas tiga bagian : 1) Lapis pondasi bawah (subbase course),

2) Lapis pondasi atas (base course), dan

3) Lapis permukaan (surface course) yang terdiri atas binder course (lapis pengikat) dan wearing course.


(31)

2. Bahan Perkerasan Aspal Beton

Bahan perkerasan jalan terdiri dari agregat sebagai bahan pokok dan bahan pengikat aspal untuk perkerasan lentur (flexible pavement) atau portland semen untuk perkerasan kaku (rigid pavement). Jenis, keadaan fisik, dan kualitas bahan baik untuk perkerasan lentur maupun kaku harus diperiksa di laboratorium untuk menjamin kesesuaiannya dengan spesifikasi yang disyaratkan. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan sebab bahan perkerasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kestabilan konstruksi jalan.

a. Aspal/ Bitumen

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pclayanan (DPU,1994). Umumnya aspal dapat diperoleh dari alam maupun residu hasil proses destilasi minyak bumi.

Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal alam dan aspal buatan.

Aspal alam adalah aspal yang terjadi secara alamiah di alam, dapat dibedakan menjadi dua kelompok :

1) Aspal danau (lake asphalt), aspal ini terdapat di danau Trinidad, Venezuela, dan Lawele. Aspal ini tersusun oleh bitumen, mineral dan


(32)

bahan organik lainnya. Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat tinggi.

2) Aspal batu (rock asphalt)

Aspal ini terdapat di Pulau Buton Indonesia dan Kentucky USA. Aspal ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12-35% dari massa batu tersebut dan rnemiliki tingkat penetrasi 0-40.

Aspal buatan atau aspal minyak dan merupakan hasil penyulingan minyak bumi. Minyak bumi disuling dengan proses destilasi yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut dengan disertai kenaikan temperatur pemanasan.

Aspal minyak dapat dikelompokkan menjadi : 1) Aspal keras (asphalt cement)

Aspal yang berbentuk solid pada suhu ruang dan menjadi cair bila dipanashan, maka di dalam penggunaannya perlu dipanashan terlebih dahulu. Persyaratan umum aspal keras adalah berasal dari destilasi minyak bumi, bersifat homogen. Kadar farafin dalam aspal tidak lebih dari 2 %, serta tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanashan sampai 175 C. (Bahan dan Struktur Jalan Raya,1995)

2) Aspal cair (cutback asphalt)

Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak seperti minyak tanah, bensin atau solar dan berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair dapat dibedakan menjadi 3 macam :


(33)

1. Aspal cair cepat mantap (RC, rapid curing), yaitu aspal cair yang cepat menguap dengan bahan pelarut bensin.

2. Aspal cair mantap sedang (MC, medium curing), yaitu aspal, cair yang memiliki kecepatan menguap sedang dengan bahan pelarut minyak tanah.

3. Aspal cair lambat mantap (SC, slow curing), yaitu aspal cair yang lambat menguap dengan bahan pelarut solar.

Aspal cair dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat).

3) Aspal Emulsi

Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal. Pada proses ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung emulsifier (emulgator). Jenis emulsifier yang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan kecepatan pengikatan maka aspal emulsi dapat dibedakan menjadi :

1. CRS : Cationic Rapid Setting (kecepatan pengikatannya cepat) 2. CMS : Cationic Medium Setting (kecepatan pengikatannya sedang) 3. CSS : Cationic S1ow Setting (kecepatan pengikatannyya lambat)

Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas:


(34)

1. Aspal Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan listrik positif

2. Aspal Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang butiran aspalnya bermuatan negatif.

3. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak bermuatan listrik.

b. Agregat

Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran yang terdiri dari berbagai butiran atau pecahan.

Jumlah agregat pada campuran perkerasan umumnya adalah 90 % – 95 % berat, atau 75 % – 85 % volume.

Agregat adalah kombinasi dari pasir, krikil, batu pecah, slag atau material lainnya yang digunakan sebagai salah satu bahan untuk pengikat pada campuran beton, macadam, mastic, mortar, plaster dan kegiatan manufaktur lainnya. Agregat merupakan faktor yang paling penting dalam biaya konstruksi perkerasan, berdasarkan hitungan lebih dari 30 % biaya total konstruksi (Kenneth, et al (1998).

Agregat yang digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar campuran beraspal, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumus perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3%, berat jenis (bulk specific grafity) agregat kasar dan agregat halus minimum 2,5 dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2 (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).


(35)

Agregat menurut ukuran butirnya diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1) Agregat kasar (course aggregate), mempunyai ukuran antara 2,36 mm sampai 20 mm, jenisnya; gravel, crushed aggregate atau artificial aggregate.

2) Agregat halus (fine aggregate), mempuyai ukuran antara 0,075 mm sampai 2,36 mm, jenisnya; pasir sungai alam, pasir laut, bottom ash, crushed fines. 3) Agregat pengisi ( fine filler ), mempunyai ukuran antara 2 micron sampai

0,075 mm, jenisnya; limestone powder, ordinary portland cement, fly ash, extractasbuton dan gilsonit.

Berdasarkan bentuk butiran, yaitu ada beberapa butiran agregat seperti kubikal (cubical), bulat (rounded), tidak teratur (irreguler) dan lain-lain.

Suparma menyatakan bahwa dalam lapis keras agregat dapat diklasifikasikan agregat menjadi :

1) Batuan alam (natural aggregate) terdiri dari gravel, yaitu agregat yang langsung dari quarry, permukaannya bulat mempunyai kelekatan terhadap aspal rendah dan kualitasnya kurang.

Agregat ini juga dikenal dengan istilah pit atau benkrun agregat (pitrun) dalam bentuk pasir dan kerikil, merupakan agregat yang tersingkap mengalami erosi dan degradasi akibat proses fisika dan proses kimia secara alami. Hasil proses tersebut kemudian terbawa oleh angin, air, es yang bergerak dan kemudian diendapkan sebagai tanah/daratan dalam berbagai


(36)

bentuk. Endapan kerikil tersebut tercampur dengan perbandingan yang tidak teratur dari pasir bahkan lempung.

Pasir laut umumnya seragam, sedangkan pasir sungai mengandung sejumlah kerikil, lempung dan lanau.

2) Agregat batu pecah sebagai hasil pengolahan mesin pemecah batu (stone crusher) atau dipecah secara manual kemudian disaring . Hal ini dilakukan untuk meningkatkan mutu agregat baik ukuran butir, gradasi maupun bentuk serta susunan permukaannya dari bulat menjadi bersudut dan kasar mempunyai daya lekat tinggi serta kualitas baik. Pemecahan agaregat yang berasal dari batu gunung dan crushed run berasal dari agregat asal sungai (crushed pit-run).

3) Artificial aggregate, hasil dari manufactured, ini menjadi penting karena ramah lingkungan dan bisaanya berasal dari limbah, seperti: steel slag, bottom ash, crushed brick sythetic aggregate, soil cement, crushed waste concrete, dan granulated waste plastic (Suparma, 2001).

Berdasarkan Engineering Properties, yaitu pada cara ini kadang-kadang ditemui pada jenis batu (menurut ilmu batuan) yang sama tetapi sifatnya berbeda. Berdasarkan proses alami terbentuknya batuan, yaitu pada cara ini akan didapat agregat yang berasal dari:

1) Batuan alami: batuan beku (igeous rock), batuan sedimen (sedimentary),

batuan metamorf (metamorphic rock).

2) Batuan buatan (artificial rock).


(37)

Berdasarkan tekstur permukaan (surface texture), yaitu tekstur permukaan agregat dapat berbentuk kasar, sedang dan halus.

Khusus bahan jalan dari sisa/ bekas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Kelas I : Bahan yang berpotensi tinggi karena karakteristik bahannya secara alami, contoh : Steel slag, Nicle slag, Demoltion waste, Colliery spoil.

2) Kelas II : Bahan yang memerlukan proses lanjut karena kualitasnya tidak masuk kategori I, contoh : Cooper slag, Quarry waste, Mine refuse, Tyres and Rubbers.

3) Kelas III : Bahan yang tidak masuk kategori I dan II dan hanya digunakan pada kondisi tertentu, contoh : ceramic and refractory waste, mine waste

dan waste glass and cullet.

4) Kelas IV: Bahan yang tidak dapat dipergunakan untuk perkerasan jalan, contoh: selain yang termaksud kategori I, II dan III.

c. Bahan Pengisi (Filler)

Totomiharjo menyatakan filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan no.30 (595 μ) US StandardSievedan 65% lewat ayakan no.200 (74 μ). Bahan

filler berupa debu batu, kapur, portland cement atau bahan lain (Totomiharjo, 1994). Semen portland, sebagai bahan pengisi (filler) rongga harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki dan tidak menggumpal sehingga akan memberikan ikatan atau senyawa yang lebih baik secara kualitas, kekuatan, tahanan, warna, kehausan. Pengaruh semen dalam campuran perkerasan jalan antara lain adalah kekuatan awal


(38)

tinggi, reaksi dengan agregat kuat, mengikat dengan cepat, mengurangi bleding dan retak.

Sedangkan debu batu (stonedust) yang digunakan sebagai filler harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% dan mempunyai sifat non plastis (Departemen PU, 2007)

Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viscositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly dalam meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar rongga udara (air void) dalam campuran.

Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi, karena terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan mengakibatkan campuran menjadi getas (brittle) dan akan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan mengakibatkan campuran akan terlalu lunak pada saat cuaca panas (Hatherly, 1967).

3. Spesifikasi dan Persyaratan Bahan Campuran Aspal Dingin a. Spesifikasi Aspal Cair/Aspal Emulsi

Campuran beraspal dingin mengunakan jenis aspal emulsi kationik (CSS/CMS) atau aspal cair mantap sedang (MC). Tipe aspal emulsi kationik dan aspal cair mantap sedang (MC) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1


(39)

Tabel 2.1. Tipe Aspal Untuk Campuran Beraspal Dingin

Aspal untuk campuran

beraspal dingin Standar rujukan Tipe aspal yang digunakan Aspal Emulsi Pd. S-01-1995-03 CMS-2, CMS-2h, CSS-1, CSS-1h Aspal Cair SNI 03-4799-1998 MC-250, MC-800, MC-3000 Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum

Persyaratan tipe aspal emulsi kationik (CSS/CMS) atau aspal cair mantap sedang (MC), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Persyaratan Aspal Emulsi Kationik (AASHTO D M 208-98) Jenis Aspal Emulsi

CMS-2 CMS-2h CSS-1 CSS-1h

Jenis Pengujian

Min. Mak. Min. Mak. Min. Mak. Min. Mak. Kekentalan Saybolt Furol pada 25°C, detik - - - - 20 100 20 100 Kekentalan Saybolt Furol pada 50°C, detik 50 450 50 450 - - - - Test stability penyimpanan 24 jam (%) - 1 - 1 - 1 - 1 Kelekatan dan daya tahan terhadap air :

- Kelekatan agregat kering Baik Baik

- Kelekatan agregat basah Sedang Sedang

Muatan listrik Positif Positif positif Positif Analisa ayakan (saringan #20) (%) 0,10 0,10 0,10 0,10 Penyulingan :

% Minyak terhadap volume emulsi 12 12

Residu (%) 60 65 57 57

Uji terhadap residu :

- Penetrasi 25°C, detik, 100 gr 5detik, (d )

100 250 40 90 100 250 40 90

- Daktilitas 25°C, detik, 5 cm/menit, (cm) 40 40 40 40 - Kelarutan pada Trichlorethilene, (%) 97,5 97,5 97,5 97,5 Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum


(40)

Tabel 2.3. Persyaratan Aspal Cair Mantap Sedang (SNI 03-4799-1998) Jenis Aspal Cair

MC-250 MC-800 MC-3000 Jenis Pengujian Metode Pengujian

Min. Mak. Min. Mak. Min. Mak. Kekentalan kinematic, pada

60°C, Centistokes SNI 06-6721-2002 250 500 800 1600 3000 6000 Titik nyala (TOC), °C

SNI 06-6722-2002 66 - 66 - 66 -

Penyulingan: SNI 06-2489-1991

- Penyulingan sampai 225 °C 0 10 - - - -

- sampai 260 °C 15 55 0 35 0 15

- sampai 315 °C 60 87 45 80 15 75

- sisa pada 360 °C 67 - 75 - 80 -

Daktilitas, 5 cm/menit, cm SNI 06-2432-1991 100 - 100 - 100 - Kekentalan absolute pada 60

°C, poise SNI 03-6440-2000 300 1200 300 1200 300 1200 Kelarutan dalam TCE, % SNI 06-2438-1991 99 - 99 - 99 - Kadar air, (%) SNI 06-2490-1991 - 0,2 - 0,2 - 0,2 Uji bintik SNI 03-6885-2002 negatif Negatif Negatif Penetrasi, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 120 250 120 250 - - Pelekatan dalam air, %

permukaan SNI 03-2439-1991 80 - 80 - 80 -

Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum

b. Persyaratan Agregat

Agregat yang akan digunakan harus bersih dari berbagai material yang tidak diinginkan, sebaiknya digunakan agregat hasil produksi dari mesin pemecah batu agar keseragaman ukuran agregat dapat terjamin. Untuk coldmix menggunakan aspal emulsi kadar air agregat yang diperbolehkan 3% atau lebih dan kadar air untuk campuran dingin dengan menggunakan aspal cair mantap sedang harus kurang dari 3%. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3%. Berat jenis agregat kasar dan agregat halus minimum 2,5 dengan perbedaan tidak boleh lebih dari 0,2.

1) Agregat Kasar

Agregat kasar adalah yang tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan lain yang tidak


(41)

dikehendaki lainnya. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

Nilai abrasi maksimum 40% (SNI 03-1971-1990)

b.

Kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95% (SNI 03-2439- 1991)

c.

Indek kepipihan maksimum 10% (ASTM D-4791)

d.

Butiran yang memiliki 2 bidang pecah minimum 65%.

2) Agregat halus

Agregat halus dapat berupa pasir alam atau produk mesin pemecah batu yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, bebas dari lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

Nilai setara pasir minimum 50% (SNI 03-4428-1997)

b.

Penggunaan pasir alam maksimum 15%.

3) Gradasi agregat campuran

Menurut Asphalt Institute analisa gradasi agregat dan campuran agregat untuk mendapatkan gradasi agregat yang diinginkan merupakan langkah penting dalam merancang campuran aspal panas. Gradasi agregat harus memenuhi persyaratan gradasi dari spesifikasi proyek dan membuat campuran memenuhi kreteria metode desain campuran. Gradasi harus disusun dengan susunan agregat yang paling ekonomis dan dapat memberikan kualitas yang baik (Asphal Institute, MS-2, 1997)


(42)

Agregat suatu bahan lapis perkerasan yang merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu disebut gradasi agregat. Gradasi terdiri dari :

1. Gradation Master Bands;

Gradasi ini mempunyai nilai maksimum dan minimum presentase lolos setiap diameter saringan pada setiap spesifikasi jenis gradasi campuran. Distribusi gradasi agregat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gradasi menerus (well graded), gradasi timpang (gap graded) dan gradasi seragam ( uniform graded).

2. Gradation Control Points (CP) dan Restricted Zone (RZ);

Gradasi ini mempunyai batasan yang lebih besar sehingga target gradasi bisa dibuat lebih banyak.

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam pekerjaan. Menurut jenisnya gradasi agregat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Gradasi seragam (uniform graded ), gradasi ini mempunyai ukuran butiran yang hampir sama atau sejenis.

2. Gradasi terbuka/timpang (openlgap graded ), terdiri dari agregat halus dalam jumlah yang terbatas sehingga tidak cukup untuk mengisi ruang antara agregat kasar.


(43)

3. Gradasi rapat/menerus (dense/ well graded ), agregat ini memiliki susunan ukuran butir dari butiran halus hingga butiran kasar, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded).

Gradasi agregat gabungan untuk campuran ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat, harus memenuhi batas toleransi yang ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal Dingin

Jenis Aspal Aspal Emulsi (CMS/CSS) Aspal Cair (MC)

Ukuran Butiran (mm) 19 9,5 19 9,5

Tebal nominal Lapisan

(mm) 40 20 40 20

Ukuran Saringan

Mm Inci Persentase agregat terhadap total agregat yang lolos saringan

25 1” 100 100

19,0 ¾” 80 – 100 100 95 - 100 100

12,7 ½” 65 – 80 75 - 100 - -

9,5 3/8” 53 - 70 60 - 85 60 - 75 85 - 100

4,75 No.4 30 - 50 35 - 55 - -

2,36 No.8 18 - 34 20 - 35 15 - 25 15 - 25

0,300 No.50 8 - 20 10 - 22 - -

0,075 No.200 2 - 8 2 - 10 3 - 5 3 - 6

Kadar aspal residu (%) 3,3 - 5,5 3,9 - 6,2 5,0 - 5,5 5,5 - 6,0

Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum

Catatan :

- Kadar Total Residu = Kadar aspal residu efektif + % aspal residu yang terabsorsi oleh agregat.

- Kadar aspal cair = 100 x kadar aspal yang diperlukan (100 - % minyak tanah pada aspal cair) - Kadar aspal emulsi = 100 x kadar yang diperlukan

(100 - % air dalam emulsi)

c. Persyaratan Bahan Pengisi


(44)

semen portland, atau bahan serupa lainnya. Penggunaan bahan pengisi maksimum sebesar 2%.

4. Perencanaan Campuran Beraspal Dingin a. Campuran Dengan Aspal Emulsi

Langkah-langkah untuk penentuan kadar aspal optimum adalah sebagai berikut: 1) Agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan ketentuan di atas

dan gradasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi gradasi agregat pada Tabel 2.4.

2) Aspal emulsi yang digunakan sudah ditentukan tipenya dan harus memenuhi persyaratan pada Tabel 2.2.

3) Air, yang digunakan untuk membasahi agregat yang akan dicampur adalah air tawar yang bersih.

4) Kadar aspal emulsi perkiraan yang direncanakan menggunakan rumus : P = ( 0,05 A + 0,1 B + 0,5 C) x 0,7.……….………(2.1) dimana :

P = Kadar aspal emulsi rencana

A = Persentase agregat tertahan saringan No.8

B = Persentase agregat lolos saringan No.8 tertahan No.200 C = Persentase agregat lolos saringan No.200

5) Persen aspal baru dalam campuran daur ulang dihitung dengan menggunakan rumus :

R PaxPp

P ( )

Pr= − ……….…………..………....…(2.2)

dimana :


(45)

P = Kadar aspal perkiraan Pa= Persentase aspal dalam RAP

Pp= Persentase RAP dalam campuran dinyatakan dalam desimal R = 1,0 untuk asphal cement

0,6 sampai 0,65 untuk aspal emulsi 0,7 sampai 0,8 untuk aspal cut back

6) Menentukan kadar air penyelimutan agregat dengan penambahan air dengan interval 1% yang dimulai dari keadaan agregat pada kadar air kering permukaan jenuh (ssd).

7) Menetukan kadar air pemadatan dengan memadatkan campuran pada kadar aspal perkiraan dengan kadar air interval naik 1% dan turun 1 % dari kadar air penyelimutan sebanyak 5 benda uji dan dipadatkan sesuai prosedur Marshall kemudian dilakukan perhitungan volumetrik sehingga didapatkan kadar air pemadatan optimum.

8) Menentukan kadar aspal emulsi optimum dengan menggunakan prosedur pengujian Marshall modifikasi yaitu benda uji dites pada stabilitas kering dan stabilitas basah setelah benda uji yang direndam selama 4 hari.

9) Buat grafik hubungan variasi kadar aspal residu dengan kepadatan, stabilitas, rongga terhadap campuran, kelelehan, dan kehilangan stabilitas setelah perendaman selama 4 hari.

Tabel 2.5. Sifat-sifat campuran beraspal emulsi

Uraian Persyaratan

Stabilitas (kg) Min. 300

Rongga terhadap campuran (%) 2 – 8

Penyerapan setelah 4 hari rendaman (%) Maks. 4 Kehilangan stabilitas setelah divacuum (%) Maks. 50 Sumber Puslibang Jalan dan Jembatan


(46)

b. Campuran Dengan Aspal Cair Mantap Sedang

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan kadar aspal optimum adalah:

1) Agregat yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan dan gradasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi gradasi agregat pada Tabel 2.4.

2) Aspal cair yang digunakan sudah ditentukan tipenya dan harus memenuhi salah satu persyaratan pada Tabel 2.3.

3) Aspal cair pada saat akan dicampur harus dipanaskan terlebih dahulu untuk mencapai viskositas pencampuran yang diinginkan. Temperatur pemanasan sesuai dengan tipe aspal cair sebagai berikut; MC-250 = 60°C, MC-800 = 90°C dan MC-3000 = 100°C.

4) Menentukan kadar aspal cair optimum yang direncanakan, dilakukan dengan menggunakan prosedur pengujian Marshall, dan dipadatkan dengan 50 kali tumbukan untuk setiap sisi. Campuran yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan sifatsifat campuran seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6.

5) Buat grafik hubungan variasi kadar aspal residu dengan kepadatan, stabilitas, rongga terhadap campuran, kelelehan.

Tabel 2.6. Sifat-Sifat Campuran Beraspal Cair

Uraian Persyaratan

Stabilitas (kg) Min. 300

Rongga terhadap campuran (%) 2 – 8


(47)

5. Karakteristik Campuran Aspal Beton

Karakteristik campuran aspal beton mesti dapat memberikan jaminan bahwa lapisan perkerasan kuat menahan beban lalu lintas, aman untuk dilalui pemakai, serta juga memiliki tingkat kenyamanan bagi pengendara.

a. Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi permanen, dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Stabilitas sendiri menunjukan kekakuan campuran. Untuk bebagai agregat stabilitas meningkat seiring dengan kepadatan partikel yang tertekan dan gradasi yang rapat serta pemadatan yang cukup.

Asphalt Institute menjelashan bahwa dua sifat yang diperoleh dengan menggunakan metode marshall adalah stabilitas dan kekelahan. Melalui metode marshall juga diperoleh analisa rongga yang dilakukan dengan pengukuran terhadap benda uji dan menghasilkan parameter-parameter seperti, kepadatan (density), VMA (void in mineral aggregate), VITM (void in the mix), VFWA (void filled with asphalt), nilai stabilitas, kelelehan (flow), dan MQ (Marshall Quotient) merupakan hasil bagi stabilitas dan kelelahan. Nilai MQ dipakai sebagai pendekatan tingkat kekakuan dan fleksibilitas campuran (Asphalt Institute MS-2 , 1997).

S = p x k x h x 0,4536 ...(2.3) dimana :

S = Stabilitas (kg)

p = pembacaan stabilitas alat (lb) k = faktor kalibrasi alat

h = koreksi tebal benda uji 0,4536 = konversi satuan dari lb ke kg


(48)

MQ = S/F ...(2.4) dimana :

MQ = Marshall Quotient (Kg/mm) S = Nilai stabilitas terkoreksi F = nilai flow

b. Flow

Flow pada pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur (dinyatakan dalam satuan mm). Pengukuran flow dilakukan bersamaan dengan pengukuran stabilitas Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal, viscositas aspal, suhu, gradasi, dan jumlah pemadatan. Nilai flow yang tinggi adalah indikasi sifat campuran elastis dan mampu mengikuti deformasi akibat beban. Flow juga mengindikasikan fleksibelitas campuran , dimana fleksibelitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengunakan gradasi senjang, aspal penetrasi tinggi dan kadar aspal yang tinggi.

c. Durabilitas

Suparma menyatakan durabilitas (awet) yaitu ketahanan terhadap cuaca/ iklim/ pelapukan dan perusakan dari beban roda kendaraan yang masuk dalam "Durabel" (tahan dan awet). Tahan terhadap pengaruh oksidasi dan suhu udara, tahan terhadap aksi perusakan air, tidak mudah pecah/ kokoh akibat tumbukan roda (resistance to brittle cracking) (Suparma, 2007).

Asphalt Institute menyatakan bahwa durabilitas adalah kemampuan atau daya tahan suatu perkerasan terhadap beberapa faktor seperti perubahan-perubahan dalam


(49)

bitumen yang disebabkan oleh oksidasi, disintegrasi agregat, dan pelepasan lapisan-lapisan bitumen dari agregat akibat kondisi basah dan beban lalulintas (Asphalt Institute, MS-22, 1983)

d. Skid Resistance

Skid resistance menunjukkan kekesatan pennukaan untuk mengurangi slip pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan perkerasan walaupun tidak sarnpai tcrjadi aquaplaning. Skid resistance dari aspal porus yang basah pada kecepatan tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis perkerasan lain.

e. Berat Jenis Campuran(Specific Gravity)

Berat Jenis Campuran (Specific Gravity) adalah perbandingan antara persen berat tiap komponen pada campuran dan Specific Gravity tiap komponen. Besarnya berat jenis campuran penting untuk menentukan besarnya porositas. Berat jenis campuran (Specific Gravity) diperoleh dari rumus berikut:

SGb Wb SGf

Wf SGagr

Wa SGmix

% %

%

100

+ +

= …………...…...…………(2.5)

dimana :

SGmix = Specific Gravity (berat jenis) cumpuran (gr/cm3) %W = % Berat tiap komponer pada campuran

SG = Specific Gravity tiap komponen (gr/cm3) (agr) = agregat, f =filler, b=aspal)


(50)

f. Kepadatan (density)

Selain Specific Gravity campuran, untuk menentukan besarnya porositas juga menggunakan densitas (kepadatan) campuran.

h d

Ma D 4 2

π

= ………...………..… (2.6)

dimana :

D = Berat isi (Densitas) Ma = Berat benda uji di udara d = diameter benda uji h = tebal rata-rata benda uji

g. Porositas (VIM)

Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan. Fungsi utama dari aspal porus yaitu untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan.

100

1 x

SGmix D Po

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

⎡ +

= ………...……(2.7) dimana :

Po = Porositas (VIM) benda uji (%)

D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)

SGmix = Specific gravity campuran (gr/cm3)

h. Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test)

Unconfined Compressive Strength Test ini suatu metode untuk mengetahui kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan pembebanan secara vertikal. Hal


(51)

ini menunjukkan langsung berapa beban yang mampu ditumpu perkerasan di lapangan.

Pengujian ini menggunakan mesin Marshall Test yang telah dimodifikasi. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut dilakukan dengan perhitungan rumus :

A P co

f' = ……...………...……… (2.8) dimana :

f’c = nilai Unconfined Compressive Strength (kPa) P = beban maksimum (KN)

A = luas permukaan benda uji tertekan (mm2)

i. Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test)

Pengujian kuat tarik tidak langsung bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik dari asphalt concrete. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya retak di lapangan.

) . ( 14 , 3

2

d h x

Ft

Sr= ……….……….(2.9)

dimana :

Sr = Gaya tarik tidak langsung Pa (psi) Ft = Kegagalan total beban vertikal N (lb) H = Tinggi benda uji mm (inc) D = diameter benda uji mm (inc)

j. Permeabilitas

Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir (fluida)baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas


(52)

campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm²) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k adalah :

………. …...(2.10) dimana:

γ = berat jenis zat alir (gr/cm³) µ = viskositas zat alir (gr.detik/cm²) K = Permeabilitas (cm²)

k = koefisien permeabilitas (cm/detik)

Permeabilitas campuran asphalt concrete dapat diukur dengan nilai yang menunjukkan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt). Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan dari hukum Darcy dalam Suparma (1997) adalah sebagai berikut :

………..………...………….. (2.11)

Rumus di atas diturunkan menjadi :

……..………..…………...….... (2.12) ……….……….………..…... ( 2.13) ……….………...……... ( 2.14) dimana :

q = = debit rembesan (cm³/detik) V = volume rembesan (cm³)

T = lama waktu rembesan terukur (detik)


(53)

h = = selisih tinggi tekanan total, (cm) P = tekanan air pengujian, (dyne/cm²)

γair = ρair x g = berat unit, (980,7 dyne/cm²)

A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²)

Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran Asphalt Concrete (AC) dapat diklarifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam suparma (1997) menetapkan pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti pada tabel 2.7 berikut :

Table 2.7. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas

K (cm/detik) Permeabilitas

1.10-8 1.10-6 1.10-4 1.10-2 1.10-1

Impervious Practically impervious

Poor drainage Fair drainage Good drainage

Sumber : Mullen, 1967

Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16 yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.


(54)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian pada penulisan tesis ini adalah metode eksperimen, dimana kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium, menggunakan bahan garukan atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) jalan Yogyakarta – Prambanan (BP-03).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah pada Laboratorium Transportasi JTS-FT Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Waktu Penelitian

Penelitian Tesis ini dilakukan mulai minggu pertama Juli 2008 sampai akhir minggu ke dua Desember 2008, jadwal terinci dapat sebagaimana jadwal berikut : Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Tesis

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 Pengajuan Proposal

2 Seminar Proposal

3 Pengambilan Sampel Material

4 Pembuatan Sampel di Laboratorium

5 Perawatan Benda Uji

6 Pengujian Benda Uji

7 Analisis data dan Pembahasan

8 Pengajuan Laporan Tesis

9 Seminar Pra Pendadaran

10 Ujian Komprehensif

11 Revisi Tesis

12 Pengumpulan Tesis Final

Sept. Okt. Nop.

No Kegiatan

Bulan

Ket

Juli Agust. Des. Jan.'09 Feb. Mar.


(55)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu pengumpulan data-data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari penelitian ini, sedangkan data sekunder adalah data yang telah tersedia sebelumnya atau data yang diambil dari penelitian lain.

1. Data Primer

Data primer yang didapat dari penelitian langsung di laboratorium adalah :

1) Data Pemeriksaan Ekstraksi RAP

2) Data Hasil Abrasi dengan Mesin Los Angeles

3) Data pemeriksaan kadar air penyelimutan

4) Data pemeriksaan kadar air pemadatan

5) Data pembacaan nilai stabilitas

6) Data pembacaan nilai flow

7) Data kadar aspal emulsi optimum (Optimum Bitumen Content)

8) Data kuat tekan (Unconfined Compressive Strenght)

9) Data kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strenght)

10) Data Pengujian Permeabelitas 2. Data Sekunder

Data sekunder yang telah ada sebelumnya yaitu :

1) Data gradasi agregat

2) Data berat jenis agregat


(56)

4) Data kadar air dalam aspal emulsi

5) Data berat jenis aspal emulsi

6) Data nilai residu aspal emulsi

7) Data pemeriksaan filler fly ash

E. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain : a) Bahan Bongkaran/Reclaimed Asphalt Pavement

Bahan utama percobaan di laboratorium adalah bahan bongkaran lapis perkerasan jalan Yogyakarta – Prambanan (Packege BP-03) yang dibangun pada tahun Anggaran 2000-2001 melalui Heavy Loaded Road Improvement Project – II dibiayai oleh Loan JBIC IP-466. Saat dilakukan pembongkaran untuk proses daur ulang umur pelayanan sudah 9 tahun.

b) Aspal Emulsi

Aspal emulsi yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal emulsi CSS1 produksi PT.Hutama Prima, Cilacap.

c) Agregat

Agregat peremaja atau tambahan yang digunakan berasal dari PT. Stone Crusher Masaran. Garadasi yang digunakan adalah gradasi DGEMs dari DPU (Departemen Pekerjaan Umum).

d) Filler


(57)

e) Air

Air digunakan untuk mempermudah pencampuran antara aspal emulsi dan agregat.

2. Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penilitian ini seluruhnya berasal dari Laboratorium Jalan Raya JTS FT-UNS. Alat-alat yang digunakan antara lain :

1) Alat Pembuat Benda Uji

a) Satu set saringan (sieve) standar ASTM beserta alat penggetar ( sieve shaker).

b) Oven lengkap dengan pengatur suhu.

c) Termometer.

d) Timbangan triple beam dengan ketelitian 0,1 gram.

e) Timbangan digital dengan ketelitian 1 gram.

f) Wadah air.

g) Satu set alat pencampuran (sendok, dan baskom plastik kecil).

h) Plastik bening dengan ukuran 28cm x 15cm.

i) Satu set cetakan (mold) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm dan tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung.

j) Satu set alat pemadat briket (compactor) yang mempunyai permukaan rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm (l8 inc).

k) Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan sejenisnya), berukuran kira-kira 20x20x45cm (12"x12"xl") yang dilapisi dengan plat besi 304,8 x 304,8 x 25,4 mm dibagian dasarnya.


(58)

l) Oli mesin bekas untuk memudahkan mengeluarkan benda uji dari mold.

m) Dongkrak hidrolis untuk mengeluarkan benda uji dari mold.

Gambar 3.1. Alat Pembuat Benda Uji : Oven dan Compactor 2) Alat Uji Marshall

Alat yang digunakan adalah Marshall Test dengan kelengkapan sebagai berikut:

a) Ujung penekan (breaking head) berbentuk lengkung.

b) Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500-5000 kg dilengkapi dengan arloji tekan.

c) Alat pengukur kelelehan (flow).

d) Ember untuk merendam benda uji sebelum dilakukan pengujian.


(59)

3) Alat Uji ITS (Indirect Tensile Strenght)

Alat yang digunakan sama dengan alat uji marshall hanya ada modifikasi pada bidang penekan berbentuk persegi panjang (tidak melengkung) dengan ukuran 80 mm x 12.7 mm dan variasi suhu yaitu suhu ruang (25 °C) dan 40 °C. Variasi suhu di sini adalah untuk mengetahui kuat tarik tidak langsung benda uji di lapangan seperti kita tahu bahwa suhu perkerasan jalan pada siang hari di Indonesia adalah sekitar 40°C.

12,7 mm 80 mm

Gambar 3.3. Ukuran bidang penekan pada uji ITS.


(60)

4) Alat Uji UCS (Unconfined Compressive Strenght)

Alat yang digunakan sama dengan alat uji marshall hanya ada modifikasi pada bidang penekan datar dengan luas bidang Iebih besar dari benda uji dan posisi benda uji tegak lurus dan variasi suhu yaitu suhu ruang (25 °C) dan 40 °C. Variasi suhu di sini adalah untuk mengetahui kuat tekan benda uji di lapangan seperti kita tahu bahwa suhu perkerasan pada siang hari di Indonesia adalah sekitar 40°C.

Gambar 3.5. Modifikasi Pada Uji UCS (Unconfined Compressive Strenght) 5) Alat Uji Permeabilitas

Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari, alat ukur tekanan: 35 kg/cm² (tekanan tinggi) dan 10 kg/cm² (tekanan rendah), tekanan normal: 3-10 kg/cm² (dengan katup pengatur tekanan), tabung gas Nitrogen (N2)m, tangki air pengumpul tekanan, bejana rembesan, tabung pengukur 1000cc


(61)

Gambar 3.6. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16

5) Alat Penunjang

Alat penunjang dalam penelitian ini yaitu sarung tangan, jas laboraturium, kunci L, obeng dan lain-lain.

F. Benda Uji

Benda uji pada penelitian ini adalah campuran daur ulang cara dingin asphalt concrete ( Dense Graded Emulsion Mixture) berbentuk silinder dengan ukuran diameter 101,45 mm dan berat 1100 gram.

Nilai OBC (Optimum Bitumen Content) benda uji harus dicari terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan uji UCS (Unconfined Compressive Strenght) dan ITS (Indirect Tensile Strenght).

Untuk jumlah benda uji yang akan dibuat akan disajikan pada tabel di bawah ini :


(62)

Tabel 3.2. Jumlah Benda Uji

No. Jenis Benda Uji/Pengujian Keterangan Jumlah Benda Uji

1. Kadar Air Penyelimutan Kadar air :1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan kadar aspal perkiraan

5

2. Kadar air pemadatan Kadar aspal perkiraan dan kadar air perkiraan

5

3. Penentuan OBC Kadar aspal : + 1 dan -1 kadar aspal perkiraan

2x(3+3) x 5 = 60 1)

4. UCS OBC 2x3 x 2=122)

5. ITS OBC 2x3 x2=122)

6 Uji Permeabilitas OBC 2x3= 6

Total Benda Uji 105 buah 1)

3 benda uji untuk oven curing dan 3 benda uji untuk soaked conditioning curing. 2)

3 benda uji tiap variasi suhu yaitu 25°C dan 40°C.

G. Prosedur Pembuatan Benda Uji 1. Pekerjaan Persiapan

Pada tahap persiapan ini diperlukan semua data sekunder, bahan-bahan, alat-alat dan urutan pekerjaan sebagai berikut :

1) Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

2) Menyaring agregat campuran sesuai gradasi spesifikasi rencana. 3) Menentukan kadar aspal emulsi perkiraan.

4) Melakukan penimbangan campuran berdasarkan komposisi perbandingan agregat dan filler yang telah ditentukan untuk masing-masing benda uji. Contoh :


(63)

Kadar aspal emulsi perkiraan: 9.25 % dari berat total campuran = 101.75 gram

Berat Agregat : 998.25 gram Berat total campuran : 1100 gram

Prosentase berat aspal emulsi dan agregat : 100 %

Berat air tidak masuk dalam berat total karena air disini hanya untuk mempermudah proses pencampuran saja.

2. Pekerjaan Penentuan Kadar Air Penyelimutan

Penentuan kadar air penyelimutan bertujuan untuk mencari kadar air dimana agregat dapat dikerjakan dengan mudah dan dapat terselimuti oleh aspal emulsi sebanyak mungkin. Untuk menentukan kadar air penyelimutan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Menyiapkan campuran agregat dan filler sesuai dengan perbandingan komposisi yang ditentukan.

2) Menuangkan air ke dalam campuran dengan takaran tertentu, dan mengaduk hingga merata.

3) Menuangkan aspal emulsi perkiraan pada campuran dan mengaduk kembali campuran hingga merata.

4) Menghamparkan adukan campuran pada kondisi terbuka selama 24 jam agar kandungan air menguap sehingga dapat lebih jelas mengetahui persen penyelimutan aspal terhadap campuran agregat dan filler.


(1)

10. Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa campuran agregat gradasi hasil ekstraksi memiliki angka permeabelitas lebih besar yaitu 8,84x10-4 m/dt sedangkan campuran gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi mempunyai angka permeabelitas sebesar 6,84x10-4.cm/dt Perbedaan sebesar 22,62% ini terjadi karena porositas dan kepadatan campuran gradasi agregat RAP tanpa ekstraksi lebih kecil dibandingakan campuran dengan agregat gradasi hasil ekstraksi. Kondisi ini menunjukan bahwa densitas berbanding lurus dengan koefisien permeabilitas yang dimiliki campuran.

Perbandingan permeabilitas campuran daur ulang hasil pengujian dengan permeabilitas penelitian hotmix disajikan pada Gambar 4.32 berikut.

6,84E-04 8,84E-04 7,82E-04 0,00E+00 1,00E-04 2,00E-04 3,00E-04 4,00E-04 5,00E-04 6,00E-04 7,00E-04 8,00E-04 9,00E-04 P er m eab il it as ( cm /d t)

Cam. A Cam. E Hotmix Benda Uji

Gambar 4.32. Perbandingan Nilai Koefisien Permeabilitas

11. Rekapitulasi Hasil Penelitian


(2)

105

Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Campuran Spesifikasi

No Jenis Pengujian Agregat

Ekstraksi

Agregat tanpa Ekstraksi

Min Maks

Pengujian Lain

1 Stabilitas (kg) 1137,95 1150,42 800 - -

2 Flow (mm) 3,5 3,92 2,00 - -

3 Marshalll Quotient (kg/mm) 326,29 259,57 200 350 -

4 Densitas (gr/cm3) 2,065 1,985 2 3 -

5 Porositas (%) 21,062 22,589 3 5 -

6 UCS (KPa) 1345,03 1528,44 - - 2489,59

7 ITS (KPa) 77,87 86,67 - - 161,88

8 Regangan 0,002000 0,006300 - - -

9 Modulus elastisitas (KPa) 46624,100 14881,050 - - -


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Dari hasil pengujian ekstraksi bahan bongkaran aspal beton diketahui kadar aspal

pada RAP adalah 4,80 %. Hasil pemeriksaan abrasi dan analisa saringan menujukan adanya degradasi ukuran butir dan perubahan proporsi agregat.

2. Karakteristik Marshall perkerasan lentur dengan bahan pokok reclaimed asphalt

pavement secara campuran dingin memakai aspal emulsi relatif memenuhi

persyaratan, tapi angka porositas terlalu tinggi sehingga perkerasan cenderung bersifat porous. Hasil pengujian menunjukan bahwa kekuatan awal benda uji recycling Gradasi RAP hasil ekstraksi lebih rendah dibandingkan benda uji gradasi RAP tanpa ekstraksi, namun relatif lebih aman dari resiko terjadinya

kerusakan-kerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan (bleeding,

keriting, sungkur, dll).

3. Pemanfaatan material RAP sebagai bahan campuran aspal beton campuran dingin

memakai aspal emulsi untuk rehabilitasi dan pemeliharaan jalan cukup layak dan memenuhi syarat dengan catatan perlu beberapa koreksi pada JMF agar didapat hasil yang optimum.


(4)

107

B. Saran

Beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian lebih lanjut material daur ulang dengan campuran dingin untuk

Open Graded Emulsion Mixture (OGEMs).

2. Guna mengkaji tingkat kesulitan pekerjaan daur ulang dengan aspal emulsi perlu

pengujian lebih lanjut antara lain dengan mengadakan pengujian skala lapangan,. dengan memakai gradasi RAP hasil ekstraksi sehingga nilai aspal lama yang terkandung dalam RAP tetap bermanfaat dan aman dari resiko kerusakan-kerusakan akibat pemakaian aspal yang berlebihan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1976. Manual Pemeriksaan Bahan Jalan. Direktorat Jendral Bina Marga,

Jakarta.

Brown, Stephen. 1990. The Sheel Bitumen Handbook. United Kingdom.

Cabrera, J.G and Dixon, JR. 1994. Performance and Durability of Bituminous

Materials. The University of Leeds. UK.

Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton

(Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta

Epps J. A., Little D. N. and Holmgreen R. J. 1980. Guidelines for Recycling

Pavement Materials. Transportation Research Board. Washington D. C.

Hutama Prima, PT. Aspal Emulsi. Brosur PT. Hutama Prima. Cilacap

OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). 1978. Road

Research Maintenance Technique for road Surfacings. Publication Office OECD.

Paris Prancis.

Reichert, U. 2004. Wirtgen Cold Recycling Manual. Wirtgen GmbH. West

Germany.

Setyawan, A. 2003. Development of Semi flexible Heavy-Duty Pavement. The

University of Leed. UK.

Silvia Sukirman. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung.

Stock, A. 1998. Asphalt Surfacings : Recycling Materials. Edited by C.J. Nicholls.

Cambridge University Press. U.K.

Thanaya, I.N.A. 2003. Improving The Performance of Cold Bituminous Emulsion

Mixtures (CBEMs) Incorporating Waste Material. The University of Leeds. UK.


(6)

109

The Asphalt Institut. 1991. Asphalt Hot Mix Recycling, MS-20. Agustus 1981.

Maryland USA.

Totomiharjo, S. 1994. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit. KMTS JTS

FT UGM. Yogyakarta

Woodside, A. P. Phillips, and A. Mills. 1999. Performance and Durability of

Bituminous Material and Hydraulic Stabilised Composites: Maximisation of Recycled

Asphalt Use In Cold Mix and Hot Mix. Proc. 3rd European Symposium. Leeds

University. U.K.

Wright, H. Paul and Paquette, J.R. 1979. Highway engineering. John Willeey and