Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisinis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Usahatani Padi. (Studi Pada Gapoktan Rukun Makmur Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor).

(1)

I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan yang terjadi di sektor pertanian pada umumnya ada di wilayah perdesaan, hal ini dikarenakan wilayah perdesaan adalah daerah yang kurang akses informasi dan teknologi. Selain itu, daerah perdesaan mengalami pembangunan yang tidak maju tidak demikian seperti di wilayah perkotaan.

Kontribusi sektor pertanian dalam penyerapan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan menduduki urutan kedua terbesar setelah sektor industri pengolahan. Kontribusi sebesar 15,8 persen pada tahun 2009 menjadi 16,1 persen pada tahun 2010 merupakan hasil nyata bahwa pertanian memberikan pengaruh positif pada perkembangan ekonomi mikro dan pendapatan masyarakat menengah ke bawah. Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan kontribusi sektor lapangan usaha pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dari tahun ke tahun.

Tabel 1. Kontribusi Sektor Lapangan Usaha terhadap Produk Domestik Bruto Nasional 2008-2010

(Milyar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun Laju

(%)

2008 % 2009 % 2010* %

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

549.452 15,0 659.675 15,8 760.792 16,1 3,56 Pertambangan dan Penggalian 401.898 11,0 428.216 10,3 519.896 11,0 0,30 Industri Pengolahan 1.011.427 27,6 1.098.575 26,4 1.175.011 24,9 -5,16 Listrik, Gas & Air Bersih 30.201 0,8 34.832 0,8 37.472 0,8 -1,93 Konstruksi 303.573 8,3 406.369 9,8 480.996 10,2 10,97 Perdagangan, Hotel &

Restoran

509.257 13,9 548.493 13,2 660.518 14,0 0,37 Pengangkutan dan

Komunikasi

227.158 6,2 260.522 6,3 296.088 6,3 0,46 Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan

270.749 7,4 300.555 7,2 331.396 7,0 -2,65 Jasa-jasa 356.803 9,7 425.589 10,2 465.605 9,8 0,61

Produk Domestik Bruto 3.660.520 100,0 4.162.727 100,0 4.727.775 100,0

Sumber : BPS, 2010 (diolah) Ket: *sementara


(2)

2 Dari Tabel 1 dapat dilihat kenaikan sektor lapangan usaha pertanian mengalami kenaikan terus dari tahun 2008 ke tahun 2010 dengan laju rata-rata sebesar 3,56 persen pertahun. Hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor lapangan usaha yang masih menjadi pilihan utama oleh masyarakat Indonesia dalam mencari pekerjaan khususnya wilayah perdesaan. Secara implisit dapat dijelaskan bahwa tingkat produktivitas yang rendah serta penerimaan pendapatan yang sangat rendah terjadi di sektor pertanian juga turut mempengaruhi penggunaan tenaga kerja di sektor usaha masing-masing, sehingga yang terjadi adalah peningkatan jumlah penduduk miskin baik di kota maupun di desa.

Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus menurun. Pada Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2010 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 5,322 juta menjadi 4,774 juta jiwa yang sebagian besar penduduk miskin banyak terdapat di wilayah perdesaan sebesar 51 persen.

Tabel 2. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2010

No Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (000) % Penurunan Penduduk Miskin Garis Kemiskinan P1* (%) P2** (%)

Kota Desa K+D K+D (%) K+D (Rp) K+D K+D

1 2008 2.617 2.705 5.322 13 176.216 2,17 0,6 2 2009 2.531 2.452 4.984 12 191.985 1,95 0,50 3 2010 2.351 2.423 4.774 11,3 201.138 1.93 0.52

Rata-rata 2.499 2.527 5.027 12,08 189.780 2,06 0,54

Sumber : BPS (2010)

Keterangan : *indeks kedalaman kemiskinan **indeks keparahan kemiskinan

Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, dapat dikatakan kemiskinan masih mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Pada umumnya masalah kemiskinan sangat erat dengan hubungannya dengan pertanian. Menurut Hakim (2008)1, beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi

1

Lukman Hakim .2008. Kelembagaan & Kemiskinan Indonesia .http://www.google.com//kelembagaan//html. (20 Agustus 2011)


(3)

sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian.

Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit dari petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian seperti kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya.

Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani. Ini terjadi karena masih adanya stigma atau pandangan yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah karena pilihan terakhir dikarenakan tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah pemerintah yang berpihak pada sektor industri dari pada sektor pertanian yang berdampak pada semakin menyempitnya lahan yang dimiliki oleh petani akibat konversi lahan menjadi lahan industri maupun pemukiman. Keempat, masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani2.

Jika di dalami lagi permasalahan yang dihadapi petani adalah kekurangan modal untuk membeli input produksi pertanian. Peran kelompok tani sebagai lembaga desa yang mengayomi atau menyediakan sarana produksi pertanian perlu

2 Apriyantono, A. 2004 Pembangunan Pertanian di Indonesia.http://www.pdfgeni.com//pertanian


(4)

4 mendapat dukungan dari semua pihak terutama pemerintah. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral,Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani.

Secara umum, usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi dan sampai saat ini belum berkembangnya lembaga penjamin serta belum adanya lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut, Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan program Revitalisasi Pertanian pada tanggal 11 Juni 2005 dengan program-program utama antara lain: Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani serta Pengembangan Sumberdaya dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang perikanan maupun kehutanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan.

Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Kementerian Pertanian RI adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor PERMENTAN Nomor 09/Permentan/OT.140/2/2011 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program PUAP memiliki tujuan antara lain: (1) Untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani. (3)


(5)

Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dicanangkan pada tahun 2008. Melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai pelaksana langsung program PUAP diharapkan dana Bantuan Langsung Mandiri (BLM) bisa tersalurkan dengan tepat sasaran. Penyaluran dana ini difokuskan pada daerah-daerah tertinggal yang memiliki potensi pertanian agribisnis.

Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 provinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin. Salah satu provinsi yang menerima PUAP adalah Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini merupakan daerah penghasil beras terbesar nasional (Lampiran2). Jumlah kuota untuk Jawa Barat adalah sebanyak 529 desa yang terbagi dalam 17 kabupaten dan 2 kota3. Adapun kabupaten dan kota yang mendapatkan program PUAP dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Desa Penerima Dana PUAP Di Kota dan Kabupaten Provinsi Jawa Barat Tahun 2008

No Nama Kabupaten/Kota Jumlah No Nama Kabupaten/Kota

Jumlah

Kec Desa Kec Desa

1 Kabupaten Bandung 16 25 11 Kota Banjar 1 6 2 Kabupaten Bandung Barat 6 30 12 Kota Depok 5 6 3 Kabupaten Bekasi 5 20 13 Kabupaten Kuningan 11 33 4 Kabupaten Bogor 10 25 14 Kabupaten Majalengka 11 35 5 Kabupaten Ciamis 11 29 15 Kabupaten Purwakarta 4 20 6 Kabupaten Cianjur 11 35 16 Kabupaten Subang 14 35 7 Kabupaten Cirebon 11 35 17 Kabupaten Sukabumi 17 35 8 Kabupaten Garut 12 35 18 Kabupaten Sumedang 13 35 9 Kabupaten Indramayu 8 35 19 Kabupaten Tasikmalaya 9 20 10 Kabupaten Karawang 11 35

Jumlah 101 304 Jumlah 85 225

Rata-rata 10 30 Rata-rata 9 25

Sumber: Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Deptan (PUAP), 2008

3


(6)

6 I.2 Perumusan Masalah

Permodalan dan akses informasi merupakan permasalahan yang dihadapi petani di perdesaan. Sumber modal yang bisa di dapat dari lembaga bank dan non bank belum bisa di akses dengan mudah oleh petani dikarenakan keterbatasan dan ketidaktahuan yang dimiliki petani. Petani sebagai debitor dan bank sebagai kreditur tidak memiliki titik temu atau kesepakatan dikarenakan pihak debitur tidak memiliki agunan atau jaminan yang jelas untuk mengajukan kredit pinjaman.

Di sisi debitor, karakteristik dari sebagian besar petani yakni masih belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak atau belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, memiliki lahan yang sempit, bermodal rendah, minim teknologi serta jumlah tenaga kerja yang banyak. Sementara itu, di sisi kreditor sebagai lembaga pemodal menuntut adanya kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, izin resmi serta adanya jaminan.

Keterbatasan petani dalam mengakses sumber modal makin menguatkan petani mengalami beragam tekanan, baik tekanan ekonomi maupun tekanan sosial. Tekanan ekonomi berhubungan langsung dalam pengadaan sarana produksi meliputi bibit, pupuk maupun obat-obatan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu tekanan sosial lebih bersifat kepada penilaian sebagian besar masyarakat di luar petani yang menilai bahwa petani itu terbelakang dan tertinggal karena tidak mempunyai keinginan untuk maju. Ini yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami kemunduran dan kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi banyak terdapat di perdesaan karena sebagian besar petani berada di wilayah desa.

Tahun 2008 program PUAP di Provinsi Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bogor telah dilaksanakan dengan jumlah dana yang diterima sebesar 100 juta tiap desa miskin (Lampiran ). Salah satu kecamatan yang menerima dana PUAP adalah Kecamatan Pamijahan yang terdiri dari Desa Cibitung Kulon, Desa Cibitung Wetan, Desa Gunung Picung, Desa Gunung Bunder 1 dan 2. Pemanfaatan dana PUAP dialokasikan untuk pembelian sarana produksi kegiatan pertanian yang meliputi pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan dan lain sebagainya


(7)

serta juga digunakan untuk simpan pinjam. Namun pemanfaatan dana tersebut dikhawatirkan digunakan oleh petani tidak pada tempatnya atau terjadi penyimpangan penggunaan dana tersebut.

Pelaksanaan program PUAP pada tahun 2008 merupakan pelaksanaan program perdana yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian RI. Oleh sebab itu dalam pelaksanaannya masih jauh dari sempurna, karena diperlukan sosialisasi dan penjelasan yang utuh mengenai programini kepada petani desa yang minim pendidikan sehingga masih banyak perbaikan, saran maupun masukan yang berguna bagi pelaksanaan program ini pada periode selanjutnya. Hal inilah yang mendorong untuk lebih dikaji bagaimana pelaksanaan program ini. Dengan bantuan langsung berupa modal bergulir sebesar 100 juta per desa per Gapoktan diharapkan wilayah perdesaan akan semakin maju, timbul lapangan kerja di desa dan tidak ada lagi warga desa yang melakukan urbanisasi menuju perkotaan dan lebih memilih membangun desanya secara bersama-sama.

Daerah yang dikaji adalah Desa Cibitung Kulon di Kecamatan Pamijahan. Desa ini memiliki sistem irigasi yang baik dan potensi menghasilkan produksi padi yang unggul dibandingkan desa-desa yang lainnya. Selain itu, Desa Cibitung Kulon mengalokasi 94 persen dana BLM PUAP untuk kegiatan usahatani padi. Hal inilah yang menjadi alasan pemilihan tempat penelitian dilakukan. Lokasi desa yang terletak dibawah kaki gunung Salak menjadikan desa ini tidak pernah mengalami kekeringan atau kekurangan air.

Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Pamijahan merupakan penghasil tanaman pangan padi terbesar yaitu rata-rata 28 ton pada tahun 2008 dan naik menjadi 33 ton pada tahun 2009. Produktivitas meningkat pada tahun 2008 sebesar 4,372 ton/ha menjadi 4,67 ton/ha pada tahun 2009. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Pamijahan memiliki potensi pertanian sektor tanaman pangan padi yang dapat terus ditingkat terlebih lagi dengan masuknya program PUAP di beberapa desa di wilayah kecamatan tersebut.

Kehadiran program PUAP dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani karena program ini pada dasarnya memberikan bantuan penguatan modal bagi petani. Bantuan modal usaha yang disalurkan melalui


(8)

8 Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha yang mendukung pendapatan rumah tangga petani sehingga meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Berdasarkan hal tersebut menarik untuk diteiliti apakah program PUAP di Kabupaten Bogor telah mampu membantu masalah permodalan petani. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan program PUAP di Desa Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana pengaruh dari program PUAP terhadap pendapatan petani padi sebagai peserta program PUAP di Kecamatan Pamijahan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis pelaksanaan program PUAP di Desa Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor?

2. Menganalisis pengaruh program PUAP terhadap pendapatan petani padi sebelum dengan sesudah mengikuti program PUAP di Desa Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari Penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan terutama mengenai program-program yang diberikan oleh Departemen Pertanian.

2. Bagi pembaca dan peneliti lain, dapat berguna sebagai informasi dan bahan rujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

3. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dan evaluasi kepada Departemen Pertanian agar bisa maksimal dalam melakukan sosialisasi mengenai programnya kepada masyarakat.

4. Bagi masyarakat Kecamatan Pamijahan khususnya petani yang menjadi peserta program PUAP sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan usahanya dibidang agribisnis on farm khususnya tanaman pangan


(9)

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini melingkupi pengaruh program PUAP yang dinilai dengan pendapatan usahatani padi dimana respondennya adalah petani Gapoktan Rukun Makmur penerima dana BLM PUAP tahun 2008. Gapoktan yang diteliti adalah Gapoktan yang berada di Desa Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan. Penelitian memfokuskan pada perubahan pendapatan petani sebelum menerima dana PUAP dengan pendapatan petani setelah menerima PUAP serta pelaksanaan program PUAP di Gapoktan Rukun Makmur.


(10)

PENGARUH PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI

(Studi Pada Gapoktan Rukun Makmur Desa Cibitung Kulon,

Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

ANGGA SUANGGANA H 34067002

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(11)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional (Sagala 2010).

Kemudian pada tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dalam sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Sejalan dengan perkembangannya dari tahun ke tahun ternyata pola demikian banyak menemui kesulitan terutama dalam penyaluran kredit. Hal ini diakibatkan tunggakan pada musim sebelumnya sangat tinggi dan dalam kenyataannya banyak kelompok tani di wilayah KUD yang tidak menerima dana tersebut, padahal mereka memiliki kemampuan untuk melunasinya.

Setelah sepuluh tahun berjalan akhirnya pada tahun 1995 KUT mengalami perubahan dari pemerintah dengan mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari Bank pelaksana bukan melalui KUD. Sepanjang perkembangan sistem baru tersebut, ternyata terjadi penunggakan yang besar dibeberapa daerah dikarenakan anjloknya harga gabah yang diterima petanni, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satunya adalah pengalihan dana KUT yang seharusnya untuk usahatani kemudian dialihkan untuk keperluan konsumsi rumah tangga atau pembiayaan anak sekolah.

Program yang selanjutnya adalah program penguatan modal dengan nama Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Program ini diperkenalkan pada bulan Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani yang sasarannya untuk fasilitas modal usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan (Sagala 2010). Skim program ini pengaturannya adalah melalui


(12)

10 Bank pelaksana yang disalurkan melalui koperasi dan atau kelompok tani yang selanjutnya disalurkan kepada anggotanya langsung.

Pengajuan untuk memperoleh dana tersebut dilakukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Pengajuan ini dapat berbentuk proposal usaha yang selanjutnya dilakukan pemberian kredit. Dalam upaya untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam berusaha, pemerintah melalui Departemen Pertanian tahun 2002 mengeluarkan kebijakan baru berupa program fasilitas Bantuan Langsung Tunai (BLM). Program ini diarahkan untuk kegiatan ekonomi produktif, bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan proses kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan dan bantuan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif.

Pada tahun 2008 dengan adanya kepemimpinan baru di pemerintahan, maka pemerintah melalui Departemen Pertanian mencanangkan program jangka menengah yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang bertujuan untuk penguatan modal yang diberikan serta pelatihan kepada anggota atau pengurus kelompok tani. PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau disingkat PNPM Mandiri. Melalui bantuan modal usaha yang diiringi dengan adanya pelatihan langsung dilapangan diharapkan dapat menumbuhkembangkan usaha agribisnis potensi pertanian desa baik off farm atau on farm.

PNPM Mandiri ini adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan sdan meningkatkan kesempatan kerja khususnya di wilayah perdesaan. Kebijakan dari program PUAP diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Dalam operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana langsung penyaluran dana kepada anggota. Gapoktan ini didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping ditingkat kecamatan dan penyelia mitra tani ditingkat kabupaten atau kota.


(13)

Kegiatan tahap pertama program PUAP adalah pendidikan dan pelatihan (Diklat) terpadu dari Departemen Pertanian (Deptan), adapun dana hibah merupakan pelengkap atau penunjang bagi kelancaran program tersebut. Pada tahap ini terdiri dari tiga aspek yaitu diklat kepemimpinan, diklat kewirausahaan dan diklat manajemen. Diklat kepemimpinan diberikan kepada ketua kelompok dan anggota gabungan kelompok tani dalam mengelola dan mengarahkan para petani yang menjadi anggota kelompok. Diklat kewirausahaan meliputi pengembangan keterampilan usaha pengolahan hasil tani agar menjadi produk yang bisa memberikan nilai tambah bagi petani tersebut. Selain itu diklat ini juga mengembangkan sikap kreatif dan inovatif yang bisa menumbuhkan ide-ide yang peluang usaha yang lain bagi petani.

Dana hibah yang digulirkan pada program PUAP ini merupakan sarana untuk menunjang program tersebut agar berjalan dengan baik. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ditujukan untuk memberikan modal kepada kelompok tani. Arus sirkulasi perputaran uang diharapkan dapat berputar secara merata kepada setiap anggota kelompok tani. Dengan dana yang diberikan ini diharapkan Gapoktan atau Poktan memiliki Unit Usaha Otonom yang dikelola secara mandiri dan bertanggungjawab. Adapun skema dari pola dasar PUAP dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Skema Pola Dasar PUAP Sumber : Pedoman Dasar PUAP, 2008

DIKLAT

1.KEPEMIMPINAN

2.KEWIRAUSAHAAN

3.MANAJEMEN

KOMITE PENGARAH

USAHA PRODUKTIF PETANI GAPOKTAN

PENDAMPING POLA DASAR PUAP

BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Rencana

Usaha Bersama

(RUB)

PENYELIA MITRA TANI


(14)

12 2.2 Tujuan dan Sasaran Program PUAP

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) mempunyai tujuan utama sebagaimana tercantum pada pedoman umum PUAP adalah untuki :

1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan

Selain tujuan program PUAP juga memiliki sasaran program. Adapun sasaran yang ingin diharapaka dari program PUAP ini adalah :

1. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/ tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa;

2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani;

3. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan

4. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman

2.3 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku


(15)

individual dan sangat penting artinya bagi pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu: kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hirarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)3. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan serta tanggung jawabnya.

Lembaga perdesaan diperlukan untuk merangsang energi sosial pada masyarakat, akan tetapi dapat juga dijadikan sebagai tempat untuk membangun pembangunan di tingkat desa. Sesuai dengan terobosan yang telah dilakukan Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk membuat suatu kelembagaan di tingkat perdesaan yaitu Gabungan Kelompok Tani disingkat Gapoktan yang terdiri dari beberapa kelompok tani (Poktan). Kelembagaan perdesaan sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di desa yang memiliki potensi untuk maju. Dengan adanya kelembagaan perdesaan, informasi dan teknologi baru dapat diterima petani dengan baik, serta pemasaran hasil produksi petani akan lebih mempunyai harga jual yang tinggi, hal ini dikarenakan jaringan yang kuat antar sesama kelompok tani yang saling bekerja sama.

Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan.

Menurut Sagala, (2010), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD dan KUD. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal yang merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri. Biasanya kelembagaan ini berwujud nilai-nilai, kebiasan-kebiasan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan gotong-royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya

3


(16)

14 2.3 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Kelompok Tani (Poktan)

Menurut Kementerian Pertanian (2008), mendefinisikan Gabungan Kelompok tani sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah administratif desa atau berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak perairan tersier.

Menurut Syahyuti (2007), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan bagi anggotanya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelankangi oleh kenyataan kelemahan ekstabilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap masalah keuangan, pemasaran, penyedia sarana produksi pertanian dan sumber informasi. Akan tetapi lembaga ini diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi yang didalamnya bisa dibentuk unit-unit usaha yang dapat bergerak secara mandiri untuk kemajuan bersama.

Menurut Kementerian Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda dan pemudi), yang terkait secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

Dalam pengembangannya, kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan selama ini petani banyak mendapat subsidi dari pemerintah seperti bibit, benih, dan yang saat ini diberikan oleh pemerintah adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP). Dana BLM PUAP diberikan berupa kredit pertanian, dimana dana tersebut diberikan kepada petani dengan syaray yang mudah seperti bunga yang rendah, kredit tanpa agunan dan sebagainya yang selama ini mempersulit permodalan petani.

2.4 Pengertian Kredit

Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan.


(17)

Pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru serta penanganan produk secara tepat waktu, cara dan dosis. Penambahan input, penangan produk yang tepat dan cepat serta penerapan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Dalam hal, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan modal secara tepat dan efektif. Penggunaan modal ini berasal dari modal sendiri dan modal pinjaman (kredit), akan tetapi dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki maka dibutuhkan modal pinjaman yang tepat waktu guna menjaga input agar memiliki produktivitas yang maksimal.

Berdasarkan Undang-undang No,10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-undang No.8 tahun 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga pinjaman.

Berdasarkan jenis kepentingannya, kredit dapat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usaha yang besifat produtif, sedangkan kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai konsumsi keluarga seperti biaya anak sekolah.

Menurut Suyatno (2006), didalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu :

1. Kepercayaan

Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang dan barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemaun calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.

2. Suatu masa akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini


(18)

16 terkandung pengertian nilai uang, yaitu nilai uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang akan datang.

3. Degree of Risk

Suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya karena dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko yang lahirnya yang bernama jaminan.

4. Prestasi atau Objek Kredit

Pemberian kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, akan tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dalam bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut uang.

2.6 Penelitian Terdahulu Mengenai Program Bantuan Penguatan Modal Bergulir

Sejak pemerintahan pada zaman orde baru dulu juga telah meluncurkan kredit program yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani. Dalam perkembangannya model program kredit pertanian ini telah mengalami perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah selama ini sudah memberikan bantuan modal bergulir yang sudah berjalan diantaranya : (1) Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP); (4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP); (5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program pemerintahan tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh masing-masing yaitu ; (1) Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007); (3) Lubis (2005); Pertiwi (2006); Tarmidi (2006); Ifan (2009); Yulistia (2010) dan Koko (2009).


(19)

Penelitian Koko (2009) mengenai Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Terhadap Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Anggota Gapoktan. Penelitian ini dilakukan dengan alat analisis pendapatan usahatani, uji t-statistik, uji korelasi dan analisis R/C rasio. Berdasarkan hasil penelitian di tiga Gapoktan dengan menggunakan uji korelasi, diperoleh hasil bahwa pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan setelah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Dari hasil penelitian tersebut mayoritas responden petani yang menggunakan dana BLM-PUAP untuk menambah usahanya dan menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena merasakan manfaat langsung dari pinjaman dana tersebut.

Dari hasil tersebut pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan setelah menerima BLM-PUAP mengalami perubahan peningkatan. Hal ini dibuktikan melalui uji t-hitung terhadap perubahan pendapatan yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata dari pendapatan responden petani sebelum dan setelah adanya program PUAP.

Penelitian Sagala (2010), mengenai Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani Padi. Penelitian ini dilakukan dengan alat analisis pendapatan usahatani, uji t-statistik, dan analisis R/C rasio. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terjadi perubahan pendapatan petani padi antara sebelum dan sesudah adanya program PUAP.

Hasil penelitian Pertiwi (2006) mengenai Pengaruh Kelompok Usaha Bersama (KUB) pada program pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan memberikan gambaran bahwa program-program yang digulirkan baik dalam bentuk dana bantuan maupun pelatihan kepada masyarakat yang menekuni sektor riil sangat diminati dan mendapatkan respon yang positif. Walaupun program ini tidak berada pada sektor pertanian di perdesaan, akan tetapi persamaannya adalah dari tujuan dana tersebut digulirkan. Dari program tersebut lapangan kerja tercipta sehingga pengurangan pengangguran dan angka kemiskinan menjadi turun dengan signifikan. Hanya saja dari program ini sistem pengawasan dan pengendalian tidak sebaik dari program pemerintah yang sejenis.


(20)

18 Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarmidi (2006) mengenai Pengaruh Pengelolaan Kredit Mikro Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Analisis Pendapatan Keluarga Miskin memberikan pengertian bahwa kredit sebesar apapun yang diperuntukan bagi warga miskin akan memperoleh respon yang positif. Dana yang bergulir tersebut akan memberikan stimulus bagi warga miskin untuk memperkuat perekonomiannya. Pemberian kredit mikro dengan melibatkan Bank BUMN akan memberikan iklim usaha yang baik bagi dunia perbankan dan sektor ekonomi mikro, sehingga perekonomian nasional perlahan akan naik.

Kelebihan dari kredit yang ditawarkan biasanya tidak memakai agunan sehingga banyak warga yang menggunakan fasilitas tersebut. Akan tetapi yang menjadi kekurangnya adalah tidak adanya pengawasan yang optimal dari tingkat pusat ke daerah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kebocoran-kebocoran dana di tengah prosesnya. Terlebih lagi dana tersebut hanya diperuntukan bagi masyarakat miskin perkotaan yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang kecil. Pengucuran dana dilakukan melalui bank-bank BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah sehingga dalam hal ini pihak bank yang melakukan pengawasan dan kontrol terhadap program pemerintah.

Penelitian Yulistia (2009) mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi belimbing dewa peserta primatani merupakan salah satu penelitian yang menganalisis pengaruh peran program pemerintah dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian di tingkat perdesaan. Penelitian tentang Primatani memiliki kesamaan tujuan dalam aplikasi penerapan dilapangan yaitu melibatkan semua aspek yang memiliki kepentingan bersama dalam hal memajukan pertanian di Indonesia. Kemudian hal yang sama juga terjadi pada penelitian Ifan (2009) mengenai Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan program dari pemerintah yang memberikan pengaruh dari program-program yang digulirkan oleh pemerintah pusat dalam rangka memberdayakan ekonomi sektor mikro.

Dari penelitian terdahulu memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisinis terhadap pendapat petani di Desa


(21)

Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Program ini merupakan fasilitas terhadap permodalan petani dalam bentuk simpan pinjam yang disalurkan melalui lembaga desa yaitu Gapoktan. Gapoktan sendiri mendirikan sebuah unit lembaga keuangan mikro untuk fokus mengelola kredit tersebut. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani untuk melihat pengaruh yang timbul dari program PUAP sebelum dan setelah adanya program ini.


(22)

20


(1)

Pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru serta penanganan produk secara tepat waktu, cara dan dosis. Penambahan input, penangan produk yang tepat dan cepat serta penerapan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Dalam hal, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan modal secara tepat dan efektif. Penggunaan modal ini berasal dari modal sendiri dan modal pinjaman (kredit), akan tetapi dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki maka dibutuhkan modal pinjaman yang tepat waktu guna menjaga input agar memiliki produktivitas yang maksimal.

Berdasarkan Undang-undang No,10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-undang No.8 tahun 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga pinjaman.

Berdasarkan jenis kepentingannya, kredit dapat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usaha yang besifat produtif, sedangkan kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai konsumsi keluarga seperti biaya anak sekolah.

Menurut Suyatno (2006), didalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu :

1. Kepercayaan

Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang dan barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemaun calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.

2. Suatu masa akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini


(2)

terkandung pengertian nilai uang, yaitu nilai uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang akan datang.

3. Degree of Risk

Suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya karena dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko yang lahirnya yang bernama jaminan.

4. Prestasi atau Objek Kredit

Pemberian kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, akan tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dalam bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut uang.

2.6 Penelitian Terdahulu Mengenai Program Bantuan Penguatan Modal Bergulir

Sejak pemerintahan pada zaman orde baru dulu juga telah meluncurkan kredit program yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani. Dalam perkembangannya model program kredit pertanian ini telah mengalami perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah selama ini sudah memberikan bantuan modal bergulir yang sudah berjalan diantaranya : (1) Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP); (4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP); (5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program pemerintahan tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh masing-masing yaitu ; (1) Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007); (3) Lubis (2005); Pertiwi


(3)

Penelitian Koko (2009) mengenai Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Terhadap Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Anggota Gapoktan. Penelitian ini dilakukan dengan alat analisis pendapatan usahatani, uji t-statistik, uji korelasi dan analisis R/C rasio. Berdasarkan hasil penelitian di tiga Gapoktan dengan menggunakan uji korelasi, diperoleh hasil bahwa pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan sebelum dan setelah adanya PUAP berdasarkan indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Dari hasil penelitian tersebut mayoritas responden petani yang menggunakan dana BLM-PUAP untuk menambah usahanya dan menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena merasakan manfaat langsung dari pinjaman dana tersebut.

Dari hasil tersebut pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan setelah menerima BLM-PUAP mengalami perubahan peningkatan. Hal ini dibuktikan melalui uji t-hitung terhadap perubahan pendapatan yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata dari pendapatan responden petani sebelum dan setelah adanya program PUAP.

Penelitian Sagala (2010), mengenai Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani Padi. Penelitian ini dilakukan dengan alat analisis pendapatan usahatani, uji t-statistik, dan analisis R/C rasio. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terjadi perubahan pendapatan petani padi antara sebelum dan sesudah adanya program PUAP.

Hasil penelitian Pertiwi (2006) mengenai Pengaruh Kelompok Usaha Bersama (KUB) pada program pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan memberikan gambaran bahwa program-program yang digulirkan baik dalam bentuk dana bantuan maupun pelatihan kepada masyarakat yang menekuni sektor riil sangat diminati dan mendapatkan respon yang positif. Walaupun program ini tidak berada pada sektor pertanian di perdesaan, akan tetapi persamaannya adalah dari tujuan dana tersebut digulirkan. Dari program tersebut lapangan kerja tercipta sehingga pengurangan pengangguran dan angka kemiskinan menjadi turun dengan signifikan. Hanya saja dari program ini sistem pengawasan dan pengendalian tidak sebaik dari program pemerintah yang sejenis.


(4)

Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarmidi (2006) mengenai Pengaruh Pengelolaan Kredit Mikro Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Analisis Pendapatan Keluarga Miskin memberikan pengertian bahwa kredit sebesar apapun yang diperuntukan bagi warga miskin akan memperoleh respon yang positif. Dana yang bergulir tersebut akan memberikan stimulus bagi warga miskin untuk memperkuat perekonomiannya. Pemberian kredit mikro dengan melibatkan Bank BUMN akan memberikan iklim usaha yang baik bagi dunia perbankan dan sektor ekonomi mikro, sehingga perekonomian nasional perlahan akan naik.

Kelebihan dari kredit yang ditawarkan biasanya tidak memakai agunan sehingga banyak warga yang menggunakan fasilitas tersebut. Akan tetapi yang menjadi kekurangnya adalah tidak adanya pengawasan yang optimal dari tingkat pusat ke daerah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kebocoran-kebocoran dana di tengah prosesnya. Terlebih lagi dana tersebut hanya diperuntukan bagi masyarakat miskin perkotaan yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang kecil. Pengucuran dana dilakukan melalui bank-bank BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah sehingga dalam hal ini pihak bank yang melakukan pengawasan dan kontrol terhadap program pemerintah.

Penelitian Yulistia (2009) mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi belimbing dewa peserta primatani merupakan salah satu penelitian yang menganalisis pengaruh peran program pemerintah dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian di tingkat perdesaan. Penelitian tentang Primatani memiliki kesamaan tujuan dalam aplikasi penerapan dilapangan yaitu melibatkan semua aspek yang memiliki kepentingan bersama dalam hal memajukan pertanian di Indonesia. Kemudian hal yang sama juga terjadi pada penelitian Ifan (2009) mengenai Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan program dari pemerintah yang memberikan pengaruh dari program-program yang digulirkan oleh pemerintah pusat dalam rangka memberdayakan ekonomi sektor mikro.

Dari penelitian terdahulu memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisinis terhadap pendapat petani di Desa


(5)

Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Program ini merupakan fasilitas terhadap permodalan petani dalam bentuk simpan pinjam yang disalurkan melalui lembaga desa yaitu Gapoktan. Gapoktan sendiri mendirikan sebuah unit lembaga keuangan mikro untuk fokus mengelola kredit tersebut. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani untuk melihat pengaruh yang timbul dari program PUAP sebelum dan setelah adanya program ini.


(6)

Dokumen yang terkait

Dampak Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani (Studi kasus: Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

4 102 117

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI (GAPOKTAN) KARANG MAKMUR LUMAJANG

2 14 92

Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisinis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Usahatani Padi. (Studi Pada Gapoktan Rukun Makmur Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

0 16 256

Efektivitas Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani (Studi Kasus: Gapoktan Mandiri Jaya, Desa Cikarawang, Dramaga, Kabupaten Bogor)

1 10 24

Pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran (Studi kasus: gapoktan rukun tani Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor)

10 63 146

Peran Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan terhadap Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Subang

0 34 130

PERAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KINERJA GAPOKTAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KABUPATEN SUBANG

0 3 10

Pengaruh Pemberian Bantuan Tambahan Modal Usahatani Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Puap) Terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani (Sebuah Studi Kasus Di Kabupaten Purwakarta).

0 0 10

Pengaruh Pemberian Bantuan Tambahan Modal Usahatani Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Puap)Terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani (Sebuah Studi Kasus Di Kabupaten Purwakarta).

0 1 1

KAJIAN DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN LAU KABUPATEN MAROS

0 0 13