Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara Paripurna.

Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula
Secara Paripurna
Erna Kurnikasari
Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

ABSTRAK
Gejala disfungsi sendi temporomandibula antara lain: Nyeri sekitar sendi, telinga dan
wajah, gerak rahang bawah yang terbatas, kliking, nyeri pada otot-otot pengunyahan,
penyimpangan gerak

rahang

bawah,

dan

nyeri kepala.

Penyebab disfungsi sendi

temporomandibula adalah multifaktorial, ada tiga kelompok penyebab disfungsi sendi

temporomandibula yaitu: predisposisi, inisiasi, dan perpetuasi. Oleh karena itu perawatannya
pun multidisiplin ilmu, antara lain dokter gigi spesialis: prosto, orto, dan bedah, juga
membutuhkan

psikolog,

neurolog dan

ahli

fisioterapi.

Perawat
an

disfungsi

sendi

temporomandibula ada dua fase. Fase pertama bertujuan menghilangkan: keluhan pasien,

sangkutan oklusal, merelaksasi otot-otot pengunyahan, menstabilkan: hubungan gigi dengan
sendi, kondisi psikologik, memperbaiki postur tubuh, dan menghilangkan kebiasaan
parafungsi. Perawatan fase kedua terdiri dari prosedur dental dan umumnya ireversibel, yang
terdiri dari pembuatan gigi tiruan cekat, gigi tiruan overlay, penyesuaian oklusal, perawatan
ortodontik ataupun pembedahan, tergantung dari indikasi yang dibutuhkan pasien.

Kata kunci: disfungsi sendi temporomandibula, penyebab dan perawatan disfungsi sendi
temporomandibula.

ABSTRACT
Symptoms of temporomandibular dysfunction are tenderness around the ears, joints
and facial, mastication musculature limitation mandible motion, joint sounds, deviation of
the mandible moving, and headache. Etiology of temporomandibular dysfunction are
multifactorial, these are predisposing, initiating, and perpetuating factor. So the treatment
need multidisciplinary approach includes prosthodontist, orthodontist, oral surgeon,
physiotherapist, psychologist and neurolog. The treatment of temporomandibular dysfunction
consists of two phases. The first phase are to eliminate patients complaints, occlusal
interferences, passive stretching of the mastication musculature, stabilization of psychologic
condition, teeth and joint relationships, decreasing parafunctional habit, and correcting the


bad body posture. Second phase therapy includes dental procedures and generally
irreversible: constructing of overlay denture, fixed denture, orthodontics, selective grinding
and surgery, depend on the indication.

Key words: Temporomandibular dysfunction, Etiology and treatment of temporomandibular
dysfunction.

PENDAHULUAN
TMJ adalah sendi yang kompleks terdiri dari kondilus, diskus, dan fossa glenoidalis.
Bila terjadi gangguan di daerah ini akan menimbulkan banyak simptom, seperti nyeri sendi,
kliking, krepitasi, nyeri otot: pengunyahan, leher, dan bahu, nyeri kepala yang kronis, dan
terbatasnya gerak rahang bawah.1
Bila anda merasa ada gangguan pada TMJ anda, cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan
di bawah ini:2 Are you aware of grinding or clenching your teeth? Do you wake up with sore,
stiff muscles around your jaws? Do you have frequent headaches or neck aches? Does stress
make your clenching and pain worse? Does your jaw dick, pop, catch or lock when you open
your mouth? Is it difficult or painful to open your mouth, eat, or yawn? Have you ever
injured your neck, head, or jaw? Do you have teeth that no longer touch when you bite? Do
your teeth meet differently from time to time? Are your teeth sensitive, loose, broken or
worn?

Bila anda menjawab ya untuk sejumlah pertanyaan di atas, maka dapat dipastikan TMJ
anda ada gangguan.
Untuk menegakkan diagnosa maka diperlukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan ekstra
oral dan intra oral, rontgen foto TMJ transkranial, panoramiks, dan kemudian melakukan
diagnosa banding.3,4

Etiologi Disfungsi Sendi Temporomandibula
Etiologi disfungsi sendi temporomandibula sampai saat ini masih banyak diperdebatkan
dan multifaktorial, beberapa penulis menyatakan sebagai berikut:
Stress emosional merupakan penyebab utama disfungsi sendi temporomandibula.5
Faktor-faktor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu predisposisi,
inisiasi, dan perpetuasi.7
Faktor predisposisi merupakan faktor yang meningkatkan resiko terjadinya disfungsi
sendi, terdiri dari keadaan sistemik, struktural, dan psikologis. Penyakit sistemik yang sering

menimbulkan gangguan sendi temporomandibula adalah rematik.4 Keadaan struktural yang
mempengaruhi disfungsi sendi temporomandibula adalah oklusi dan anatomi sendi. keadaan
yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi oklusi adalah: hilangnya gigi-gigi posterior
openbite anterior, overbite yang lebih dari 6-7 mm, penyimpangan oklusal pada saat kontak
retrusi yang lebih dari 2 mm dan crossbite unilateral pada maksila.8 Berdasarkan studi

melalui Electromyography keadaan psikologis yang terganggu dapat meningkatkan aktivitas
otot yang bersifat patologis.
Faktor Inisiasi (Presipitasi): Faktor inisiasi merupakan faktor yang memicu terjadinya
gejala gejala disfungsi sendi temporomandibula, misalnya kebiasaan parafungsi oral dan
trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada dagu dapat menimbulkan
traumatik artritis sendi temporomandibula.
Beberapa tipe parafungsi oral seperti grinding, clenching, kebiasaan menggigit pipi,
bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah, keausan gigi-gigi.4
Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu,
posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan (postur tubuh), dapat
mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot, karena seluruh fascia di dalam tubuh saling
memiliki keterkaitan maka adanya kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan
kelainan pada organ yang lainnya.9
Faktor Perpetuasi: Faktor ini merupakan faktor etiologi dalam gangguan sendi
temporomandibula

yang

menyebabkan


terhambatnya

proses

penyembuhan

sehingga

gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi emosional, dan pengaruh
lingkungan sekitar.7
Untuk menegakkan diagnosa maka diperlukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan ekstra
oral dan intra oral, rontgen foto TMJ transkranial juga panoramik seluruh rahang, kemudian
melakukan diagnosa banding.3,4

Perawatan Gangguan Sendi Temporomandibula
Perawatan untuk gangguan sendi temporomandibula adalah rumit yang disebabkan
berbagai faktor, seperti salah diagnosa, salah pengertian terhacfap etibfogf, dan respon yang
tidak

spesifik.


Gejala-gejala

berhubungan dengan

faktor

psiko

fisiologis sehingga

perawatannya juga harus secara fisik dan psikologis dan menggunakan dulu metode
reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya harus multidisipliner antara dokter
gigi (ahli prostodonsia, ahli bedah mulut, dan ahli ortodonsia), ahli farmasi, ahli psikologi,
ahli terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi.1,10

Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi temporomandibula,
antara lain terapi Fase I dan fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan
yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan perawatan dengan
splin. Fase II yaitu perawatan irreversible, termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi

tiruan cekat, penyesuaian oklusal, dan pembedahan.1
Banyak tindakan yang dikemukakan dalam literatur, yang pada garis besarnya dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Perawatan fase I terdiri dari:
Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien bahwa gejala-gejalanya bukan
disebabkan oleh kelainan struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang reversible
yang mungkin berhubungan dengan pola hidup pasien, sehingga pasien lebih percaya diri dan
timbul kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien. Setelah mendapat informasi dari
dokter yang merawatnya diharapkan pasien dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti
clenching atau parafungsi.
Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat melakukan sendiri kompres
dengan lap panas. Caranya: di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi 10-15
menit dilakukan terus. menerus sekurang-kurangnya 3 minggu.11 Pemijatan sekitar sendi,
sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat.11'12 Latihan membuka-menutup mulut
secara perlahan tanpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya: garis median
pasien ditandai, lalu pasien disuruh membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi
penyimpangan

garis


median.

Fisioterapi

dengan

alat.13

Infrared:

berguna

untuk

menghilangkan nyeri, relaksasi otot superfisial, menaikan aliran darah superfisial. TENTS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk mengurangi nyeri. EGS (Electro
Galvanie Stimulation]', mencegah perlekatan jaringan, menaikan sirkulasi darah, stimulasi
saraf sensorik dan motorik, serta mengurangi spasme. Ultra Sound: menghilangkan oedema,
vasodilatasi pembuluh darah, mengurangi nyeri, memobilitasi jaringan ikat kolagen, dan
relaksasi otot.

Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen. Anti inflamasi:
NSAID (Non SteroidAntiInflamasi Drugs), yaitu Naproxen dan Ibuprofen. Antianxiety:
Diazepam. Muscle Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril). Lokal Anastetik: Lidokain dan
Mapivakain.
Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau Michigan splin. Splin ini terpasang
dengan cekat pada seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang bawah.
Permukaan yang berkontak dengan gigi lawan datar dan halus.14 Permukaan oklusal splin

sesuai dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari hipermobilitas rahang
bawah.15,16
Fungsi splin oklusal adalah sebagai berikut:1 Menghilangkan gangguan oklusi;
Menstabilkan hubungan gigi dan sendi; Merelaksasi otot; Menghilangkan kebiasaan
parafungsi; Melindungi abrasi terhadap gigi; Mengurangi beban sendi temporomandibula;
Menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut otot-ototnya;
Sebagai alat diagnostik untuk memastikan bahwa oklusi lah yang menyebabkan rasa nyeri
dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya.
Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu: 1. Splin Stabilisasi. Pembuatan splin dengan hubungan
rahang atas dan rahang bawah pada posisi sentrik.11 Kriteria untuk pemakaian splin ini
apabila masalahnya murni dari otot tapi sendi dalam keadaan normal, maka dibuat splin ini,
juga pada keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment position pada kasus internal

derangement menyebabkan nyeri, adanya degeneratif sendi, keadaan nyeri sendi dan otot
tanpa dapat didiagnosa dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai setiap waktu kecuali
makan.17
Splin

Reposisi

(Repositioning

splint

atau

MORA:

Mandibular

OrthopaedicRepositioning Appliance}. Bila gejala yang diderita pasien diantaranya ada
deviasi (rahang yang menyimpang), adanya kliking sendi yang diindikasikan adanya
inkoordinasi diskus-kondilus (interkoral derangement) maka diperlukan splin reposisi dengan
maksud mereposisi rahang bawah ke posisi normal dan mengembalikan keseimbangan tonus
otot-otot pengunyahan, juga menghilangkan kliking. Hubungan antara diskus, kondilus, dan
fossa glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan mengembalikan kondilus ke posisi
4/7 dapat mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan dan gejala disfungsi sendi
temporomandibula, dan dibuat pada rahang bawah.18
Splin reposisi bertujuan untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus dengan reduksi
kliking resiprokal, kliking waktu membuka mulut terjadi saat gerak translasi kondilus
dimulai, dan kliking waktu menutup mulut terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin
dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal ketebalannya tidak boleh melewati Freeway
Space.6
Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah hilang pada pasien dan
posisi kondilus sudah stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi
psikologik pasien sudah stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan
fase kedua, yaitu perawatan ortodontik, pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan

lepasan (overlap, penyesuaian oklusal, pencabutan, dan bedah tergantung dari kebutuhan
pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan AS, Assael LA. Temporomandibular Disorders: diagnosis and Treatment
Philadelphia, London: WB. Saunders Co. 1991.
2. Wanserski DJ. Wanserski Dental. 2007. Available at: http://www. wanserski dental,
.(diakses 30 April 2007).
3. Dawson PE. Evaluation, Diagnosis and Treatment of Occlusal Problems. Saint Louis:
The C.V. Mosby Co. 1974.
4. Carlsson GE, Magnusson T. Management of Temporomandibular disorders in the
general dental

practice.

1st

ed.

Chicago: Quintessence Publ. Co. Inc. 1999.

5. Stegenga B. TMJ Osteoarthrosis and Internal Derangement, Diagnotic and Therapeuticb
Out come Assessment. Thesis. Groningen. Rijks Universiteit. 1991.
6. Stegenga B. TMJ Osteoarthrosis and Internal Derangement. Part II: Additional Treatment
Options. Dent Rev. 1992, 4 (2)..
7. Castaneda R. Occlussion. Dalam: Kaplan AS, Assael LA. Temporomandibular
Disorders: Diagnosis and Treatment Philadelphia: WB Saunders Co. 1991.
8. Harper PR, Misch CE. Clinical indications for altering vertikal dimension of occlusion
(online). 2000. Available at: crobm.iadrjournals.org (diakses 13 Agustus 2005).
9. Uppgaard RO. Taking Control of TMJ. Oakland: New Harbinger Publications Inc. 1999.
10. Green E. Occlusal Splint (Bite Planes). Clinical Dentistry. 1984.
11. Okeson JP. Management of Temporomandibular disorders and Occlusion. 3rd ed. St.
Louis: Mosby Year Book. 1993.
12. Ogus, Toller. Common Disorders of The TMJ, Bristol: John Wright & Sons Ltd. 1986.
13. Lee MJ. Aids to Physiotherapy. 2nd ed. London: Churchill Livingstone. 1988.
14. Ramfjord SP. Occlusion. 3rd ed. Philadelphia: WB. Saunders Co. 1983.
15. Clark GT. The temporomandibular joint repositioning appliance: a technique for
contruction insertion and adjusment. J Craniomand Pract. 1986, 4: 38-45.
16. Pertes RA. Functional Anatomy and Biomechanics of TMJ: Clinical Management of
Temporomandibular Disorders & Orofacial Pain. Chicago: Quintessence Publishing Co,
Inc. 1995.

17. Holt CR. A Simplified Splint Technique for Internal Derangements of The TMJ. Kursus
Singkat perawatan Internal Derangement. 24-25 Oktober 1994, Jakarta. 1994.
18. Gelb H. Clinical Management of Head, Neck and TMJ Dysfunction. Philadelphia,
Saunders. 1985.