GALERI BATU AKIK DI DENPASAR, BALI Penerapan Tema Neo-vernakular Dalam Perancangan Galeri.

GALERI BATU AKIK DI DENPASAR, BALI
Penerapan Tema Neo-vernakular Dalam Perancangan Galeri

Gede Bambang Yudha Dharmawan1), Syamsul Alam Paturusi2), dan I Nyoman Susanta3)
1)

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
yudhadharmawan31@gmail.com
2)
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
syamsul_alam_paturusi@yahoo.fr
3)
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
susanta.nyoman@yahoo.com

ABSTRACT
The more the warmth of the public debate regarding precious stones further enhance the prestige not only parents who
are interested in young children also began 're a fan. Types of semi-precious stone , or better known as agate became
an idol . The lack of public knowledge of the type and price will make precious stones only known in fans only. Agate
through the gallery will be able to introduce the public to the possibility to be introduced to the international world .
Utilizing the high tourism visit in Bali will facilitate the familiar agate . Agate is also known since long ago and have

become hereditary , so the building design must also comply with the culture that flourished in the surrounding area .
Neo- vernacular can accommodate a container and a modern architecture that want to thrive in the area of Bali .
Keywords: precious stone, semi-precious stone, tourism, culture, neo-vernacular

ABSTRAK
Semakin hangatnya perbincangan masyarakat luas mengenai batu mulia semakin meningkatkan pamornya
bukan hanya orang tua yang tertarik anak muda juga mulai menggemarinya. Jenis batu setengah mulia atau
yang lebih dikenal dengan batu akik menjadi idola. Minimnya pengetahuan masyarakat akan jenis dan
harganya akan membuat batu mulia hanya dikenal di penggemarnya saja. Melalui galeri batu akik akan
dapat memperkenalkan ke masyarakat luas tidak menutup kemungkinan untuk dikenalkan ke dunia
internasional. Memanfaatkan kunjungan pariwisata yang tinggi di Bali akan semakin mempermudah
dikenalnya batu akik. Akik juga dikenal sejak dahulu dan sudah menjadi budaya turun temurun, sehingga
perancangan bangunan juga harus sesuai dengan budaya yang berkembang di daerah sekitarnya. Neovernakular dapat mengakomodasi dan menjadi wadah arsitektur modern yang ingin berkembang di daerah
Bali.
Kata Kunci: batu mulia, batu akik, galeri, pariwisata, budaya, neo-vernakular

PENDAHULUAN
Semakin majunya perkembangan zaman pada dewasa ini menyebabkan adanya suatu pergeseran budaya
kearah yang lebih maju. Namun beda halnya dengan budaya mengkoleksi batu mulia atau batu permata, hal
ini sudah dilakukan sejak bertahun tahun sebelumnya. Ketertarikan masyarakat terhadap batu akik juga semakin meningkat. Orang yang menggemarinya juga dari berbagai kalangan dari orang yang sudah berumur

sampai anak muda.
Batu akik sangat berhubungan erat dengan budaya. Penerapan tema harus direncanakan dengan matang
sesuai pendekatan tema. Tema adalah suatu pola atau gagasan spesifik yang berulang di seluruh desain
suatu proyek. Tema mampu diwujudkan sebagai bentuk atau ekspresi fisik maupun dalam wujud non fisik
yang berupa ekspresi perilaku pengguna arsitektur. Ia dapat menjadi sempit dalam pengulangan, bagaikan
suatu tema geometri spesifik yang muncul di seluruh proyek atau ia dapat menjadi lebih umum (Snyder,
1985). Pendekatan tema yang dominan digunakan adalah pendekatan sosial dan budaya adapun anaGede Bambang Yudha Dharmawan (1104205031)1), Syamsul Alam Paturusi2), dan I Nyoman Susanta3)–Galeri Batu Akik
di Denpasar, Bali
41

lisanya adalah daerah Bali pada umumnya memiliki budaya yang sangat beragam. Denpasar sebagai ibukota provinsi Bali tentunya mencerminkan keberagaman budaya tersebut. Bangunan akan memakai unsurunsur budaya pada penerapannya. Seperti pada fasad bangunan dan konsep perancangannya (Dharmawan, 2015). Pemilihan tema yang dirumuskan adalah tema neo-vernakular, tema neo-vernakular dapat
mencerminkan proyek yang berhubungan dengan budaya dan karya seni. Neo-vernakular adalah penggabungan arsitektur modern dengan potensi arsitektur local, dimana bukan hanya wujud fisik yang
digabungkan termasuk unsur budaya local di dalamnya (Salain, wawancara 1 Agustus 2015). Penerapan
tema pada bangunan akan mengadaptasi potensi lokal yang ada, seperti menggunakan material lokal, pola
massa, pola sirkulasi dan fasad bangunan. Penerapan tema neo-vernakular diharapkan dapat menghasilkan
bentuk bangunan yang menjadi landmark bagi daerah sekitarnya dan menghasilkan bangunan yang ramah
lingkungan.

DEFINISI GALERI
Galeri merupakan suatu wadah berupa ruangan yang mengakomodasi kegiatan berupa pameran, penjualan

maupun kedua kegiatan tersebut. Galeri sangat berhubungan dengan karya seni, suatu bangunan dikatakan
galeri apabila karya yang dipamerkan berupa karya seni. Karya seni berupa barang yang bisa dinikmati nilai
seninya biasanya berupa benda yang dihasilkan oleh seniman. Galeri adalah suatu fasilitas yang berupa
bangunan atau ruangan dimana fungsinya antara lain untuk mendukung pameran maupun penjualan dari
suatu benda seni (Dharmawan, 2015).

TEMA DAN KONSEP
Tema Neo-Vernakular
Neo-vernakular adalah penggabungan arsitektur modern dengan potensi arsitektur local, dimana bukan
hanya wujud fisik yang digabungkan termasuk unsur budaya local di dalamnya (Salain, wawancara 1
Agustus 2015). Tema ini bertujuan untuk menggabungkan unsur budaya dan keindahan karena batu akik
disini erat hubungannya dengan kedua unsur tersebut. Batu akik sudah menjadi budaya sejak jaman
kerajaan dahulu dan batu akik sendiri memiliki keindahan yang luar biasa setelah mengalami proses
pengolahan.

Tujuan
Tujuan penggunaan tema neo-vernakular adalah mengangkat potensi arsitektur lokal yaitu arsitektur Bali ke
dunia internasional mengingat sasaran utama dari galeri ini adalah wisatawan internasional yang berkunjung
ke Kuta. Diharapkan dengan penggunaan tema neo-vernakular dapat memberikan icon baru bagi lingkungan disekitarnya sehingga menjadi landmark bagi kota Denpasar.


Konsep Dalam Galeri
Konsep dalam galeri batu akik hubungannya dalam penerapan tema neo-vernakular adalah Penerapan konsep yang ada pada Arsitektur Tradisional Bali yaitu “Tri Hita Karana” yang berarti menjaga hubungan baik
anatara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan manusia. Maka dari konsep
dasar tersebut dapat memunculkan konsep bangunan yang mengacu pada alam. Penggunaan material
yang ramah dengan alam, dan tidak berbahaya juga bagi manusia.
Tipologi bangunan yang terdiri dari tiga bagian yang mengadopsi konsep Arsitektur Tradisional Bali yaitu "
Tri Angga” yang membagi bangunan menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan ,dan kaki. Atap di implementasikan sebagai kepala bangunan, dinding sebagai badan bangunan dan lantai sebagai kaki dari bangunan
tersebut.
Mengadaptasi konsep zoning dari arsitektur bali yaitu dengan menerapkan pola “natah”. Natah yang dimaksudkan adalah ruang terbuka hijau sebagai pusat orientasi dari tapak tersebut. Ruang terbuka terssebut
mengikat bangunan yang berada disekitarnya.

42

e-Jurnal Arsitektur Universitas Udayana–Volume (4) Nomor (1) Edisi Januari 2016–ISSN No. 9 772338 505750

PENERAPAN TEMA NEO-VERNAKULAR DALAM PERANCANGAN
Entrance Tapak
Penerapan tema neo-vernakular pada entrance tapak adalah dengan pengambilan bentuk candi bentar yang
banyak terdapat pada bangunan Bali. Material yang digunakan juga menggunakan bahan bata merah sehingga semakin menguatkan unsur tradisional.


Gambar 1. Tampak Depan Entrance Tapak
Sumber: Dharmawan, 2015:2

Pola Masa Bangunan
Pola masa yang diterapkan dalam rancangan menggunakan pola memusat dimana pusat orientasi masa terletak di tengah-tengah tapak. Arsitektur tradisional Bali juga menerapkan pola masa memusat yang dikenal
sebagai pola natah. Pusat orientasi masa berupa ruang terbuka hijau yang difungsikan sebagai sirkulasi
pengunjung galeri.

Gambar 2. Siteplan
Sumber: Dharmawan, 2015:48

Gede Bambang Yudha Dharmawan (1104205031)1), Syamsul Alam Paturusi2), dan I Nyoman Susanta3)–Galeri Batu Akik
di Denpasar, Bali
43

Tampilan Bangunan
Arsitektur Bali pada umumnya menggunakan konsep tri angga sebagai dasarnya. Konsep ini menjelaskan
bahwa bangunan terdiri dari 3 bagian yaitu kepala, badan, dan kaki. Bangunan juga digambarkan layaknya
manusia. Bagian atas bangunan yaitu atap sebagai kepala, bagian dinding sebagai badan dan bagian bataran sebagai kaki.


Gambar 3. Konsep Tri Angga

SIMPULAN DAN SARAN
Penerapan tema neo-vernakular dalam perancangan galeri sangat terlihat pada bagian fasade bangunan,
pada dasarnya mengadaptasi potensi-potensi lokal yang terdapat pada daerah tersebut akan tetapi
digabungkan dengan teknologi yang modern untuk mendapatkan bangunan yang khas dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku di daerah sekitarnya.
Gagasan rancangan arsitektural dalam galeri melalui tema dan keterpaduan dengan arsitektural sekitar yang
digunakan sebaiknya tetap menggunakan bagian dari arsitektur Bali namun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan modifikasi dalam wujud bangunan selama masih mengikuti konsep umum arsitektural Bali, seperti contoh triangga dalam bangunan.

REFERENSI
Snyder, J.C. 1985. ‘Pengantar Arsitektur’. Jakarta: Erlangga.
Salain, Rumawan Interview. 1 Agustus 2015. ‘Interview of Neo-vernacular’. Perumahan Unud, Batubulan.
Dharmawan, Bambang Yudha. 2015. ‘Galeri Batu Akik di Denpasar’. Denpasar: Universitas Udayana.

44

e-Jurnal Arsitektur Universitas Udayana–Volume (4) Nomor (1) Edisi Januari 2016–ISSN No. 9 772338 505750