Studi Deskriptif Mengenai Goal Orientation Pelajaran Matematika Pada Siswa Kelas XII Jurusan IPA di SMA "X" Bandung.

(1)

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai goal orientation pelajaran matematika yang dominan pada siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung. Rancangan yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Populasi sasaran penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang berjumlah 87 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori goal orientation dari Pintrich (2002) dan terdiri atas 33 item yang mengukur mastery goals dan performance goals. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji chi square dengan program SPSS 17.0. Berdasarkan pengolahan data secara statistik diperoleh koefisien validitas dengan C ≥ 2.73. Hasil penelitian menunjukan bahwa goal orientation pada siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung lebih mengarah pada mastery approach yaitu sebanyak 42 siswa (48,3%). Selebihnya sebanyak 39 siswa (44,8%) menggunakan mastery avoidance, sebanyak 5 siswa (5,7%) menggunakan performance avoidance, dan 1 siswa (1,1%) menggunakan performance approach. Masing-masing goal orientation tersebut didukung oleh faktor task, authority, reward, grouping, evaluation, dan time. Peneliti mengajukan saran teoritis kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan judgement expert reliabilitas, mengganti data penunjang dengan open questions. Saran praktis kepada guru matematika untuk mengadakan tugas kelompok dan memberikan reward baik pujian secara verbal maupun nilai tambahan jika siswa aktif di kelas, mengadakan remedial teaching dan memberikan soal-soal yang menantang bagi siswa. Kepada guru BK sarannya adalah mengarahkan tujuan belajar siswa pada mastery approach dalam rangka mencapai prestasi yang optimal dalam mempelajari matematika.


(2)

Universitas Kristen Maranatha Abstract

This research was conducted to obtain an overview of goal orientation

that are dominant in mathematics subject for 12th grade students (Class XII)

majoring in science in high school "X" Bandung. The design being used in this research is descriptive design. Target population of this research is the entire Class XII students majoring in science in high school "X" Bandung with the total 87 students. Measuring instrument used in this research is questionnaire prepared by the researcher based on the Pintrich theory of goal orientation (2002) consisting 33 items that measure mastery goals and performance goals. The data obtained were analyzed using the chi square test with SPSS 17.0. Based on the

statistical data processing, the validity coefficients obtained is C ≥ 2.73. The

results showed that goal orientation in Class XII students majoring in science in high school "X" Bandung leads to mastery approach to as many as 42 students (48.3%). The rest are 39 students (44.8%) using the mastery avoidance, 5 students (5.7%) using avoidance performance, and one student (1.1%) using the performance approach. Each goal orientation is supported by the factors of task, authority, rewards, grouping, evaluation, and time. The researcher proposes several theoretical suggestions for further researchers to conduct expert judgment of reliability, replace the supporting data with open questions. Practical suggestions for teachers of mathematics to conduct group assignment and reward of both verbal praise or additional value if students perform actively in the classroom, conducting remedial teaching and giving challenging questions for students. Suggestion for Counselling (BK) teacher is to direct their students on mastery learning approach in order to achieve optimal performance in learning mathematics.


(3)

iv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ...iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR BAGAN... ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 8

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud... 8

1.3.2 Tujuan ... 8

1.4Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9


(4)

v

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi ... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Goal Orientation ... 24

2.1.1 Jenis-Jenis Goal Orientation ... 25

2.1.2 Goal Orientation dan Hubungannya dengan Other Motivational dan Cognitive Outcome ... 28

2.2 REMAJA... 36

2.2.1 Pengertian Remaja (Adolescence) ... 36

2.2.2 Konteks yang memengaruhi perkembangan remaja ... 38

2.2.3 Perkembangan Psikososial yang Penting pada Remaja ... 38

2.2.4 Perkembangan Kognitif Remaja (Formal Operational) ... 42

2.2.5 Pentingnya Pencapaian Prestasi pada Masa Remaja ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 45

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 45

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.3.1 Variabel Penelitian ... 45

3.3.2 Definisi Operasional ... 46

3.3.2.1 Definisi Operasional Goal Orientation ... 46

3.4 Alat Ukur ... 47

3.4.1 Alat Ukur Goal Orientation ... 47

3.4.2 Kriteria Penilaian ... 64

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 65

3.4.4 Validitas dan Realibilitas Alat Ukur ... 65


(5)

vi

Universitas Kristen Maranatha

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 67

3.5 Populasi ...67

3.5.1 Populasi Sasaran ... 67

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 68

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel...68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 69

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 69

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 70

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Kelas ... 70

4.2 Gambaran Hasil Penelitian... 70

4.2.1 Gambaran Hasil Penelitian Mengenai Goal Orientation ... 71

4.2.2 Tabulasi Silang antara Goal Orientation dengan Kelas XII IPA 1...71

4.2.3 Tabulasi Silang antara Goal Orientation dengan Kelas XII IPA 2...72

4.2.4 Tabulasi Silang antara Goal Orientation dengan Kelas XII IPA 3...72

4.2.2 Pembahasan ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 78

5.2.1 Saran Teoritis ... 79

5.2.2 Saran Praktis ... 79

DAFTAR PUSTAKA...81

DAFTAR RUJUKAN...82 LAMPIRAN


(6)

vii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Goal Orientation ...26

Tabel 2.2 Perbedaan Mastery Goal dengan Performance Goal ...28

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Alat Ukur ...47

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...69

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ...69

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ...70

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Kelas ...70

Tabel 4.5 Gambaran Hasil Penelitian Mengenai Goal Orientation ...71

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Goal Orientation Dengan Kelas XII IPA 1...71

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Goal Orientation Dengan Kelas XII IPA 2...72


(7)

viii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR SKEMA


(8)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN


(9)

x

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Profil Sekolah LAMPIRAN II Alat Ukur

LAMPIRAN III Validitas Alat Ukur

LAMPIRAN IV Tabulasi Silang Data Penunjang dan Goal Orientation LAMPIRAN V Pilihan Jawaban Kisi-Kisi Alat Ukur


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pendidikan dapat dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pengelolaan secara kualitas yaitu dengan melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, menyediakan pendidikan yang memiliki relevansi dengan dunia pekerjaan, menambah pengetahuan guru dengan pelatihan atau pendidikan lanjutan dengan harapan bahwa guru mampu menyelenggarakan pembelajaran secara berkualitas pula, mengadakan kegiatan ekstrakulikuler untuk mengembangkan kemampuan siswa. Pengelolaan secara kuantitas dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah guru, menyediakan fasilitas untuk menunjang pembelajaran siswa seperti laboratorium bahasa, fisika, kimia, biologi, ruang multimedia, perpustakaan, maupun lapangan olahraga yang memadai. Hal tersebut dapat terlaksana dengan menyediakan pendidikan yang tepat waktu guna mencapai tujuan pendidikan

(http://blog.unsri.ac.id/nyayuzaleha/about-mathematics-blog/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri/mrdetail/19044).

Pencapaian tujuan pendidikan dapat ditempuh melalui pendidikan informal, nonformal atau formal. Pendidikan informal merupakan pendidikan


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha yang diperoleh dari lingkungan keluarga, misalnya pendidikan sopan santun dalam bersikap maupun berperilaku. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di institusi luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan seperti kegiatan les, ataupun kursus tertentu, misalnya kursus bahasa, sedangkan pendidikan formal diperoleh melalui jenjang pendidikan di sekolah. Jenjang pendidikan formal sudah dilakukan sejak siswa duduk di bangku TK sampai SMA.

Pada jenjang SMA kelas XI biasanya dibagi menjadi tiga jurusan yaitu IPA, Bahasa dan IPS. Pada umumnya pendidikan di jurusan IPA, siswa akan memperdalam pelajaran eksakta, seperti matematika, fisika, dan kimia di samping pelajaran teori lainnya, sebaliknya siswa yang menempuh jurusan IPS, memperdalam pelajaran sosial, seperti sosiologi, sejarah, akuntansi dan pelajaran sosial lainnya. Mata pelajaran seperti Fisika dan Kimia telah dipelajari ketika siswa duduk di bangku SMP sedangkan matematika dipelajari siswa sejak belajar di bangku SD. Apalagi siswa yang ada pada jurusan IPA, diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan konsep matematika, apalagi mata pelajaran seperti Fisika dan Kimia juga dibutuhkan pemahaman akan konsep matematika.

Matematika merupakan salah satu aktivitas manusia, artinya kehidupan manusia tidak terlepas dari matematika, baik secara teori maupun praktik. Ada banyak pekerjaan yang menghendaki pengetahuan dan keterampilan-keterampilan matematika, misalnya profesi akuntan, ahli statistik, teller, bidang industri, sistem pemograman, dan lainnya (http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-vygotsky.pdf). Oleh karena itu, siswa perlu dibekali


(12)

Universitas Kristen Maranatha dengan kemampuan matematika yang memadai agar mereka dapat bersaing di era teknologi dan informasi yang berkembang dengan pesat.

SMA “X” ini merupakan SMA yang berdiri sejak tahun 1984, dengan akreditas A. Jumlah guru di SMA “X” saat ini berjumlah 32 orang. Terdapat juga sarana untuk memfasilitasi pembelajaran siswa yaitu ruang multimedia, lapangan olahraga, mushola, perpustakaan, dan ruangan kelas. Selain itu, terdapat juga sarana pembelajaran lainnya seperti karate, futsal, basket, pencak silat, dan paduan suara yang dilakukan oleh siswa pada hari Sabtu. Masa belajar di SMA “X” ini adalah dari hari senin sampai hari jumat, dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00 WIB.

Berdasarkan pengalaman guru mendampingi siswa kelas XII jurusan IPA

di SMA “X” Bandung dalam mempelajari matematika, kebanyakan siswa

(sebanyak 50%) mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan rumus, misalnya siswa dihadapkan pada soal-soal matematika dengan berbagai bentuk soal cerita, maka siswa akan mengalami kebingungan dalam menggunakan rumus sesuai dengan soal yang diberikan oleh guru. Setiap kali menjelang ujian, biasanya guru akan memberikan gambaran secara garis besar mengenai materi yang akan diujikan, tetapi hasilnya hampir sebagian siswa (sebanyak 50%) harus mengikuti remedial. Apalagi siswa harus mencapai standar yaitu dengan nilai minimal 75.

Nilai matematika juga dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk kenaikan kelas selain pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jika ada 3 mata pelajaran dari ke 6 pelajaran tersebut tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal, maka siswa akan dinyatakan tidak naik kelas.


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Sementara guru matematika di SMA “X” mengatakan bahwa setiap kali siswa menghadapi ujian, sebanyak 50% gagal ujian dan harus mengikuti remedial. Berdasarkan ketentuan dari sekolah, remedial biasanya akan diberikan terus sampai siswa berhasil memperoleh standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan sesuai dengan kesiapan siswa untuk remedial. Akan tetapi, guru matematika yang mengajar di sekolah ini, membuat kebijakan sendiri yaitu jika remedial sudah dilakukan dua kali dan siswa masih belum mencapai nilai KKM, maka guru akan memberhentikan remedial dan memberikan nilai sesuai dengan standar kelulusan kelas.

Selain itu, guru matematika masih menemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep dasar matematika (sebanyak 50%). Hal ini terlihat dari siswa yang kurang paham mengenai penjumlahan ataupun pengurangan pecahan, misalnya ketika guru menjelaskan dan meminta siswa untuk menjawab, tetapi siswa mengatakan bahwa mereka masih kurang paham mengenai pecahan tersebut. Selain itu, pada saat latihan soal, guru sering kali menemukan kesalahan dalam menyelesaikan pecahan, bukan karena tidak teliti tetapi siswa tidak paham untuk mengerjakannya. Padahal, pecahan sudah dipelajari siswa sejak duduk di bangku SD, harapannya siswa sudah memiliki pemahaman konsep dasar mengenai pecahan atau mampu untuk menguasai pelajaran matematika.

Dalam mempelajari matematika, tentunya siswa memiliki tujuan belajar yang berbeda-beda atau menurut Pintrich (2002) disebut sebagai goal orientation yaitu pola keyakinan yang mengarah pada perbedaan cara pendekatan, melibat


(14)

Universitas Kristen Maranatha kan diri, dan perbedaan dalam merespons situasi achievement. Goal orientation memiliki 2 (dua) jenis orientasi yaitu mastery goal orientation dan performance goal orientation.

Mastery goal orientation merupakan tujuan belajar yang dimiliki oleh siswa yang fokus pada penguasaan tugas atau memperoleh pemahaman suatu materi. Mastery goal orientation terdiri atas mastery approach goal orientation dan mastery avoidance goal orientation. Mastery approach goal orientation merupakan tujuan belajar untuk menguasai keterampilan tertentu, sedangkan mastery avoidance goal orientation sebagai tujuan belajar siswa untuk menghindari ketidakpahaman dalam belajar.

Sebaliknya, performance goal orientation adalah tujuan belajar siswa yang berusaha menjadi yang terbaik dibandingkan dengan orang lain, menghindari penilaian terhadap kemampuan yang kurang memadai. Performance goal orientation terdiri atas performance approach goal orientation dan performance avoidance goal orientation. Performance approach goal orientation yaitu tujuan belajar yang dilakukan siswa untuk meraih kemampuan yang lebih baik daripada siswa yang lainnya sedangkan performance avoidance goal orientation merupakan tujuan belajar siswa untuk menghindari penilaian negatif dari orang lain.

Berdasarkan wawancara kepada guru matematika di SMA “X” Bandung, khususnya pada keseluruhan siswa kelas XII IPA, diperoleh data bahwa dalam proses belajar di kelas, terdapat beberapa siswa (sebanyak 13%) yang belajar dengan menguasai materi. Hal ini terlihat saat siswa kurang memahami materi


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha yang diajarkan, maka siswa akan bertanya terus menerus sampai siswa paham. Siswa juga mempelajari sumber buku lain yang diajukan oleh guru dan aktif latihan soal yang diperoleh dari berbagai sumber. Selain itu, siswa tersebut termotivasi untuk belajar dengan kondisi yang kompetitif. Hal ini terlihat pada saat guru menjelaskan pelajaran matematika di kelas, siswa bersaing untuk aktif bertanya walaupun guru tidak memberikan point tambahan nilai, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, aktif mengerjakan soal-soal di kelas dan bersaing untuk memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan perolehan nilai ulangan atau ujian, siswa yang aktif (sebanyak 13%) selalu memperoleh nilai di atas 75 sampai perolehan nilai 90.

Ketika pembelajaran matematika, siswa kebanyakan pasif (sebanyak 87%). Misalnya, siswa tidak bertanya walaupun ada soal yang sulit untuk dikerjakan, jika guru menunjuk siswa untuk mengerjakan soal di depan kelas, siswa keberatan untuk mengerjakan soal di depan kelas dengan alasan bahwa kurang mampu untuk mengerjakan soal tersebut. Siswa juga tidak mengerjakan latihan soal-soal yang diberikan jika dianggap sulit. Pengerjaan soal di kelas kebanyakan dibahas oleh siswa yang aktif (sebanyak 13%) seperti siswa menyelesaikan latihan-latihan soal yang diberikan oleh guru, bertanya pada saat menemukan soal yang sulit, aktif bertanya di kelas. Menurut perkiraan guru matematika, hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman siswa terhadap materi, siswa kurang memiliki gambaran akan materi yang diajarkan. Selain itu, dasar pemahaman konsep matematika yang sederhana juga tidak dipahami oleh siswa, sehingga guru harus menjelaskan kembali konsep dasar matematika tersebut. Hal


(16)

Universitas Kristen Maranatha ini menghambat guru untuk mengajar bab yang baru. Jika siswa masih kurang paham, maka guru akan melanjutkan pada bab yang baru, dengan beranggapan bahwa siswa seharusnya sudah memahami konsep dasar tersebut.

Di samping itu ada sebanyak 25% siswa dari setiap kelas yang mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah salah satunya bimbingan belajar matematika, tetapi hasilnya dirasakan kurang memuaskan. Ternyata, siswa yang mengikuti bimbingan belajar, juga mengalami kesulitan belajar matematika di kelas. Kebanyakan siswa (87%) tidak bertanya. Menurut guru matematika hal ini terjadi dikarenakan siswa tidak paham apa yang akan ditanyakan, sehingga siswa memilih untuk pasif. Guru matematika di SMA “X” ini juga mengatakan bahwa dalam belajar matematika siswa seharusnya memahami rumus-rumus yang ada. Padahal, untuk masuk ke jurusan IPA, siswa telah diseleksi terlebih dahulu melalui psikotes maupun hasil rapor akhir semester, tetapi nyatanya siswa masih ada yang mengalami kesulitan belajar matematika atau masih kurang paham akan pelajaran matematika.

Dari hasil survei terhadap 30 siswa kelas XII IPA di SMA “X” Bandung, diperoleh data bahwa ada 3 siswa (10%) memiliki tujuan belajar dengan menguasai matematika melalui pemahaman konsep, pemahaman rumus ketika menghadapi ujian, ulangan dan memahami materi agar mampu mengerjakan soal-soal latihan di kelas maupun pekerjaan rumah (mastery approach goal orientation). Terdapat 23 siswa (76,6%) memiliki tujuan belajar dengan menguasai materi matematika untuk menghindari kegagalan pada saat ujian, ulangan, menghindari kesalahan dalam mengerjakan pekerjaan rumah, soal-soal


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha latihan di kelas serta menghindari ketidakpahaman akan materi matematika (mastery avoidance goal orientation).

Terdapat 3 siswa (10%) memiliki tujuan belajar untuk menguasai matematika (mastery approach goal orientation) dan belajar untuk menghindari ketidakpahaman dalam mempelajari matematika (mastery avoidance goal orientation). Selebihnya terdapat 1 siswa (3,3%) memiliki tujuan belajar matematika untuk menghindari penilaian dari guru atau teman bahwa siswa kurang berhasil dalam ujian atau ulangan (performance avoidance goal orientation) dan memiliki tujuan belajar untuk menghindari ketidakpahaman akan materi matematika (mastery avoidance goal orientation).

Berdasarkan informasi yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai goal orientation pelajaran matematika pada siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X”, Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Untuk mengetahui goal orientation yang digunakan pada siswa kelas XII jurusan IPA di sekolah “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud

Memperoleh gambaran mengenai goal orientation yang digunakan pada siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan

Ingin mengetahui goal orientation yang digunakan pada siswa kelas XII


(18)

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Memberikan informasi mengenai goal orientation ke dalam bidang ilmu Psikologi Pendidikan.

- Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai goal orientation.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada kepala sekolah dan guru matematika mengenai goal orientation yang digunakan oleh siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung. Informasi ini dapat digunakan untuk membimbing siswa dalam mengenali tujuan belajarnya dalam rangka mencapai prestasi yang optimal.

- Memberikan informasi kepada siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung mengenai goal orientation. Diharapkan siswa dapat mempertahankan atau mengoptimalkan goal orientation mereka dalam rangka mencapai prestasi yang optimal.

1.5Kerangka Pemikiran

Proses kehidupan manusia tidak terlepas dari tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut tidak hanya mencakup perkembangan fisiologis tetapi juga perkembangan psikologis. Perkembangan fisiologis mencakup perkembangan fisik dari masa kanak-kanak sampai masa usia tua atau usia lanjut, sedangkan perkembangan psikologis dikenal sebagai tugas-tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan itu adalah masa remaja. Menurut


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha Piaget (Steinberg, 2002) secara psikologis masa remaja adalah masa di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, dan anak tidak lagi merasa berada di tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama misalnya yang berkaitan dengan masalah persamaan hak. Selain itu, remaja juga mengalami perubahan intelektual yang memungkinkan remaja mencapai integrasi dalam hubungan sosial dengan orang dewasa yang merupakan salah satu ciri khas yang umum dari periode perkembangan remaja. Menurut Steinberg (2002), masa remaja dibagi menjadi 3 bagian yaitu early adolescence yang meliputi periode usia 10 tahun sampai 13 tahun, middle adolescence yang dimulai dari usia 14 tahun sampai 18 tahun dan late adolescence dari usia sekitar 19-22 tahun.

Siswa yang berada pada tingkat SMA kelas XII, termasuk ke dalam masa remaja tengah (middle adolescence) atau menurut Piaget masa perkembangan tersebut berada pada tahap Formal operational thought, yaitu tahap di mana remaja dapat berpikir secara hypothetical. Alasan berpikir remaja pada tahap formal operational thought yaitu lebih abstrak, idealistis, dan menggunakan logika berpikir (John.W.Santrock, 2007). Sehubungan dengan hal tersebut siswa

kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung, diharapkan mampu untuk berpikir

secara abstrak, menggunakan logika berpikir, terutama jika dihadapkan pada persoalan belajar matematika.

Pelajaran matematika, terutama yang dipelajari di jurusan IPA, biasanya akan semakin mendalam, misalnya siswa tidak lagi belajar materi yang sederhana tetapi materi yang dipelajari akan semakin kompleks. Oleh karena itu, siswa


(20)

Universitas Kristen Maranatha diharapkan mengerti konsep matematika, terutama dihadapkan pada pengerjaan soal. Siswa juga perlu banyak berlatih soal-soal, dengan harapan siswa dapat semakin paham akan materi yang diajarkan. Setiap siswa tentunya memiliki tujuan belajar matematika yang berbeda-beda untuk memperoleh nilai yang tinggi serta menentukan tujuan belajar yang sesuai dengan dirinya. Urdan (dalam Pintrich, 2002) mengatakan bahwa tujuan belajar merupakan alasan mengapa siswa mengejar prestasi bukan hanya mengejar tujuan dari kinerja yang dilakukan, misalnya memperoleh nilai A pada mata pelajaran tertentu.

Menurut Pintrich (2002), goal orientation adalah pola keyakinan yang mengarah pada perbedaan cara pendekatan, melibatkan diri, dan perbedaan dalam merespons situasi achievement. Sehubungan dengan goal orientation, Urdan (dalam Pintrich, 2002) juga mengungkapkan goal orientation sebagai tujuan atau alasan siswa mengejar achievement tasks dan membuat kriteria untuk mengevaluasi kemampuan mereka atau keberhasilan menjalankan tugas-tugas achievement. Goal orientation memiliki 2 (dua) jenis orientasi yaitu mastery goal orientation dan performance goal orientation. Mastery goal orientation merupakan tujuan belajar yang dimiliki oleh siswa yang fokus pada penguasaan tugas, peningkatan kompetensi, pengembangan keterampilan baru, menyelesaikan tugas yang menantang bagi siswa, dan mencoba untuk memperoleh pemahaman suatu materi. Penggunaan mastery goals dilandaskan pada self improvement (intrinsic motivation) yaitu tujuan belajar untuk terus mengembangkan kemampuan diri. Kriteria dari mastery goals adalah menjadi best performer. Sehubungan dengan mastery goal orientation, ada penelitian experimental


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha (Dweck & Leggett, 1998 ; dalam Pintrich, 2002) mengatakan bahwa siswa dengan memiliki tujuan belajar secara mastery, biasanya akan mencapai nilai tertinggi di kelas.

Siswa yang memiliki tujuan belajar yang mengarah pada mastery goal orientation, akan berusaha mempelajari mata pelajaran secara mendalam dan menguasai materi apa yang dipelajari, seperti pelajaran matematika, siswa memiliki tujuan belajar bukan hanya sekadar menghafal rumus, tetapi paham akan konsep rumus sampai siswa mampu mengaplikasikan rumus tersebut terhadap beragam soal matematika. Jika ada materi yang tidak dipahami, mereka berusaha tetap belajar dengan mencari tahu dari sumber buku lain atau guru sampai mereka benar-benar menguasai materi tersebut. Mastery goal orientation terdiri atas mastery avoidance goal orientation yaitu sebagai tujuan belajar siswa untuk menghindari kesalahpahaman atau tidak ingin salah mengerti dalam mempelajari suatu materi. Siswa dengan mastery avoidance goal orientation, memiliki tujuan belajar karena tidak ingin melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal-soal matematika sehingga siswa belajar dengan memahami materi matematika tersebut, sedangkan mastery approach goal orientation sebagai tujuan siswa untuk menguasai keterampilan tertentu. Siswa dengan mastery approach goal orientation memiliki tujuan belajar dengan menguasai keseluruhan pelajaran matematika agar siswa benar-benar memahami apa yang telah dipelajarinya.

Performance goal orientation adalah tujuan belajar siswa yang berusaha menjadi yang terbaik dibandingkan dengan orang lain, menghindari penilaian terhadap kemampuan yang kurang memadai, berusaha menjadi yang terbaik


(22)

Universitas Kristen Maranatha dalam kelompok, atau di kelas dalam pengerjaan tugas. Penggunaan performance goals dilandaskan pada self ego orientation (extrinsic motivation) yaitu tujuan belajar untuk menghindari penilaian negatif. Kriteria dari performance goals adalah menjadi siswa yang superior di kelas. Siswa yang memiliki tujuan belajar secara performance, biasanya akan belajar karena termotivasi dari lingkungan sekitarnya seperti ingin menunjukkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan teman-temannya. Seperti mempelajari matematika, siswa belajar berusaha mengerjakan tugas sebaik mungkin agar memperoleh nilai yang lebih baik daripada temannya, atau belajar saat mengadapi ujian atau ulangan dengan tujuan untuk memperoleh nilai tertinggi di kelas.

Performance goal orientation juga terbagi atas performance approach goal orientation dan performance avoidance goal orientation. Performance approach goal orientation yaitu tujuan belajar yang dilakukan siswa untuk meraih kemampuan yang lebih baik daripada siswa yang lainnya. Siswa dengan performance approach goal orientation memiliki tujuan belajar matematika untuk memperoleh nilai tertinggi di kelas, paling baik di antara teman-temannya. Performance avoidance goal orientation merupakan tujuan belajar siswa untuk menghindari penilaian negatif dari orang lain. Siswa dengan performance avoidance goal orientaton, belajar matematika dengan tujuan agar tidak dikatakan bodoh dibandingkan dengan teman-temannya, takut dinilai kurang mampu dalam bidang matematika, takut dikatakan memperoleh nilai terendah di kelas.

Terdapat sembilan aspek yang berkaitan dengan keempat jenis achievement goal orientation yaitu bagaimana siswa mengartikan keberhasilan


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha dalam mempelajari matematika, bagaimana siswa menerapkan nilai-nilai yang dimiliki dalam belajar matematika, alasan siswa mengeluarkan usaha, bagaimana siswa menerapkan kriteria untuk mengevaluasi pembelajaran, pandangan siswa terhadap kegagalan dalam belajar matematika, bagaimana siswa menghubungkan pola-pola tertentu dalam belajar, unsur afeksi, kognisi dan tingkah laku untuk mencapai keberhasilan dalam mempelajari matematika.

Siswa dapat berpandangan bahwa keberhasilan dalam belajar matematika dapat diartikan sebagai proses belajar, terhindar dari kegagalan, ataupun memperoleh nilai tertinggi di kelas. Penerapan nilai-nilai dalam belajar matematika dapat dianggap sebagai tugas yang menantang, dengan berusaha dan ketekunan siswa dapat terhindar dari kegagalan memperoleh nilai rendah, menerapkan nilai-nilai bahwa tidak boleh gagal dalam belajar matematika atau terhindar dari penilaian negatif dari orang lain. Dalam belajar matematika, alasan siswa mengeluarkan usaha dapat dikaitkan dengan kamauan dari dalam diri untuk memulai belajar, sebagai motivasi, agar mampu mengerjakan soal matematika, agar memperoleh nilai yang tertinggi dan sebaliknya.

Dalam menentukan kriteria untuk melakukan evaluasi belajar oleh siswa dapat berbeda-beda. Siswa yang memiliki tujuan belajar yang mengarah pada mastery approach ataupun avoidance akan melakukan evaluasi kriteria keberhasilan belajar dari peningkatan kemampuan dalam mengerjakan soal-soal matematika, tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal. Siswa yang memiliki tujuan belajar yang mengarah pada performance approach ataupun avoidance, akan melakukan evaluasi kriteria keberhasilan belajar dengan


(24)

Universitas Kristen Maranatha membandingkan nilai dengan teman-teman sekelas, atau juga berhasil mencapai standar kelulusan. Cara siswa memadang kegagalan belajar matematika juga berbeda. Siswa yang mengarah pada tujuan mastery approach atau avoidance dapat memandang kegagalan sebagai suatu informasi, kurang optimal dalam belajar matematika. Siswa yang mengarah pada performance approach atau avoidance memandang kegagalan merasa kurang mampu mempelajari matematika, gagal mempelajari matematika, menganggap kalah bersaing, kurang mampu dibandingkan dengan teman sekelas. Siswa menghubungkan pola-pola tertentu dalam belajar matematika dapat berupa siswa dapat menghubungkan keberhasilan belajar matematika karena adanya kemauan yang kuat untuk belajar, menghubungkan kegagalan belajar karena kurangnya kemampuan yang dimiliki.

Unsur afeksi yang berpengaruh terhadap pembelajaran dapat berupa rasa bangga dan puas terhadap usaha mencapai keberhasilan, rasa bersalah dikaitkan dengan kurangnya usaha, sikap positif terhadap pembelajaran, perasaan negatif memengaruhi kegagalan dalam belajar matematika seperti perasaan kurang mampu atau kurang yakin diri dalam mengerjakan soal. Unsur lainnya yaitu unsur kognitif yang melibatkan strategi belajar yang mengarah pada pembelajaran secara mendalam atau belajar dengan menghafal, sedangkan unsur tingkah laku terlihat saat siswa mencari tugas-tugas matematika yang sulit dan menantang, serta terbuka pada tugas-tugas matematika yang baru.

Di samping itu terdapat faktor-faktor yang mendukung goal orientation yaitu personal factors dan contextual factors. Personal factors merupakan faktor dalam diri individu atau bersifat bawaan yang memengaruhi tujuan siswa untuk


(25)

16

Universitas Kristen Maranatha mencapai suatu prestasi. Personal factors terdiri atas age, gender, dan ethnicity. Age mengarah pada perbedaan usia yang tentunya juga akan menentukan perbedaan dalam kemampuan konseptual, intelegensi, usaha, dan pencapaian prestasi. Usia anak-anak dengan usia dewasa, tentu saja akan memiliki perbedaan dalam kemampuan berpikir, salah satunya, anak-anak masih berpikir secara konkrit sedangkan usia dewasa sudah dapat berpikir secara abstrak. Gender atau jenis kelamin juga menentukan tujuan belajar seseorang. Laki-laki biasanya memiliki tujuan belajar yang mengarah pada performance. Hal tersebut disebabkan karena laki-laki lebih kompetitif dibandingkan dengan wanita, sedangkan wanita memiliki tujuan belajar untuk memperoleh prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain dan berusaha untuk mencapai peringkat yang tertinggi. Selain itu, ethnicity meliputi setiap etnik memiliki perbedaan dalam mempersepsi kemampuan akan dirinya, konsep diri dan harapan akan kesuksesan dalam mencapai tujuan belajar.

Sebaliknya, contextual factors merupakan faktor yang berasal dari lingkungan atau di luar diri individu yang dapat memengaruhi tujuan belajarnya. Misalnya dalam mempelajari matematika, siswa termotivasi belajar matematika, ketika guru menjelaskan materi dengan menarik dan mudah dipahami, memperoleh pujian dari guru atau teman karena memperoleh nilai matematika yang terbaik, adanya dukungan dari orangtua. Contextual factors terdiri atas task, Authority, recognition, grouping, evaluation, dan time. Task (tugas) meliputi rancangan dari aktivitas belajar.


(26)

Universitas Kristen Maranatha Task dan aktivitas belajar memberi pengaruh penting pada motivasi siswa dan kognisi siswa. Guru yang sering memberikan tugas matematika kepada siswa, dapat membantu siswa untuk mengingat rumus dan terlatih untuk mengerjakan soal matematika. Semakin sering siswa mengerjakan soal, semakin siswa paham akan materi tertentu. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk tetap belajar saat menghadapi ujian, ulangan atau tugas berikutnya. Mereka yakin bahwa dengan sering berlatih soal, maka mereka mampu mengerjakan soal-soal ujian atau ulangan. Menurut Ames 1992a, 1992b (dalam Pintrich, 2002) terdapat beberapa hal mengenai task di lingkungan kelas yang dapat memberi semangat pada siswa untuk menggunakan mastery goal orientation.

Pertama, variasi dan perbedaan task dapat membantu mempertahankan minat siswa terhadap pelajaran tertentu. Guru yang memberikan soal matematika yang bervariasi, membuat siswa tidak bosan dalam belajar matematika dan siswa tetap aktif dalam mengerjakan soal walaupun masih pada materi yang sama. Kedua, bagaimana guru memperkenalkan dan menyajikan tugas kepada siswa. Jika guru dapat membantu siswa melihat relevansi personal dan makna dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, hal ini dapat membantu siswa untuk menggunakan mastery goal orientation. Jika guru menyusun tugas matematika dengan menarik, dan menjelaskan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran penting untuk masa ke depannya, misalnya untuk bekal menghadapi ujian nasional, untuk seleksi perguruan tinggi negeri. Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan cara memahami dan menguasai materi matematika, mengerjakan soal-soal, dan bukan hanya sekadar menghafal rumus.


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha Ketiga, tingkat kesulitan task membuat siswa menjadi tertantang untuk mengerjakannya. Tugas matematika dapat menjadi tantangan bagi siswa jika tugas yang diberikan memiliki tingkatan dari yang mudah sampai sukar. Hal tersebut dapat membangkitkan kepercayaan diri siswa bahwa mereka mampu mengerjakan tugas sampai pada menemukan tugas yang sulit, siswa tetap berusaha mengerjakan dan terus ingin menemukan jawaban.

Authority, meliputi derajat kesempatan di mana siswa berperan sebagai pemimpin, dan mengembangkan sense of independence dan control over learning activities. Dengan Authority siswa dapat menentukan aktivitas belajarnya dan mengembangkan kemampuan diri. Siswa yang memiliki authority yang tinggi dalam mempelajari matematika, biasanya mereka mampu mengatur kegiatan belajar seperti mengatur jadwal mengerjakan tugas, belajar untuk menghadapi ulangan atau ujian, serta mampu menentukan jadwal les tambahan di luar sekolah untuk menambah kemampuan matematika. Dengan demikian hal ini dapat mendorong siswa untuk mengadopsi pendekatan belajar secara mastery goals.

Recognition, berhubungan dengan reward yang diterima oleh siswa yang dapat meningkatkan motivasi siswa. Misalnya, siswa yang memperoleh nilai matematika yang tinggi dan guru memberikan pujian atas hasil yang diperolehnya, maka siswa tersebut akan terus termotivasi untuk belajar matematika. Untuk mengembangkan mastery goal guru perlu mengenali usaha, kemajuan, dan keahlian siswa, sehingga penggunaan reward dapat didasarkan pada pembelajaran dan kemajuan siswa dan bukan didasarkan perbandingan dengan siswa lain.


(28)

Universitas Kristen Maranatha Grouping fokus pada kemampuan individu untuk bekerja sama dengan teman lainnya. Di mana grouping dapat menciptakan pengertian bahwa perbedaan kemampuan tidak memengaruhi perbedaan motivasi belajar. Dalam mempelajari matematika, siswa yang mengerti bahwa kemampuan dalam bidang matematikanya kurang baik dibandingkan dengan teman sekelasnya, hal tersebut tidak membuat motivasinya menurun dalam belajar matematika, walaupun kemampuan matematiknya kurang baik, maka siswa akan tetap belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan minimal kelas, sama halnya dengan teman sekelasnya. Dengan adanya kerja sama dalam kelompok, siswa akan berkolaborasi dalam belajar dan mengarahkan siswa pada pendekatan mastery goals dan siswa akan fokus pada pembelajaran.

Evaluation, merupakan metode yang berfungsi untuk mengawasi pembelajaran siswa yang mengarah pada mastery maupun performance. Misalnya dalam belajar matematika, evaluasi perlu dilakukan. Evaluasinya dapat berbentuk ujian, ulangan, maupun pekerjaan rumah. Dengan adanya evaluasi, guru dapat mengetahui tujuan belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika yaitu pada saat siswa menghadapi ujian atau ulangan dalam hal mengaplikasikan rumus, cara menyelesaikan persoalan matematika dengan tepat. Evaluasi yang mengarah pada perbandingan sosial dapat mendorong siswa untuk menggunakan performance approach goal orientation, misalnya mengumumkan nilai matematika di kelas atau di papan pengumuman.

Pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa pada pendekatan avoidance, seperti siswa belajar untuk menghindari penilaian negatif jika siswa memperoleh


(29)

20

Universitas Kristen Maranatha nilai yang kurang bagus, atapun belajar karena menghindari ketidakpahaman akan materi matematika, sedangkan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada pendekatan approach, misalnya siswa memiliki tujuan belajar untuk selalu memperoleh nilai yang tertinggi di kelas atau menjadi yang terbaik di kelas. Evaluasi yang berdasarkan kinerja siswa yang mengkomunikasikan tentang kesalahan merupakan bagian dari pembelajaran dan usaha dapat membantu siswa menggunakan mastery goals orientation. Dengan demikian siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki, mengetahui sejauh mana kemampuannya.

Time, merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan mastery, jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merencanakan jadwal belajar maupun pengerjaan tugas. Dapat juga mengarah pada performance, jika guru memberikan batas waktu yang relatif singkat untuk mengerjakan tugas sekolah. Misalnya guru akan mengadakan ulangan matematika, jika guru memberitahukan waktunya jauh sebelum penyelengaraan, dengan demikian siswa dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi ulangan dengan belajar terlebih dahulu pelajaran yang akan diujikan. Siswa memiliki waktu lebih panjang untuk mengulang pelajaran matematika yang telah diajarkan di sekolah maupun kesempatan untuk mempelajari soal-soal latihan. Begitu juga ketika guru memberikan rentang waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas sesuai dengan jumlah soal yang diberikan, siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik. Akibatnya siswa akan memahami dan menguasai materi yang berhubungan dengan tugas yang diberikan oleh guru.


(30)

Universitas Kristen Maranatha Sebaliknya, jika guru mengadakan ulangan mendadak atau menginformasikan dalam waktu dekat, hal tersebut membuat siswa sulit untuk mengatur waktu belajar. Akibatnya siswa belajar tanpa menguasai materi secara keseluruhan atau siswa belajar materi tertentu yang dianggap penting dan mengabaikan materi yang lainnya dengan tujuan agar tidak memperoleh nilai yang rendah, dan menghindari kegagalan dalam ujian matematika. Jika guru memberikan tugas dengan waktu singkat, maka hasil pekerjaan siswa akan kurang optimal. Hal ini dapat mengarahkan siswa melakukan pendekatan belajar melalui performance avoidance goal orientation.


(31)

22

Universitas Kristen Maranatha

Skema 1.1 Kerangka Pikir Siswa Kelas XII

Jurusan IPA Di SMA “X” Bandung

Goal Orientation Personal Factors :

- Age

- Gender - Ethnicity

Contextual factors : - task - authority - recognition - grouping - evaluation - time Mastery approach goal orientation Mastery avoidance goal orientation Performance approach goal orientation Performance avoidance goal orientation Aspek - Mengartikan keberhasilan belajar

- Menerapkan

nilai-nilai dalam belajar

- Usaha yang

dikeluarkan

- Penentukan kriteria

evaluasi belajar

- Cara memandang

kegagalan

- Cara

menghubungkan pola-pola belajar

- Unsur afeksi

- Unsur kognisi


(32)

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

1. Goal orientation yang digunakan oleh siswa kelas XII jurusan IPA di

SMA “X” Bandung, dapat berupa mastery approach goal orientation,

mastery avoidance goal orientation, performance approach goal orientation atau performance avoidance goal orientation.

2. Siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung memiliki tujuan yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika sehingga akan membedakan goal orientation yang digunakan.

3. Faktor-faktor yang mendukung goal orientation pada siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung adalah personal factors seperti age, gender, ethnicity dan contextual factors seperti task, Authority, recognition, grouping, evaluation, dan time.


(33)

78

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai goal orientation terhadap 87 siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung, maka dapat disimpulkan hasil sebagai berikut :

1. Dalam mempelajari matematika, siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X”

Bandung memiliki goal orientation yang mengarah pada mastery approach yaitu sebanyak 48,3% dan mastery avoidance sebanyak 44,8%. 2. Dalam mempelajari matematika siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X”

Bandung memiliki goal orientation dengan persentase terbesar adalah mastery approach yaitu sebanyak 48,3% yang didukung oleh faktor task, grouping, evaluation, dan time.

3. Dalam mempelajari matematika siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang memiliki goal orietation yang mengarah pada mastery avoidance yaitu sebanyak 44,8% didukung oleh faktor task, authority, grouping, evaluation, dan time.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai goal orientation, maka peneliti ingin memberikan saran baik saran teoritis maupun praktis dan diharapkan saran tersebut dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan.


(34)

Universitas Kristen Maranatha 5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian mengenai goal orientation, perlu mempertimbangkan reliabilitas alat ukur. Reliabitas alat ukur pada penelitian ini tidak dilakukan karena sudah dianggap reliabel. Jika peneliti lain ingin melakukan uji reliabilitas dapat dilakukan dengan inter reter yaitu memakai judgement expert kurang lebih 5 orang. Peneliti tidak melakukan uji reliabilitas dengan pertimbangan waktu yang lama jika dilakukan uji reliabilitas dengan inter reter. Pertimbangan lain yaitu subjek terbatas dan mencegah terjadinya proses learning terhadap kuesioner dan dari manfaatnya hanya sedikit dikarenakan goal orientation mudah berubah-ubah apalagi subjek peneliti adalah remaja.

2. Data penunjang lebih diperdalam lagi dengan membuat pertanyaan terbuka (open questions) sehingga dapat menjaring banyak informasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk memperkaya pembahasan terhadap keempat jenis goal orientation.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi kepala sekolah SMA “X” Bandung perlu memfasilitasi belajar siswa

dengan mengadakan program baru seperti klab matematika, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk bertanya pada teman-teman lain jika ada soal yang tidak dipahami, saling berdiskusi sehingga memudahkan belajar siswa.

2. Bagi guru matematika kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung, pertama, perlu membuat variasi mengajar seperti lebih sering mengadakan


(35)

80

Universitas Kristen Maranatha tugas kelompok (grouping) jika ada materi yang sulit bagi siswa. Kedua, guru harus memperbanyak reward bagi siswa baik dalam bentuk verbal seperti pujian ataupun tambahan point nilai jika siswa mampu menjawab soal-soal dengan benar di depan kelas ataupun ketika siswa aktif menjawab di kelas. Ketiga, guru matematika juga dapat mengadakan remedial teaching terhadap siswa kelas XII IPA 3 dikarenakan tujuan belajar siswa yang mengarah pada mastery avoidance. Keempat, guru dapat merancang soal-soal yang menantang bagi siswa dikarenakan tujuan belajar siswa yang mengarah pada mastery goals.

3. Bagi siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung, perlu aktif bertanya pada guru jika ada materi yang tidak dipahami, jika siswa kurang berani bertanya pada guru, siswa dapat secara inisiatif membentuk kelompok kecil membahas materi yang tidak dipahaminya.

4. Bagi guru BK SMA “X” Bandung, perlu membantu siswa kelas XII

jurusan IPA untuk mengenali dan mengarahkan tujuan belajar siswa yang mengarah pada mastery approach dengan harapan siswa dapat mempertahankan tujuan belajarnya dalam rangka mencapai prestasi yang optimal terutama dalam mempelajari matematika.


(36)

81

Universitas Kristen Maranatha

Gulo. W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology. New Delhi : Sage Publications Noor, Hasanuddin. 2009. Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran

Perilaku. Bandung : Fakultas Psikologi Unisba.

Pintrich, Paul R & Schunk, Dale. 2002. Motivation in Education : Theory, Reseach, and Applications. Upper Saddle river. New Jersey : Merril Prentice Hall.

Santrock, John W. 2007. Adolescence. 11th edition. New York : The Mc. Graw-Hill.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence Psychology. 6th edition. The Mc. Graw- Hill companies, Inc All rights reserved, inc 1221.


(37)

82

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Arias, Jesus De La Fuente. 2002. Recent Perspectives in the study of motivation. Goal Orientation Theory, 72-84.

Brophy, Jere. 2005. Goal Theorists Should Move on From Performance Goals, 67–176.

Harian Kompas. 9 April 2012. Matematika dan Nalar Bangsa, hlm.16.

http://blog.unsri.ac.id/nyayuzaleha/about-mathematics-blog/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri/mrdetail/19044. Diakses 8 Oktober 2011.

http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-vygotsky.pdf. Diakses 31 Mei 2011.

2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana, edisi revisi III. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(1)

1.6Asumsi

1. Goal orientation yang digunakan oleh siswa kelas XII jurusan IPA di

SMA “X” Bandung, dapat berupa mastery approach goal orientation,

mastery avoidance goal orientation, performance approach goal orientation atau performance avoidance goal orientation.

2. Siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung memiliki tujuan yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika sehingga akan membedakan goal orientation yang digunakan.

3. Faktor-faktor yang mendukung goal orientation pada siswa kelas XII

jurusan IPA di SMA “X” Bandung adalah personal factors seperti age,

gender, ethnicity dan contextual factors seperti task, Authority, recognition, grouping, evaluation, dan time.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai goal orientation terhadap 87 siswa

kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung, maka dapat disimpulkan hasil

sebagai berikut :

1. Dalam mempelajari matematika, siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X”

Bandung memiliki goal orientation yang mengarah pada mastery approach yaitu sebanyak 48,3% dan mastery avoidance sebanyak 44,8%. 2. Dalam mempelajari matematika siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X”

Bandung memiliki goal orientation dengan persentase terbesar adalah mastery approach yaitu sebanyak 48,3% yang didukung oleh faktor task, grouping, evaluation, dan time.

3. Dalam mempelajari matematika siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung yang memiliki goal orietation yang mengarah pada mastery avoidance yaitu sebanyak 44,8% didukung oleh faktor task, authority, grouping, evaluation, dan time.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai goal orientation, maka peneliti ingin memberikan saran baik saran teoritis maupun praktis dan diharapkan saran tersebut dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berkepentingan.


(3)

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian mengenai goal orientation, perlu mempertimbangkan reliabilitas alat ukur. Reliabitas alat ukur pada penelitian ini tidak dilakukan karena sudah dianggap reliabel. Jika peneliti lain ingin melakukan uji reliabilitas dapat dilakukan dengan inter reter yaitu memakai judgement expert kurang lebih 5 orang. Peneliti tidak melakukan uji reliabilitas dengan pertimbangan waktu yang lama jika dilakukan uji reliabilitas dengan inter reter. Pertimbangan lain yaitu subjek terbatas dan mencegah terjadinya proses learning terhadap kuesioner dan dari manfaatnya hanya sedikit dikarenakan goal orientation mudah berubah-ubah apalagi subjek peneliti adalah remaja.

2. Data penunjang lebih diperdalam lagi dengan membuat pertanyaan terbuka (open questions) sehingga dapat menjaring banyak informasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk memperkaya pembahasan terhadap keempat jenis goal orientation.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi kepala sekolah SMA “X” Bandung perlu memfasilitasi belajar siswa

dengan mengadakan program baru seperti klab matematika, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk bertanya pada teman-teman lain jika ada soal yang tidak dipahami, saling berdiskusi sehingga memudahkan belajar siswa.

2. Bagi guru matematika kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung,


(4)

80

tugas kelompok (grouping) jika ada materi yang sulit bagi siswa. Kedua, guru harus memperbanyak reward bagi siswa baik dalam bentuk verbal seperti pujian ataupun tambahan point nilai jika siswa mampu menjawab soal-soal dengan benar di depan kelas ataupun ketika siswa aktif menjawab di kelas. Ketiga, guru matematika juga dapat mengadakan remedial teaching terhadap siswa kelas XII IPA 3 dikarenakan tujuan belajar siswa yang mengarah pada mastery avoidance. Keempat, guru dapat merancang soal-soal yang menantang bagi siswa dikarenakan tujuan belajar siswa yang mengarah pada mastery goals.

3. Bagi siswa kelas XII jurusan IPA di SMA “X” Bandung, perlu aktif

bertanya pada guru jika ada materi yang tidak dipahami, jika siswa kurang berani bertanya pada guru, siswa dapat secara inisiatif membentuk kelompok kecil membahas materi yang tidak dipahaminya.

4. Bagi guru BK SMA “X” Bandung, perlu membantu siswa kelas XII

jurusan IPA untuk mengenali dan mengarahkan tujuan belajar siswa yang mengarah pada mastery approach dengan harapan siswa dapat mempertahankan tujuan belajarnya dalam rangka mencapai prestasi yang optimal terutama dalam mempelajari matematika.


(5)

Gulo. W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology. New Delhi : Sage Publications Noor, Hasanuddin. 2009. Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran

Perilaku. Bandung : Fakultas Psikologi Unisba.

Pintrich, Paul R & Schunk, Dale. 2002. Motivation in Education : Theory, Reseach, and Applications. Upper Saddle river. New Jersey : Merril Prentice Hall.

Santrock, John W. 2007. Adolescence. 11th edition. New York : The Mc. Graw-Hill.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence Psychology. 6th edition. The Mc. Graw- Hill companies, Inc All rights reserved, inc 1221.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Arias, Jesus De La Fuente. 2002. Recent Perspectives in the study of motivation. Goal Orientation Theory, 72-84.

Brophy, Jere. 2005. Goal Theorists Should Move on From Performance Goals, 67–176.

Harian Kompas. 9 April 2012. Matematika dan Nalar Bangsa, hlm.16.

http://blog.unsri.ac.id/nyayuzaleha/about-mathematics-blog/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri/mrdetail/19044. Diakses 8 Oktober 2011.

http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-vygotsky.pdf. Diakses 31 Mei 2011.

2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana, edisi revisi III. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.