Studi Deskriptif Terhadap Pola & Metoda Religious Coping Pada Dewasa Akhir Yang Aktif Mengikuti Kegiatan Keagamaan di Gereja Salib Suci Kota Bandung.

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This study attempted to identify pattern and method of religious coping in a sample of 31 Christian elderly church members. The 105 items of the RCOPE were used to asses Religious Coping. This validity procedure is based on the construct validity by confirmatory factor analysis with LISREL 8.5 (Jöreskog & Sörbom, 1999) that have factor loading (.55). Score reliability with cronbach’s alpha is (.924). RESULTS: Christian elderly church members made more use of the positive than the negative religious coping methods. Most of elderly (77.42%) have a moderate strength of religious coping, (19,35%) have a high strength of religious coping and (3,23%) have a low strength. The positive method that described elderly when facing degenerate self-function are Collaborative/Low Self-Direction Religious coping and Benevolent Religious Reappraisal/Spiritual Support. The negative pattern that described elderly are Spiritual Discontent and Interpersonal Religious Discontent. The results of this study can be used as information for the elderly for self-understanding. For pastor, activist, and coordinator activities can use this result for designing or developing activities that may increase spiritual attachment elderly to God and church members, and participating elderly in sharing their religious coping way to the church members facing aging. Suggestion for further research are using case study research design to identify pattern and method of religious coping, examine Relationship of Religious Orientation to Religious Coping.


(2)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif dengan metoda survei. Sampel pada penelitian ini adalah 31 dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner RCOPE berdasarkan teori religious coping dari Pargament, Smith et al.,(1998). Kuesioner ini terdiri dari 105 item. Prosedur pengujian validitas dilakukan berdasarkan construct validity dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA), menggunakan software LISREL 8.5 (Jöreskog & Sörbom, 1999) dengan Koefisien jalur religious coping sebesar 0.55. Reliabilitas dihitung dengan alpha-cronbach dengan skor sebesar 0,924.

Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung menggunakan pola religious coping positif. Sebagian besar (77,42%) dewasa akhir memiliki derajat pola Religious Coping yang tergolong sedang, sementara sisanya menunjukkan derajat pola Religious Coping positif yang tergolong kuat (19,35%) dan lemah (3,23%). Metoda religious coping yang paling menggambarkan diri dewasa akhir saat mengatasi kemunduran fungsi diri adalah Collaborative/Low Self- Direction Religious coping dan Benevolent Religious Reappraisal/Spiritual Support. Metoda Religious Coping yang paling tidak menggambarkan diri dewasa akhir saat mengatasi kemunduran fungsi diri adalah Spiritual Discontent dan Interpersonal Religious Discontent.

Bagi dewasa akhir yang mengikuti kegiatan keagamaan di gereja Salib Suci kota Bandung, informasi ini dapat digunakan untuk memahami diri guna menghadapi kemunduran fungsi diri yang dialami.

Bagi pastor, koordinator, dan aktivis kegiatan keagamaan dapat menggunakan informasi ini untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan keterikatan spiritual dengan Tuhan dan jemaat, dan kebermaknaan hidup di tengah kemunduran fungsi diri yang dialami serta mengembangkan atau merancang kegiatan yang dapat melibatkan dewasa akhir untuk memberikan masukan atau sharing pengalaman, pengetahuan, nilai-nilai kepada anggota jemaat gereja yang akan memasuki masa dewasa akhir mengenai cara mengatasi kemunduran fungsi diri yang akan dialami. Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan desain penelitian studi kasus dalam meneliti pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir yang aktif dalam kegiatan keagamaan, melakukan penelitian lanjutan mengenai pola dan metoda Religious Coping pada lansia yang memiliki kemunduran fungsi yang lebih spesifik, melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara religious coping dengan penyesuian diri terhadap pengalaman stressful yang dialami, melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara Religious Orientation dengan Religious Coping terhadap peristiwa negatif dalam hidup.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... .iii

DAFTAR ISI ... . vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SKEMA ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN………1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11

1.6 Asumsi ... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Religious Coping ... 24


(4)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.1 Flow of Coping ... 24

2.1.1.1 Asumsi 1 : Manusia Mencari Suatu yang Signifikan………25 2.1.1.2 Asumsi 2 : Suatu Peristiwa Dibangun Berdasarkan Signifikansinya.27 2.1.1.3 Asumsi 3 : Sistem Orientasi dibawa ke dalam Proses Coping………33

2.1.1.4 Asumsi 4 : Sistem Orientasi Diterjemahkan ke dalam Metoda Coping Spesifik………...38

2.1.1.5 Asumsi 5 : Pencarian Signifikansi dalam Coping melalui Mekanisme Conversation dan Transformation………40

2.1.1. 6 Asumsi 6 : Seseorang akan Mengatasi Masalah dengan Cara yang Menarik bagi Mereka……….44

2.1.1.7 Asumsi 7 : Coping Melekat pada Kebudayaan………45

2.1.1.8 Asumsi 8 : Kunci Kesuksesan Coping terletak pada Hasil dan Proses……….46

2.1.1.9 Kerangka Kerja dari Coping………...53

2.1.2 Saat Individu Kembali Kepada Agama……….54

2.1.2.1 Saat Agama dan Coping Bertemu………..54

2.1.2.2 Alasan Agama dan Coping Bertemu………...56

2.1.3 Mesuring Many Faces of Religious Coping……….....61

2.1.4 Metoda Religious Coping………64

2.1.4.1 Metoda Religious Coping untuk Menemukan Makna (Find Meaning)………...65

2.1.4.2 Metoda Religious Coping untuk Mengembangkan Kontrol (Gain Control)……….67


(5)

Universitas Kristen Maranatha 2.1.4.3 Metoda Religious Coping untuk Mengembangkan Kenyamanan dan

Kedekatan dengan Tuhan (Gain Comfort and Closeness to God)...68

2.1.4.4 Metoda Religious Coping untuk Mengembangkan Keintiman dengan Orang Lain dan Kedekatan dengan Tuhan (Gain Intimacy with Others and Closeness to God)………...69

2.1.4.4 Metoda Religious Coping untuk Mencapai Transformasi dalam Hidup (Achieve a Life Transformation)……….71

2.2 Usia Lanjut ... 72

2.2.1 Ciri-Ciri Usia Lanjut ... 72

2.2.2 Tugas Perkembangan Usia Lanjut ... 74

2.2.3 Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik bagi Usia Lanjut ... 76

2.2.4 Perubahan Kemampuan Motorik pada Usia Lanjut ... 79

2.2.5 Perubahan Kemampuan Mental pada Usia Lanjut ... 81

2.2.6 Perubahan Minat pada Usia Lanjut ... 81

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 3.1 Rancangan Penelitian ... 90

3.2 Prosedur Penelitian ... 90

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 91

3.3.1 Variabel Penelitian ... 91

3.3.2 Definisi Operasional ... 91

3.4 Alat Ukur ... 95

3.4.1 Jenis Alat Ukur ... 95


(6)

Universitas Kristen Maranatha

3.4.3 Sistem Penilaian ... 97

3.4.4 Data Penunjang ... 99

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 100

3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 100

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 100

3.6 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 100

3.6.1 Populasi Sasaran ... 100

3.6.2 Karakteristik Populasi ... 100

3.6.3 Teknik Penarikkan Sampel ... 101

3.7 Teknik Analisis Data ... 101

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Gambaran Responden ... 102

4.2 Hasil Penelitian ... 104

4.2.1 Pola Religious Coping ... 104

4.2.2 Metoda Religious Coping ... 105

4.2.3 Tabulasi Silang ... 108

4.3 Pembahasan ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 129

5.2 Saran ... 131

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan ... 131


(7)

Universitas Kristen Maranatha Daftar Pustaka ... 134 Daftar Rujukan ... 136 LAMPIRAN


(8)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Religion and Coping………...95

Tabel 3.2 Kategori Derajat Kekuatan Religious Coping………...99

Tabel 4.1 Gambaran Responden………...102

Tabel 4.2 Skor total rata-rata Pola Religious Coping………...104

Tabel 4.3 Kategori Religious Coping Positif Responden……….104

Tabel 4.4 Skor Rata-Rata Metoda Religious Coping Positif Responden…...105

Tabel 4.5 Skor Rata-Rata Metoda Religious Coping Negatif Responden……...106

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Derajat Kekekuatan Religious Coping Positif dengan Faktor Yang Mempengaruhi………...108

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Derajat Kekuatan Religious Coping dengan Budaya.111 Tabel 4.9 Tabulasi Silang Derajat Kekuatan Religious Coping Dengan Frekuensi Beribadah, Berdoa, dan Membaca Kitab Suci…...112


(9)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian “Religion and Coping (RCOPE)” Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran 3 Gambaran Subjek Penelitian

Lampiran 4 Total Skor Rata-Rata Religious Coping


(10)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Kerangka Pikir 22


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa dewasa akhir merupakan masa tatkala seseorang mengalami pelbagai kemunduran fungsi diri yaitu fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Orang dewasa akhir adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU RI No. 13/ 1998) sedangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata.

Jumlah dewasa akhir di Indonesia saat ini sekitar mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari seluruh jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta. Jumlah ini akan menjadikan Indonesia menempati urutan keempat terbanyak negara berpopulasi dewasa akhir setelah Cina, India dan Amerika. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, terdapat peningkatan jumlah dewasa akhir di Indonesia yang mencapai 18,96 juta orang, dan jumlah ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan UHH sekitar 67,4 tahun.


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk dewasa akhir di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Kementerian Sosial RI, 2010).

Secara umum kondisi fisik orang yang telah memasuki masa dewasa akhir mengalami penurunan. Kemunduran fungsi fisik pada dewasa akhir ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh, tenaga, dan kekuatan. Semakin menurunnya fungsi otak yang menyebabkan menurunnya daya ingat, perubahan kulit yang menjadi keriput serta terakumulasinya penyakit-penyakit yang sifatnya degeneratif.(www.lenterabiru.com/masalah-kesehatan-jiwa-pada-lanjutusia,2010). Penurunan kondisi fisik berpengaruh pada penurunan kondisi psikologis, yaitu ketidakberdayaan yang menjadikan orang dewasa akhir bergantung pada keluarga atau orang-orang di sekitarnya. Masalah psikologis lainnya yang sering terjadi di antaranya adalah kesepian karena berpisah dengan pasangan hidup atau anak (emptynest syndrome), terasing dari lingkungan, kurang percaya diri, dan penelantaran oleh sanak keluarga terutama pada orang dewasa akhir yang miskin.

Kemunduran segi sosial ditandai dengan kehilangan jabatan atau posisi tertentu dalam sebuah organisasi atau masyarakat, yang telah menempatkan dirinya sebagai individu dengan status terhormat, berpengaruh, dihargai, dan didengarkan pendapatnya, selain itu banyak orang dewasa akhir yang berhenti dari kegiatan sosial yang mereka ikuti karena keterbatasan fungsi fisik.

Menurunnya kondisi fisik dan psikis menyebabkan orang dewasa akhir kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif yang membuat penghasilan mereka berkurang. Orang dewasa akhir juga dituntut untuk


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dari sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi dewasa akhir yang menderita penyakit dan kebutuhan akan rekreasi. Dalam kenyataannya, dewasa akhir kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial karena berkurangnya pendapatan yang dimiliki.

Keadaan-keadaan tersebut akan mengakibatkan orang dewasa akhir tidak mandiri, secara finansial bergantung kepada keluarga atau masyarakat. (Kementerian Sosial RI, 2010). Jadi, kemunduran dalam satu aspek hidup orang dewasa akhir akan membawa pengaruh bagi kemunduran aspek kehidupan lainnya. Kemunduran fungsi dalam diri orang dewasa akhir tersebut memiliki potensi untuk menimbulkan masalah kesehatan secara umum, maupun kesehatan jiwa secara khusus, salah satunya adalah stres.

Kemunduran fungsi diri tersebut dapat dihayati secara berbeda-beda oleh setiap dewasa akhir. Seorang dewasa akhir mungkin merasa bahwa kemunduran fungsi diri merupakan suatu yang tidak bermakna sehingga mengabaikan keadaan tersebut, orang dewasa akhir lainnya merasa bahwa kemunduran fungsi-fungsi dalam diri sebagai sesuatu yang menyakitkan, mengancam maupun membebani. Sementara, dewasa akhir lainnya mampu menilai kemunduran fungsi diri sebagai sebuah tantangan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kemunduran fungsi diri. Oleh karena itu, sampai tingkat tertentu, apa yang dirasakan dewasa akhir sebagai hal yang menimbulkan stres tergantung pada bagaimana dewasa akhir menilai


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha suatu situasi yang sedang dihadapi, apakah dirasa sebagai suatu yang berbahaya, mengancam, atau tidak bermakna.

Menurut Lazarus dan Folkman (Lazarus & Folkman, 1984) stres terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan tuntutan dalam diri dengan sumber daya yang dimiliki individu. Bila dewasa akhir mampu menilai situasi kemunduran fungsi diri yang dihadapinya secara positif, maka dewasa akhir akan mampu menyesuaikan diri terhadap kemunduran fungsi dengan baik tanpa perlu merasa terancam dan terbebani. Namun apabila stres pada dewasa akhir tidak disertai dengan kemampuan mengatasi masalah dengan baik, maka dapat berakibat negatif bagi penyelesaian masalah yang dihadapinya sehingga akan menghambat dewasa akhir dalam menyesuaikan diri terhadap kemunduran fungsi dalam diri.

Ketika seseorang mengalami stres, maka individu tersebut akan berusaha menanggulangi stres tersebut. Hal itu disebut sebagai coping stress atau strategi penanggulangan masalah, yaitu perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaannya atau kesejahteraannya (Lazarus & Folkman, 1984). Terdapat dua bentuk coping yaitu coping yang berfokus pada usaha penyelesaian masalah. Apabila dewasa akhir melakukan coping ini maka dirinya akan berusaha mengeliminasi atau mengelola seperti mengonsumsi obat-obatan dan berolahraga untuk menjaga kesehatan tubuh, berusaha untuk meningkatkan kualitas fungsi tubuhnya dengan berolahraga secara rutin, mengatur pola makan dan tidur, serta


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha mengonsumsi vitamin dan obat-obatan; mengikuti kegiatan-kegiatan sosial untuk menambah teman, tetap bekerja untuk dapat membiayai kehidupan sehari-hari, meminta bantuan dan dukungan dari professional atau rekan; serta Coping yang berfokus pada emosi. Bila dewasa akhir menggunakan coping ini maka dewasa akhir berusaha mengelola respon emosi terhadap situasi yang stressful untuk meredakan dampak fisik dan psikis) seperti mengeluhkan rasa sakit fisiknya, kecemasan dan kekhawatiran akan kematian kepada anggota keluarga atau gereja. Pada umumnya, dewasa akhir lebih banyak menggunakan coping yang berfokus pada emosi dibandingkan individu yang berusia lebih muda. Adapun penyebabnya adalah karena sumber daya dewasa akhir relatif berkurang seiring menurunnya fungsi diri sehingga kemampuan dewasa akhir untuk mengatasi masalah pun semakin berkurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 100 dewasa akhir; didapatkan 556 bentuk perilaku coping terhadap 289 pengalaman stressful, dan hasil persentase perilaku coping yang paling banyak digunakan oleh dewasa akhir serta dinilai sebagai strategi coping yang efektif adalah perilaku religius. (Koenig et al.,1988, p.306.)

Strategi coping dalam bentuk perilaku religius ditemui pada delapan orang dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung, bentuk-bentuk coping yang dilakukan delapan dewasa akhir ini dalam mengatasi kemunduran fungsi diri yaitu menerima dengan syukur keadaan yang mereka alami saat ini, karena mereka menyadari bahwa kemunduran fungsi diri tersebut memang selayaknya dialami setiap orang dewasa akhir; pasrah dengan keadaan tersebut, karena dewasa akhir tahu bahwa keadaan tersebut tidak bisa


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha dilawan. Dewasa akhir menyadari bahwa usaha-usaha yang dibutuhkan memerlukan dukungan yang berasal dari orang sekitar dan pentingnya mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang diadakan di Gereja Salib Suci kota Bandung untuk mengatasi kemunduran fungsi diri. Dewasa Akhir di Gereja Salib Suci kota Bandung menyadari bahwa melalui doa dewasa akhir merasa lebih tenang dan mendapatkan pencerahan untuk melakukan tindakan dalam mengatasi kemunduran fungsi diri. Dewasa akhir juga merasakan dengan kembali kepada agama dan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dapat membantu mereka untuk meredakan kecemasan yang mereka rasakan terhadap kemunduran fungsi diri yang mereka hadapi.

Menurut Pastor Paroki dan Sekeretariat Gereja Salib Suci kota Bandung jumlah dewasa akhir yang aktif di gereja ini lebih banyak dibandingkan dengan dewasa akhir yang berada di paroki lain sekitar kota Bandung. Gereja Salib Suci kota Bandung merupakan gereja tua yang telah berumur 80 tahun dan berlokasi di pusat kota. Mayoritas umat yang masih tinggal di sekitar wilayah gereja ini adalah dewasa akhir, sedangkan para generasi muda lebih memilih bertempat tinggal di pinggir kota Bandung dan berjemaat di gereja yang ada di sekitar wilayah tempat tingganya. Melihat banyaknya jumlah dewasa akhir yang aktif, gereja terdorong untuk menjaga, meningkatkan semangat dan kualitas hidup dewasa akhir serta mengembangkan rasa berguna dan berharga dalam diri dewasa akhir. Gereja berusaha mendirikan beberapa kegiatan keagamaan dimana dalam kegiatan keagamaan tersebut dewasa akhir dapat berkumpul untuk berdoa, dan berdiskusi serta diharapkan sesama dewasa akhir dapat saling mendukung.


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha Pastor Paroki di Gereja Salib Suci kota Bandung menilai bahwa kegiatan yang dilakukan gereja untuk para dewasa akhir ditanggapi secara positif. Dewasa akhir terlihat bersemangat dalam mengikuti setiap kegiatan keagamaan. Jumlah dewasa akhir yang aktif dalam kegiatan keagamaan semakin bertambah dan munculnya kegiatan-kegiatan keagamaan baru yang dibuat oleh dewasa akhir. Terlibatnya dewasa akhir dalam kegiatan keagamaan akan memberikan nilai tertinggi untuk menemukan kebermaknaan dan rasa berharga akan dirinya dan dengan melaksanakan ibadah sehari-hari dewasa akhir akan menjadi lebih tenang dan kecemasan mereka terhadap kematian dapat direduksi. Kegiatan kegamaan juga membekali dewasa akhir dengan nilai-nilai religius yang bermanfaat dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Strategi penyelesaian masalah yang berfokus pada nilai-nilai, kepercayaan, dan keyakinan terhadap Tuhan (sesuatu yang ultim) dalam menghadapi stres atau masalah disebut Religious Coping. Religious Coping dibagi ke dalam dua pola yaitu Religious Coping positif dan negatif. Setiap pola dari Religious Coping tersebut terdiri atas metoda Religious Coping yang berbeda-beda. Pola dari Religious Coping positif direfleksikan ke dalam suatu hubungan yang aman dengan Tuhan, keyakinan akan kehidupan yang lebih bermakna dan perasaan keterikatan spiritual. Sedangkan pola negatif dari religious coping direfleksikan ke dalam hubungan dengan Tuhan yang kurang menimbulkan rasa aman, pandangan akan dunia sebagai sesuatu yang lemah dan mengancam, dan agama sebagai suatu perjuangan dalam pencarian makna (Journal for Scientific Study of Religion, Vol 37. No 4 (December, 1998). Jadi, kedua pola dari Religious coping


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha ini merefleksikan mengenai bagaimana hubungan individu dengan Tuhan, pandangan akan pencarian suatu makna/ signifikansi dalam masalah yang dihadapi, serta keterikatan spiritual.

Dalam wawancara yang dilakukan kepada delapan dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung didapatkan data perilaku religious coping-nya yaitu dua orang dewasa akhir memandang Tuhan sebagai mitra dan merasa bahwa Tuhan sedang bekerja bersama dengan mereka dalam mengatasi masalah yang mereka alami. Kedua dewasa akhir ini melihat bahwa dalam segala situasi Tuhan selalu membantunya menghadapi permasalahan. Dewasa akhir juga merasa bahwa segala pelayanan yang sudah dilakukannya sampai saat ini merupakan campur tangan Tuhan dalam hidupnya; Seorang dewasa akhir menyerahkan kontrol secara aktif kepada Tuhan. Saat mengatasi masalah, dewasa akhir akan menyanyikan dan menghayati ayat-ayat firman Tuhan dalam kitab suci, kemudian setelah bersenandung, dewasa akhir mencoba berpasrah dan menyerahkan permasalahan yang dihadapinya kepada Tuhan; Seorang dewasa akhir berdoa dan memohon kekuatan dari Tuhan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dan berharap diberikan jalan yang terbaik. Seorang dewasa akhir secara pasif menunggu Tuhan untuk mengontrol situasi. Dewasa akhir tidak banyak berusaha untuk mengatasi permasalahannya, hanya berharap bahwa Tuhan akan memberi pertolongan.

Seorang dewasa akhir memohon keajaiban kepada Tuhan, dewasa akhir ini biasanya berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk membuat keadaan yang dialaminya menjadi baik-baik saja. Selain berdoa memohon keajaiban, dewasa


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha akhir ini juga mencari kenyamanan dan ketenangan melalui cinta dan pemeliharaan dari anggota gereja dan pastor. Dewasa akhir berusaha mencari teman-teman dalam organisasi yang diikuti untuk mencurahkan isi hati mereka, dan meminta bantuan; Seorang dewasa akhir hanya berharap bahwa Tuhan akan turun tangan mengatasi masalah mereka. Saat dewasa akhir ini sakit, Ia hanya beriman dan berdoa saat sakit dan tidak pergi ke dokter. Dewasa akhir ini berharap Tuhan yang akan memberi kesembuhan. Dewasa akhir ini juga berusaha mencari teman-teman dalam kegiatan yang mereka ikuti untuk mengatasi kesepian karena anak-anaknya sudah meninggalkan rumah; Seorang dewasa akhir menganggap stresor yang dialaminya sebagai hukuman Tuhan atas dosa pribadi sehingga dewasa akhir meminta pengampunan kepada Tuhan atau berpuasa agar Tuhan menghapuskan kesalahannya. Dewasa akhir ini juga akan berusaha mencari Pastor untuk menceritakan masalah yang dihadapinya dan meminta saran untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan hasil survei terhadap delapan orang dewasa akhir di Gereja Salib Suci kota Bandung didapatkan bahwa dewasa akhir menggunakan perilaku religious coping yang berbeda-beda dalam mengatasi stres akibat kemunduran fungsi diri. Selain itu, meskipun dewasa akhir di Gereja Salib Suci kota Bandung mengalami kemunduran fungsi diri namun hal tersebut tidak membatasi diri untuk tetap aktif dalam kegiatan keagamaan. Terkait dengan temuan itu, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakah gambaran pola dan metoda religious coping dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Memperoleh data dan gambaran mengenai pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung serta melihat kaitan antara Religious Coping dengan faktor-faktor yang relevan.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan sumbangan informasi bagi Ilmu Psikologi, terutama dalam bidang Psikologi Perkembangan dan Psikologi Positif mengenai pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung.


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha

 Memberikan Informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola dan metoda Religious Coping pada dewasa akhir.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada dewan gereja (pastor, aktivis, dan koordinator kegiatan keagamaan) mengenai gambaran pola dan metoda Religious Coping dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di kota Bandung untuk mengembangkan berbagai kegiatan keagamaan yang dapat membekali dewasa akhir dalam mengatasi stres pada masa lansia dengan memanfaatkan religious coping.

1.5 Kerangka Pemikiran

Periode dewasa akhir merupakan periode terjadinya kemunduran berbagai fungsi fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Penyesuaian diri terhadap menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, berkurangnya penghasilan karena pensiun, kematian pasangan hidup, perginya anak-anak untuk membentuk keluarga sendiri merupakan beberapa tugas perkembangan dewasa akhir (Havighurst,1953). Selain menyesuaikan diri terhadap kemunduran fungsi fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial, dewasa akhir juga memiliki tugas perkembangan untuk membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia dan menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Bagi beberapa dewasa akhir, menghadiri pertemuan yang berhubungan dengan kegiatan sosial sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha yang menurun, sehingga dirinya terpaksa mengundurkan diri dari kegiatan sosial yang mereka ikuti, namun hal ini bertolak belakang dengan keadaan pada dewasa akhir yang ada di Gereja Salib Suci kota Bandung. Meskipun kesehatan dan pendapatan mereka semakin menurun, sebagian dewasa akhir di gereja ini justru semakin aktif dan mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya dengan mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan oleh gereja. Gereja menawarkan kehidupan sosial dan persahabatan di mana dewasa akhir dapat bersosialisasi tidak hanya dengan kelompok usia mereka namun juga dengan beragam kelompok usia. Keadaan tersebut memberikan manfaat bagi dewasa akhir untuk mengurangi perasaan kesepian. (Hurlock, 1980). Dengan mengaktualisasikan potensinya, dewasa akhir diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa di masa dewasa akhir ini mereka masih kompeten dan penting. Dewasa akhir juga dapat mendalami kegiatan-kegiatan keagamaannya, berdiskusi tentang nilai agama, dan menerapkan nilai-nilai agama yang dipelajari dalam menghadapi permasalahan hidup di masa dewasa akhir ini.

Permasalahan yang terjadi pada dewasa akhir adalah kemunduran fungsi diri (fisik, psikis, ekonomi, dan sosial). Kemunduran fungsi diri tersebut dapat dihayati sebagai peristiwa yang negatif dalam hidup dewasa akhir yang mempengaruhi kesejahteraan dewasa akhir tersebut. Peristiwa kemunduran fungsi tersebut dapat dinilai sebagai suatu keadaan yang membahayakan, mengancam, menantang dan atau tidak berarti apapun tergantung pada penilaian dewasa akhir yang bersangkutan yang disebut cognitive appraisal. Penilaian kognitif yang dilakukan oleh dewasa akhir di Gereja Salib Suci kota Bandung mengenai


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha kemunduran fungsi fisik, psikis, ekonomi, sosial terdiri atas beberapa tahapan, yaitu penilaian primer (primary appraisal), dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Penilaian primer merupakan proses ketika dewasa akhir mengevaluasi kemunduran fungsi diri dan perubahan dalam hidup berada dalam kategori tidak relevan (irrelevant), positif (benign-positive) ataukah menimbulkan stress (stressful).

Saat dewasa akhir menilai kemunduran fungsi dalam diri berada dalam kategori irrelevant maka dewasa akhir merasakan bahwa kemunduran fungsi dalam diri yang terjadi dirasakan tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan dan tidak bermakna bagi dewasa akhir sehingga diabaikan. Apabila dewasa akhir menilai kemunduran fungsi dalam diri berada dalam kategori benign-positive maka dewasa akhir merasakan bahwa kemunduran fungsi yang terjadi dihayati sebagai hal yang positif dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya. Apabila dewasa akhir menilai kemunduran fungsi-fungsi dalam diri berada dalam kategori stressful maka dewasa akhir menilai bahwa kemunduran fungsi diri yang terjadi dirasakan menimbulkan gangguan, kerugian, kehilangan, dan ancaman. Saat dewasa akhir menentukan kemunduran fungsi dalam diri berada dalam kategori stressful maka dewasa akhir akan melakukan penilaian sekunder. Usaha dewasa akhir dalam mengidentifikasi atau menilai kualitas dari suatu peristiwa merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dewasa akhir. Kemampuan kognitif dewasa akhir dapat dipengaruhi oleh pendidikan, usia, informasi, pengalaman, sosial budaya dan ekonomi.


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha Pada penilaian sekunder, dewasa akhir yang mengalami kemunduran fungsi-fungsi dalam diri akan mengevaluasi strategi penanggulangan yang dapat digunakan dan dinilai paling efektif untuk menghadapi kemunduran fungsi tersebut. Selain itu, dewasa akhir juga mengevaluasi sumber daya yang ada dalam dirinya baik fisik, psikis, sosial, material, maupun spiritual yang dinilai dapat digunakan untuk menanggulangi masalah. Setelah melakukan penilaian sekunder dewasa akhir menentukan coping stress yang akan digunakan.

Dalam proses coping, dewasa akhir akan membawa sistem orientasi yang dimilikinya dan akan diterjemahkan ke dalam metode coping yang spesifik (Kenneth I. Pargament, 1997). Sistem orientasi adalah suatu cara umum seseorang dalam memandang dan menghadapi dunianya. Sistem orientasi merupakan suatu kerangka referensi yang digunakan untuk mengantisipasi dan menghadapi masa-masa dalam peristiwa hidup, yang terbentuk dari kontribusi sumber daya (resources) yang dapat membantu keberhasilan proses coping dan beban (burdens) yang dapat merintangi proses coping.

Saat kemunduran fungsi dalam diri dinilai mengancam, membahayakan dan dianggap sebagai peristiwa stressful dalam hidup, maka keadaan tersebut akan menyerang sumber daya yang dewasa akhir miliki dan menambah terakumulasinya beban dewasa akhir. Saat sumber daya yang dimiliki dewasa akhir sama besarnya dengan beban yang dewasa akhir miliki, maka proses coping akan menjadi sulit. Proses coping menjadi sulit karena dewasa akhir harus melepaskan sumber daya yang bernilai untuk mengatasi masalah. Dewasa akhir harus melepaskan beberapa tujuan untuk mencapai hal tersebut. Selain itu, beban


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha yang tidak diinginkan akan terakumulasi, ditambah juga dengan keterbatasan yang dimiliki dewasa akhir untuk mempertahankan sesuatu yang signifikan dalam hidup.Saat sumber daya yang dimiliki lebih besar dibandingkan beban, maka dewasa akhir akan menggunakan sumber daya untuk membantu mempercepat proses coping menuju keberhasilan. Saat dewasa akhir mengalami kehilangan sumber daya atau sumber daya yang dimiliki tidak banyak, maka dewasa akhir akan lebih memungkinkan untuk menghadapi distres (Freesy, Shaw, Jarrell & Masters, 1992).

Menurut Folkman & Lazarus (1980), terdapat dua bentuk dari coping yaitu problem-focused coping (bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan

memodifikasi situasi atau merubah perilaku) dan emotional-focused coping (mengontrol respon emosional terhadap stresor). Dewasa akhir lebih banyak

menggunakan strategi meregulasi emosi, karena ketersediaan sumber daya fisik, sosial, dan ekonomi yang sudah makin berkurang bahkan hilang. Di saat sumber daya yang membantu proses coping tidak cukup membantu dewasa akhir mengatasi masalah, pendekatan agama biasanya akan dipandang membantu dewasa akhir mengatasi permasalahan. Dewasa akhir akan melibatkan agama dalam keadaan yang lebih stresful bagi mereka. Dalam penelitian Pargament ditemukan bahwa anggota gereja lebih mungkin untuk melibatkan agama dalam proses coping pada suatu kejadian yang dinilai menyakitkan, tidak terkendali, mengancam kesejahteraan dan menantang. (Pargament, Olsen, et al.,1992a) dan menerut penelitian Koenig (1988) terhadap 263 dewasa akhir diperoleh data


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha bahwa 95% dewasa akhir menggunakan doa dan 81% dewasa akhir menggunakan keyakinan religius untuk mengatasi permasalahan.

Hal lain yang menyebabkan agama dilibatkan dalam proses coping adalah agama secara relatif tersedia dalam sistem orientasi dewasa akhir. Apabila agama memiliki bagian yang besar dalam sistem orientasi dewasa akhir, maka agama akan semakin cepat di akses ke luar untuk diterjemahkan ke dalam bentuk coping tertentu. Semakin religius dewasa akhir, maka semakin mungkin dewasa akhir akan menghubungkan penyebab suatu kejadian dalam kehidupan mereka dengan kekuatan supernatural (Ritzema 1979). Agama juga mendorong dewasa akhir untuk menyadari keterbatasan kondisinya sebagai manusia. Masa stres karena kemunduran fungsi-fungsi dalam diri akan mewarnai dewasa akhir dengan rasa lemah dan terbatas sebagai makhluk ciptaan yang bergantung pada kekuatan Allah dan ditambah pula kebutuhan dewasa akhir untuk menemukan realitas kesalehan tertinggi, kepada Allah dewasa akhir dapat mengabdikan dirinya sepenuh hati. Agama juga menawarkan suatu perjalanan yang mengarahkan dewasa akhir mendapatkan hal yang signifikan baginya dibandingkan alternatif nonreligius lainnya (Pargament,1997). Pencarian terhadap suatu hal yang signifikan akan membimbing dewasa akhir untuk mengeluarkan kekuatan dalam hidup yang mengarahkan kepada coping tertentu. Berdasarkan keadaan di atas, dewasa akhir akan lebih terdorong untuk menggunakan agama sebagai cara untuk mengatasi permasalahannya.

Strategi penyelesaian masalah yang berfokus pada nilai-nilai, kepercayaan, dan keyakinan terhadap Tuhan (sesuatu yang ultim) dalam


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha menghadapi stres atau masalah disebut Religious Coping. Terdapat dua pola dalam religious coping yaitu pola religious coping positif dan pola religious coping negatif. Setiap dewasa akhir memiliki kecenderungan lebih sering menggunakan salah satu pola religious coping tertentu. Dalam pola religious coping yang lebih sering digunakan akan terlihat derajat kekuatan penggunaan pola religious coping yang terdiri atas kategori yaitu kuat, lemah, dan sedang. Tiap-tiap pola terdiri atas metode religious coping yang berbeda-beda. Pola dari Religious Coping positif direfleksikan ke dalam keterikatan spiritualitas dan hubungan yang aman terhadap Tuhan, keyakinan (belief) bahwa adanya kebermaknaan hidup dan transformasi hidup, serta adanya rasa keterikatan spiritual dengan orang lain. (Pargement dalam Journal for Scientific Study of Religion, Vol 37. No 4 (1998). Dewasa akhir yang menggunakan pola Religious Coping positif menandakan bahwa dewasa akhir mengoptimalkan agama dalam menghadapi stres.

Metode positif Religious Coping yang termasuk ke dalam pola ini adalah Benevolent Religious Appraisal/ Seeking Spiritual Support (melalui agama dewasa akhir menetapkan stresor sebagai sesuatu yang berpotensi mendatangkan kebaikan dan keuntungan) misalnya dewasa akhir beranggapan bahwa dengan kemunduran fisiknya dewasa akhir dapat membuat dirinya semakin dekat dengan Tuhan; Collaborative religious coping / Low Self-Direction Religious coping (dewasa akhir mencari kontrol melalui kemitraan dengan Tuhan dalam memecahkan masalah) contoh dewasa akhir merasa bahwa Tuhan bekerja bersama mereka untuk mengatasi masalah saya; Spiritual Connection (dewasa


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha akhir mengalami keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan yang melampaui dirinya) contoh dewasa akhir mencoba membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan;

Religious Purification/Forgiveness (dewasa akhir mencari pembersihan rohani melalui tindakan religius) contoh dewasa akhir meminta pengampunan kepada Tuhan atas dosa-dosa yang dilakukannya; Seeking Support from Clergy and Members (dewasa akhir mencari kenyamanan dan ketenangan melalui cinta dan pemeliharaan yang berasal dari konggregasi anggota dan pastor) contoh dewasa akhir meminta kepada jemaat untuk mendoakan dirinya; Religious Helping (dewasa akhir berusaha untuk memberi dukungan spiritual dan kenyamanan bagi orang lain) contoh dewasa akhir berusaha membantu mencari solusi atas kesulitan yang dialami anggota jemaat; Active Religious Surrender (dewasa akhir menyerahkan kontrol secara aktif kepada Tuhan) contoh dewasa akhir berusaha melakukan usaha untuk menyembuhkan penyakitnya seperti pergi ke dokter dan menyerahkan keadaan dirinya kepada Tuhan;

Marking Religious Boundaries (dewasa akhir membuat batasan jelas antara perilaku religius yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima oleh diri dan tetap berada dalam batas-batas agama yang diyakini, batasan ini digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai dan gaya hidup yang dianut) contoh dewasa akhir mengabaikan nasihat orang sekitar yang menurut mereka tidak sesuai dengan pemahaman agama yang mereka miliki; Seeking Religious Direction / Conversion (dewasa akhir mencari agama sebagai bantuan dalam menemukan arah baru dan perubahan dalam hidup saat arah yang lama sudah tidak layak lagi) contoh dewasa akhir berdoa untuk menenukan alasan dewasa


(29)

19

Universitas Kristen Maranatha akhir untuk bertahan hidup di dunia ini atau dewasa akhir berusaha meninggalkan kebiasaan hidup lamanya dan berbalik mengikuti jalan Tuhan; Religious Focusing (dewasa akhir terlibat dalam kegiatan keagamaan untuk mengalihkan perhatian terhadap stres) contoh dewasa akhir memusatkan diri pada kegiatan keagamaan di gereja agar dapat melupakan masalah yang sedang dialami.

Dewasa akhir yang menggunakan pola Religious Coping negatif ditandai dengan suatu hubungan dengan Tuhan yang kurang menimbulkan rasa aman, pandangan akan dunia sebagai sesuatu yang lemah dan mengancam, dan agama merupakan suatu perjuangan dalam pencarian makna. (Pargement dalam Journal for Scientific Study of Religion, Vol 37. No 4 (1998). Dewasa akhir yang menggunakan pola religious coping negatif menandakan bahwa dewasa akhir tidak mengoptimalkan agama dalam menghadapi stres yang dihadapinya malahan menyalahkan agama dalam menghadapi stres.

Pola ini ditetapkan dengan seperangkat metode religious coping yang sangat berbeda: Punishing God Reappraisals (dewasa akhir menetapkan stresor sebagai hukuman yang berasal dari Tuhan atas dosa pribadi) contoh dewasa akhir menyatakan bahwa penyakit yang dialaminya merupakan hukuman Tuhan karena dosa-dosa yang telah dilakukan; Demonic Reappraisal (dewasa akhir menetapkan stresor sebagai perilaku/tindakan iblis) contoh dewasa akhir beranggapan bahwa penyakit yang dialaminya merupakan perbuatan iblis untuk menjauhkan diri mereka dari Tuhan; Reappraisals of God’s Power (dewasa akhir menetapkan kekuatan Tuhan untuk mempengaruhi situasi yang menekan) contoh dewasa akhir


(30)

20

Universitas Kristen Maranatha merasa bahwa Tuhan tidak dapat membantu untuk menyelesaikan masalah mereka;

Passive Religious Deferral (dewasa akhir pasif menunggu Tuhan untuk mengontrol situasi) contoh dewasa akhir hanya berharap bahwa Tuhan akan menyembuhkan penyakitnya; Spiritual Discontent (dewasa akhir mengekspresikan kebingungan dan ketidakpuasan terhadap hubungan individu dengan Tuhan dalam situasi yang menekan) contoh dewasa akhir merasa kecewa kepada Tuhan karena Ia tidak membantu mereka menghadapi permasalahan yang dialami; Interpersonal Religious Discontent (dewasa akhir mengekspresikan kebingungan dan ketidakpuasan dengan hubungan pendeta atau anggota terhadap individu dalam siatuasi yang menekan) contoh dewasa akhir merasakan bahwa pastor tidak peduli akan kesulitan hidup yang dialami; Pleading for Direct Intercession (dewasa akhir mencari kontrol secara tidak langsung dengan memohon kepada Tuhan untuk membuat suatu keajaiban) contoh dewasa akhir berdoa bahwa suatu keajaiban akan terjadi untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

Dalam menghadapi stres yang dialami oleh dewasa akhir terhadap kemunduran fungsi dalam diri, maka dewasa akhir dapat memilih strategi coping yang tersedia dalam dirinya. Keintensifan dewasa akhir melakukan kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung, membuat nilai-nilai agama menjadi salah satu sumber daya terbesar yang mempengaruhi strategi coping yang diambil. Religious Coping dapat membantu dewasa akhir untuk mengatasi


(31)

21

Universitas Kristen Maranatha masalah kemunduran fungsi diri. Dengan demikian, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :


(32)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

 Masa dewasa akhir merupakan masa terjadinya kemunduran fungsi fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial sehingga dapat dihayati sebagai potensi stresor.

 Agama menawarkan kemungkinan dewasa akhir untuk memanfaatkan religious coping dalam mengatasi kemunduran fungsi fisik, psikis, sosial, dan ekonomi.

 Sistem Orientasi yang dimiliki oleh dewasa akhir akan diterjemahkan ke dalam metoda coping yang spesifik dan sistem ini akan mempengaruhi proses coping.

Pola religious coping positif ditandai dengan keterikatan spiritualitas dan hubungan yang aman terhadap Tuhan, keyakinan (belief) bahwa adanya kebermaknaan hidup dan transformasi hidup, serta adanya rasa keterikatan spiritual dengan orang lain.

Pola religious coping negatif ditandai dengan hubungan dewasa akhir dengan Tuhan yang kurang menimbulkan rasa aman, pandangan dewasa akhir akan dunia sebagai sesuatu yang lemah dan mengancam, dan agama sebagai suatu suatu perjuangan dalam pencarian makna.


(33)

129 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 31 responden (dewasa akhir) yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Semua dewasa akhir yang aktif mengikuti kegiatan religius di Gereja Salib Suci kota Bandung menggunakan pola religious coping yang positif. Dewasa akhir menghayati adanya keterikatan spiritualitas dan hubungan yang aman dengan Tuhan, keyakinan (belief) bahwa adanya kebermaknaan hidup dan transformasi hidup, serta rasa keterikatan spiritual dengan orang lain.

2. Dari semua dewasa akhir menggunakan pola religious coping positif diperoleh data mengenai derajat kekuatan religious coping positifnya. Sebagian besar dewasa akhir memiliki derajat kekuatan religious coping positif yang tergolong sedang, sedangkan sebagian kecil memiliki derajat kekuatan religious coping positif yang tergolong kuat dan lemah.

Metoda religious coping yang paling menggambarkan diri dewasa akhir saat mengatasi kemunduran fungsi diri adalah Collaborative/Low Self- Direction Religious Coping (Mencari kontrol dalam mengatasi masalah melalui


(34)

Universitas Kristen Maranatha 130

Perilaku yang nampak adalah dewasa akhir mencoba menghadapi masalah dengan memohon pertolongan Tuhan, menjadikan Tuhan sebagai partner dalam mengatasi permasalahan, menyerahkan rencana-rencana yang dibuat kepada Tuhan dan bekerja bersama Tuhan, menyerahkan situasi yang sulit kepada Tuhan dalam doa, dan merasa bahwa Tuhan senantiasa bekerja dalam hidup dewasa akhir.

3. Metoda religious coping lainnya yang menggambarkan diri dewasa akhir saat mengatasi kemunduran fungsi diri adalah Benevolent Religious Reappraisal/Spiritual Support (Memaknakan stresor sebagai sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan bermanfaat). Perilaku yang nampak adalah dewasa akhir memaknakan bahwa masalah yang dialami sebagai rencana Tuhan, membangun secara rohani, dan membuat dewasa akhir menjadi semakin dekat dengan Tuhan. Dewasa akhir mempercayai bahwa Tuhan selalu menyertai mereka dalam segala keadaan, dan dewasa akhir berusaha mencari penghiburan, kekuatan, dukungan dan bimbingan Tuhan saat mengatasi permasalahan.

4. Metoda religious coping yang paling tidak menggambarkan diri dewasa akhir saat mengatasi kemunduran fungsi diri adalah Spiritual Discontent (Mengekspresikan kebingungan dan ketidakpuasan atas hubungan individu dengan Tuhan dalam situasi menekan)

5. Metoda religious coping lainnya yang tidak menggambarkan diri dewasa akhir saat mengatasi kemunduran fungsi diri adalah Interpersonal Religious


(35)

Universitas Kristen Maranatha 131

Discontent (Mengekspresikan kebingungan dan ketidakpuasan atas

hubungan individu dengan pastor atau jemaat dalam situasi menekan) 6. Budaya Jawa yang dominan pada dewasa akhir yang aktif mengikuti

kegiatan keagamaan di Gereja Salib Suci kota Bandung mewarnai cara berpikir dan perilaku dewasa akhir untuk menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya secara sistematis, tuntas dan merujukkan hasil karya ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, serta sikap tulus ikhlas dalam menerima hal apapun yang dirancangkan Allah.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, di antaranya:

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Penggunaan metoda kuesioner guna menjaring data penunjang mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi religious coping kurang dapat menggambarkan diri dewasa akhir secara utuh sehingga perlu digunakan metoda wawancara. Selain itu penggunaan desain penelitian studi kasus dalam meneliti pola dan metoda religious coping pada dewasa akhir yang aktif dalam kegiatan keagamaan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan agar hasil penelitian yang diperoleh dapat lebih mendalam sehingga dapat memperkaya pembahasan khususnya menggambarkan penghayatan


(36)

Universitas Kristen Maranatha 132

dewasa akhir akan religious coping yang digunakan serta dinamika faktor-faktor yang mempengaruhi religious coping dewasa akhir.

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai pola dan metoda religious coping pada dewasa akhir yang mengalami stresor yang lebih spesifik (seperti menderita suatu penyakit tertentu) karena penelitian ini hanya melihat kemunduran fungsi diri (fisik, psikis, sosial, dan ekonomi) secara global. 3. Salah satu tugas perkembangan dewasa akhir adalah penyesuaian diri

terhadap kemunduran fungsi diri. Sehubungan dengan desain penelitian ini yang hanya mendeskripsikan hasil penelitian religious coping saja dan kurang dapat terlihat hubungan antara religious coping dengan variabel lain, maka dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara religious coping dengan penyesuian diri terhadap kemunduran fungsi diri. 4. Melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara religious

orientation dengan religious coping terhadap peristiwa negatif dalam hidup karena penelitian ini hanya mengetahui gambaran pola dan metoda religious coping saja, tidak meneliti sistem orientasi religius yang mempengaruhi bagaimana suatu situasi dipandang, dipahami dan diatasi ke dalam pola dan metoda religious coping tertentu.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Bagi pastor, koordinator kegiatan dan aktivis dapat menggunakan informasi ini untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat


(37)

Universitas Kristen Maranatha 133

meningkatkan fungsi keterikatan spiritual dengan Tuhan dan jemaat, dan kebermaknaan hidup di tengah kemunduran fungsi diri yang dialami. 2. Bagi pastor, koordinator kegiatan dan aktivis dapat menggunakan

informasi ini untuk mengembangkan atau merancang kegiatan yang dapat melibatkan dewasa akhir untuk memberikan masukan atau sharing pengalaman, pengetahuan, nilai-nilai kepada anggota jemaat gereja yang akan memasuki masa dewasa akhir mengenai cara mengatasi kemunduran fungsi diri yang akan dialami.


(38)

134 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan 5th Eds. New York: Mc. Graw-Hill,Inc.

Monat, Alan & Lazarus, Richard S. 1991. Stress and Coping. 3rd ed. New York: Columbia University Press.

Pargament, Keneth I., Koenig. Harold. G., Tarakeshwar, Nalini & Hahn June. 2009. Religious coping methods as Predictors of psychological, physical and spiritual outcomes among medically III elderly patients : a two-year longitudinal study. Journal of Health Psychology, 9, 713. (http://www.sagepublications.com), diakses 9 September 2009.

Pargament, Keneth I. 2006. God help me (I): Religious coping efforts as predictors of the outcomes to significant negative life events. American Journal of Community Psychology,Vol 18 No.6 pp 793-821. ProQuest Information and Learning Company. diakses 9 September 2009.

Pargament, Keneth I & Koenig, Harold.G.,Perez, Liza.M. (2000). The many methods of religious coping: Development and initial validation of the rcope. Journal of Clinical Psychology, Vol. 56(4),519-543. Diakses 9 September 2009.

Pargament, Keneth I. 1998. Patterns of positive and negatife religious coping with major life stressors. Journal for scientific Study of Religion, Vol 37.No 4, pp 710-724. (http://www.jstor.org.stable/1388152, diakses 9 September 2009).

Pargament, Kenneth. I.,1997. The Psychology of Religion and Coping. New York: Guildford Press.

Pargament, K.I.,& Hahn, J.(1986). God and the just world: Causal and coping attributions in health situation. Journal for the Scientific Study of Religion,25, 193-207.

Pieper, Joseph., & Uden, Martinus van. 2005. Religion and Coping in Mental Health Care. New York-Amsterdam : Rodopi B.V


(39)

135

Universitas Kristen Maranatha Santrock, John W. 2002. Life – Span Development : Perkembangan Masa Hidup

Edisi 5, Jilid II. Jakarta : Erlangga

Siedney, Siegel.1986. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial 6th Eds. Jakarta: Gramedia.

Wahyono, Teguh. 2009. 25 Model Analisis Statitik dengan SPSS 17. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Wahana Komputer, 2010. Mengolah Data Statistik Hasil Penelitian dengan SPSS 17. Yogyakarta : PT. Andi


(40)

136 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Alangalangkumitir.wordpress.com/category/religi-jawa.Religi Jawa. Diakses pada tanggal 1 Januari 2011.

Ayuningtyas, Kartika Widyandari, 2009. Studi Deskriptif mengenai Coping Stress pada Siswa SMA Yang Akan Menggadapi SMPTN di Bandung . Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Hendratno, Gracella Natalia, 2009. Studi Deskriptif mengenai Coping Stress pada Mahasiswa Fakultas Psikologi yang sedang Menyusun Skripsi di Universitas “X” kota Bandung . Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Cakrangadinata, 2007. Mengenai Learned Helplessness Pada Pasien Stroke Rawat Jalan Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Lisrel.blog.com/Ayo belajar Lisrel dengan Hermawan, S.Si., M.TI., MM, diakses pada tanggal 20 Februari 2011

Jakarta45.wordpress.com/.../religius-nilai-nilai-jawa-globalisasi-dan-gangguan-jiwa/ KOMPASIANA.COM , Nilai-nilai Jawa, Globalisasi, dan Gangguan Jiwa, 23 September 2009.

Junaidichaniago.wordpress.com/.../aplikasi-lisrel-pada-model-pengukuran-analisis-faktor-seri-lisrel-bag6/ Aplikasi LISREL pada Model Pengukuran dan Analisis Faktor, diakses pada tanggal 20 Februari 2011. Maiyanti, Sri Indra ; Dwipurwani, Oki; Desiani, Anita dan Aprianah, Betty.

Aplikasi Analisis Faktor Konfirmatori untuk Mengetahui Hubungan Peubah Indikator dengan Peubah Laten yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa di Jurusan Matematika FMIPA UNSRI. Jpsmipaunsri.files.wordpress.com/2010/.../jpsmipaunsri-v12-no30asri.pdf, diakses pada Januari 2011

Munir, Abdul Razak, SE, M.Si. Aplikasi Analisis Faktor untuk persamaan Simultan dengan SPSS versi 12, diakses pada tanggal 20 Februari 2010


(41)

137

Universitas Kristen Maranatha Namararina.blogspot.com/2005/.../paribasan-filsafat-jawa.html, diakses pada

tanggal 20 Februari 2011.

Olivia, Anggi, 2011. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada Mahasiswi Program Profesi (ko-ass) Fakultas Kedokteran Gigi Yang Memiliki Anak Balita di Universitas “X” Bandung . Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

M.politikana.com/baca/2010/07/.../kebangkitan-spiritualitas-jawa. Kebangkitan Spiritualitas Jawa, diakses pada tanggal 1 Januari 2011.

Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun di Kelurahan Pardomuan Kec.

Siantar Timur Kotamadya Pematang Siantar.

Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14286/1/09E01612.pdf, diakses pada tanggal 29 Desember 2010.

Statistikpendidikanii.blogspot.com/.../analisis-faktor-konfirmatori.htmlAnalisis Faktor Konfirmatori, diakses pada Januari 2011

Lesmana, Stephani D, 2010. Studi Deskriptif Mengenai Komitmen Pada Mahasiswa Yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh di Universitas “X” Bandung . Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Studiotari.blogspot.com/.../gerak-dan-pengalaman-spiritual-jawa. Gerak dan Pengalaman Spritualitas Jawa, diakses pada tanggal 31 Desember 2010.

teorionline.wordpress.com/.../aplikasi-analisis-faktor-dengan-spss-versi-15-0-bagian-1, diakses pada tanggal 20 Februari 2011

www.metasains.com/search/spiritualitas+jawa/Relevansi dan Peranannya bagi Indonesia, diakses pada tanggal 31 Desember 2010

www.ittelkom.ac.id/.../index.php?...466%3A/Lisrel, diakses pada tanggal 20 Februari 2011.

www.scribd.com/doc/48352014/SEM-dan-LISREL-1, diakses pada tanggal 20 Februari 2011


(1)

Universitas Kristen Maranatha dewasa akhir akan religious coping yang digunakan serta dinamika faktor-faktor yang mempengaruhi religious coping dewasa akhir.

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai pola dan metoda religious coping pada dewasa akhir yang mengalami stresor yang lebih spesifik (seperti menderita suatu penyakit tertentu) karena penelitian ini hanya melihat kemunduran fungsi diri (fisik, psikis, sosial, dan ekonomi) secara global. 3. Salah satu tugas perkembangan dewasa akhir adalah penyesuaian diri

terhadap kemunduran fungsi diri. Sehubungan dengan desain penelitian ini yang hanya mendeskripsikan hasil penelitian religious coping saja dan kurang dapat terlihat hubungan antara religious coping dengan variabel lain, maka dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara religious coping dengan penyesuian diri terhadap kemunduran fungsi diri. 4. Melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara religious

orientation dengan religious coping terhadap peristiwa negatif dalam hidup karena penelitian ini hanya mengetahui gambaran pola dan metoda religious coping saja, tidak meneliti sistem orientasi religius yang mempengaruhi bagaimana suatu situasi dipandang, dipahami dan diatasi ke dalam pola dan metoda religious coping tertentu.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Bagi pastor, koordinator kegiatan dan aktivis dapat menggunakan informasi ini untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat


(2)

Universitas Kristen Maranatha 133

meningkatkan fungsi keterikatan spiritual dengan Tuhan dan jemaat, dan kebermaknaan hidup di tengah kemunduran fungsi diri yang dialami. 2. Bagi pastor, koordinator kegiatan dan aktivis dapat menggunakan

informasi ini untuk mengembangkan atau merancang kegiatan yang dapat melibatkan dewasa akhir untuk memberikan masukan atau sharing pengalaman, pengetahuan, nilai-nilai kepada anggota jemaat gereja yang akan memasuki masa dewasa akhir mengenai cara mengatasi kemunduran fungsi diri yang akan dialami.


(3)

134 Universitas Kristen Maranatha Graw-Hill,Inc.

Monat, Alan & Lazarus, Richard S. 1991. Stress and Coping. 3rd ed. New York: Columbia University Press.

Pargament, Keneth I., Koenig. Harold. G., Tarakeshwar, Nalini & Hahn June. 2009. Religious coping methods as Predictors of psychological, physical and spiritual outcomes among medically III elderly patients : a two-year longitudinal study. Journal of Health Psychology, 9, 713. (http://www.sagepublications.com), diakses 9 September 2009.

Pargament, Keneth I. 2006. God help me (I): Religious coping efforts as predictors of the outcomes to significant negative life events. American Journal of Community Psychology,Vol 18 No.6 pp 793-821. ProQuest Information and Learning Company. diakses 9 September 2009.

Pargament, Keneth I & Koenig, Harold.G.,Perez, Liza.M. (2000). The many methods of religious coping: Development and initial validation of the rcope. Journal of Clinical Psychology, Vol. 56(4),519-543. Diakses 9 September 2009.

Pargament, Keneth I. 1998. Patterns of positive and negatife religious coping with major life stressors. Journal for scientific Study of Religion, Vol 37.No 4, pp 710-724. (http://www.jstor.org.stable/1388152, diakses 9 September 2009).

Pargament, Kenneth. I.,1997. The Psychology of Religion and Coping. New York: Guildford Press.

Pargament, K.I.,& Hahn, J.(1986). God and the just world: Causal and coping attributions in health situation. Journal for the Scientific Study of Religion,25, 193-207.

Pieper, Joseph., & Uden, Martinus van. 2005. Religion and Coping in Mental Health Care. New York-Amsterdam : Rodopi B.V


(4)

135

Universitas Kristen Maranatha Santrock, John W. 2002. Life – Span Development : Perkembangan Masa Hidup

Edisi 5, Jilid II. Jakarta : Erlangga

Siedney, Siegel.1986. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial 6th Eds. Jakarta: Gramedia.

Wahyono, Teguh. 2009. 25 Model Analisis Statitik dengan SPSS 17. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Wahana Komputer, 2010. Mengolah Data Statistik Hasil Penelitian dengan SPSS 17. Yogyakarta : PT. Andi


(5)

136 Universitas Kristen Maranatha pada tanggal 1 Januari 2011.

Ayuningtyas, Kartika Widyandari, 2009. Studi Deskriptif mengenai Coping Stress pada Siswa SMA Yang Akan Menggadapi SMPTN di Bandung . Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Hendratno, Gracella Natalia, 2009. Studi Deskriptif mengenai Coping Stress pada Mahasiswa Fakultas Psikologi yang sedang Menyusun Skripsi di Universitas “X” kota Bandung . Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Cakrangadinata, 2007. Mengenai Learned Helplessness Pada Pasien Stroke Rawat Jalan Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Lisrel.blog.com/Ayo belajar Lisrel dengan Hermawan, S.Si., M.TI., MM, diakses pada tanggal 20 Februari 2011

Jakarta45.wordpress.com/.../religius-nilai-nilai-jawa-globalisasi-dan-gangguan-jiwa/ KOMPASIANA.COM , Nilai-nilai Jawa, Globalisasi, dan Gangguan Jiwa, 23 September 2009.

Junaidichaniago.wordpress.com/.../aplikasi-lisrel-pada-model-pengukuran-analisis-faktor-seri-lisrel-bag6/ Aplikasi LISREL pada Model Pengukuran dan Analisis Faktor, diakses pada tanggal 20 Februari 2011. Maiyanti, Sri Indra ; Dwipurwani, Oki; Desiani, Anita dan Aprianah, Betty.

Aplikasi Analisis Faktor Konfirmatori untuk Mengetahui Hubungan Peubah Indikator dengan Peubah Laten yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa di Jurusan Matematika FMIPA UNSRI. Jpsmipaunsri.files.wordpress.com/2010/.../jpsmipaunsri-v12-no30asri.pdf, diakses pada Januari 2011

Munir, Abdul Razak, SE, M.Si. Aplikasi Analisis Faktor untuk persamaan Simultan dengan SPSS versi 12, diakses pada tanggal 20 Februari 2010


(6)

137

Universitas Kristen Maranatha Namararina.blogspot.com/2005/.../paribasan-filsafat-jawa.html, diakses pada

tanggal 20 Februari 2011.

Olivia, Anggi, 2011. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada Mahasiswi Program Profesi (ko-ass) Fakultas Kedokteran Gigi Yang Memiliki Anak Balita di Universitas “X” Bandung . Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

M.politikana.com/baca/2010/07/.../kebangkitan-spiritualitas-jawa. Kebangkitan Spiritualitas Jawa, diakses pada tanggal 1 Januari 2011.

Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun di Kelurahan Pardomuan Kec.

Siantar Timur Kotamadya Pematang Siantar.

Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14286/1/09E01612.pdf, diakses pada tanggal 29 Desember 2010.

Statistikpendidikanii.blogspot.com/.../analisis-faktor-konfirmatori.htmlAnalisis Faktor Konfirmatori, diakses pada Januari 2011

Lesmana, Stephani D, 2010. Studi Deskriptif Mengenai Komitmen Pada Mahasiswa Yang Menjalani Hubungan Pacaran Jarak Jauh di Universitas “X” Bandung . Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Studiotari.blogspot.com/.../gerak-dan-pengalaman-spiritual-jawa. Gerak dan Pengalaman Spritualitas Jawa, diakses pada tanggal 31 Desember 2010.

teorionline.wordpress.com/.../aplikasi-analisis-faktor-dengan-spss-versi-15-0-bagian-1, diakses pada tanggal 20 Februari 2011

www.metasains.com/search/spiritualitas+jawa/Relevansi dan Peranannya bagi Indonesia, diakses pada tanggal 31 Desember 2010

www.ittelkom.ac.id/.../index.php?...466%3A/Lisrel, diakses pada tanggal 20 Februari 2011.

www.scribd.com/doc/48352014/SEM-dan-LISREL-1, diakses pada tanggal 20 Februari 2011