Hubungan penggunaan jejaring sosial dan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja tunarungu

(1)

HUBUNGAN PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA TUNARUNGU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Gita Dwiputri NIM : 089114126

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

HUBUNGAN PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA TUNARUNGU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Gita Dwiputri NIM : 089114126

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

All battles in life serve to teach us something, even the battles we lose.

(The Fifth Mountain – Paulo Coelho)

because

Nothing is

impossible,

the word itself says that

I’m possible!

(Audrey Hepburn)

and

When you want something, the whole Universe conspires to help you realize your desire.


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk teman-teman Tunarungu yang memperlihatkan bagaimana melihat dunia dalam kacamata yang berbeda, bahwa hidup penuh dengan perjuangan, tetapi

semuanya adalah mungkin dengan jalannya masing-masing I’m Possible!

Untuk Mama & Papa juga Chodiel keluarga yang selalu mendukungku dari awal hingga akhir perjalananan ini

Untuk dosen pembimbing terbaik, Bu Ratri, yang membuat mimpi ini menjadi nyata; untuk selalu sabar dengan seluruh proses dalam mewujudkan tulisan ini

Untuk satu-satunya mood booster, Faridhian Anshari, yang selalu ada dalam baik dan buruk, lots of love!

Untuk sahabat-sahabat yang selalu jadi shoulder to cry on; Berta, Galuh, Eca; dan tidak pernah lelah untuk mengejar mimpi bersama-sama


(7)

(8)

vii

HUBUNGAN PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA TUNARUNGU

Gita Dwiputri

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian korelasi yang bertujuan untuk melihat hubungan antara penggunaan jejaring sosial denga n efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu. Hipotesis penelitian adalah ada korelasi yang positif antara penggunaan jejaring sosial terhadap keefektivitasan komunikasi interpersonal ketika menggunakan jejaring sosial pada remaja Tunarungu. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yakni penggunaan jejaring sosial sebagai variabel bebas dan efektivitas komunikasi interpersonal sebagai variabel tergantung. Penelitian ini melibatkan 21 orang remaja Tunarungu di Yogyakarta yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur berdasarkan skala efektivitas komunikasi interpersonal dengan 30 aitem. Dari hasil pengujian validitas dan reliabilitas, diketahui reliabilitas skala efektivitas komunikasi interpersonal adalah 0.86 dan dari 30 aitem, terdapat 18 aitem yang sahih. Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji Spearman dan menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.050 dengan taraf signifikansi 0.414 (p > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada korelasi di antara penggunaan jejaring sosial dan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu secara signifikan, sehingga hipotesis penelitian ini ditolak.


(9)

viii

CORELATION BETWEEN THE USAGE OF SOCIAL NETWORK AND EFFECTIVENESS OF INTERPERSONAL COMMUNICATION IN DEAF

TEENAGERS

Gita Dwiputri

ABSTRACT

This study was a correlation study which aimed to see the relation between the usage of social network and the effectiveness of interpersonal communication in Deaf teenagers. The hypothesis of this study was there was a positive correlation between the usage of social network and the effectiveness of interpersonal communication in Deaf teenagers. There were two variables in this study which were the usage of social network as the independent variable and the effectiveness of interpersonal communication as the dependent variable. This study involved 21 Deaf teenagers in Yogyakarta as the subject of this study. This study was held by having a structure interview based on the 30 items of the effectiveness of interpersonal communication scale. The reliability of the scale was 0.86 and there were 18 valid items out of 30 items. The research was analyzed by the Spearman Correlation Analysis and the result of the correlation was 0.050 with significance score 0.414 (p> 0.05). The result shows that there was no significance correlation between the usage of social network and the effectiveness of interpersonal communication in Deaf teenagers. Therefore, the hypothesis of this study was rejected.


(10)

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi mengenai penggunaan jejaring sosial dan efektivitas komunikasi interpersonal remaja Tunarungu ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah satu bentuk kepedulian penulis mengenai dunia dan budaya Tunarungu di Indonesia.

Proses penyelesaian skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan oleh penulis seorang diri, oleh karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut serta dalam membantu proses penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih pada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani dan Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Psikologi.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan Kepala PSIBK yang selalu bisa menjadi tempat berdisukusi dan curhat setiap kali menemukan titik buntu. Terimakasih untuk bimbingan penuhnya selama 4 tahun ini yang tidak pernah absen untuk memperhatikan hal-hal kecil saya sebagai mahasiswa bimbingan akademiknya; dan untuk selalu bisa menjadi tempat berbagi tawa.

3. Ibu Ratri Sunar A., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi dan dosen pembimbing skripsi yang senantiasa mencurahkan waktu dan tenaganya untuk membantu mewujudkan mimpi saya di skripsi ini. Terimakasih Bu,


(12)

xi

untuk semua support dan kesabarannya dalam membimbing saya selama satu tahun ini.

4. Ibu P. Henrietta PDADS., M.A., selaku dosen penguji. Terimakasih untuk masukan dan sarannya yang bisa membuat karya pertama ini menjadi lebih dekat menuju sempurna.

5. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, M.Si, Ibu Dr. Tjipto Susana M.Si, untuk memberikan saya kesempatan untuk bergabung di PSIBK dan menjadi teman diskusi. Sr. Wahyu yang selalu bisa menjadi teman bertukar pikiran dan berdiskusi. Sr. Cresent yang selalu ringan tangan dalam membantu proses kelancaran skripsi ini, dari membantu pembuatan skala sampai dengan proses pengambilan data. Bruder Martin yang selalu disiplin dalam segala humornya dan terus memberikan dukungan terbaik dari segala kesulitan yang saya hadapi.

6. Teman-teman sekretariat PSIBK; Mbak Lisa, Ellisa B., dan Mas Damar. Terimakasih untuk hari-hari pelatihan yang keren dan malam-malam yang gila. Para peserta training pelatihan mentor untuk guru Tunarungu, Trainer dari Kentalis International Belanda, dan Co.Trainer dari berbagai SLB/B dan universitas, yang secara tidak langsung membagi ilmunya bagi penulis tentang dunia Tunarungu.

7. Mas Gandung, Bu Nanik, dan Pak Gie yang selalu siap sedia membantu urusan kesekretariatan. Mas Doni sang editor keren!; dan Mas Muji yang selalu bisa bikin mood cerah ceria sewaktu mengerjakan skripsi atau jaga sekretariat PSIBK.


(13)

xii

8. Bu Sulis, Bu Innik, Bu Rahmi, Bu Marie dan Bu Sapta yang membantu seluruh proses pengambilan data di SLBN Semarang, SLBN 1 Bantul, SLB Dena Upakara dan SLB Don Bosco, Wonosobo.

9. Kepala Sekolah SLB N 1 Bantul, SLBN Semarang, SLB Yappenas, dan SLB/B Karnnamanohara yang telah bersedia untuk memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di SLB yang bersangkutan.

10. Siswa/i SMP dan SMA SLBN Semarang, SLBN 1 Bantul, SLB/B Dena Upakara, SLB/B Don Bosco, SLB Yappenas, SLB Karnnamanohara yang mau meluangkan waktunya untuk terlibat dalam penelitian ini dan mau menjadi teman baru dalam memperkaya pengetahuan penulis akan dunia Tunarungu.

11. Pak Broto yang memberikan banyak pandangan baru tentang dunia Tunarungu dan bahasa isyarat. Teman-teman DAC yang super „wow‟, yang membuat saya semakin jatuh cinta dengan budaya Tunarungu.

12. Prof. Kusuma Diwyanto dan Ir. M.Th. Anitawati M.Sc. yang menjadi orang tua dengan gelar-gelar yang „wow‟ sehingga bisa jadi „pecutan‟ setiap kali lelah di jalan. Chodiel yang selalu siap sedia membully dalam berbagai kesempatan di samping menjadi seorang kakak yang luar biasa. Untuk bude Uti yang rela direpotkan dan menjadi orang tua asuh selama di Jogja. Untuk Oma yang selalu memberi doa dan support terbaik.

13. Sahabat-sahabat terbaik selama kuliah, Berta, Galuh, yang rela direpotin untuk ikut ambil data; dan Eca, yang selalu menerima apa adanya dan tidak pernah pamrih. Untuk teman-teman diskusi dan bersenang-senang, Tinna,


(14)

xiii

Heimbach, Ucil, Sinto, Wienna, Rio, Bora, Mahesa, Adhita, Tya, Juwi, Arum, Maundri, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

14. Keluarga besar REALIA, terutama REALIA English. Untuk Bu Etik yang selalu menjadi ibu di kantor yang tidak pernah capek mendengarkan keluhan-keluhan dan selalu bisa memberi masukan yang menenangkan. Untuk Bu Dyah, Pak Kris, Mas Ahmed. Mas Amsal, Endah, Mbak Didi, Mbak Dewi, Mbak Beta, Bono, Mbak Chintya, Leo, Virga, dan teman-teman guru REALIA lain, terimaksih untuk ilmu luar biasa yang aku dapat dari kalian!

15. Abang Faridhian Anshari yang selalu ada disaat suka-duka dan selalu setiap jadi Superman saat dibutuhkan. Can’t have done it without you! Thank you for be the best boyfriend ever!

16. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas semua dukungan dan doanya sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menunjang kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut.

Penulis


(15)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9


(16)

xv

2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 10

A. Tunarungu ... 10

B. Remaja Tunarungu ... 12

1. Remaja ... 12

2. Remaja Tunarungu ... 14

C. Komunikasi Interpersonal ... 15

1. Definisi Komunikasi Interpersonal ... 15

2. Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 19

D. Definisi dan Aspek-aspek Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 22

1. Keterbukaan ... 23

2. Empati ... 23

3. Dukungan ... 24

4. Kepositifan ... 24

5. Kesetaraan ... 25

E. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal ... 25

1. Faktor Personal ... 25

2. Faktor Situasional ... 28

F. Jejaring Sosial ... 30

1. Definisi Jejaring Sosial ... 30

2. Penggunaan Jejaring Sosial pada Remaja Tunarungu ... 33

G. Hubungan Antara Penggunaan Jejaring Sosial dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 34


(17)

xvi

H. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 40

C. Definisi Operasional ... 40

1. Penggunaan Jejaring Sosial ... 40

2. Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 41

D. Subjek Penelitian ... 43

E. Metode Pengumpulan Data ... 43

1. Penggunaan Jejaring Sosial ... 44

2. Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 45

F. Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas ... 46

1. Validitas ... 46

2. Seleksi Aitem ... 46

3. Reliabilitas ... 49

G. Metode Analisis Data ... 51

1. Uji Asumsi ... 51

2. Uji Hipotesis ... 51

BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Persiapan Penelitian ... 52

B. Pelaksanaan Penelitian ... 53

C. Deskripsi Subjek ... 55


(18)

xvii

E. Hasil Penelitian ... 59

1. Uji Asumsi ... 59

2. Uji Hipotesis ... 61

F. Pembahasan ... 62

BAB V. PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Keterbatasan Penelitian ... 68

C. Saran – saran ... 69

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 69

2. Bagi Guru dan Sekolah SLB/B ... 70

3. Bagi Individu atau Masyarakat ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Timeline Perkembangan Jejaring Sosial... 32 Gambar 2. Penggunaan Jejaring Sosial dan Efektivitas Komunikasi


(20)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Kelompok Tunarungu Berdasarkan Tingkat Kerusakan/Kehilangan Kemampuan Mendengar

Percakapan/Bicara ... 11

Tabel 2. Kriteria Subjek Penelitian ... 43

Tabel 3. Skor Aitem Favorable dan Unfavorable ... 45

Tabel 4. Blue Print Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 46

Tabel 5. Seleksi Aitem Try Out 1 ... 47

Tabel 6. Seleksi Aitem Try Out 2 ... 48

Tabel 7. Uji Reliabilitas Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal Setelah Penyeleksian Aitem ... 49

Tabel 8. Seleksi Aitem Try Out 3 ... 49

Tabel 9. Uji Reliabilitas Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal Awal ... 50

Tabel 10. Uji Reliabilitas Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal 2 ... 51

Tabel 11. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 12. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 55

Tabel 13. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 14. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Jejaring Sosial ... 56


(21)

xx

Tabel 15. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Frekuensi

Membuka Jejaring Sosial per Hari ... 56

Tabel 16. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Durasi Waktu Membuka Jejaring Sosial per Hari ... 57

Tabel 17. Hasil Penelitian ... 57

Tabel 18. Perbandingan Data Empirik dan Data Teoritik ... 58

Tabel 19. Hasil Uji T ... 58

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 59

Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk ... 60

Tabel 22. Hasil Uji Linearitas ... 61


(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala Try Out 1 ... 77 Lampiran B. Skala Try Out 2 ... 86 Lampiran C. Skala Try Out 3 (Wawancara) ... 94 Lampiran D. Hasil Uji Reliabilitas ... 99 Lampiran E. Hasil Uji Normalitas, Uji Linieritas, dan Uji Hipotesis ... 111 Lampiran F. Surat Keterangan Penelitian ... 114


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah suatu hal yang pasti dilakukan oleh setiap manusia. Menurut Beebe, Beebe, & Redmond (2011), komunikasi antar manusia adalah hal yang paling mendasar dari keberadaan manusia. Terlebih lagi, komunikasi antar pribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup individu (Supratiknya, 2009). Johnson, (dalam Supratiknya, 2009) menyebutkan beberapa peranan komunikasi antar pribadi yakni membantu perkembangan intelektual dan sosial seseorang, memberikan identitas, memahami realitas di sekitar manusia, dan menentukan kesehatan mental seseorang.

Komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal sendiri mempunyai pengertian sebagai komunikasi dua arah antara dua orang atau lebih secara tatap muka maupun melalui media, di mana di dalam komunikasi tersebut terjadi pertukaran informasi dan bersifat personal dan intim (Beebe, Beebe, & Redmond, 2009; Giffin & Patton, 1976; Baxter & Braithwaite, 2008; DeVito, 1986; Effendy,1989; Griffin,2003). Komunikasi interpersonal juga merupakan komunikasi yang menyentuh seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Sehingga menimbulkan hasrat pada manusia


(24)

untuk dapat mengembangkan kualitas hubungan interpersonal dengan orang lain.

Komunikasi interpersonal dikatakan efektif apabila terdapat kemampuan untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang diinginkan (Johnson, 1981). Berdasarkan definisi tersebut, maka komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Supratiknya, 2009). Apabila seseorang tidak mampu memahami pesan yang diterimanya, berarti komunikasi tersebut gagal dan tidak efektif.

Komunikasi interpersonal dilakukan oleh setiap manusia, termasuk

remaja. Menurut Yusuf (2004), pada masa remaja, berkembang “social

cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, yang mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab. Sehingga, pada masa ini, remaja sedang memasuki periode dalam mengembangkan relasi interpersonal.

Remaja Tunarungu pun sebenarnya tidak berbeda dengan remaja pada umumnya dalam hal kebutuhan membangun relasi dan berkomunikasi. Kondisi yang membuat mereka berbeda adalah kemampuan bahasa mereka yang terbatas karena mereka tidak dapat mendengar. Hal ini menyebabkan remaja Tunarungu memiliki tantangan yang sulit dalam mengembangkan


(25)

komunikasi interpersonal karena kesulitan mereka dalam berbicara secara normal (Akamatsu & Musselman, 1999).

Remaja yang mengalami kesulitan pendengaran atau Tunarungu akan mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Hambatan yang sering dihadapi antara lain kesulitan untuk berpartisipasi di lingkungan dan membangun hubungan dengan orang lain (Poe, 2006). Hal tersebut juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Israelite, Ower, dan Goldstein (2002), bahwa remaja yang mengalami kesulitan mendengar seringkali merasa terasing dalam kelompok remaja normal lainnya. Remaja Tunarungu seringkali harus mencari tahu agar mereka bisa diterima layaknya remaja normal.

Hambatan yang dihadapi oleh remaja Tunarungu adalah ketidakmampuan auditori yang membuat mereka tidak bisa mengakses kemampuan bahasa dengan baik (Akamatasu & Musselman, 1999). Ketidakmampuan siswa Tunarungu untuk berkomunikasi secara normal dengan orang yang tidak memiliki kesulitan pendengaran membuat mereka merasa asing dan tidak dianggap. Remaja Tunarungu sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain dan lebih memilih untuk menjauh dari interaksi sosial dengan orang-orang yang tidak mengalami kesulitan pendengaran (Olivia, 2004). Perkembangan sosial dan kepribadian seorang remaja Tunarungu juga sangat bergantung pada kemampuan komunikasi. Hal ini membuat remaja Tunarungu menjadi sulit untuk menemukan orang yang dapat berkomunikasi dengan mereka. Hallahan, Kauffman, dan Pullen


(26)

(2009) mengemukakan sebuah hasil penelitian oleh Cambra (1996); Charlson, Strong, & Gold (1992) yang menunjukkan bahwa remaja Tunarungu lebih berpotensi untuk merasa kesepian.

Menurut Stinson & Whitmire, (dalam Hallahan, Kauffman, dan Pullen, 2009), interaksi di antara remaja Tunarungu dengan remaja yang memiliki pendengaran yang normal hanya terjadi sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh adanya perasaan lebih nyaman dan aman secara emosional apabila remaja Tunarungu memiliki teman yang juga tidak mampu mendengar untuk berkomunikasi. Keadaan ini tentunya tidak akan selamanya memungkinkan, karena remaja Tunarungu mau tidak mau harus berhadapan dengan banyak orang lain yang mampu mendengar dengan normal.

Berdasarkan berbagai masalah yang dihadapi oleh remaja Tunarungu tersebut, maka remaja Tunarungu tidak dapat menjalin komunikasi interpersonal yang efektif. Hal tersebut dikarenakan, remaja Tunarungu harus mampu untuk mengintepretasikan dan memahami pesan yang diterimanya, padahal dengan ketidakmampuan mereka dalam mendengar, mereka tidak mampu menerima pesan secara akurat. Di samping itu, pesan yang ingin mereka sampaikan ke orang lain juga sulit untuk dikirimkan karena ketidakmampuan mereka dalam berbicara. Akibat dari ketidakmampuan mereka ini, orang lain pun akan mengalami kesulitan dalam memahami pesan yang disampaikan, sehingga komunikasi interpersonal yang efektif tidak dapat terbentuk.


(27)

Dewasa ini, remaja Tunarungu dapat berkomunikasi dengan sesama remaja Tunarungu maupun orang yang mendengar dengan berkomunikasi secara online menggunakan internet. Hal ini membuat hubungan komunikasi interpersonal mereka pada akhirnya mulai bergeser pada penggunaan jejaring sosial yang pada saat ini sedang menjadi trend. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, subjek penelitian merasa bahwa penggunaan jejaring sosial di internet dirasa lebih memudahkan penggunanya untuk selalu mengikuti perkembangan dan berhubungan dengan teman mereka serta menjalin relasi dengan teman-teman baru. Beberapa jejaring sosial yang sering digunakan oleh subjek penelitian dalam berkomunikasi dikeseharian antara lain seperti Facebook, Twitter, dan Tumblr.

Boyd & Ellison (2008) mengemukakan bahwa jejaring sosial adalah pelayanan yang didasari oleh web yang mengijinkan seseorang untuk mengkonstruksi sebuah profil publik atau semi-publik dengan sistem yang terbatas, menyambungkan sebuah daftar dari pengguna lain dengan siapa mereka berbagi koneksi, dan melihat dan melintasi daftar koneksi pengguna lain di dalam sebuah sistem.

Remaja Tunarungu pun menjadi salah satu pengguna dari jejaring sosial online bagi orang-orang dengan kebutuhan khusus (Lecky-Thompson, 2009). Mereka berasal dari berbagai penjuru dunia dan berkumpul bersama di berbagai komunitas jejaring sosial untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan, di mana mereka diharuskan untuk lebih mandiri dalam


(28)

memperkaya diri mereka sendiri dengan berbagai macam informasi. Pengguna dapat mengambil berbagai macam pengetahuan yang terdapat di internet dan saling bertukar informasi antar pengguna mengenai ke-Tunarunguan. Cara seperti ini yang membantu mereka dalam menggali berbagai macam informasi baru tanpa tuntunan dari orang lain.

Penggunaan media komunikasi dengan internet dan berbagai aplikasi di dalamnya membuat setiap orang dapat terkoneksi dengan sangat cepat (Beebe, Beebe, & Redmond, 2011). Antar pengguna jejaring sosial pun dapat dengan mudah bertukar informasi dan berita dengan cara yang lebih mudah, sehingga banyak sekali informasi yang bisa didapat dalam suatu waktu.

Kebanyakan media pada saat ini bahkan selalu dikaitkan dengan internet atau dunia on line. Brucks, Mehnert, Prommer dan Rader (2008) menyebutkan bahwa internet saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Seringkali apa yang dituliskan atau unggah di internet adalah hal yang sama dengan apa yang dilakukan di dunia nyata. Contohnya, hal yang biasa dituliskan oleh pengguna jejaring sosial dalam media sosial mereka, adalah hal-hal yang sedang mereka lakukan ataupun mereka rasakan. Hal tersebut dapat membantu seorang remaja Tunarungu untuk dapat berkomunikasi secara efektif karena remaja Tunarungu dapat merasakan keterbukaan di dalam menggunakan jejaring sosial. Selain itu, dengan saling mengomentari tulisan yang diunggah di jejaring sosial,


(29)

remaja Tunarungu pun dapat merasakan empati yang merupakan salah satu dasar dari terbangunnya komunikasi interpersonal yang efektif.

Keberadaan seseorang di jejaring sosial menimbulkan adanya social presence, yakni suatu perasaan bahwa individu telah melakukan sesuatu dan berpikir sama seperti ia telah terlibat dalam suatu hal secara langsung. Hal tersebut seringkali membuat individu merasakan hubungan hyperpersonal yang merupakan suatu hubungan yang didasari media komunikasi elektronik yang dirasa lebih intim dibandingkan hubungan face-to-face (Beebe, Beebe, & Redmond, 2011).

Di sisi lain, banyak pengguna Facebook, yang menderita Tunarungu ternyata tidak segan menuliskan kata „Deaf’ atau „Tunarungu‟ dalam nama akun mereka, sebagai sebuah identitas mereka akan dirinya. Seperti yang dikatakan oleh Bekhuis, dalam Wheeldon (2010), pengalaman dalam dunia maya dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan sosial dan diskriminasi yang disebabkan oleh adanya persepsi akan usia, ketidakmampuan, ras, jenis kelamin, dan budaya. Keterbukaan remaja Tunarungu dalam mengungkapkan diri mereka atau identitas mereka dalam jejaring sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal yang efektif dalam segi kesetaraan, dukungan, dan kepositifan. Remaja Tunarungu merasa adanya dukungan terhadap perbuatan mereka dalam menunjukkan kekurangan mereka yang tidak mereka anggap sebagai hal negatif. Selain itu, dengan berani mengungkapkan identitas diri mereka,


(30)

remaja Tunarungu merasa bahwa dirinya setara dengan orang lain yang menggunakan jejaring sosial.

Berdasarkan latar belakang yang menjelaskan berbagai keuntungan yang ditawarkan oleh jejaring sosial dan bagaimana jejaring sosial tersebut mampu memudahkan remaja Tunarungu dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif, terdapat sebuah pertanyaan penelitian yang ingin dicari di dalam penelitian ini, yakni apakah terdapat hubungan antara penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal remaja Tunarungu.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin diangkat dari penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu.


(31)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial mengenai komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu yang menggunakan jejaring sosial.

2. Manfaat Praktis a. Remaja Tunarungu

Remaja Tunarungu yang membaca penelitian ini akan mendapatkan pengetahuan mengenai penggunaan media sosial untuk menjalin komunikasi interpersonal dan memperoleh pengaruh baik dari media komunikasi tersebut.

b. Orang-orang dalam Bidang Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial

Manfaat dari penelitian ini bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial adalah untuk dapat melihat perkembangan kemampuan komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu dan melihat bagaimana remaja Tunarungu berinteraksi dengan orang lain menggunakan media sosial.


(32)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tunarungu

Menurut Hallahan, Kauffman, dan Pullen (2009), Tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar.

Berdasarkan usia seseorang ketika mengalami keTunarunguan, terdapat dua kelompok Tunarungu:

1. Congenitally deaf, Tunarungu yang dialami semenjak lahir. Biasanya hal ini diakibatkan oleh faktor genetis, kerusakan dalam perkembangan janin, dan luka ketika proses kelahiran.

2. Adventitiously deaf, Tunarungu yang muncul karena suatu penyakit atau kecelakaan pada seorang individu yang lahir dengan pendengaran yang normal.

Berdasarkan klasifikasi Tunarungu, terdapat dua kelompok klasifikasi Tunarungu :

1. Berdasarkan tingkat kerusakan/kehilangan kemampuan mendengar percakapan/bicara orang digolongkan dalam 7 kelompok, yaitu:


(33)

Tabel 1. Klasifikasi Kelompok Tunarungu Berdasarkan Tingkat Kerusakan/Kehilangan Kemampuan Mendengar P ercakapan/Bicara

Level Pendengaran

Deskripsi Pengaruh Dalam Percakapan 10 – 15 db Normal Tidak berpengaruh dalam percakapan. 16 – 25 db Slight (Sangat

Ringan)

Di dalam lingkungan yang sepi, individu tidak mengalami masalah dalam mengenali suara, tetapi di lingkungan yang berisik, suara yang terlalu redam sulit untuk dimengerti.

26 – 40 db Mild (Ringan) Di dalam lingkungan percakapan yang sepi dengan topik yang sudah dimengerti dan dengan kosa kata yang terbatas, individu tidak memiliki kesulitan dalam

berkomunikasi. Suara yang redup atau suara yang berjarak jauh sulit untuk didengar walaupun di dalam lingkungan yang sepi. Diskusi di dalam kelas akan sangat sulit untuk diikuti.

41 – 55 db Moderate (Sedang)

Individu bisa mendengar percakapan pada jarak yang dekat. Aktivitas kelompok, seperti diskusi kelas, akan sangat sulit untuk diikuti.

56 – 70 db Moderate Severe (Agak Berat)

Individu dapat mendengar suara yang keras dan jelas. Memiliki masalah yang lebih berat di dalam situasi kelompok. Seringkali, perkataan individu terganggu akan tetapi dapat dimengerti.

71 – 90 db Severe (Berat) Individu tidak dapat mendengar

percakapan kecuali suara tersebut keras, walaupun tidak semua kata dapat

dimengerti. Suara-suara di lingkungan dapat di deteksi walau terkadang sulit untuk diidentifikasi. Perkataan individu tidak semuanya dapat dimengerti. 91 db + Profound

(Sangat Berat)

Individu dapat mendengar suara keras tetapi tidak bisa mendengar percakapan apapun. Penglihatan adalah modal utama dalam berkomunikasi. Individu dapat berbicara, tetapi sulit berkembang dan tidak mudah untuk dimengerti.


(34)

2. KeTunarunguan berdasarkan tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas:

a. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut telinga konduktif

b. Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris

B. Remaja Tunarungu 1. Remaja

Menurut Kamus Psikologi APA (2007) remaja didefinisikan sebagai sebuah tahap waktu pada perkembangan manusia yang dimulai pada masa pubertas (10 – 12 tahun) dan diakhiri dengan kematangan fisiologis (batasnya usia 19 tahun), walaupun kepastian usianya bisa tergantung pada masing-masing individu. Pada masa ini, banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi pada level-level tertentu seperti pada karakteristik seksual, body image, kesenangan seksual, peran sosial, perkembangan intelektual, dan konsep diri.

Sarwono (2007) menyebutkan pedoman umum yang dapat digunakan sebagai batasan usia remaja di Indonesia adalah usia 11-24 tahun, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia sebelas tahun adalah usia pada umumnya tanda-tanda sekunder mulai tampak (kriteria fisik)


(35)

2. Banyak masyarakat Indonesia sudah menganggap usia 11 tahun sudah akil balik sehingga tidak lagi diperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial)

3. Mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri (ego identity menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologi)

4. Batas 24 tahun merupakan batas maksimal untuk memberi peluang bagi mereka yang masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara tradisi/adat), belum dapat memberikan pendapat sendiri, dan sebagainya.

5. Status perkawinan sangat menentukan. Hal tersebut dikarenakan arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Oleh karena itu, definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah. Santrock (2003), menyebutkan bahwa pada masa remaja, individu mengalami perkembangan dalam berpikir abstrak dan logis. Selain itu, mereka juga mengalami perubahan dalam menggunakan metafora, keterampilan menulis, dan bercakap-cakap. William Kay, dalam Yusuf (2004) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja


(36)

adalah mengembangkan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

Piaget (dalam Santrock, 2002) menyebutkan bahwa remaja pada usia 11-15 tahun sedang berada pada tahap perkembangan kognitif operasional formal. Pada tahap ini, remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotesis, atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.

2. Remaja Tunarungu

Akamatsu & Musselman (1999) mengatakan bahwa remaja Tunarungu tidak dapat mendengar bahasa, sehingga kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang. Padahal, secara fungsional, perkembangan kognitif seorang remaja dipengaruhi oleh kemampuan berbahasanya. Oleh karena itu, remaja Tunarungu yang sebenarnya memiliki potensi yang sama dengan remaja pada umumnya, kurang memiliki daya abstraksi yang baik.

Keterbatasan dalam memperoleh informasi akan membuat remaja Tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan kognitifnya. Selain itu, remaja Tunarungu yang sulit untuk berinteraksi dengan orang lain


(37)

yang mampu mendengar pun akhirnya memiliki hambatan dalam mengembangkan peran sosialnya di masyarakat.

Menurut Poe (2006), remaja Tunarungu sebenarnya memiliki keinginan yang kuat untuk dapat berkomunikasi dengan remaja normal lainnya, akan tetapi, remaja Tunarungu cenderung menarik diri karena kesulitan mereka dalam mendengar pembicaraan remaja normal. Percakapan seringkali sulit untuk diikuti sehingga mereka dianggap mengacuhkan pembicaraan orang lain atau bahkan dianggap bodoh. Perasaan dianggap bodoh akhirnya membuat mereka menjadi minder dan memutuskan tidak bergaul dengan mereka.

Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa seorang remaja Tunarungu berusia 11-24 tahun sebenarnya tidak berbeda dengan remaja pada umumnya dalam hal kebutuhan membangun relasi dan berkomunikasi. Hal yang membuat mereka berbeda adalah kemampuan bahasa mereka yang terbatas karena mereka tidak dapat mendengar. Sehingga, remaja Tunarungu memiliki tantangan yang besar dalam mengembangkan komunikasi interpersonal karena kesulitan mereka dalam berbicara secara normal (Akamatsu & Musselman, 1999).

C. Komunikasi Interpersonal

1. Definisi Komunikasi Interpersonal

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide,


(38)

informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku (Kamus Komunikasi, 1989).

Manusia sebagai makhluk sosial, tidak akan mungkin mampu hidup tanpa berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi antar manusia adalah sebuah proses untuk membagi apa yang kita rasakan dengan membuat berbagai pengertian melalui penggunaan pesan verbal dan non-verbal (Beebe, Beebe, & Redmond, 2009).

Adler & Towne (1990) mengungkapkan beberapa alasan mengapa seseorang butuh untuk berkomunikasi:

a. Kebutuhan fisik

Komunikasi sangatlah penting dan berdampak pada kesehatan fisik seseorang. Yang dibutuhkan tidak hanya kuantitas dari seringnya komunikasi itu terjadi, tetapi juga kualitas dari komunikasi itu sendiri.

b. Kebutuhan identitas

Komunikasi adalah satu-satunya cara untuk belajar mengenai diri kita sendiri. Pengetahuan kita terhadap identitas diri kita sendiri pun muncul dari interaksi kita terhadap orang lain dan bagaimana orang lain bereaksi terhadap diri kita.


(39)

c. Kebutuhan sosial

Komunikasi adalah salah satu cara untuk berhubungan sosial dengan orang lain. William Schutz mengemukakan tiga tipe kebutuhan sosial yang dipenuhi oleh komunikasi. Pertama adalah inklusi, yakni kebutuhan untuk merasakan penerimaan didalam relasi personal. Kedua, kontrol, yakni hasrat untuk mempengaruhi orang lain. Ketiga adalah afeksi, yang bisa didefinisikan sebagai penghargaan (respect).

d. Kebutuhan praktikal

Komunikasi adalah sebuah media untuk hal-hal yang ingin kita lakukan ketika kita berusaha untuk memberitahu keinginan kita terhadap orang lain, ketika kita ingin mendapatkan sesuatu dari orang lain, atau metode yang ingin kita terapkan untuk meyakinkan orang lain. Jadi, komunikasi adalah hal-hal dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan praktikal agar semuanya dapat berjalan dengan lancar.

Beebe, Beebe, & Redmond (2009) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai sebuah bentuk transaksi komunikasi antar manusia yang melibatkan pengaruh timbal balik. Biasanya digunakan dalam tujuan untuk menjaga hubungan. Giffin & Patton (1976) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai interaksi face-to-face diantara beberapa orang yang saling sadar terhadap satu sama lain. Baxter & Braithwaite (2008) menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal lebih dari


(40)

pemindahan informasi diantara dua orang. Hal tersebut menjadi cara untuk menegosiasikan arti, identitas, dan hubungan antara komunikasi person-to-person.

DeVito (1986) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi diantara individu-individu yang membedakan antara komunikasi massa dan komunikasi publik. Hal ini dikarenakan komunikasi interpersonal didesain sebagai komunikasi yang lebih personal dan intim. Menurut Effendy (1989), komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dua arah timbal balik dalam bentuk percakapan antara dua atau tiga orang, baik secara tatap muka maupun melalui media.

Di dalam International Encyclopedia of Communication (1989) dijelaskan bahwa komunikasi interpersonal memiliki makna umum sebagai komunikasi antara manusia. Akan tetapi, secara ringkas definisi tersebut mencakup:

a.Terdapat setidaknya dua komunikator

b.Keduanya sama-sama berperan sebagai subjek dan objek

c.Perilaku keduanya dapat saling menambahkan perspektif pada diri sendiri dan orang lain.

Komunikasi interpersonal tidak hanya didefinisikan dengan banyaknya jumlah individu yang saling berkomunikasi, tetapi juga dengan adanya kualitas dalam komunikasi tersebut. Komunikasi interpersonal dapat muncul tidak semata-mata ketika seorang individu berinteraksi


(41)

dengan individu lain, akan tetapi ketika seorang individu memperlakukan lawan interaksi sebagai seorang manusia yang unik dan membuat sebuah transaksi penyampaian pesan yang unik (Griffin, 2003).

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi dua arah antara dua orang atau lebih secara tatap muka atau melalui media, dimana di dalam komunikasi tersebut terjadi pertukaran informasi dan bersifat personal dan intim.

2. Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Interpersonal

Terdapat beberapa karakteristik yang membentuk sebuah komunikasi intererpersonal. Ketika seluruh karakteristik tersebut terpenuhi, terbentuklah hubungan komunikasi interpersonal yang di dalamnya kemudian menumbuhkan beberapa fungsi bagi manusia yang melakukan hubungan komunikasi interpersonal tersebut

a. Karakteristik Hubungan Komunikasi Interpersonal

Menurut Adler & Towne (1990), hubungan interpersonal memiliki beberapa karakteristik:

i. Keunikan

Setiap hubungan interpersonal memiliki perbedaan pola dan tidak ada dua hubungan interpersonal yang benar-benar sama.


(42)

ii. Tidak Tergantikan

Hubungan interpersonal yang unik membuatnya tidak dapat tergantikan. Hal ini yang sering terjadi ketika seseorang kehilangan teman dan memiliki teman baru tetapi tetap sama kehadiran teman yang baru tidak bisa menggantikan peran dari teman yang telah hilang.

iii. Interdependence

Di dalam hubungan interpersonal, setiap orang yang berada di dalamnya akan saling mempengaruhi. Hal-hal yang terjadi pada diri kita bisa saja berdampak pada orang lain dan begitu pula sebaliknya.

iv. Pembukaan

Di dalam hubungan interpersonal, seringkali setiap orang di dalamnya selalu membagi informasi-informasi personal. Bisa yang berhubungan dengan perasaan ataupun pikiran dan tidak selamanya hal tersebut adalah hal-hal positif.

v. Rewards Intrinsik

Di dalam hubungan interpersonal, hubungan itu sendirilah yang menjadi reward. Seringkali topik yang dibicarakan tidak menjadi masalah, tetapi mengembangkan hubungannya itu sendiri menjadi hal yang penting.


(43)

vi. Kelangkaan

Komunikasi interpersonal adalah sebuah bentuk komunikasi yang jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena kurangnya waktu atau energi untuk membangung relasi personal dengan semua orang. Kelangkaan itulah yang akhirnya menambah nilai dari komunikasi interpersonal itu sendiri.

b. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Barker & Gaut (2002) menyebutkan alasan-alasan seseorang menggunakan komunikasi interpersonal berdasarkan teori fungsi komunikasi, yakni:

i. Untuk dapat mengerti dengan lebih baik mengenai dunia kita. ii. Untuk dapat berpikir dan berevaluasi dengan lebih efektif. iii. Untuk dapat merubah perilaku dalam bentuk tertentu.

Menurut Frank Dance dan Carl Larson, 1976 (dalam Barker & Gaut, 2002) terdapat tiga fungsi dari komunikasi interpersonal, yaitu:

i. Menyediakan fungsi hubungan (linking function) diantara seseorang dengan lingkungannya.

ii. Mengijinkan seseorang untuk mengkonseptualisasi, mengingat, dan merencanakan setiap bagian dari fungsi pemikiran (mentation function).

iii. Membantu untuk mengatur perilaku kita dan orang lain (regulatory function).


(44)

D. Definisi dan Aspek-aspek Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal yang efektif adalah komunikasi yang yang mendapatkan arus balik secara langsung sehingga komunikator mengetahui tanggapan komunikasn ketika itu juga (Sunarto, 2003). Komunikasi interpersonal juga dikatakan efektif apabila adanya kemampuan untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang diinginkan (Johnson, 1981).

Menurut DeVito (1986), komunikasi interpersonal yang efektif dapat terbentuk dengan dua cara. Pertama, apabila terdapat pandangan humanistik yang menekankan keterbukaan, empati, dan dukungan; dan secara umum kualitas-kualitas tersebut mendorong makna, kejujuran, dan interaksi yang memuaskan. Kedua, adanya pandangan pragmatis atau perilaku yang menekankan pada manajemen interaksi, kesegeraan; dan secara umum kualitas-kualitas tersebut berkontribusi dalam memperoleh berbagai tujuan yang dinginkan.


(45)

Dari pandangan DeVito (1986), dapat disimpulkan lima kualitas yang paling penting dalam mencapai komunikasi interpersonal yang efektif:

1. Keterbukaan

Kualitas dari keterbukaan mengarah pada setidaknya tiga aspek pada komunikasi interpersonal:

a. Komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka pada orang yang berinteraksi dengannya. Harus terdapat kesediaan untuk pembukaan diri.

b. Kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur untuk memancing stimulus-stimuus. Akan jauh lebih baik ketika orang tersebut bisa bereaksi langsung akan hal yang kita sampaikan.

c. Menekankan pada perasaan “memiliki” dan pemikiran-pemikiran.

Untuk dapat terbuka adalah dengan mengakui bahwa perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang diekspresikan adalah milik individu dan ia bertanggung jawab atasnya, sehingga kita tidak menaruh tanggung jawab tersebut pada orang lain.

2. Empati

Empati mengarah pada kemampuan untuk merasakan seperti yang

orang lain rasakan, untuk “walk in the same shoes (berjalan pada langkah

yang sama)”. Komunikator interpersonal yang efektif harus bisa

berempati pada orang yang dengan siapa mereka berinteraksi dan melihat dunia seperti perspektif orang tersebut.


(46)

3. Dukungan

Komunikator interpersonal yang efektif harus dapat mendukung orang yang berinteraksi dengannya. Dukungan tersebut ditunjukkan dan dipupuk dalam bentuk:

a. Membangun atmosfer yang lebih deskriptif dibandingkan atmosfir yang evaluatif.

b. Menjadi lebih spontan daripada berstrategi. Individu yang spontan dalam berkomunikasi, yang secara langsung mengemukakan pikirannya, biasanya akan direspon dengan cara yang sama juga. c. Menjadi profesional, berarti memiliki pikiran yang tentatif, sikap

dengan pikiran terbuka, kesediaan untuk mendengar pandangan lawan, dan merubah posisi seseorang jika harus.

4. Kepositifan

Kita berkomunikasi dengan kepositifan melalui setidaknya dengan dua cara:

a. Menunjukkan sikap yang positif. Hal ini merujuk pada dua aspek: i. Komunikasi interpersonal dapat terjadi apabila ada

pandangan positif untuk diri sendiri. Seseorang yang berpandangan positif terhadap dirinya, akan cenderung lebih mudah memandang orang lain secara positif, dan begitu pula sebaliknya.

ii. Perasaan positif dalam situasi komunikasi yang umum sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada hal yang lebih


(47)

tidak menyenangkan dibandingkan dengan berkomunikasi dengan seseorang yang tidak menikmati adanya pertukaran atau tidak merespon dengan senang terhadap sebuah situasi atau konteks.

b. Stroking merupakan hal yang penting dalam analisis transaksional dan di dalam interaksi manusia pada umunya. Stroking bisa terjadi secara positif dan negatif, dan secara verbal dan non verbal. Contohnya secara verbal, “Aku menyukaimu,” “Kamu jelek.”. Atau secara non verbal dapat terjadi dengan cara tersenyum, mengedipkan mata, memeluk, atau memukul.

5. Kesetaraan

Komunikator interpersonal yang efektif harus mencapai interaksi interpersonal dengan kepercayaan bahwa setiap orang bisa berkontribusi di dalam kesuksesan interaksi tersebut.

E. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal

Di dalam melakukan komunikasi interpersonal, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, yakni faktor personal dan faktor situasional. Faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan antara lain:

1. Faktor Personal a. Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran subjektif suatu individu terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut dipengaruhi oleh persepsi individu itu


(48)

sendiri dan berbeda dari bagaimana orang lain melihat individu tersebut. Konsep diri sangat penting perannya di dalam komunikasi interpersonal. Hal ini dikarenakan pentingnya untuk mengerti diri kita sendiri sebelum kita mengerti orang lain yang menjalin hubungan dengan kita dan membangun komunikasi interpersonal (Beebe, Beebe, & Redmond, 2009). Menurut Rakhmat (2008) self concept memiliki pengaruh langsung terhadap bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Mengenai bagaimana orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya.

b. Harga Diri

Harga diri seringkali dilihat sebagai sebuah perbandingan antara diri sendiri dengan orang lain, dalam hal kemampuan, penampilan personal, kepemilikan materi, dan kualitas-kualitas lain atau karakteristik lainnya. Harga diri sendiri sangat erat kaitannya dengan konsep diri. Apabila konsep diri merupakan sebuah deskripsi akan diri sendiri, harga diri lebih merupakan sebuah evaluasi akan diri sendiri. Harga diri ini sendiri bisa dikembangkan tidak hanya dalam bentuk bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri tetapi juga bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Menurut Walster (dalam Rakhmat, 2008), bila harga diri direndahkan, hasrat afiliasi (bergabung dengan orang lain) bertambah dan ia akan menjadi lebih responsif untuk menerima kasih sayang dari orang lain. Tubbs dan


(49)

Moss, 1974 (dalam Rakhmat, 2008) juga menyimpulkan bahwa orang yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.

c. Kesamaan Karakteristik Personal

Rakhmat (2008) menyebutkan bahwa orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosio-ekonimis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai. Hal ini juga dikuatkan oleh Don Bryne, 1971 (dalam Rakhmat, 2008), yang menunjukkan hubungan linear antara atraksi dengan kesamaan, dengan menggunakan teori peneguhan dari Behaviorisme. Persepsi tentang adanya kesamaan mendatangkan ganjaran, dan perbedaan tidak mengenakkan.

d. Tekanan Emosional (stress)

Seseorang akan menginginkan kehadiran orang lain ketika berada dalam tekanan emosional atau keadaan yang mencemaskan (Rakhmat, 2008). Sehingga, orang-orang yang mengalami pernderitaan bersama-sama akan membentuk kelompok yang bersolidaritas tinggi.

e. Pembukaan Diri

Orang lain dapat mengetahui apa yang terjadi di dalam diri kita, mengenai apa yang sedang kita pikirkan atau rasakan dan apa yang kita pedulikan (Barker & Gaut, 2002). Menurut Lazowski & Andersen, 1990 (dalam Barker & Gaut, 2002) pembukaan diri yang tepat dapat mengurangi kecemasan, meningkatkan kenyamaan dan


(50)

intensitas atraksi interpersonal. Sedangkan menurut Finkenauer & Hazam, 2000 (dalam Barker & Gaut, 2002) pembukaan diri dapat meningkatkan kepuasaan pernikahan.

f. Kepercayaan

Barker & Gaut (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai sebuah interaksi antara mempercayai dan perilaku yang dapat dipercaya. Lebih spesifik lagi, hal tersebut termasuk pengakuan akan kebebasan dari setiap individu yang terlibat dan penerimaan kewajiban untuk tidak terlalu memegang kontrol dalam sebuah hubungan.

2. Faktor Situasional a. Daya Tarik Fisik

Orang-orang yang berpenampilan menarik (cantik/tampan) dan dianggap memiliki sifat-sifat yang baik akan cenderung lebih berhasil dalam hidupnya. Daya tarik fisik ini yang menjadi penyebab utama atraksi sosial. (Rakhmat, 2008)

b. Ganjaran (reward)

Reward yang diberikan oleh orang lain bisa berupa bantuan, dorongan moral, pujian, atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita. Biasanya, kita akan menyukai orang-orang yang memuji kita dan memberikan reward kepada kita. (Rakhmat, 2008).


(51)

c. Familiarity

Seseorang akan cenderung lebih menyukai orang-orang yang sering dilihat atau sudah dikenal dengan baik. Semakin sering ditemui, maka sering disukai juga orang tersebut. (Rakhmat, 2008)

d. Kedekatan

Seseorang cenderung menyenangi orang-orang yang tinggal berdekatan dengan mereka (Rakhmat, 2008).

e. Kemampuan

Seseorang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi daripada orang tersebut, atau lebih berhasil dalam hidupnya (Rakhmat, 2008).

f. Timbal Balik dan Feedforward

Adanya sebuah timbal balik yang membuat komunikasi berjalan dengan baik. Termasuk di dalamnya adalah paraphrase, bertanya, dan merespon dengan pernyataan empati (Barker & Gaut, 2002).

Berdasarkan kedua faktor yang terdapat dalam komunikasi interpersonal yang telah dijabarkan di atas, dapat dilihat bahwa komunikasi interpersonal seseorang dipengaruhi oleh begitu banyak hal. Faktor-faktor tersebut ternyata tidak hanya terjadi di dalam komunikasi interperosonal pada dunia nyata, tetapi juga dapat terjadi di dalam komunikasi di dunia maya (internet, on line).


(52)

Dewasa ini, manusia berkomunikasi dengan cara yang lebih mudah dengan menggunakan teknologi. Teknologi komunikasi dengan menggunakan internet, memudahkan manusia untuk saling berhubungan dengan cara yang lebih cepat dan dengan orang yang lebih banyak. Seseorang yang mencoba untuk berkomunikasi dengan banyak orang dengan orang banyak pasti akan menggunakan jejaring sosial.

Ketika seseorang menggunakan jejaring sosial, seseorang akan menemukan faktor-faktor situasional dalam berkomunikasi secara interpersonal kepada orang lain yang berkomunikasi dengannya. Pengguna jejaring sosial akan sering menemukan orang-orang yang muncul di halaman jejaring sosial mereka sehingga akan memunculkan faktor familiarity dan kedekatan. Selain itu, terdapat timbal balik dan feedforward yang diberikan oleh pengguna jejaring sosial lain, yang akan mempertahankan komunikasi interpersonal diantara keduanya. Sehingga, dengan munculnya faktor-faktor komunikasi interpersonal dalam menggunakan jejaring sosial, akan muncul pula komunikasi interpersonal yang efektif di antara penggunanya.

F. Jejaring Sosial

1. Definisi Jejaring Sosial

Boyd & Ellison (2008) mengemukakan bahwa jejaring sosial adalah pelayanan yang didasari oleh web yang mengijinkan seseorang untuk melakukan beberapa hal, yakni:


(53)

a. Mengkonstruksi sebuah profil publik atau semi-publik dengan sistem yang terbatas

b. Menyambungkan sebuah daftar dari pengguna lain dengan siapa mereka berbagi koneksi

c. Melihat dan melintasi daftar koneksi pengguna lain di dalam sebuah sistem

Menurut Boyd & Ellison (2008) jejaring sosial adalah sebuah hal yang unik. Bukan karena di dalam jejaring sosial seseorang dapat bertemu dengan orang asing, melainkan karena mereka dapat menyambungkan sesama pengguna dan membuat jaringan sosial itu menjadi nyata. Hal ini bisa terjadi apabila sesama pengguna saling berbagi koneksi pada dunia nyata (tidak di internet).

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa jejaring sosial adalah pelayanan yang didasari oleh web yang memberi fasilitas pada penggunanya untuk melakukan beberapa hal, yakni mengkonstruksi sebuah profil publik atau semi-publik dengan sistem yang terbatas, menyambungkan sebuah daftar dari pengguna lain dengan siapa mereka berbagi koneksi, melihat dan melintasi daftar koneksi pengguna lain di dalam sebuah sistem.


(54)

Gambar 1. Timeline Perkembangan Jejaring Sosia l


(55)

2. Penggunaan Jejaring Sosial pada Remaja Tunarungu

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti, terdapat berbagai jejaring sosial khusus bagi penderita Tunarungu. Beberapa contoh jejaring sosial tersebut adalah DeafPals.com yang telah memiliki lebih dari 2500 anggota di seluruh dunia; snoorfi.com yang menyediakan 4 bahasa isyarat, yakni Bahasa Inggris, Spanyol, Perancis, dan Arab; alldeaf.com yang menyediakan berbagai forum diskusi; dan deafpassions.com yang menyediakan layanan kencan online.

Selain bergabung di dalam jejaring sosial yang mengkhususkan pada pengguna Tunarungu saja, pada jejaring sosial Facebook pun, terdapat banyak sekali group komunitas yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kaum Tunarungu dan setiap pengguna Facebook dapat ikut bergabung di dalamnya. Beberapa contoh group tersebut antara lain seperti Deaf and Hard of Hearing yang memiliki anggota lebih dari 11.000 orang dan Deaf All Around the World yang memiliki anggota lebih dari 10.000 orang; di Indonesia sendiri, terdapat beberapa komunitas Tunarungu yang berwadah pada jejaring sosial Facebook seperti Komunitas Anak Tuna Rungu, Peduli Tuna Rungu, dan ORMAS DPD Peritri (Persatuan Tuna Rungu Indonesia).

Di Indonesia sendiri, berdasarkan survey wawancara peneliti (2012), kebanyakan remaja Tunarungu yang memiliki jejaring sosial, lebih sering menggunakan jejaring sosial Facebook dan Twitter. Hal tersebut terjadi karena mereka hanya mengetahui cara menggunakan jejaring sosial dari


(56)

teman atau keluarga mereka yang mendengar yang kebanyakan menggunakan jejaring sosial tersebut.

G.Hubungan Antara Penggunaan Jejaring Sosial dengan Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Salah satu bentuk teknologi komunikasi moderen adalah komunikasi dengan menggunakan internet. Internet merupakan sebuah jaringan global yang menghubungkan beberapa komputer untuk berkomunikasi secara bebas dan dapat berbagi dan bertukar informasi (Baran, 2004). Internet telah melahirkan beberapa hal, salah satu diantaranya adalah jejaring sosial.

Jejaring sosial memiliki berbagai aplikasi yang dapat digunakan oleh penggunanya. Menurut Ellison, Steinfield, dan Lampe (2007), salah satu keunggulan dari jejaring sosial adalah penggunanya dapat menampilkan diri mereka dalam sebuah profile online dan dapat mengakumulasikan teman-teman mereka untuk bisa saling bertukar komentar. Mereka juga dapat bergabung dalam kelompok-kelompok (virtual group) sesuai dengan ketertarikan masing-masing. Selain itu, mereka juga dapat mengetahui informasi private pengguna lain, seperti hobi, status hubungan, dan kesukaan lainnya.

Jejaring sosial dapat digunakan oleh berbagai macam kalangan, termasuk remaja Tunarungu. Dengan menggunakan jejaring sosial, seorang remaja Tunarungu dapat membangun hubungan dengan orang lain bahkan membangun hubungan komunikasi interpersonal yang efektif dengan


(57)

pengguna jejaring sosial yang lain. Hal ini dikarenakan remaja Tunarungu, yang memiliki keinginan yang kuat dalam berkomunikasi dengan orang lain (Poe, 2006), dapat mengatasi kesulitan mereka dalam berkomunikasi dengan menggunakan jejaring sosial karena mereka dapat berkomunikasi tanpa harus mendengar ataupun berbicara.

Dalam menggunakan jejaring sosial, remaja Tunarungu akan lebih mudah membangun komunikasi interpersonal yang efektif. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya faktor situasional yang disediakan oleh jejaring sosial, yakni reward, familiarity, kedekatan, kemampuan, dan timbal balik. Sehingga, pada akhirnya remaja Tunarungu dapat menumbuhkan aspek-aspek efektivitas komunikasi interpersonal dalam menggunakan jejaring sosial.

Faktor-faktor situasional komunikasi interpersonal yang ditumbuhkan dalam jejaring sosial dapat terjadi dalam beberapa aktivitas yang dilakukan remaja Tunarungu. Salah satu aktivitas yang tersebut adalah penulisan profile. Semakin sering remaja Tunarungu menggunakan jejaring sosial, semakin sering juga orang tersebut melihat informasi pribadi mengenai pengguna lain di dalam profile mereka. Hal tersebut dapat memunculkan pengenalan lebih mendalam terhadap seseorang. Pengenalan yang lebih mendalam ini adalah salah satu bentuk faktor situasional familiarity yang dimunculkan oleh jejaring sosial diantara remaja Tunarungu dengan pengguna jejaring sosial lainnya.

Tidak hanya itu, dengan semakin sering melihat profile atau status yang dibuat oleh pengguna jejaring sosial lain, remaja Tunarungu pun


(58)

merasakan adanya kedekatan di antara mereka dan pengguna lain.Terlebih lagi adanya kemudahan dalam melihat profile seseorang, remaja Tunarungu dapat melihat berbagai macam prestasi yang telah diraih oleh pengguna jejaring sosial lain dan dapat saling memberikan reward dengan saling memberi pujian. Pemberian reward, perasaan kedekatan, dan kemampuan juga merupakan faktor-faktor situasional yang terdapat dalam jejaring sosial.

Selain itu, faktor situasional feedforward dan timbal balik juga dapat tercermin dalam cara remaja Tunarungu yang saling merespon pendapat dengan pengguna lainnya. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa situs jejaring sosial menyediakan fasilitas live chat yang memungkinkan para penggunanya dapat berkomunikasi secara langsung dengan pengguna lain. Tidak jarang, beberapa jenis jejaring sosial juga menyediakan layanan web-cam chat atau video call yang dapat mempermudah para pengguna untuk saling bertatap muka secara online sehingga remaja Tunarungu dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat

Setelah menggunakan jejaring sosial, semakin lama remaja Tunarungu akan menumbuhkan aspek-aspek efektivitas komunikasi interpersonal dalam berkomunikasi melalui jejaring sosial. Aspek-aspek efektivitas komunikasi interpersonal tersebut dapat tercermin dalam beberapa aktivitas. Salah satu aktivitas yang menumbuhkan aspek komunikasi interpersonal yang efektif adalah dengan berani membuka dan menuliskan profile atau data diri dalam jejaring sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja Tunarungu telah


(59)

mencoba untuk bersikap terbuka, yang merupakan salah satu aspek dari komuinikasi interpersonal yang efektif.

Dengan adanya berbagai group diskusi yang membebaskan setiap pengguna untuk bertukar pikiran, remaja Tunarungu yang menggunakan jejaring sosial akan merasa disetarakan walaupun terdapat berbagai perbedaan diantara mereka. Hal ini merupakan wujud nyata dari aspek kesetaraan dalam komunikasi interpersonal yang efektif. Selain itu, remaja Tunarungu dapat bertukar pendapat, berdiskusi dan melihat ketertarikan dari pengguna lain. Aktivitas ini dapat memunculkan dukungan dan kepositifan yang juga merupakan aspek komunikasi interpersonal yang efektif. Dengan banyaknya kemudahan dalam berkomunikasi, jejaring sosial dapat membantu penggunanya untuk saling memberikan empati dan dukungan, baik dalam bentuk lisan (dengan web-cam) maupun tulisan, yang merupakan bentuk dari aspek empati pada aspek efektivitas komunikasi interpersonal.

Dengan penjabaran lengkap yang telah dijelaskan, dapat dimengerti bahwa jejaring sosial merupakan wadah untuk bertemu dengan orang baru maupun menjalin hubungan lebih personal dengan orang yang sudah dikenal. Berbagai aplikasi yang terdapat di dalam jejaring sosial, seperti live chat, web camera, ataupun group discussion semakin memudahkan remaja Tunarungu untuk menjalin komunikasi interpersonal dengan pengguna lainnya, baik pengguna Tunarungu lain maupun pengguna yang dapat mendengar.

Walau demikian, untuk memperoleh komunikasi interpersonal yang efektif, remaja Tunarungu harus memiliki kemudahan dalam mengakses


(60)

internet selama yang mereka butuhkan. Tidak hanya itu, remaja Tunarungu juga harus mampu memahami bahasa yang terdapat di dalam jejaring sosial untuk dapat menggunakannya secara maksimal. Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu dapat terbentuk.

Gambar 2. Penggunaan Jejaring Sosial dan Efektivitas Komunikasi Interpersonal

JEJARING SOSIAL Menggunakan Jejaring Sosial Tidak Menggunakan Jejaring Sosial Sering Menggunakan Jejaring Sosial Memahami Bahasa dalam Jejaring Sosial Komunikasi Interpersonal yang Efektif Komunikasi Interpersonal yang Tidak Efektif Jarang Menggunakan Jejaring Sosial Tidak Memahami Bahasa dalam Jejaring Sosial D A M P A K D A M P A K


(61)

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: ada korelasi yang positif antara penggunaan jejaring sosial terhadap keefektivitasan komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu. Oleh karena itu, apabila penggunaan jejaring sosial pada remaja Tunarungu tinggi, maka efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu juga akan semakin tinggi.


(62)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara penggunaan jejaring sosial dan efektivitas komunikasi interpersonal pada remaja Tunarungu.

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yakni: 1. Variabel Bebas : Penggunaan Jejaring Sosial

2. Variabel Tergantung : Efektivitas Komunikasi Interpersonal

C. Definisi Operasional

1. Penggunaan Jejaring Sosial

Jejaring sosial adalah pelayanan yang didasari oleh web yang memberi fasilitas pada penggunanya untuk melakukan beberapa hal, yakni mengkonstruksi sebuah profil publik atau semi-publik dengan sistem yang terbatas, menyambungkan sebuah daftar dari pengguna lain dengan siapa mereka berbagi koneksi, melihat dan melintasi daftar koneksi pengguna lain di dalam sebuah sistem Tingkat penggunaan jejaring sosial adalah banyaknya waktu yang digunakan oleh seseorang untuk mengakses


(63)

jejaring sosial dalam bentuk apapun untuk melakukan beberapa kegiatan seperti; mengkonstruksi profil publik, berbagi koneksi dengan pengguna lain, melihat, dan melintasi data koneksi pengguna lain di dalam jejaring sosial tersebut.

Tingkat penggunaan jejaring sosial ini merupakan data rasio, yang berarti data tersebut diketahui dengan cara pengukuran dan memiliki nilai absolut 0 (Santoso, 2012). Oleh karena itu, variabel ini akan diukur dengan pertanyaan mengenai jumlah waktu dalam jejaring sosial setiap harinya.

2. Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Efektivitas komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan definisi tersebut, maka komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Apabila seseorang tidak mampu memahami pesan yang diterimanya, berarti komunikasi tersebut gagal dan tidak efektif.

Tingkat efektivitas komunikasi interpersonal diukur dengan skala Likert dan merupakan data ordinal. Keefktifitasan komunikasi interpersonal dapat dilihat dengan tingginya skor yang didapat, sehingga definisi operasional pada variabel efektivitas komunikasi interpersonal


(64)

adalah semakin tinggi skor yang didapat, semakin efektif juga komunikasi interpersonal yang dimiliki.

Menurut DeVito (1986), komunikasi interpersonal yang efektif dapat diukur dengan menggunakan lima aspek, yakni:

a. Keterbukaan

Komunikator bisa berbagi informasi termasuk hal-hal yang bersifat pribadi. Dalam berinteraksi, komunikator juga harus bisa bereaksi langsung dan mengekspresikan perasaan dan pendapatnya.

b. Empati

Komunikator berempati pada orang yang dengan siapa mereka berinteraksi dan melihat dunia seperti perspektif orang tersebut.

c. Dukungan

Komunikator dapat mendukung orang yang berinteraksi dengannya d. Kepositifan

Dalam komunikasi, kedua belah pihak harus merasa nyman dalam berkomunikasi.

e. Kesetaraan

Komunikator interpersonal yang efektif harus mencapai interaksi interpersonal dengan kepercayaan bahwa setiap orang bisa berkontribusi di dalam kesuksesan interaksi tersebut.


(65)

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan purposive sampling dalam mencari subjek penelitian. Berikut adalah kriteria subjek yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 2. Kriteria Subjek Penelitian

Kriteria Keterangan

Jenis Kelamin Laki-laki dan Perempuan

Usia 11 – 24 tahun

Penggunaan Jejaring Sosial: Jenis Jejaring Sosial Frekuensi Menggunakan Jejaring Sosial

Durasi Menggunakan Jejaring Sosial

Seluruh Jejaring Sosial (min 1) Minimum 1 kali/hari

Bebas

Taraf Ketulian Seluruh Taraf Ketulian (16db – 91+db)

E. Metode Pengumpulan Data

Peneliti melakukan satu tahap untuk mengumpulkan data, yakni Tahap Uji Coba dan Penelitian.

Pengumpulan data pada penelitian ini didahului oleh tahap uji coba (try out). Tahap uji coba ini dimaksudkan untuk menyeleksi aitem skala efektivitas komunikasi interpersonal yang akan digunakan dalam pengambilan data penelitian yang sesungguhnya. Sebelum melakukan uji coba, peneliti terlebih dahulu membuat blue print untuk membuat aitem skala komunikasi interpersonal. Aitem tersebut disusun berdasarkan aspek-aspek komunikasi interpersonal. Peneliti membuat 30 aitem yang terdiri 15 aitem favorable, yakni aitem yang mengindikasikan indikator yang diukur; dan 15 aitem unfavorable, yakni aitem yang mengindikasikan rendahnya aitem yang


(66)

diukur. Setelah dilakukan uji coba, peneliti akan mendapatkan aitem skala efektivitas komunikasi interpersonal yang telah lolos uji coba. Kemudian, aitem skala efektivitas komunikasi interpersonal tersebut akan digunakan untuk menghitung korelasi antara efektivitas komunikasi interpersonal dengan penggunaan jejaring sosial.

Sedangkan metode pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan wawancara terstruktur berdasarkan skala yang telah disusun oleh peneliti. Metode ini sengaja dipilih karena peneliti telah melakukan dua kali try out dengan menyebar skala penelitian, akan tetapi subjek penelitian selalu merasa kesulitan untuk mengisi skala tersebut secara individual. Sehingga, peneliti di dalam penelitian ini, mencoba untuk membahasakan kembali pertanyaan-pertanyaan di dalam skala dalam bahasa oral atau isyarat, kemudian menyimpulkan jawaban yang dikeluarkan oleh subjek penelitian untuk mengisi skala yang sudah ada.

Penelitian ini menggunakan dua alat ukur untuk mengukur dua variabel penelitian. Alat ukur tersebut adalah:

1. Penggunaan Jejaring Sosial

Penelitian ini mengukur variabel bebas, yaitu tingkat penggunaan jejaring sosial dengan menghitung lamanya penggunaan jejaring sosial.

Pertanyaan penelitian yang akan diajukan untuk mengukur variabel bebas adalah:

1. Saya menggunakan jejaring sosial sebanyak _____ kali sehari. 2. Saya menggunakan jejaring sosial selama _____ jam setiap hari.


(67)

Variabel ini dihitung dengan mengakumulasikan jumlah pemakaian jejaring sosial setiap harinya, yakni banyaknya frekuensi subjek penelitian menggunakan jejaring sosial dikalikan dengan durasi penggunaan jejaring sosial setiap kali subjek menggunakan jejaring sosial.

2. Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Penelitian ini menggunakan skala Likert ordinal dengan metode Summated Ratings untuk mengukur variabel tergantung, yaitu aspek komunikasi interpersonal. Menurut Nunnally, (dalam Supratiknya, 1998) skala ordinal berupa serangkaian obyek yang diurutkan dari yang tertinggi sampai yang terendah dalam hal suatu atribut.

Kategori jawaban dari aitem skala komunikasi interpersonal terdiri dari empat jawaban, yakni SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

Pemberian skor pada masing-masing aitem disesuaikan oleh masing-masing jawaban subjek. Untuk aitem favorable dan unfavorable, skor yang diberikan adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Skor Aitem Favorable dan Unfavorable Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3


(68)

Tabel 4. Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1 Keterbukaan 3 3 6

2 Empati 3 3 6

3 Dukungan 3 3 6

4 Kepositifan 3 3 6

5 Kesetaraan 3 3 6

Total 15 15 30

F. Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas 1. Validitas

Suatu alat ukur harus diukur validitasnya agar alat ukur tersebut dapat terbukti bahwa alat ukur tersebut mampu mengukur atribut yang seharusnya diukur. Oleh karena itu, alat ukur yang digunakan oleh penelitian ini akan mengalami proses validasi dengan menggunakan validitas isi. Menurut Azwar (2009), validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui proffesional judgment. Di dalam penelitian ini, validasi proffesional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing dan guru pengajar murid tuna rungu.

2. Seleksi Aitem

Seleksi butir skala dilakukan dengan menggunakan program software SPSS 16.00. Kriteria pemilihan butir pada skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal adalah dengan memilih butir skala yang memiliki Corrected Item-Total Correlation (korelasi aitem total) positif. Dari pemilihan tersebut, terdapat 7 butir yang gugur.


(69)

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah melakukan dua kali try out terlebih dahulu untuk uji reliabilitas, validitas, dan seleksi aitem yang hasilnya masih kurang baik. Oleh karena itu, hasil dari dua try out tersebut tidak dipakai dan kemudian peneliti memperbaiki alat ukur yang dianggap lebih baik.

Pada try out 1, peneliti merancang skala efektivitas komunikasi interpersonal dengan 50 aitem dan diuji-cobakan pada 40 remaja Tunarungu di SMPLB/B Negeri 1 Bantul dan SMPLB/B dan SMALB/B Negeri Semarang. Pada try out pertama, didapatkan reliabilitas aitem sebesar 0.566. Koefisien korelasi pada try out pertama ini berkisar di antara -0.359 sampai dengan 0.397. Akan tetapi, pada ujicoba penelitian desain 1, terdapat 31 aitem yang gugur sehingga hanya tersisa kurang dari separuh aitem yang dapat digunakan.

Tabel 5. Seleksi Aitem Try Out 1

Aspek Nomor Aitem

Favorable

Nomor Aitem Unfavorable

Total Aitem Sahih 1.Keterbukaan 1*, 11*, 21*,

31*, 41*

6*, 16*, 26, 36, 46

3 2.Empati 2*, 12*, 22*,

32*, 42

7, 17*, 27, 37*, 47

4 3.Dukungan 3, 13, 23*, 33*,

43*

8*, 18*, 28, 38, 48

5 4.Kepositifan 4, 14*, 24*, 34,

44*

9*, 19*, 29*, 39*, 49

3 5.Kesetaraan 5*, 15, 25*,

35*, 45*

10*, 20, 30, 40*, 50*

3

Total Aitem 6 12 18


(70)

Aitem-aitem tersebut kemudian diperbaiki pada try out 2. Peneliti merancang skala efektivitas komunikasi interpersonal dengan 30 aitem dan diujicobakan pada 42 remaja Tunarungu di SMPLB/B Dena Upakara dan Don Bosco Wonosobo. Dalam try out kedua, didapatkan reliabilitas sebesar 0.677. Koefisien korelasi pada uji coba ke-2 ini berkisar di antara 0.074 sampai dengan 0.503. Walau demikian, pada ujicoba yang ke-2, hanya terdapat 13 aitem yang lolos uji coba.

Tabel 6. Seleksi Aitem Try Out 2

Aspek Nomor Aitem

Favorable

Nomor Aitem Unfavorable

Total Aitem Sahih 1. Keterbukaan 1*, 11*, 21 6, 16*, 26* 2

2. Empati 2*, 12*, 22 7, 17, 27 4

3. Dukungan 3*, 13, 23 8*, 18, 28* 3 4.Kepositifan 4*, 14*, 24* 9*, 19, 29 2 5. Kesetaraan 5, 15, 25* 10*, 20*, 30* 2

Total Aitem 6 7 13

Keterangan: (*) merupakan aitem gugur

Dari hasil uji coba 1 dan 2, peneliti memutuskan bahwa pengambilan data dengan menggunakan metode penyebaran skala kurang cocok untuk digunakan pada remaja Tunarungu. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk mengambil data dengan melakukan wawancara terstruktur berdasarkan skala yang telah disusun ulang.

Setelah menghitung reliabilitas dan memilih butir-butir yang berkoefisien positif, peneliti memiliki 23 butir yang kemudian dihitung ulang untuk diseleksi. Peneliti memilih butir-butir yang dapat digunakan dengan melihat Corrected Item-Total Correlation (korelasi


(71)

aitem total) diatas atau sama dengan 0.25. Dari pemilihan butir-butir tersebut, ditemukan 5 butir yang gugur. Sehingga jumlah aitem yang masih dapat digunakan adalah 18 aitem dengan koefisian korelasi di antara 0.255 sampai dengan 0.879.

Tabel 7. Uji Reliabilitas Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal Setelah Penyeleksian Aitem

Tabel 8. Seleksi Aitem Try Out 3

Aspek Nomor Aitem

Favorable

Nomor Aitem Unfavorable

Total Aitem Sahih

1. Keterbukaan 1*, 2 ,3* 4, 5, 6 4

2. Empati 7, 8, 9* 10, 11, 12 5

3. Dukungan 13, 14,* 15 16, 17*, 18* 3 4. Kepositifan 19, 20*, 21* 22, 23*, 24 3 5. Kesetaraan 25*, 26*, 27 28*, 29, 30 3

Total Aitem 7 11 18

Keterangan: (*) merupakan aitem gugur

3. Reliabilitas

Menurut Supratiknya (1998), reliabilitas adalah konsistensi atau stabilitas. Bentuknya secara statistik situnjukkan dengan korelasi. Angka atau koefisien korelasi yang menunjukkan reliabilitas disebut koefisien reliabilitas (rxx). Pengukuran reliabilitas dihitung dengan menggunakan koefisien alpha

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items


(72)

cronbach (α). Besarnya nilai koefisien reliabilitas (rxx‟) berkisar mulai 0,00 hingga 1,00. Semakin koefisien Alpha Cronbach mendekati angka 1,00, maka semakin reliabel pula alat ukur tersebut.

Dalam uji reliabilitas try out ke-tiga diperoleh nilai Alpha Cronbach sebesar 0.758. Dari hasil uji reliabilitas tersebut, dapat dikatakan bahwa Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal ini layak digunakan sebagai instrumen penelitian.

Tabel 9. Uji Reliabilitas Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal Awal Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.758 .779 30

Akan tetapi, dalam skala tersebut, terdapat beberapa butir aitem yang memiliki Corrected Item-Total Correlation (korelasi aitem total) yang bernilai negatif. Aitem-aitem yang memiliki Corrected Item-Total Correlation negatif berjumlah 7 aitem. Oleh karena itu, aitem-aitem tersebut dihilangkan dan dihitung kembali reliabilitas dari Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal dengan menggunakan SPSS 16.00. Dari pengujian kedua, ditemukan reliabilitas skala tersebut mencapai 0.86. Dari hasil uji reliabilitas tersebut, dapat dilihat bahwa reliabilitas skala naik dan dapat dikatakan bahwa Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal ini layak digunakan sebagai instrumen penelitian.


(73)

Tabel 10. Uji Reliabilitas Skala Efektivitas Komunikasi Interpersonal 2 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.860 .874 23

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat apakah seluruh variabel yang terdapat di dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak.

b. Uji Linearitas

Penelitian ini menggunakan uji linearitas untuk melihat apakah variabel yang terdapat di dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linear atau tidak.

2. Uji Hipotesis

Penelitian ini adalah penelitian korelasi antara penggunaan jejaring sosial dan efektivitas komunikasi interpersonal. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan menggunakan korelasi Spearman karena penelitian ini menggunakan dua jenis data, yakni data ordinal dan data rasio (Santoso, 2012).


(74)

52 BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan persiapan penelitian. Persiapan ini meliputi beberapa hal, yakni:

1. Peneliti menyusun skala penelitian yang terdiri dari 2 skala, yaitu skala efektivitas komunikasi interpersonal dan skala penggunaan jejaring sosial. Peneliti menyusun 30 aitem untuk skala efektivitas komunikasi interpersonal yang disusun berurutan sesuai dengan aspek-aspek yang ada agar pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih mudah, karena menggunakan metode wawancara terstruktur.

2. Peneliti menyiapkan surat ijin penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma untuk diberikan kepada kepala sekolah terkait, yakni kepala sekolah SLB/B Karnnamanohara dan SLB/B Yappenas.

3. Peneliti melakukan survey secara langsung ke sekolah dan komunitas tempat subjek penelitian, yakni:

a. Hari Selasa, 11 Desember 2012, peneliti datang ke SLB Yappenas untuk melakukan survey dan memutuskan untuk menggunakan 3 siswa SMALB/B dan 1 siswa SMPLB/B sebagai subjek penelitian.


(75)

b. Hari Rabu, 12 Desember 2012, peneliti melakukan survei ke SLB/B Karnnamanohara dan bertemu secara langsung dengan murid-murid SMPLB/B Karnnamanohara. Dari survei tersebut, peneliti memutuskan untuk mengambil subjek penelitian dari kelas V SD-VIII SMP.

c. Hari Rabu, 19 Desember 2012, peneliti mengunjungi komunitas Deaf Art Community untuk bertemu dengan remaja-remaja Tunarungu yang mengikuti kegiatan tersebut dan meminta ijin untuk mengambil data di komunitas tersebut.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara terstuktur berdasarkan skala yang sudah disusun. Wawancara tersebut dilakukan di 2 SLB/B, yakni SLB/B Karnnamanohara dan SLB Yappenas; dan 1 komunitas Tunarungu Yogykarta, yakni komunitas Deaf Art Community (DAC).

Wawancara pertama dilakukan di SLB Yappenas pada hari Kamis, 13 Desember 2012 pukul 09.00 WIB. Pada hari itu, peneliti dibantu oleh salah satu mahasiswi Psikologi USD untuk membantu wawancara. Pada hari penelitian, siswa/i Tunarungu SLB Yappenas baru saja menyelesaikan ujian semester, sehingga siswa/i tersebut memiliki waktu bebas di sekolah dan dapat langsung melakukan wawancara dengan peneliti.


(1)

LAMPIRAN E

HASIL UJI NORMALITAS, UJI LINIERITAS,

DAN UJI HIPOTESIS


(2)

1.

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

VAR00001

N 21

Normal Parametersa Mean 54.9048

Std. Deviation 6.95633

Most Extreme Differences Absolute .227

Positive .227

Negative -.135

Kolmogorov-Smirnov Z 1.040

Asymp. Sig. (2-tailed) .230

a. Test distribution is Normal.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

VAR00001 .227 21 .006 .846 21 .004


(3)

2.

Uji Linieritas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Penggunaan

Jejaring

Sosial *

Efektivitas

Komunikasi

Interpersonal

Between

Groups

(Combined) 24.196 10 2.420 1.664 .217

Linearity .044 1 .044 .030 .865

Deviation

from

Linearity

24.152 9 2.684 1.845 .177

Within Groups 14.542 10 1.454

Total 38.738 20

3.

Uji Hipotesis

Korelasi Spearman

Correlations

VAR00001 VAR00002

Spearman's rho Penggunaan Jejaring Sosial

Correlation Coefficient 1.000 -.050

Sig. (1-tailed) . .414

N 21 21

Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Correlation Coefficient -.050 1.000

Sig. (1-tailed) .414 .


(4)

LAMPIRAN F


(5)

(6)