Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif

(1)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI

TEMPOROMANDIBULA AKIBAT

KELAINAN OKLUSI SECARA

KONSERVATIF

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

SARTIKA ARYANTI 030600085

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2007

Sartika Aryanti

PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF

Viii + 31 halaman

Gangguan sendi temporomandibula (STM) merupakan kelainan fungsional yang ditandai oleh berbagai macam gejala atau keluhan. Beberapa diantaranya, yang paling sering ditemukan adalah nyeri di daerah orofasial, leher, kepala, gerakan mandibula terbatas, serta bunyi keletuk di persendian rahang saat mandibula digerakkan.

Kelainan ini melibatkan berbagai macam komponen sistem mastikasi atau faktor penyebab primer kelainan ini berkaitan dengan fungsi sistem pengunyahan sehari-hari. Apabila terdapat keserasian yang baik antara kontak oklusi dan gerakan otot, akan tercapai keseimbangan fungsional yang baik dan gejala atau keluhan gangguan fungsional STM tidak akan terjadi. Dengan kata lain, kinematika STM menuntut keserasian gerak antara pergeseran gigi setelah ada gigi yang berkontak dan aksi otot-otot penggerak mandibula.

Penanggulangan secara konservatif terhadap gangguan STM akibat kelainan oklusi ialah perawatan pendahuluan untuk mengatasi keluhan rasa nyeri kepala, nyeri


(3)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

otot/leher, dan nyeri di sekitar telinga dengan mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, dan terapi panas. Bila ada hambatan kontak oklusi yang membuat mandibula menyimpang dari lintasan buka atau tutup normal, maka hambatan dihilangkan dengan perbaikan kontak oklusi yakni pengasahan selektif, perbaikan bentuk atau pergantian restorasi yang salah. Perawatan kelainan oklusi yang lain adalah pemasangan pesawat ortodonsia untuk memperbaiki posisi dan susunan geligi, pencabutan gigi dengan karies yang besar ataupun gigi molar tiga yang tidak memiliki antagonis, restorasi prostetik pada gigi yang hilang, pemasangan splin oklusal untuk menstabilkan posisi mandibula terhadap maksila, meninggikan dimensi vertikal, menghilangkan atau mengurangi kebiasaan bruksism. Perawatan psikososial yakni menghindari tekanan emosi atau stress yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yang dapat menimbulkan beban yang besar pada sendi.


(4)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 26 Juni 2007

Pembimbing : Tanda tangan

Suprapti Arnus, drg., Sp.BM ...……… NIP. 130 246 666


(5)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 26 Juni 2007

TIM PENGUJI KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Suprapti Arnus, drg., Sp.BM

2. Abdullah, drg 3. Ahyar Riza, drg


(6)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia serta memberi keridhoan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Beriring salawat dan salam bagi Rasulullah Muhammad SAW, atas jihad mulianya sehingga umat manusia dapat merasakan kehidupan duniawi yang terang-benderang. Semoga syafaat beliau menyertai kita kelak. Amin ya Rabb.

Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih pada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dukungan, dan bantuan dalam penulisan skripsi ini antara lain :

1. Suprapti Arnus, drg., Sp. BM sebagai pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp. BM, sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial atas bimbingan selama menyelesaikan skripsi ini dan seluruh staf pengajar FKG USU yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan.

3. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalankan pendidikan di FKG USU.

4. Penghormatan yang teristimewa kepada kedua orang tua penulis, ibunda Hj. Syafrinani,drg., Sp. Pros. (K) dan ayahanda H. Ahmad Hasan, drg serta adik-adik


(7)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Abdul Fattah S. dan Ryan Rauf F. atas kasih sayang, kesabaran, didikan, dan bantuan serta doa yang telah membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Doni Asrin Tanjung, drg atas kasih sayang, bantuan, semangat, dukungan, dan doa yang tiada henti hingga skripsi ini selesai.

6. Teman-teman formasi 7, Martino’, Makcik Nurul, Lanna, Yustino’, Nurmu, Juno’, dan seluruh teman-teman angkatan 2003 atas dukungan dan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 14 Juni 2007 Penulis,

Sartika Aryanti NIM 030600085


(8)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB 1 : PENDAHULUAN... 1

BAB 2 : KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI... 3

2.1 Kelainan Sendi Temporomandibula... 5

2.1.1 Kelainan Struktural... 6

2.1.2 Gangguan Fungsional... 9

2.2 Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula... 11

2.2.1 Komponen Sendi Temporomandibula... 11

2.2.2 Diluar Sendi Temporomandibula... 13

2.2.2.1 Gigi-geligi... 13

2.2.2.2 Otot Kunyah... 16

2.2.2.3 Psikologis... 16

BAB 3 : PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI... 19


(9)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

3.1.1 Mengistirahatkan Rahang... 20

3.1.2 Obat-obatan... 20

3.1.3 Latihan... 21

3.1.4 Terapi Fisik... 22

3.1.5 Splin Oklusal... 24

3.1.6 Perawatan Psikososial... 25

3.1.7 Karies dan Kelainan Patologi Lainnya... 26

3.1.8 Protesa... 27

3.1.9 Terapi Oklusal... 27

3.1.10 Faktor Pendukung yang Lain... 29

3.2 Perawatan Secara Operatif... 29

BAB 4 : KESIMPULAN... 31


(10)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Posisi kondilus saat membuka mulut……… 4

2 Perpindahan diskus dengan reduksi……….. 7

3. Perpindahan diskus tanpa reduksi……… 8

4. Terapi panas menggunakan handuk basah hangat……… 23

5. Splin oklusal pada maksila……… 24


(11)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

BAB 1 PENDAHULUAN

Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula (STM), otot kunyah, dan sistem syaraf. 1-3 Otot digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi bawah yang berkontak dengan gigi atas sehingga mandibula dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem mastikasi. Keharmonisan antara komponen-komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan dan kapasitas fungsionalnya.2-4

Dalam pelaksanaan sistem mastikasi, banyak otot ikut terlibat. Dengan demikian dalam mengevaluasi baik buruknya fungsi sistem mastikasi interaksi otot-otot itu tidak dapat diabaikan, dan evaluasi harus dilakukan dengan melihat kaitannya dengan pergeseran kontak oklusi gigi-geligi. Oklusi akan berjalan normal dan kedudukan mandibula akan stabil apabila tiap komponen yang terlibat dapat menjalankan aktivitasnya secara normal, dan antara semua komponen terdapat interaksi yang serasi, dan seimbang. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya kelainan. Kelainan ini termasuk ke dalam salah satu kelompok kelainan STM yang disebut gangguan fungsional. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya penyimpangan dalam aktivitas salah satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi sistem mastikasi yakni kelainan posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot


(12)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

mastikasi. Sedangkan kelainan STM yang lain adalah kelainan struktural dimana terjadi perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma external, penyakit infeksi/ neoplasma.4

Dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat minat para dokter gigi Indonesia untuk memahami masalah kelainan STM makin meningkat dan juga perhatian para dokter gigi kepada kestabilan fungsi sistem mastikasi makin nyata. Namun di lain pihak masih banyak pula yang belum benar-benar memahami kaitan fungsional antara sistem persendian rahang dengan dinamika oklusi gigi-geligi. Ini berakibat penanganan masalah STM sering kali kurang terarah. Bahkan banyak pula yang kurang menyadari bahwa tindakan perawatan yang dilakukannya terhadap pasien dapat menimbulkan gangguan fungsional pada STM dikemudian harinya.4

Perawatan yang dilakukan terhadap kelainan STM bertujuan menurunkan rasa nyeri, mengurangi beban yang merusak, serta merestorasi fungsi dan aktivitas normal sehari-hari. Tujuan perawatan akan dicapai secara baik bila kombinasi optimal dan pilihan tahap perawatan diterapkan dalam konteks program perawatan yang menyeluruh yakni secara konservatif dan operatif. Pilihan perawatan secara konservatif meliputi mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi panas, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain dan perawatan secara operasi bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif. 4,5


(13)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

BAB 2

KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI

Sendi temporomandibula merupakan salah satu komponen dari sistem pengunyahan yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing dapat bergerak bebas dalam batas tertentu. Berbeda dengan persendian lain selalu berada pada tempatnya dan tiap penyimpangan gerak keluar dari tempatnya menyebabkan dislokasi, tidaklah demikian dengan sendi rahang. Kedua kondilus STM tidak selalu harus berada dalam fosanya. Walaupun kondilus STM tidak selalu bergerak secara mandiri, masing-masing sisi dapat bergerak ke depan-belakang, kiri-kanan, maupun atas dan bawah. Gerakan ini terikat, bergantung serta ditentukan oleh adanya koordinasi neuromuskular, otot-otot mastikasi dan ligamen sendi. Karena itu untuk memahami biomekanika STM, perlu difahami anatomi, dan fisiologi sistem persendian, termasuk interaksi fungsionalnya dengan otot-otot penggerak mandibula, dan mekanisme oklusi geligi bawah terhadap geligi atas.1,4,6

Ditinjau dari struktur dan fungsinya, STM terdiri atas 2 sistem persendian. Pertama bagian atas, antara fossa glenoid dan eminensia artikularis, dengan permukaan atas diskus artikularis. Bagian bawah, yang merupakan bagian kedua, antara permukaan bawah diskus artikularis dengan kepala kondil. Permukaan persendian ditutupi sebagian besar oleh lapisan kolagen, dan diskus artikularis terikat erat pada kondilus di sebelah anterior dan posteriornya, sehingga dapat bergerak mengikuti luncuran kondilus saat membuka mulut (Gambar 1). Selain itu, diskus juga


(14)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

terikat pada bagian fosa artikularis di sebelah anterior pada permukaan anterior eminensia artikularis melalui serabut elastis. Serabut elastis tersebut memungkinkan diskus mempertahankan posisinya terhadap kondilus saat membuka dan menutup mulut.1,4,6-8

a b c

Gambar 1. Posisi kondilus saat membuka mulut. (a) Fosa artikularis. (b) Diskus artikularis. (c) Kondilus. ( Bumann, Lotzmam U. Color

atlas of dental medicine TMJ disorders and orofacial pain the role of

dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach. Germany : Thie- me, 2002: 46)

Gerakan mandibula dari posisi sentrik, protrusi, retrusi dan ke lateral terjadi oleh karena aktivitas otot-otot elevator dan depresor mandibula, dibantu oleh aktivitas otot-otot protraktor dan retraktor mandibula, antara lain m. pterigoideus internus dan ligamen-ligamen di sekitar persendian. Oleh aktivitas otot-otot tersebut, gigi-geligi bawah berkontak, atau dilepas kontaknya dengan gigi-geligi atas. Setiap gerakan


(15)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

mandibula berawal dari posisi interkuspasi maksimal dan berakhir pada posisi itu pula, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu : 1. Fase membuka, saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun. 2. Fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak pertama antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 3. Fase oklusi, yaitu saat mandibula kembali ke posisi interkuspasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya kontak gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas.4

Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh geseran kontak antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas setelah dicapai kontak pertama antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut (fase 3). Hanya bila geseran kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu gigi, maka geseran kontak tersebut akan menjadi tidak lancar, dan mungkin akan membuat mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal, sehingga posisi akhir yang dicapainya juga akan menyimpang dari normal. Apabila penyimpangan ini berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri yang diikuti oleh diskus artikularnya.4

.

2.1 Kelainan Sendi Temporomandibula

Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fungsi akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan


(16)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah disfungsi.4

STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus, diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi.9

2.1.1 Kelainan Struktural

Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai.4

Gangguan pertumbuhan kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetis juga masalah fungsional.9

Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang mana cacat ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan stuktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi karena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional


(17)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.9

Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus. Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong terjadinya perubahan pada permukaan artikular.9

Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke tahun, namun yang paling sering terjadi adalah :

1. Perubahan tempat diskus dengan reduksi : diskus yang mengalami pengurangan dalam pergerakan membuka mulut, pada umumnya terjadi clicking sewaktu membuka dan menutup mulut (Gambar 2).9,10


(18)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Gambar 2. Perpindahan diskus dengan reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b) Kondilus tidak bisa melewati batas posterior diskus. (c) Reduksi pada diskus biasanya disertai dengan bunyi klik. ( Gross Sheldon, Pertes Richard. Clinical management of temporomandibular disorders and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 73 )


(19)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Gambar 3. Perpindahan diskus tanpa reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b) Kegagalan mengembalikan perpindahan diskus saat pergerakan translasi. (c) Posisi diskus berpindah yang menghalangi pergerakan kondilus secara normal. ( Gross Sheldon, Pertes Richard. Clinical management of

temporomandibular disorders and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 75 )

Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang terjadi secara meluas, biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan pengurangan pergerakan. Dalam hal ini tidak ada korelasi antara variasi diskus-kondilus dengan gejala klinis. Pada beberapa pasien dibuktikan bahwa kelainan pada diskus menimbulkan gejala sedikit, sedangkan pada pasien lain gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada STM secara struktural.10

Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah dislokasi,hemarthrosis, atau fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terdapat kelainan open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau kedua saluran pendengaran.10


(20)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat menyebabkan suatu edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien akan mengalami pembengkakan pada daerah STM, sakit bila digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadang-kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.10

Kelainan struktural akibat penyakit infeksi dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal yang banyak melibatkan STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain osteoarthritis/ osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis.Osteoarthritis adalah suatu kelainan STM noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan pada awalnya melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari sendi.Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekeliling STM. 10

2.1.2 Gangguan Fungsional

Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.4

Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi fisiologik. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara biologis, yang umumnya


(21)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut. Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, atau resorpsi alveolar setempat. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama zona adaptasi ini akan berlangsung sangat berbeda antara individu yang satu dan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan psikologis. Setelah batas toleransi fisiologis ini terlampaui, respon jaringan itu menimbulkan perubahan yang sifatnya lebih patologis atau disebut juga pathofunction. Pada fase ini respon jaringan (sendi, jaringan periodontal, ataupun otot-otot) sifatnya patologi. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak mandibula, atau dapat pula pada sendi temporomandibula.4

Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa nyeri, bunyi dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan. Rasa nyeri bersifat subjektif dan sulit untuk dievaluasi. Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor psikogenik.11

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat rasa nyeri, berdenyut-denyut, terbakar, dan samar-samar. Daerah penyebaran rasa nyeri yang paling sering dari sendi adalah telinga, pipi dan daerah temporal. Tetapi sebaliknya, rasa nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas ke sendi. Sinus, telinga, dan molar ketiga harus diperiksa. Perubahan temperatur dalam mulut dapat menimbulkan rasa


(22)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

nyeri yang menunjukkan bahwa asalnya dari pulpa, yang sering sulit ditentukan letaknya. Bahkan bagian tepi gigi yang sensitif dapat menimbulkan rasa sakit.Rasa nyeri juga menonjol pada nyeri tekan otot sekitar sendi.

Bunyi keletuk sendi terdengar sewaktu pasien menutup dan membuka mulut. Ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi-geligi dengan normal dan pada keadaan ini keluhan pasien dapat berupa rahang terasa bengkak tetapi keadaan tersebut jarang terlihat secara klinis. Kekakuan sendi merupakan keluhan yang paling sering terjadi.11,12 Kadangkala terdapat keterbatasan membuka mulut dan gerakan mandibula yang terbatas, saat mengunyah tidak terdapat koordinasi rahang sehingga dirasakan tidak nyaman waktu mengunyah. Keluhan lain adalah sakit kepala.10-12

2.2 Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula

Ditinjau dari segi penyebabnya kelainan STM multifaktor, dapat bersumber pada komponennya sendiri atau diluar STM seperti anatomi STM termasuk oklusi dan neuromuskular dan latar belakang psikologis. Namun kelainan oklusal dan tekanan psikologis paling erat hubungannya.10,13

2.2.1 Komponen Sendi Temporomandibula

Kelainan-kelainan komponen STM sendiri dapat berupa salah satu atau gabungan beberapa kelainan sebagai berikut :

1. Kelainan anatomis atau gangguan pertumbuhan 2. Penyakit tertentu seperti peradangan


(23)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

4. Kelainan fungsi otot-otot kunyah disekitarnya akibat gangguan psikologis.13

Etiologi kelainan anatomi berupa perubahan tempat pada salah satu komponen STM seperti diskus tidak diketahui, tetapi dapat disebabkan karena trauma dan hipermobilitas diskus. Perubahan tempat dari diskus dapat merusak ikatan sendi yang menghubungkannya dengan kondilus.10

Selain itu rasa nyeri pada STM merupakan gangguan sendi yang dapat berasal dari struktur jaringan lunak intrakapsular sendi atau struktur jaringan tulang itu sendiri. Rasa nyeri berasal dari struktur tulang biasanya hanya muncul setelah hilangnya jaringan fibrosa permukaan artikularis sendi. Bilamana hal ini terjadi, kondisi yang diakibatkan disebut arthritis. Artralgia atau nyeri yang berasal dari bagian intrakapsular sendi dapat diklasifikasikan sebagai nyeri ligamentum, nyeri kapsular dan nyeri arthritis (Bell, 1990; Okeson, 1995).14

Trauma pada STM dapat terjadi karena faktor internal (seperti otot kunyah) ataupun karena faktor eksternal (seperti pukulan) menyebabkan kerusakan pada jaringan dan kondilus sehingga terjadi dislokasi, hemarthrosis atau fraktur kondilus.10

Myofacial pain dysfunction syndrome merupakan kelainan STM yang dapat

mengakibatkan kegoyangan gigi yang hebat ( hypermobility ), keausan permukaan oklusal dan rasa nyeri pada otot-otot wajah. Pemicu dari sindroma tersebut adalah spasme otot kunyah sebagai dampak gangguan psikologis.13

Nyeri pada otot adalah suatu bentuk penyakit yang ada di dalam tubuh dapat terjadi karena stimulus seperti panas, tekanan, atau bahan kimia. Penyakit ini mempunyai efek yang berhubungan dengan sensoris, motoris, atau autonom. Nyeri


(24)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

yang berasal dari otot adalah penyebab nyeri yang paling sering terjadi pada kepala dan leher. Rasa nyeri pada otot adalah suatu penyakit yang dirasakan menyebar seperti adanya tekanan yang bervariasi, dapat dirasa sebagai berbagai perubahan intensitas tekanan. Rasa nyeri tersebut tidak mudah dilokalisir, dan sulit diidentifikasi oleh pasien. Dengan kata lain, sumber dan lokasi dari nyeri dapat berbeda. Nyeri pada otot di daerah orofasial dipengaruhi oleh kerja fungsional otot selama pengunyahan.9

2.2.2 Diluar Sendi Temporomandibula

Banyak kontroversi yang berhubungan dengan penyebab kelainan STM. Menurut sejarah, sebagian besar dokter gigi berpendapat bahwa gangguan oklusi sebagai faktor etiologi utama. Kemudian sebagian lain menekankan pada faktor psikologis. Sebagian orang mencoba untuk memperkecil konflik dengan mengusulkan gangguan oklusi dan faktor psikologis berperan dalam pengembangan kelainan STM.10

Gagasan mengenai etiologi multifaktorial ini menjadi lebih umum lagi diterima pada sekitar tahun 1970-an. Tiga kelompok utama dari faktor etiologi adalah oklusi, neuromuscular, dan psikologis.10

2.2.2.1 Gigi-geligi

Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik antara tonjol-tonjol gigi atau permukaan kunyah dari gigi geligi atas dan bawah.15

Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu faktor penyebab yang sangat sering ditemui pada pasien-pasien disfungsi STM yang terjadi oleh berbagai macam


(25)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

sebab antara lain tumpatan /restorasi yang terlalu tinggi atau rendah, perawatan ortodontik yang kurang memperhatikan keseimbangan fungsional oklusi atau perubahan bidang oklusal akibat hilangnya satu gigi atau lebih. Mardjono (1989) menemukan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting dalam proses patologis ini, melainkan akibat-akibat yang timbul pada gigi-gigi tetangga atau lawannya. Gigi-gigi tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami perubahan posisi, bergeser kearah diastema dan miring, sedang gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurve oklusal berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturan- benturan akan terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan secara tidak disadari, pasien merubah lintasan buka/tutup mandibula atau menarik mandibula ke posisi akhir yang enak. Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot-otot berubah ada yang aktif dan ada yang kurang aktif. Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui maka akan timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme yang oleh pasien dirasakan sebagai nyeri bila otot berfungsi. Begitu juga halnya dengan kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibula terungkit sehingga posisi kondilus juga berubah satu kondilus berada pada posisi superior dan yang lain pada posisi inferior.4

Kebiasaan mengunyah pada satu sisi juga merupakan penyebab terjadinya disharmoni oklusi seperti mengunyah pada sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan memindahkan rahang bawah ke kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan.


(26)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Gangguan sendi terjadi pada diskus sebelah kiri dengan terdengarnya keletuk sendi pada saat membuka dan menutup mulut (Kaplan, 1991).12

Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya suatu hubungan yang salah antara rangka dengan gigi. Maloklusi ini dapat disebabkan oleh karena keturunan, penelanan yang salah, kebiasaan menghisap atau faktor gigi itu sendiri. Faktor keturunan berpengaruh terhadap maloklusi, gigi insisivus yang berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan menghisap atau gigitan silang posterior dan anterior dapat mengarah pada maloklusi seperti open bite anterior, open bite posterior dan protrusi bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti kehilangan gigi atau perawatan gigi yang tidak baik dapat menyebabkan kemiringan, protrusi, dan rotasi gigi tetangganya.16

Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka keserasian oklusal dapat dipenuhi dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila oklusi berfungsi dengan baik antara gigi dan sendi maka otot akan bekerja dengan ringan.16

Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak sempurna. Maloklusi yang membentuk ketidakserasian antara gigi dengan sendi ini disebut maloklusi fungsional. Ketidakserasian oklusal pada maloklusi fungsional memerlukan penyesuaian yang berlebih dari otot untuk mempertahankan fungsi yang normal. Kemampuan penyesuaian otot ini bervariasi tiap individu. Saat stress dampaknya dapat mengakibatkan disfungsi rahang bawah. Beberapa penderita dapat menyesuaikan adanya maloklusi fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita


(27)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

lainnya dapat mengalami gejala disfungsi rahang bawah yang parah karena kelainan oklusal yang kecil. 16

2.2.2.2 Otot Kunyah

Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum terjadi pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi tubuh dan rasa sakit. Kasus sederhana kelainan STM jenis ini adalah disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan pada otot tersebut. Penyebab umumnya seperti mengunyah permen karet secara terus-menerus, kebiasaan menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus STM bukan merupakan kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena infeksi/ peradangan, dan trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang dikenal sebagai

myofacial pain syndrom.17

Pada akhir tahun 1950-an, Schwartz dkk menemukan bahwa ada pergeseran perhatian dari faktor oklusi menjadi peranan otot-otot kunyah. Menurut Schwartz dkk (1975), rasa nyeri pada atau di dekat sendi disebabkan oleh fungsi yang tidak terkordinasi atau tidak harmonis dari otot-otot mandibula.11

Mekanisme terjadinya perubahan aktivitas otot, masih dalam perdebatan. Yemm (1976) tidak menemukan bukti bahwa maloklusi dapat menimbulkan hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek walaupun banyak yang mendukung pendapat klinis kontemporer tersebut.11


(28)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

2.2.2.3 Psikologis

Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan STM sekarang telah ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang mengatakan emosi, tingkah laku dan kepribadian merupakan penyebab utama dari sindrom rasa sakit-disfungsi. Psikolog Freud klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi mungkin merupakan reaksi perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang ekspresif, bekerja sebagai fokus tegangan emosi. Jadi, konflik ini dikeluarkan dalam bentuk kebiasaan parafungsional seperti bruksism dan aktivitas otot lain yang tidak normal.2,11

Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian turunan yang mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-disfungsi, masih sedikit bukti yang diperoleh bahwa orang tersebut merupakan kelompok tertentu (Rugh dan Solberg 1976). Kepribadian turunan biasanya dianggap bersifat permanen tetapi tingkah laku juga dipengaruhi oleh keadaan emosi jangka pendek seperti cemas, takut dan marah. Banyak ahli yang menemukan bahwa pasien dengan gangguan STM lebih cemas daripada kelompok kontrol. Emosi sangat sering terlihat pada wajah misalnya gembira, sedih, cemas, frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat oleh otot ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah.

Rugh dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM memberi respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan aktivitas otot masseter dan temporal. Hal ini dapat berupa ketegangan otot yang besar atau aktivitas parafungsional oromuskular.11


(29)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Hasil penelitian tersebut tampaknya dapat mendukung teori psiko-fisiologi yang diperkenalkan oleh Laskin (1969) yang mengatakan bahwa kejang otot kunyah merupakan faktor utama yang berpengaruh pada gejala sindrom rasa sakit-disfungsi. Penyebab yang paling umum adalah kelelahan otot yang disebabkan oleh kebiasaan mulut yang kronis yang sering merupakan mekanisme untuk mengurangi tegangan.11

Semua orang biasanya terkena tekanan emosi, tidak hanya pada keadaan tertentu saja, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kesulitan finansial, pribadi, dan sosial hanya merupakan contoh yang dialami setiap orang. Tetapi, hanya sejumlah kecil masyarakat yang memiliki kelainan STM dan hal tersebut menyebabkan tumbuhnya konsep dari spesifikasi respon. Individu mungkin memiliki respon fisiologi khusus terhadap keadaan yang menimbulkan tekanan sehingga kebiasaan parafungsional mungkin hanya merupakan mekanisme tertentu dari individu untuk menetralkan ketegangan tersebut.10,11


(30)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

BAB 3

PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI

Keberhasilan perawatan STM pada sebagian besar keadaan tergantung pada etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Cara perawatan yang rasional diarahkan untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama dengan mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Adapun, perawatan STM yang dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Perawatan secara konservatif 2. Perawatan secara operatif 11

Cara perawatan tersebut hanya suatu pedoman karena ada beberapa tehnik perawatan yang mengikut sertakan lebih dari satu bidang ilmu. Perawatan dari setiap keadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas juga perlu dipertimbangkan. Lingkungan klinik pendidikan yang ramai tidak baik untuk merawat penderita kelainan STM. Bila perawatan dilakukan di rumah sakit, maka


(31)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

harus ada ruang khusus untuk tujuan ini , tetapi walaupun demikian, ruang operasi pribadi/ kamar praktek merupakan lingkungan yang paling sesuai.11

3.1 Perawatan Secara Konservatif

Umumnya, rasa tidak enak mendorong pasien mencari pertolongan. Perawatan yang segera dan efisien tidak hanya dapat meredakan penderitaannya tetapi juga membantu mengembalikan rasa percaya diri pasien.11 Adapun perawatan secara konservatif adalah : mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi fisik, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, dan faktor pendukung yang lain.

3.1.1 Mengistirahatkan Rahang

Kunjungan pertama biasanya hanya digunakan untuk menentukan diagnosa dan menenangkan pasien, tetapi dapat juga ditambah dengan pemberian nasehat untuk mengistirahatkan rahang dan pengobatan sederhana. Istirahat, berarti menghindari pergerakan rahang yang berlebihan seperti menguap, atau gerak untuk mengunyah makanan yang keras. Gerakan ini memang menimbulkan rasa nyeri dan oleh karena itu , pasien dianjurkan untuk menghindari pergerakan yang menimbulkan rasa nyeri.11

Diet lunak dianjurkan dan semua makanan harus dipotong kecil-kecil. Seperti apel harus dipotong-potong, bukan digigit. Bila mungkin, semua pergerakan rahang yang menimbulkan kliking harus dihindari, walaupun hal ini sulit dilakukan. Dapat juga menganjurkan pasien agar jangan berteriak terhadap keluarga, tetapi hal ini sulit


(32)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

dilakukan. Analogi yang lain dalam memberikan nasehat kepada pasien adalah dengan perumpamaan seperti pasien dengan kaki keseleo. Keadaan ini akan cepat membaik bila kaki diistirahatkan dengan menggantung kaki ke atas bukan terus menerus menggunakannya untuk berjalan.11

3.1.2 Obat-obatan

Perawatan farmakologik dapat membantu meredakan gejala kelainan STM seperti rasa sakit, hiperaktivitas otot, ansietas, dan depresi. Baik pengalaman klinis maupun studi eksperimental terkendali menunjukkan bahwa farmakoterapi dapat menjadi katalis kuat bagi rasa nyaman pasien dan rehabilitasinya bila digunakan sebagai program tatalaksana komprehensif. Obat-obat yang bermanfaat dalam perawatan STM terdiri dari analgetika, kortikosteroid, relaksan otot, anti ansietas, dan anti depresi. Walaupun ada kecendrungan para dokter untuk mengandalkan obat favorit tunggal, sebetulnya tak ada satu pun obat yang benar-benar terbukti manjur untuk seluruh spektrum STM. Untuk menghindari komplikasi tak diharapkan dan efek interaksi buruk serta mencapai kemujaraban maksimal suatu jenis obat, penting sekali memahami spektrum obat-obat yang dapat diberikan untuk STM dan masalah yang lain timbul karena pemakaiannya.1,4,5,9,18

3.1.3 Latihan

Alasan dari perawatan dengan latihan adalah untuk merangsang fungsi mandibula yang normal. Cara ini dapat membantu pasien untuk merelaksasi otot rahang, leher, dan bahu bagian atas, karena dengan demikian otot-otot letih untuk


(33)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

melakukan aktivitas secara benar sekaligus juga melepaskan ketegangan otot. Biasanya dengan latihan teratur dan terarah keluhan akan hilang dalam waktu 3-5 hari. Latihan ini dilakukan selama 10 menit perhari dalam lingkungan yang sunyi, di depan kaca. Program latihan membuka mulut secara aktif yaitu pergerakan laterotrusif ke kiri dan ke kanan, dan pergerakan protrusif. Masing-masing pergerakan diulangi 8-10 kali. Pergerakan ini dilakukan secara maksimal dan mandibula berada pada posisi buka maksimal untuk beberapa detik pada masing-masing pergerakan.4,5,10,11

3.1.4 Terapi Fisik

Terapi fisik merupakan terapi yang mendukung terapi kelainan STM lainnya yakni terapi oklusal dan terapi psikososial. Terapi ini penting dalam kesuksesan manajemen terapi kelainan STM. Terapi fisik dibagi dalam dua kategori yakni :

modalities dan teknik manual. Modalities adalah cara-cara fisik untuk pengubahan

termal, histokemikal dan fisiologik. Tipe-tipe Modalities terdiri dari terapi panas, terapi dingin, elektroterapi, terapi ultrasound, iontoforesis, dan akupunktur.1,5,11

Terapi panas dapat mengurangi rasa nyeri dan kekakuan otot. Caranya adalah meletakkan handuk basah hangat selama 10-15 menit pada daerah yang terserang (biasanya pada daerah masseter) (Gambar 4). Terapi dingin adalah metode yang sederhana dengan menggunakan es yang diletakkan pada area yang spasme untuk mengurangi rasa nyeri. Peralatan elektroterapi yang menghasilkan perubahan termal, histokemikal, dan fisiologik pada otot-otot sendi dibagi dalam stimulasi tegangan tinggi ( stimulasi elektrogalvanik ) dan stimulasi tegangan rendah ( stimulasi saraf


(34)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

elektrik transkutan ). Cara ini mengurangi aktivitas dan nyeri otot serta mempercepat penyembuhan. Terapi ultrasound digunakan untuk menimbulkan panas yang dalam di daerah sendi, menyembuhkan kontraktur sendi dengan mempertinggi peregangan jaringan lunak ekstrakapsular, meredakan nyeri kronik, dan kontraksi otot. Iontoforesis digunakan untuk masalah muskuloskeletal berupa obat (preparat anti inflamasiatau analgetika ) ditarik melalui kulit ke daerah yang terkena pada jaringan dibawahnya. Akupunktur digunakan untuk peratawan nyeri kronik pada salauran kecil neural.1,5

Sedangkan pada teknik manual terdiri dari tiga kategori yaitu : mobilisasi jaringan lunak, muscle conditioning, dan joint distraction. Mobilisasi jaringan lunak merupakan stimulasi dengan cara masase pada daerah nervus sensori kutaneus untuk mengurangi rasa nyeri. Muscle conditioning adalah terapi fisik yang bertujuan merestorasi fungsi otot menjadi normal. Teknik muscle conditioning ini ada beberapa kategori antara lain membatasi pergerakan mandibula dan terapi relaksasi dengan mengkontrol stres emosional. Distraksi pasif pada sendi dapat menambah pergerakan dan menghambat aktivitas otot yang menarik melawan sendi sehingga otot dapat relaksasi. Cara ini dilakukan dengan menekan pada area molar dua bawah menggunakan ibu jari operator.1


(35)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Gambar 4. Terapi panas menggunakan handuk basah hangat. ( Okeson J.P. Management of temporoman- dibular disorder and occlusion. 4thed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 402 )

3.1.5 Splin Oklusal

Efektivitas penggunaan splin oklusal sampai sekarang masih dipertanyakan, akan tetapi menurut penelitian Carraro (1975), penggunaan splin oklusal ternyata dapat mengurangi rasa nyeri pada sendi dan otot bahkan dapat hilang. Beberapa laporan yang mengatakan bahwa penggunaan splin oklusal ternyata mengurangi hiperaktivitas otot dan menghilangkan spasme otot. Hal ini dibuktikan dengan alat elektromiogram pada pasien bruksism dan ternyata ada pengurangan aktivitas pada otot masseter (Gambar 5).1,5,12


(36)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Gambar 5. Splin oklusal pada maksila. ( Okeson J.P. Management of temporomandibular disorder

and occlusion. 4thed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 475 )

Menurut Pameyer (1985), splin oklusal merupakan alat lepas yang menutupi bagian oklusal gigi posterior dan bagian insisal gigi anterior, dapat dibuat pada rahang atas atau rahang bawah. Fungsinya sebagai alat bantu untuk menstabilkan kembali relasi sentrik dengan pola gerak atau lintasan mandibula yang sebenarnya. Permukaan splin oklusal dengan tonjol lawan berfungsi menjaga kestabilan splin. Okeson (1988) mengatakan bahwa pada pemakai splin oklusal ternyata dapat mengurangi nyeri pada sendi sebanyak 75%, demikian juga menurut Tsuga (1979) rasa sakit berkurang sampai 87%.5,12

Callagna (1983) melaporkan bahwa pemakaian splin oklusal pada 24 jam pertama merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki neuromuskular dan menstabilkan oklusi sentrik, hal ini dicapai setelah perawatan interkuspasi yang maksimum dengan posisi mandibula pada posisi sentrik. Hal ini didukung dengan keadaan bahwa untuk mendapat oklusi sentrik selama mulut tertutup, harus ada


(37)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

kontak interkuspasi yang maksimum dengan demikian diharapkan kedudukan kondil konsentris pada fosa mandibular. Kedudukan kondil konsentris pada fosa mandibular merupakan kedudukan kondil yang stabil karena kondil bersandar pada lereng eminensia artikularis pada posisi superoanterior.12

Menurut Ramfyord (1985) salah satu tujuan pemakaian splin oklusal adalah untuk menghilangkan spasme oklusal dan menghilangkan kontak prematur. Selain itu juga memacu timbulnya reaksi motorik untuk merangsang terjadinya reposisi letak kondil terhadap fosa artikularis sehingga akan diperoleh oklusi yang seimbang.5,12

3.1.6 Perawatan Psikososial

Aktivitas neuromuskular yang menimbulkan beban yang besar dan berulang-ulang dari sendi, disebabkan terutama oleh tekanan emosi dan ketegangan. Oleh karena itu, usaha menghilangkan faktor-faktor di atas merupakan tujuan utama dalam merawat faktor penyebab sindrom ini. Karena dokter gigi yang sering menghadapi kelainan STM cenderung kurang memiliki pengetahuan psikiatrik, maka tahap ini mungkin merupakan tahap tersulit dalam perawatan kelainan tersebut. Tekanan emosional yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi otot dan mengaktifkan sistem nervus simpatik, yang dengan sendirinya merupakan sumber rasa nyeri pada otot.1,11

Tekanan dan ketegangan yang diterima manusia, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang berhubungan dengan keadaan sehari-hari dan yang disebabkan oleh keadaan tertentu. Stres sehari-hari dapat dialami seluruh manusia setiap waktu walaupun ambang toleransi dan respon sangat berbeda-beda. Contohnya adalah


(38)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

hubungan pribadi, kesulitan keuangan, kesulitan pekerjaan. Daftar ini tidak ada habisnya dan ketegangan yang terjadi seluruhnya merupakan bagian dari kehidupan normal. Problem ini telah mencapai puncaknya pada 'kebudayaan Barat' dan mungkin merupakan penyebab mengapa kelainan STM sangat tinggi prevalensinya pada negara ini.11

Kelompok yang kedua adalah stres emosional yang disebabkan oleh keadaan tertentu seperti problem dalam keluarga, penyakit yang parah atau perubahan mendadak dalam segi penghasilan. Timbulnya kelainan STM sering bersamaan dengan salah satu keadaan tersebut. 11

3.1.7 Karies dan Kelainan Patologi yang Lain

Semua karies gigi harus dihilangkan dan restorasi yang kurang memuaskan atau yang bocor harus diganti. Gigi dengan karies yang besar dan tidak dapat dirawat lagi harus dicabut dan kelainan gigi atau patologi yang lain, dirawat. Faktor-faktor tersebut merupakan sumber rasa tidak enak dan dapat mempengaruhi cara pasien menggigit atau mengunyah. Tetapi harus tetap diingat bahwa kelainan STM dapat makin parah karena perawatan gigi yang terlalu lama dan oleh karena itu, waktu perawatan harus dibuat sesingkat mungkin.11

Gigi-gigi yang ekstrusi, seperti molar yang tidak memiliki antagonis, dapat menimbulkan kesulitan harus dicabut. Hal serupa juga berlaku untuk molar tiga atas yang miring ke bukal yang cenderung menimbulkan trauma pada bagian dalam pipi.11


(39)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Restorasi prostetik atau penggantian gigi ditentukan berdasarkan jumlah dan letak gigi-gigi yang hilang atau apakah protesa yang sekarang digunakan mengganggu fungsi. Terutama pada keadaan dimana kurangnya dukungan oklusal dari gigi-gigi belakang atau bila pasien menggunakan gigi tiruan yang abrasi, tidak memiliki desain yang baik dan longgar. Gigitan yang terlalu tinggi dapat merangsang sendi terkena beban yang lebih besar dari biasa. Protesa yang longgar dapat merangsang aktivitas otot parafungsional atau fungsi abnormal untuk menstabilkannya selama pasien mengunyah atau istirahat. Protesa overlay dapat digunakan bila terdapat atrisi gigi yang menyeluruh.11

3.1.9 Terapi Oklusal

Perawatan dental mungkin diperlukan untuk pasien kelainan STM, namun diyakini bahwa kebutuhan ini tidak sering dijumpai. Terapi oklusal ini dianggap perlu untuk perawatan menyeluruh pada pasien dengan kelainan STM, bila dukungan oklusal yang ada tidak memadai untuk struktur STM dan bila kurang stabilnya oklusi secara langsung berkaitan dengan menjadi parahnya gejala kelainan STM setelah perawatan awal berhasil. Terapi oklusal ini dapat berupa penyesuaian oklusi seperti pengasahan selektif untuk memperbaiki keadaan oklusal pada restorasi yang terlalu tinggi (Gambar 6), terapi restoratif seperti pembuatan treatment plate atau treatment denture bila ada penurunan dimensi vertikal disertai dengan pergeseran posisi akhir mandibula, atau perawatan ortodontik dengan atau tanpa bedah ortognatik untuk maloklusi dentoskeletal yang parah. Perawatan ini hendaknya dipertimbangkan


(40)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

sebagai perawatan kedua/ tambahan, dan hanya bila rasa sakit sudah mereda, disfungsi sudah berkurang, bunyi sendi mereda tetapi tidak mesti hilang, dan jarak gerak rahang sudah mendekati atau dalam batas normal. Hubungan maksila mandibula, aktivitas neuromuskular, dan masalah psikososial pasien harus sudah stabil sebelum diteruskan dengan terapi oklusal.4,5,11

Gambar 6. Selektif grinding pada tindakan pe- nyesuaian oklusi. ( Okeson J.P. Management

of temporomandibular disorder and occlusion. 4thed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 523 )

3.1.10 Faktor Pendukung yang Lain

Faktor lain yang ikut berperan dalam memperberat kelainan adalah kebiasaan seperti mengunyah permen karet, meniup alat musik ( contohnya : terompet ) menyanyi, dan pekerjaan seperti orang yang bekerja dalam mengambil keputusan.11


(41)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Perawatan secara operatif dilakukan bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif. Cara ini dapat menghilangkan penyebabnya tetapi dapat menghilangkan serta memperbaiki manifestasi patologinya.11,18

Pembedahan STM merupakan tindakan perawatan efektif untuk kelainan-kelainan artikular kondilus ataupun memperbaiki meniskus/ ligamen yang rusak. Namun teknis pelaksanaan tindakan bedah seperti ini rumit, dan ada kemungkinan terjadi komplikasi. Hal ini membuat tindakan bedah menjadi terbatas untuk kasus-kasus selektif saja.5,11

Beberapa prosedur operasi telah diperkenalkan. Termasuk menisektomi,

condylotomy dan high condylectomy. Menisektomi dan high condylectomy adalah

prosedur yang dapat digunakan untuk kerusakan kondilus yang ringan dengan dislokasi meniskus kedepan. Sedangkan condylotomy adalah prosedur dimana leher kondilus dipatahkan secara operasi untuk memungkinkan pergerakan ke depan dan ke tengah dari frakmen kondilus. Agar kondilus memiliki posisi fungsional yang baru dalam hubungannya terhadap meniskus yang tergeser. Seringkali, hasil operasi sangat mengecewakan dan belum ada kesamaan pendapat tentang prosedur yang paling bermanfaat dan indikasi keadaan.11

Operasi STM dapat memiliki manfaat tambahan dari pemotongan supply saraf sensoris. Tidak hanya dapat membebaskan sendi dari rasa sakit secara sementara, tetapi juga dapat mempengaruhi reflek neuromuskular, sehingga mengurangi aksi otot yang berlebihan.11


(42)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

BAB 4 KESIMPULAN


(43)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Oklusi gigi-geligi yang merupakan salah satu dari sistem mastikasi akan berjalan normal apabila adanya interaksi yang serasi dan seimbang dari setiap komponen mastikasi yang terlibat. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya kelainan STM yaitu gangguan fungsional. Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.

Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara biologis. Umumnya merupakan respon adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama periode adaptasi berlangsung sangat berbeda antara individu yang satu dan yang lain. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak mandibula, atau pada STM.

Gejala kelainan STM antara lain rasa nyeri pada telinga, pipi dan daerah temporal, bunyi keletuk sendi sewaktu menutup dan membuka mulut, keterbatasan membuka mulut dan menggerakkan mandibula serta sakit kepala.

Etiologi kelainan STM multifaktorial akan tetapi gangguan oklusal, neuromuskular dan psikologis adalah yang berperan utama dalam pengembangan kelainan STM.


(44)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Penatalaksanaan meliputi perawatan konservatif dan perawatan operatif. Mayoritas pasien kelainan STM mencapai perbaikan secara memadai dari gejala yang dirasakannya dengan terapi konservatif.

Oleh karena itu perawatan konservatif seperti mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi panas, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain lebih dianjurkan sebagai perawatan awal dari hampir semua kasus kelainan STM. Sedangkan perawatan secara operatif hanya dilakukan bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif.


(45)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

1. Okeson J. P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4th ed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 1-28, 353-89, 391-411, 474-502, 519-30, 555-75.

2. Ramfjord. Occlusion. 3rded. USA : W. B. Saunders Company, 1983 : 1-31, 239-65.

3. Carranzas. Clinical periodontology. 9thed. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 2002 : 697-703.

4. Mardjono Daroewati. Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan

perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal of The Indonesian Oral

Surgeon Association 2001 : 95-102.

5. Mc Neill Charles. Kelainan kraniomandibula pedoman bagi evaluasi, diagnosis

dan penatalaksanaan. Alih bahasa. Gunadi Haryanto. Jakarta : Widya Medika,

1993 : 57-91.

6. Gunadi Haryanto, Burhan Lusiana, Suryatenggara Freddy, dkk. Buku ajar ilmu

sebagian lepasan. Jilid II. Jakarta. Hipokrates, 1994 : 242-67.

7. Jr Jose Dos Santos. Occlusion principles and concepts. 2nded. USA : Ishiyaku Euro America, 1999 : 1-14.

8. Bumann, Lotzmam U. Color atlas of dental medicine TMJ disorders and

orofacial pain the role of dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach.


(46)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

9. Gross S. G, Pertes R. A. Clinical management of temporomandibular disorders

and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 69-89, 91-108, 109-21,

211-26.

10. Carlsson, Magnusson T. Management of temporomandibular disorders in the

general dental practice. Germany : Quintessence Publishing, 1999 : 19-23, 25-32,

51-66, 93-121.

11. Ogus H.D, Toller P. A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih bahasa. Yuwono Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 20-32, 33-42, 88-120.

12. Elias Suzan. Pemakaian splin oklusal untuk mengatasi gangguan

senditemporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in

Dentistry 2002 : 285-89.

13. Lambri Soertini. Kelainan Sendi Temporomandibular ditinjau dari segi ilmu

periodonsia : 1-16.

14. Anggraini Wita. Tinjauan anatomi nyeri intra kapsular dan ekstra kapsular pada

sendi temporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in

Dentistry 2002 : 489-93.

15. Watt David, MacGregor Roy. Membuat desain gigi tiruan lengkap. Alih bahasa. Soelistijani, Leepel Max. Jakarta: Hipokrates, 1992 : 99-132.

16. Gross Martin, Mathews James. Oklusi dalam kedokteran gigi restoratif. Alih bahasa. Krisnowati. Surabaya : Airlangga University Press, 1991 : 1-37.

17. Anonymous. Wikipedia, free encyclopedia. Temporomandibular joint disorder.


(47)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

18. Fricton, Kroening, Hathaway K. TMJ and craniofacial pain : diagnosis and


(48)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sartika Aryanti Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 Februari 1985

Alamat : Jl. Kapten Mukhtar Basri No.7 Glugur Darat 2 Medan 20238

Agama : Islam Nama Orang Tua

Ayah : H. Ahmad Hasan, drg

Ibu : Hj. Syafrinani, drg., Sp. Pros. (K) Pendidikan

TK : TK Muhammadiyah Bustanul Aftal Bambu, Medan

SD : SD Negeri 060884 Medan SLTP : SLTP Swasta Pertiwi Medan SMU : SMU Darul Hikam Bandung


(49)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.


(1)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

Penatalaksanaan meliputi perawatan konservatif dan perawatan operatif. Mayoritas pasien kelainan STM mencapai perbaikan secara memadai dari gejala yang dirasakannya dengan terapi konservatif.

Oleh karena itu perawatan konservatif seperti mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi panas, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain lebih dianjurkan sebagai perawatan awal dari hampir semua kasus kelainan STM. Sedangkan perawatan secara operatif hanya dilakukan bila pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif.


(2)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

1. Okeson J. P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4th ed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 1-28, 353-89, 391-411, 474-502, 519-30, 555-75.

2. Ramfjord. Occlusion. 3rded. USA : W. B. Saunders Company, 1983 : 1-31, 239-65.

3. Carranzas. Clinical periodontology. 9thed. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 2002 : 697-703.

4. Mardjono Daroewati. Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan

perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal of The Indonesian Oral

Surgeon Association 2001 : 95-102.

5. Mc Neill Charles. Kelainan kraniomandibula pedoman bagi evaluasi, diagnosis

dan penatalaksanaan. Alih bahasa. Gunadi Haryanto. Jakarta : Widya Medika,

1993 : 57-91.

6. Gunadi Haryanto, Burhan Lusiana, Suryatenggara Freddy, dkk. Buku ajar ilmu

sebagian lepasan. Jilid II. Jakarta. Hipokrates, 1994 : 242-67.

7. Jr Jose Dos Santos. Occlusion principles and concepts. 2nded. USA : Ishiyaku Euro America, 1999 : 1-14.

8. Bumann, Lotzmam U. Color atlas of dental medicine TMJ disorders and

orofacial pain the role of dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach.


(3)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

9. Gross S. G, Pertes R. A. Clinical management of temporomandibular disorders

and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 69-89, 91-108, 109-21,

211-26.

10.Carlsson, Magnusson T. Management of temporomandibular disorders in the

general dental practice. Germany : Quintessence Publishing, 1999 : 19-23, 25-32,

51-66, 93-121.

11.Ogus H.D, Toller P. A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih bahasa. Yuwono Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 20-32, 33-42, 88-120.

12.Elias Suzan. Pemakaian splin oklusal untuk mengatasi gangguan

senditemporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in

Dentistry 2002 : 285-89.

13.Lambri Soertini. Kelainan Sendi Temporomandibular ditinjau dari segi ilmu

periodonsia : 1-16.

14.Anggraini Wita. Tinjauan anatomi nyeri intra kapsular dan ekstra kapsular pada

sendi temporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in

Dentistry 2002 : 489-93.

15.Watt David, MacGregor Roy. Membuat desain gigi tiruan lengkap. Alih bahasa. Soelistijani, Leepel Max. Jakarta: Hipokrates, 1992 : 99-132.

16.Gross Martin, Mathews James. Oklusi dalam kedokteran gigi restoratif. Alih bahasa. Krisnowati. Surabaya : Airlangga University Press, 1991 : 1-37.

17.Anonymous. Wikipedia, free encyclopedia. Temporomandibular joint disorder.


(4)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

18.Fricton, Kroening, Hathaway K. TMJ and craniofacial pain : diagnosis and


(5)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sartika Aryanti Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 12 Februari 1985

Alamat : Jl. Kapten Mukhtar Basri No.7 Glugur Darat 2 Medan 20238

Agama : Islam Nama Orang Tua

Ayah : H. Ahmad Hasan, drg

Ibu : Hj. Syafrinani, drg., Sp. Pros. (K) Pendidikan

TK : TK Muhammadiyah Bustanul Aftal Bambu, Medan

SD : SD Negeri 060884 Medan SLTP : SLTP Swasta Pertiwi Medan SMU : SMU Darul Hikam Bandung


(6)

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007.