Perawatan Hipomobiliti Sendi Temporomandibula

(1)

PERAWATAN HIPOMOBILITI SENDI

TEMPOROMANDIBULA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

FEBBY ROSIDAYANI NIM : 070600033

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Febby Rosidayani

Perawatan Hipomobiliti Sendi Temporomandibula

ix + 40 halaman

Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi trauma pada persendiannya dapat menyebabkan gangguan pergerakan sendi seperti hipomobiliti.

Hipomobiliti dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana pasien tidak memiliki rentang gerak normal pada sendi temporomandibula. Pasien yang menderita kondisi ini akan merasa nyeri ketika melakukan gerakan-gerakan fungsional dari mandibula. Gerakan fungsional yang dipengaruhi oleh hipomobiliti antara lain, mengunyah makanan, membuka mulut, berbicara dan menguap. Hipomobiliti dibagi menjadi 3 yaitu: trismus, postradiation therapy fibrosis, dan ankilosis yang memiliki etiologi masing-masing. Diagnosa yang pasti dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi pada sendi temporomandibula ketika pasien membuka maksimal mulutnya.

Perawatan hipomobiliti dapat meliputi perawatan secara non-bedah maupun bedah. Yang termasuk ke dalam perawatan secara non-bedah meliputi terapi fisik, obat-obatan, mekanis dan brisement force, sedangkan perawatan bedah yang dapat dilakukan antara lain, kondilektomi dan gap arthroplasty. Tujuan perawatan ini yaitu untuk mengembalikan fungsi sendi temporomandibula dan merekonstruksi sendi.


(3)

Penatalaksanaan hipomobiliti sendi temporomandibula merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis bedah mulut dan maksilofasial, sehingga nantinya dapat memberikan perawatan dental yang profesional dan dengan pedoman yang jelas.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 Desember 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Abdullah, drg. ... NIP : 19450208 196701 1001


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 29 Desember 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Abdullah, drg

2. Suprapti Arnus, drg., Sp.BM 3. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang kepada :

1.Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp. BM, selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2.Abdullah, drg selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3.Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah memberi ilmu dan bimbingan di bidang Kedokteran gigi.

5. Teristimewa penulis sampaikan kepada ayahanda M.Rasid Ritonga dan ibunda Sri Yanti dan yang telah memberikan kasih sayang, didikan, do’a dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis dalam menuntut ilmu.


(7)

6. Adik-adikku tersayang Exsa Apriansyah Ritonga dan Anggi Merdiansyah Ritonga yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan memotivasi penulis.

7. Seluruh keluarga besar penulis, sahabat-sahabat penulis, Elin, Yaya, Ade, Rena, Uwi, Emil, Shinta, Evi, Rani, Febri, Adel, Yua, Muchlis, kakak Haqqy dan seluruh teman-teman angkatan 2007, para senior dan junior, atas bantuan dan dorongan semangat kepada penulis.

8.Keluarga besar kost 152, mimi, kakak della, kakak devi, kakak sarah, midah yang selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 29 Desember 2010 Penulis,

( Febby Rosidayani) NIM : 070600033


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA 2.1. Anatomi sendi temporomandibula... 3

2.1.1 Prosesus kondiloideus ... 4

2.1.2 Fosa glenoidalis ... 5

2.1.3 Ligamen... 5

2.1.4 Selaput sinovial... 7

2.1.5 Diskus artikularis ... 7

2.2 Pergerakan normal sendi temporomandibula ... 8

BAB 3 GANGGUAN PERGERAKAN SENDI TEMPOROMANDIBULA 3.1. Hipomobiliti ... 11

3.1.1 Klasifikasi, etiologi dan gejala klinis ... 11

3.2 Hipermobiliti ... 19

3.2.1 Klasifikasi, etiologi dan gejala klinis ... 19

BAB 4 PERAWATAN HIPOMOBILITI SENDI TEMPOROMANDIBULA 4.1 Diagnosa hipomobiliti... 22

4.1.1 Pemeriksaan klinis ... 23

4.1.2 Pemeriksaan radiografi ... 24

4.2 Perawatan hipomobiliti... 26


(9)

4.2.2 Bedah... 29

4.2.2.1 Kondilektomi ... 29

4.2.2.2 Gap arthroplasty... 31

4.3 Komplikasi... 34

BAB 5 KESIMPULAN... 35


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Sendi temporomandibula normal... 4

2 Ligamen sendi temporomandibula... 6

3 Pergerakan normal sendi temporomandibula pada saat membuka dan menutup mulut ... 9

4(a) Massa ankilosis tulang dengan deformasi kepala kondilus... 15

(b) Gambaran CT-scan ankilosis tulang ... 15

5(a) Gejala yang diakibatkan ankilosis tampak depan... 19

(b) Gejala yang diakibatkan ankilosis tampak samping... 19

(c) Terbatasnya pembukaan mulut pada ankilosis sendi temporomandibula ... 19

6 Dislokasi unilateral ... 20

6(a) Gambaran ekstraoral menunjukkan ketidakmampuan menutup mulut disertai deviasi mandibula ke sisi yang terkena dislokasi... 20

(b) Gambaran intraoral menunjukkan deviasi mandibula ... 20

7 Pembukaan mulut normal ... 23

8(a) Gambaran CT-scan ankilosis secara aksial ... 24

(b) Gambaran CT-scan ankilosis secara koronal ... 24

9 Foto panoramik anak laki-laki usia 11 tahun mengalami fibrous ankilosis... 25


(11)

11 Cara penggunaan mouth gag ... 26

12 Posisi tongue blade ... 28

13 Prosedur bedah kondilektomi ... 30

14 Insisi preaurikular dan pembukaan subkutan ... 32

15 Pembukaan sendi sehingga terlihat massa ankilosis ... 32

16 Gap arthroplasty ... 33


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Febby Rosidayani

Perawatan Hipomobiliti Sendi Temporomandibula

ix + 40 halaman

Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi trauma pada persendiannya dapat menyebabkan gangguan pergerakan sendi seperti hipomobiliti.

Hipomobiliti dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana pasien tidak memiliki rentang gerak normal pada sendi temporomandibula. Pasien yang menderita kondisi ini akan merasa nyeri ketika melakukan gerakan-gerakan fungsional dari mandibula. Gerakan fungsional yang dipengaruhi oleh hipomobiliti antara lain, mengunyah makanan, membuka mulut, berbicara dan menguap. Hipomobiliti dibagi menjadi 3 yaitu: trismus, postradiation therapy fibrosis, dan ankilosis yang memiliki etiologi masing-masing. Diagnosa yang pasti dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi pada sendi temporomandibula ketika pasien membuka maksimal mulutnya.

Perawatan hipomobiliti dapat meliputi perawatan secara non-bedah maupun bedah. Yang termasuk ke dalam perawatan secara non-bedah meliputi terapi fisik, obat-obatan, mekanis dan brisement force, sedangkan perawatan bedah yang dapat dilakukan antara lain, kondilektomi dan gap arthroplasty. Tujuan perawatan ini yaitu untuk mengembalikan fungsi sendi temporomandibula dan merekonstruksi sendi.


(13)

Penatalaksanaan hipomobiliti sendi temporomandibula merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis bedah mulut dan maksilofasial, sehingga nantinya dapat memberikan perawatan dental yang profesional dan dengan pedoman yang jelas.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga. Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang akan mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci.1 Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka telah banyak diperoleh kemajuan tentang keadaan anatomi, fisiologi dan penyakit atau kelainan sendi temporomandibula, sehingga pada umumnya kelainan dan penyakit tersebut dapat disembuhkan dengan baik.2,3

Ketika mulut membuka, terdapat dua gerakan pada sendi. Gerakan pertama adalah rotasi yang mengelilingi sumbu horisontal pada kepala kondilus dan gerakan kedua adalah translasi yaitu kondilus dan meniskus bergerak ke depan secara bersamaan di bawah eminensia artikularis.1

Sendi temporomandibula dapat mengalami beberapa gangguan, baik gangguan pada persendiannya ataupun pada otot-otot pengunyahannya. Gangguan pada persendiannya dapat berupa hipomobiliti dan hipermobiliti. Hipomobiliti adalah keterbatasan dalam gerakan-gerakan fungsional mandibula. Gerakan-gerakan fungsional yang dipengaruhi oleh hipomobiliti termasuk di antaranya, mengunyah makanan, membuka mulut ketika memasukkan makanan, berbicara dan menguap.


(15)

Penyebab hipomobiliti bervariasi, salah satunya ankilosis (bony atau fibrous) menyebabkan keterbatasan gerakan yang kompleks. Jika dibutuhkan perawatan yang disebabkan oleh hipomobiliti pada sendi temporomandibula dapat dilakukan pembedahan.4 Sedangkan hipermobiliti pada sendi temporomandibula, terjadi jika ligamen yang menahan sendi menjadi teregang, sehingga rahang bergeser seluruhnya ke depan, keluar dari tempatnya.5 Diagnosa yang pasti dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi pada sendi temporomandibula ketika pasien membuka maksimal mulutnya.4

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan hal - hal yang perlu diketahui oleh seorang dokter gigi tentang gangguan pada pergerakan sendi temporomandibula beserta perawatannya yang dapat dilakukan secara bedah maupun non bedah.

Manfaat penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi mengenai perawatan secara bedah maupun non bedah yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan pada sendi temporomandibula, sehingga nantinya dapat memberikan perawatan dental yang profesional dan dengan pedoman yang jelas.

Penulisan ini akan membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, gejala klinis serta perawatan baik secara bedah maupun non bedah dari hipomobiliti dan hipermobiliti pada sendi temporomandibula.


(16)

BAB 2

SENDI TEMPOROMANDIBULA

Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula yang terletak masuk ke dalam fosa mandibula pada tulang temporal di depan telinga. Kedua tulang ini dipisahkan oleh diskus artikularis.6 Sendi temporomandibula bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah dan berbicara. Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala yang terletak pada dua sisi kanan dan kiri, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sisi sendi ini, maka seseorang akan mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka dan menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci.1

2.1 Anatomi Sendi Temporomandibula

Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula secara bilateral dan pergerakan ke sisi kanan dan kiri adalah satu kesatuan dan berfungsi sebagai satu unit. Sendi temporomandibula terdiri dari artikulasi yang dibentuk oleh tulang yaitu fosa glenoidalis pada tulang temporal dan prosesus kondiloideus pada mandibula.2


(17)

Gambar 1. Sendi temporomandibula normal. Anonymous. Disorders of TMJ

Komponen - komponen dari artikulasi ( persendian ) yaitu ( Gambar 1 ) : 1. Prosesus kondiloideus

2. Fosa glenoidalis 3. Ligamentum kapsular 4. Selaput sinovial 5. Diskus artikularis

2.1.1 Prosesus Kondiloideus

Prosesus ini berbentuk oval dengan aksis panjang ke arah medialateral. Lebih konveks pada arah aksis antero – posterior daripada medialateral. Permukaan artikularis pada kondilus mengarah ke atas dan ke depan sehingga dipandang dari arah lateral leher kondilus berputar (membengkok) ke anterior.3 Panjang kondilus dari aksis media lateral kira-kira 20 mm dan tebal yaitu dari aksis anteroposterior 8-10 mm. Permukaan artikulasi ditutupi selapis tipis fibrokartilago. Lapisan


(18)

fibrokartilago ini tetap ada selama hidup dan akan berkurang ketebalannya setelah pertumbuhan mandibula terhenti. Bentuk, ukuran, dan keadaan dari prosesus kondiloideus ini berbeda pada setiap individu. Hal ini disebabkan banyaknya kombinasi termasuk faktor herediter dan adaptasi fungsi dari setiap individu.7,8

2.1.2 Fosa Glenoidalis

Fosa glenoidalis merupakan cekungan pada tulang temporal yang mempunyai bentuk lonjong. Letaknya di depan meatus auditorius. Batas bagian anterior dari cekung ini adalah eminensia artikularis, sedang batas cekung bagian posterior adalah tulang tipis yang merupakan dinding dari tulang temporal. Tulang tipis dari cekung sendi ini adalah radiks media dari tulang zigomatikus.8,9 Fosa ini dilapisi oleh jaringan ikat fibrous berwarna putih.8,28

2.1.3 Ligamen

Fungsi dari ligamen yang membentuk sendi temporomandibula adalah sebagai alat untuk menghubungkan tulang temporal dengan prosesus kondiloideus dari tulang mandibula serta membatasi gerak mandibula membuka, menutup mulut, pergerakan ke samping, dan gerakan lain. Ligamen yang menyusun sendi temporomandibula terdiri dari :

a. Ligamen temporomandibular b. Ligamen sphenomandibular c. Ligamen stilomandibular

Ligamen temporomandibula lebih luas di bagian atas dari pada di bagian bawahnya. Perlekatannya ke permukaan lateralis dari arkus zigomatikus dan ke


(19)

tuberkulum artikularis pada bagian atas. Di bagian bawah melekat ke kolum mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan kelenjar parotis dan kulit di sebelah lateral.8,11

Ligamen sphenomandibula bentuknya tipis dan pipih, melekat ke spina angularis os sphenoidalis pada bagian atas, melekat di bagian bawah sebelah lingual dari foramen mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan muskulus pterigoideus eksternus di bagian atas, di bagian bawah dengan arteri dan vena alveolaris inferior, lobus kelenjar parotis dan ramus mandibula.8,11

Ligamen stilomandibula bentuknya bulat dan panjang. Ligamen ini melekat ke prosesus stiloideus os temporalis di bagian atas. Di bagian bawah melekat ke angulus mandibula dan margo posterior dari ramus mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan muskulus masseter dan kelenjar parotis pada bagian lateral.8,11

Gambar 2. Ligamen sendi temporomandibula (Ballaji SM. Textbook oral

& maxillofacial surgery. New Delhi : Elsevier, 2007 : 428)


(20)

Di bagian dalam dari kapsula artikularis melekat suatu selaput yang tipis yang disebut selaput sinovial. Selaput ini mengeluarkan cairan sendi yang disebut dengan sinovia. Selaput ini tidak membungkus meniskus. Cairan sendi ini bekerja sebagai minyak sendi yang memungkinkan meniskus dan prosesus kondiloideus bergerak dengan halus.9

2.1.5 Diskus Artikularis (Meniskus)

Rongga sendi terbagi menjadi 2 bagian yaitu rongga sendi bagian atas dan rongga sendi bagian bawah oleh tulang yang berbentuk gepeng yang disebut dengan diskus artikularis atau meniskus. Meniskus ini mempunyai permukaan yang cekung di bagian bawah dan pada bagian atas berbentuk sebagian cekung dan sebagian lagi cembung (konveks-konkaf). Bentuk meniskus yang demikian ini sesuai dengan keperluannya yaitu mengisi ruangan sendi yang terdapat antara permukaan prosesus kondiloideus dan fosa glenoidalis. Permukaan bawah yang cekung sesuai dengan permukaan prosesus kondiloideus sedang permukaan atas yang cembung-cekung tadi sesuai dengan permukaan dari fosa glenoidalis.9

Diskus tersusun atas 3 bagian, yaitu pita posterior dengan ketebalan sekitar 3 mm, zona intermedial yang tipis dan pita anterior dengan ketebalan sekitar 2 mm. Bagian paling tipis terdapat pada tengah dan menebal pada bagian tepi, sementara tonjolan besar terdapat pada perlekatan posterior, yaitu zona bilaminar. Zona bilaminar ini sangat menonjol karena terdiri dari 2 lapisan serabut yang dipisahkan oleh jaringan ikat renggang alveolar, yaitu bagian superior terbentuk terutama dari serabut elastik dan bagian inferior terutama terbentuk oleh jaringan fibrous. Jaringan


(21)

pelekat bagian posterior mendapat banyak persyarafan dari nervus aurikulotemporalis. Pada bagian anterior diskus bersambung dengan fasial pterigoid eksternus dan kapsul sendi. Di sebelah posterior-anterior terhadap prosesus kondiloideus dan anterior dari zona bilaminar. Diskus banyak mengandung pembuluh darah sehingga disebut tonjolan pembuluh darah (vascular knee).1,2,8

Diskus artikularis terdiri dari sel-sel fibroblast, sel tulang rawan dan kondrosit. Diskus ini dapat menahan tekanan yang mengenai sendi, tanpa mengurangi kelenturannya.9

2.2Pergerakan normal sendi temporomandibula

Sendi temporomandibula merupakan sendi yang kompleks. Pergerakan normal dari sendi ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu gerak rotasi dan gerak translasi atau meluncur.11

1. Gerak rotasi

Yaitu gerakan mengelilingi rongga inferior ( ruang di antara kondilus dan diskus artikularis) yang terjadi antara diskus artikularis terhadap permukaan artikulasi prosesus kondiloideus sehingga diskus bergerak sedikit ke posterior, kondilus ke anterior, m. pterigoideus lateral inferior dan m. pterigoideus lateral superior berkontraksi.

2. Gerak Translasi (meluncur)

Yaitu gerakan yang kompleks dari prosesus kondiloideus dan diskus artikularis terhadap permukaan fosa glenoidalis. Gerak translasi terjadi di dalam rongga superior sendi antara permukaan atas diskus artikularis dan permukaan fosa


(22)

glenoidalis sehingga diskus beserta kondilus bergerak ke anterior mengikuti guiding

line sampai ke eminensia artikularis. Semua otot dalam keadaan kontraksi. Diskus

artikularis berperan sebagai tulang yang tidak terkalsifikasi pada kedua gerakan ini. Gerak sendi pada individu dewasa yang normal mempunyai kisaran 20 – 25 mm antara gigi geligi anterior atas dan bawah. Bila dikombinasikan dengan gerak meluncur kisaran gerak membuka mulut yang normal akan meningkat menjadi 35 – 55 mm.1,11

Gambar 2

BAB 3

Gambar 3. Pergerakan normal sendi temporomandibula pada saat membuka dan menutup mulut


(23)

GANGGUAN PERGERAKAN SENDI TEMPOROMANDIBULA

Gangguan sendi temporomandibula dikenal sebagai penyebab utama nyeri nondental pada daerah orofasial dan dianggap sebagai subklasifikasi dari kelainan muskoskeletal. Gejala yang paling sering dijumpai berupa rasa nyeri di daerah depan telinga atau pada sendi temporomandibula. Rasa nyeri biasanya bertambah hebat pada saat mengunyah atau gerakan rahang lainnya. Penyakit ini sering dijumpai pada sebagian besar orang dewasa, mereka melaporkan adanya satu atau lebih tanda-tanda gangguan pada daerah sendi temporomandibula, keluhan pasien berupa sakit pada rahang, telinga, kepala dan nyeri wajah.12

Gangguan sendi temporomandibula merupakan gangguan fungsi dari sendi rahang yang timbul akibat adanya kelainan struktural dalam sistem persendian yaitu berupa gangguan pertumbuhan atau perkembangan dan trauma. Gangguan pergerakan sendi temporomandibula dibagi menjadi 2 yaitu, hipomobiliti dan hipermobiliti, dimana pada hipomobiliti seseorang memiliki keterbatasan dalam membuka mulutnya sedangkan hipermobiliti seseorang memiliki kemampuan membuka mulut secara berlebihan sehingga dapat terjadi dislokasi sendi temporomandibula yang menyebabkan tidak dapat menutup mulutnya.5

3.1 Hipomobiliti 3.1.1 Definisi


(24)

Hipomobiliti adalah suatu kondisi dimana pasien tidak memiliki rentang gerak normal pada sendi temporomandibula. Pasien yang menderita kondisi ini akan merasa nyeri ketika melakukan gerakan-gerakan fungsional dari mandibula. Gerakan fungsional yang dipengaruhi oleh hipomobiliti antara lain, mengunyah makanan, membuka mulut untuk memasukkan makanan, berbicara dan menguap.4

3.1.2 Klasifikasi, etiologi dan gejala klinis

Klasifikasi yang digunakan untuk menjelaskan hipomobiliti sendi temporomandibula seperti tercantum dalam guidelines of the American Academy of

Orofacial Pain, Hipomobiliti dibagi menjadi 3 yaitu, Trismus, Postradiation therapy fibrosis, dan ankilosis.10

a). Trismus

Didefinisikan sebagai suatu kontraksi tonik dari otot mastikasi. Dahulu istilah trismus digunakan untuk menggambarkan gejala klinis dari tetanus, yaitu lock jaw atau rahang yang terkunci, yang merupakan suatu gejala klinis yang disebabkan oleh toksin tetanus terhadap kontraksi otot mastikasi atau pengunyah. Saat ini istilah trismus digunakan untuk menggambarkan setiap bentuk keterbatasan dalam membuka mulut secara normal dan disertai rasa sakit dan kliking sebagai salah satu gejala pada sendi temporomandibula , termasuk di dalamnya akibat dari trauma, pembedahan dan radiasi. Keterbatasan dalam membuka mulut ini atau trismus dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di dalamnya kekurangan zat-zat nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan, gangguan dalam berbicara, dan


(25)

pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi. Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup si penderita dalam berbagai cara. Komunikasi akan sulit dilakukan jika seseorang mengalami trismus. Tidak hanya gangguan dalam berbicara akibat mulut tidak bisa terbuka dengan sempurna, tetapi juga terdapat gangguan dalam artikulasi dan resonansi suara sehingga kualitas suara yang dikeluarkan akan menurun.5,30

Hambatan dari pegerakan rahang tersebut secara garis besar disebabkan oleh trauma, terapi radiasi, pembedahan dan berbagai gangguan pada sambungan rahang lainnya. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada otot rahang, kerusakan pada sambungan rahang, pertumbuhan jaringan ikat yang terlalu cepat (pembentukan jaringan parut) atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Berdasarkan proses diatas maka etiologi dari trismus dapat dibagi 3 yaitu:13

1. Faktor eksternal : neoplasma pada rahang, infeksi akut, miositis, penyakit sistemik misalnya skleroderma, pseudoankilosis, luka bakar atau berbagai trauma lainnya yang mengenai otot-otot rahang.

2. Faktor internal: Ankilosis tulang pada sambungan rahang, ankilosis jaringan ikat pada sambungan rahang, artristis, infeksi, trauma, mikro trauma (termasuk di dalamnya bruksism), gangguan susunan saraf pusat (tetanus, lesi pada nervus trigeminal) dan obat-obatan.

3. Faktor iatrogenik, antara lain : 13 a. Pasca odontektomi molar tiga.


(26)

Molar tiga terpendam merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi diantara gigi geligi yang lain. Pengambilan gigi molar tiga bawah impaksi biasanya dilakukan secara pembedahan (odontektomi), yang biasanya dilakukan dengan anestesi lokal. Pasca pengambilan gigi molar tiga terpendam secara odontektomi antara lain dapat menimbulkan pembengkakan dan trismus. Trismus yang timbul dapat bersifat sementara atau permanen. Trismus bersifat sementara hanya disebabkan oleh peradangan dan gangguan refleks saraf motorik otot-otot pengunyah, sedangkan trismus yang permanen biasanya karena gangguan pada sendi temporomandibula.13

b. Injeksi yang dilakukan saat anestesi.

Trismus terjadi sebagai akibat komplikasi anestesi mandibula, pada infiltrasi dan blok anestesi pada regio posterior rahang atas. Dimana ketiga teknik ini melibatkan penetrasi jarum ke otot-otot mastikasi dan deposisi larutan anestesi ke jaringan yang banyak vaskularisasinya. Pada ketiga teknik tersebut, dapat terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan hematom yang luas pada fosa infra temporal, hal ini terjadi bila jarum melewati pleksus vena pterigoideus. Infeksi hematom pada tempat tersebut akan menyebabkan bertambahnya rasa sakit dan terjadinya kerusakan jaringan yang luas, konsekuensinya adalah hipomobiliti dari sendi temporomandibula.13

Gambaran klinis dari trismus adalah gangguan dalam membuka mulut. Pada pasien yang menderita kanker hal ini biasanya terjadi akibat radiasi atau pembedahan, kerusakan pada saraf, atau gabungan dari berbagai faktor. Pada penderita stroke, hal ini terjadi akibat gangguan pada sistem saraf pusat. Gangguan dalam membuka mulut


(27)

sering diiringi dengan gangguan bicara dan menelan dan kombinasi dari gejala tersebut akan menyulitkan penanganan pada penderita. Pada penderita yang mengalami trismus akibat terapi radiasi, juga sering mengalami xerostomia, mukusitis dan nyeri yang timbul dari luka bakar radiasi. Semua hal tersebut sering dihubungkan dengan gejala klinis lain yang ditemukan, seperti sakit kepala, nyeri pada rahang, nyeri telinga, ketulian, atau nyeri pada pergerakan rahang. Pada kasus temporomandibula yang mengalami kekakuan, biasanya sendi tersebut mengalami proses pembentukan jaringan ikat atau ankilosis.13

b). Postradiation therapy fibrosis

Merupakan efek dari terapi radiasi pada pasien untuk pengobatan kanker leher dan struktur orofaringeal. Pasien dapat mengalami keterbatasan pergerakan mandibula. Terapi yang memiliki jangkauan yang luas, misalnya mobilisasi, dalam upaya untuk meningkatkan fungsi pengunyahan yang belum berhasil dilakukan. Terapi radiasi pada pasien dengan pengobatan kanker leher dan struktur orofaringeal dapat menyebabkan fibrosis yang parah dari otot pengunyahan dan leher pada pasien yang tidak dapat menerima perawatan terapi. Akibat dari pembedahan dapat menyebabkan kejang otot pasca operasi yang membuat mobilisasi menjadi sulit. Jika terapi fisik tidak dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit, seringkali sudah terlambat untuk memperoleh efek perbaikan apapun.14


(28)

Ankilosis sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan jaringan yang terlibat dan perluasannya, menyeluruh atau sebagian. Ankilosis sejati atau pseudoankilosis (ankilosis semu) atau ankilosis tulang, ankilosus fibrous atau ankilosis fibroseus.2,15,16

Berdasarkan jaringan yang terlibat dan perluasannya, ankilosis terbagi atas ankilosis tulang dan ankilosis fibrous.2,15,16

1. Ankilosis tulang

Adalah penyatuan fusi kepala kondilus dan artikulasi bagian tulang temporal dengan jembatan oseus. Pertumbuhan tulang yang mempengaruhi ankilosis dapat berbeda-beda konturnya antara pasien yang satu dengan yang lain. Kadang-kadang manifestasi ankilosis dapat hanya berupa pertumbuhan berlebih yang ringan pada kepala kondilus karena bersatu dengan fosa glenoidalis. Pada beberapa kasus, kepala kondilus dapat mengalami pembesaran dengan tidak terdapatnya kontur normal.15,16

Gambar 4.(a)massa ankilosis tulang dengan deformasi kepala kondilus (b) gambaran CT-scan ankilosis tulang ( Malik NA. Textbook of oral and

maxillofacial surgery. 2nd Ed. 2008:227)

Kondisi ini disebabkan oleh proliferasi sel-sel tulang yang mengakibatkan penyatuan struktur keras sendi temporomandibula, sehingga terjadi immobilisasi sendi temporomandibula secara menyeluruh. Kondisi ini dapat berkembang karena


(29)

infeksi, fraktur atau penyakit inflamasi kronis. Terjadinya insidens ankilosis tulang yang sangat besar disebabkan adanya riwayat penggunaan antibiotik.15,16

2. Ankilosis Fibrous

Adalah ankilosis yang disebabkan oleh restriksi pergerakan mandibula karena perlekatan fibrous antara kepala kondilus, fosa glenoidalis dan kemungkinan eminensia artikularis. Kontinuitas meniskus tidak muncul. Ankilosis fibrous dapat mendahului ankilosis tulang dan kombinasi perlekatan fibrous dan tulang antara kondilus dan fosa glenoidalis dapat terjadi. 15,16

Jaringan fibrous dapat melekatkan kondilus, diskus atau jaringan retrodiskal pada dinding posterior kapsul, fosa atau eminensia artikularis. Beberapa kondisi dapat menyebabkan ankilosis fibrous. Penyebab yang paling umum adalah hematoma sekunder pada trauma sendi, yang juga bisa terjadi setelah pembedahan atau akibat dari perluasan sinovitis. Perlekatan dalam sendi dapat juga mengarah pada ankilosis fibrous.16

Perlekatan dapat disebabkan oleh aktivitas sejumlah sendi sewaktu clenching yang berkepanjangan dan mengakibatkan kelelahan pada sistem lubrikasi atau pelumas pada permukaan artikular dan menyebabkan kekakuan diskus pada eminensia dalam waktu yang cepat. Pada tahap ini perlekatan dapat dengan mudah dihilangkan dengan gerakan kondilus. Jika perlekatan dibiarkan matur, maka perlekatan tersebut dapat membentuk pita fibrous yang dapat menyebabkan permukaan artikular menjadi kaku secara permanen. Meskipun sebagian besar perlekatan berkembang pada kavitas sendi bagian superior antara diskus dan eminensia, juga terlihat pada kavitas sendi inferior antara diskus dan kondilus.16


(30)

Etiologi atau penyebab ankilosis adalah multifaktor. Trauma waktu lahir, hematrosis,atrosis supuratif dan fraktur kondilus merupakan beberapa hal yang dapat menyebabkan ankilosis, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :11,17,18

1. Trauma waktu lahir 2,15,16

Trauma ini dapat menyebabkan terjadinya ankilosis infatil atau disebut juga ankilosis kongenital. Umumnya terjadi pada kasus proses kelahiran yang sulit, khususnya bila menggunakan alat bantu lahir atau delivery forcep/ tang lahir. Cedera pada rahang yang disebabkan alat ini seringkali tidak disadari sampai kemudian jika diperhatikan anak tersebut hanya dapat membuka rahangnya sedikit saja ketika sudah memiliki gigi desidui dan mulai mencoba mengunyah makanan. Ankilosis kongenital ini mengakibatkan tidak berkembangnya rahang karena pertumbuhan mandibula tergantung pada pusat pertumbuhan kondilus, dimana pada keadaan ini pertumbuhannya terganggu, sehingga menyebabkan bird face ( wajah seperti burung), pertumbuhan gigi yang tidak beraturan dan impaksi gigi.

2. Hematrosis 2,15,16

Hematrosis juga merupakan salah satu penyebab ankilosis. Hematrosis biasanya disebabkan oleh fraktur basis kranium yang meluas sampai fosa mandibula dan bisa juga terjadi karena fraktur intrakapsular.


(31)

Atrosis supuratif dapat berakhir pada ankilosis. Jika atrosis supuratif tersebut disebabkan oleh penyebab lokal, biasanya hanya satu sendi yang terlibat. Hal itu bisa saja karena infeksi telinga atau mastoiditis ataupun bisa terjadi hematogen.

4. Fraktur kondilus2,15

Trauma terlihat sebagai penyebab ankilosis sendi temporomandibula. Ankilosis dapat terjadi terutama karena adanya fraktur multipel pada kepala kondilus dimana proses penyembuhan bagian tulang yang fraktur mengalami kehancuran. Penyebabnya dapat berupa perdarahan intraartikuler ataupun periartikuler. Ankilosis berbeda dengan sinatrosis yang terjadi karena obstruksi pada fragmen fraktur.

Gejala klinis yang diakibatkan oleh ankilosis sendi temporomandibula dapat dilihat dari aspek fungsional, estetis dan psikologis yaitu :23

a) Keterbatasan pada pergerakan rahang dan membuka mulut b) Berkurangnya fungsi pengunyahan

c) Terhambatnya pertumbuhan wajah d) Gangguan bicara

e) Terjadi hipoplasia mandibula sehingga menyebabkan bird face

f) Jika ankilosis hanya terjadi pada satu sisi menyebabkan asimetri wajah g) Kesulitan bernafas dan menelan

h) Kesulitan untuk menjaga oral higiene sehingga gigi mudah karies i) Gigi berjejal akibat kekurangan ruang erupsi


(32)

a b c

Gambar (5a) Gejala yang diakibatkan ankilosis tampak depan (5b) tampak samping (5c) Terbatasnya pembukaan mulut pada ankilosis sendi temporomandibula (Rishiraj B, McFadden LR. Treatment of

temporomandibular joint ankylosis a case report. J can dent Assoc 2001;67(11):659-63)

3.2 Hipermobiliti

3.2.1 Definisi

Hipermobiliti sendi temporomandibula adalah teregangnya ligamen yang menahan sendi sehingga rahang bergeser seluruhnya ke depan, keluar dari tempatnya.26

3.2.2 Klasifikasi, etiologi dan gejala klinis

Klasifikasi yang digunakan untuk menjelaskan hipermobiliti sendi temporomandibula seperti tercantum dalam guidelines of the American Academy of

Orofacial Pain, Hipermobiliti dibagi menjadi 2 yaitu, subluksasi dan dislokasi.10

Subluksasi dikenal sebagai dislokasi kronis berulang atau dislokasi habitual. Dikatakan sebagai dislokasi kronis berulang karena kondilus dapat bergerak ke anterior daripada eminensia artikularis sewaktu gerakan membuka dan meluncur, tapi pasien mampu memanipulasi kembali ke posisi normal. Subluksasi dapat terjadi karena pembukaan mulut yang terlalu ekstrim seperti tertawa dan menguap yang


(33)

terlalu besar, pengunyahan dengan objek yang besar (menggigit apel penuh), apabila rahang dibuka secara paksa selama anestesi umum, selama bronkoskopi atau saat menggunakan mouth gag dengan cara yang salah dan karena pukulan di dagu ketika mulut terbuka lebar.19

Dislokasi merupakan suatu keadaaan dimana terjadi keluarnya kaput sendi dari ruang sendi. Hal ini dapat terjadi bila kapsul dan ligamentum sendi temporomandibula cukup longgar sehingga kondilus dapat bergerak ke anterior daripada eminensia artikularis sewaktu gerakan membuka dan meluncur. Kemudian oleh kontraksi dan spasme otot-otot pembuka dan penutup mulut kondilus terkunci dalam keadaan demikian, pasien tidak dapat menutup mulutnya. Dislokasi dapat terjadi unilateral dan bilateral dan dapat timbul dengan spontan pada waktu membuka mulut terlalu lebar, misalnya pada saat makan atau menguap.2,19

Gambar 6. Dislokasi unilateral (a) gambaran ekstraoral menunjukkan ketidakmampuan menutup mulut disertai deviasi mandibula ke sisi yang terkena dislokasi (b) gambaran intraoral menunjukkan deviasi mandibula (Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial

surgery. 2nd Ed. 2008 : 213)


(34)

Beberapa etiologi dislokasi :20

1. Pasien yang mempunyai fosa mandibula yang dangkal serta kondilus yang tidak berkembang dengan baik.

2. Anatomi yang abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligamen yang akan mempunyai kecenderungan untuk terjadi kembali (rekuren).

3. Reaksi atau faktor psikogenik pasien, misalnya karena membuka mulut dan tertawa yang terlalu lebar atau terlalu lama serta faktor stres pasien. 4. Adanya riwayat trauma mandibula, biasanya disertai dengan multiple

trauma.

5. Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis.

6. Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan neurologis.

Dislokasi kronis rekuren berhubungan dengan kelemahan kapsula dan ligamen yang diakibatkan oleh penyembuhan yang tidak adekuat dari penyakit degeneratif serta adanya trauma dan disharmoni oklusal, yang akan menyebabkan spasme dari otot-otot masseter dan pterigoid lateralis. Masalah emosional dan gangguan neurofisiologis adalah faktor lain yang berhubungan.20


(35)

BAB 4

PERAWATAN HIPOMOBILITI SENDI TEMPOROMANDIBULA

Diagnosa hipomobiliti sendi temporomandibula tergantung pada etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis serta ketepatan interpretasi dari gambaran radiografi.21 Keluhan utama yang sering dirasakan pasien dengan hipomobiliti sendi temporomandibula berupa rasa nyeri dan keterbatasan dalam membuka mulut. Pemeriksaan klinis pada pasien hipomobiliti sendi temporomandibula penting dilakukan untuk membantu dalam menentukan teknik interpretasi pemeriksaan radiografi dan perawatan yang nantinya akan di lakukan.

Perawatan hipomobiliti dapat meliputi perawatan secara non-bedah maupun bedah. Yang termasuk ke dalam perawatan secara non-bedah meliputi terapi fisik, obat-obatan, mekanis dan brisement force, sedangkan perawatan bedah yang dapat dilakukan antara lain, kondilektomi dan gap arthroplasty.32,33 Perawatan hipomobiliti

sendi temporomandibula ini bertujuan untuk mengembalikan mobilitas sendi dengan melakukan tindakan pemisahan sendi, sehingga terjadi pembukaan mulut.15,21-23

4.1 Diagnosa Hipomobiliti

Keluhan yang sering dirasakan oleh penderita hipomobiliti sendi temporomandibula hampir sama dengan keluhan pada gangguan sendi temporomandibula lainnya, berupa rasa nyeri maupun tidak disertai rasa nyeri, kliking atau bunyi pada sendi kekakuan otot serta keterbatasan dalam membuka mulut akibat trauma atau fraktur yang menyebabkan penyatuan prosesus


(36)

kondiloideus, fosa glenoidalis serta diskus artikularis baik oleh jaringan ikat maupun tulang. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi untuk menegakkan diagnosa hipomobiliti sendi temporomandibula.

4.1.1 Pemeriksaan klinis

Mula-mula harus dilakukan inspeksi secara umum untuk melihat keadaan gigi pasien (susunan gigi, oklusi, pola menggigit yang abnormal), sendi temporomandibula, serta otot-otot daerah wajah dan kepala, apakah dijumpai adanya deformitas ataupun kekakuan otot.24 Selanjutnya harus diamati pola gerakan depresi mandibula, protrusi dan gerakan ke lateral yang merupakan gerakan osteokinematik untuk mendiagnosa hipomobiliti. Hipomobiliti terjadi ketika adanya keterbatasan pada salah satu atau gabungan pada gerakan osteokinematik yaitu :4

Pada gerakan depresi mandibula pasien tidak dapat mencapai jarak 35 mm untuk pembukaan mulut (interincisal opening). Secara fungsional jarak normalnya berkisar antara 35-55 mm.4

Gambar 7. Pembukaan mulut normal (http:/ 2010)


(37)

Pada gerakan protrusi mandibula, yaitu pasien tidak dapat mencapai posisi

edge to edge pada gigi insisivus sentralis ( tidak berlaku pada pasien kelas III Angle).

Secara fungsional protrusi mandibula terjadi ketika insisivus sentralis mandibula dapat bergerak melewati insisivus sentralis maksila.4

Pada gerakan lateral mandibula, yaitu selama pergerakan mandibula ke kanan, pasien tidak bisa mencapai posisi edge to edge dari gigi kaninus kanan mandibula ke gigi kaninus kanan maksila, ini juga berlaku pada gigi kaninus kiri sewaktu mandibula bergerak ke kiri. Secara fungsional gerakan lateral mandibula ke kanan terjadi ketika gigi kaninus kanan mandibula dapat bergerak melewati gigi kaninus kanan maksila, ini juga berlaku pada gigi kaninus kiri selama pergerakan lateral mandibula ke kiri.4

4.1.2 Pemeriksaan radiografi

Sebagai pemeriksaan tambahan, dapat dilakukan dental panoramic X-rays untuk memeriksa keadaan dan susunan gigi. Untuk mengukur lebar anteroposterior dan relasi sendi terhadap fosa kranio media dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan, sementara MRI lebih sesuai untuk menilai keadaan jaringan lunak dari sendi temporomandibula, seperti piringan sendi atau ligamennya.24


(38)

Pada pemeriksaan radiografi, sendi temporomandibula yang terkena ankilosis akan menunjukkan gambaran adanya kehilangan bentuk sendi yang normal dengan penyatuan prosesus kondiloideus dengan fosa glenoidalis. Dimana luasnya bervariasi dan tergantung pada keparahan ankilosis tersebut.

Gambar 9. Foto panoramik anak laki-laki usia 11 tahun mengalami fibrous ankilosis ( tanda panah) (Bumann A, Lotzmann U, Mah J. Color atlas of

dental medicine TMJ disorders and orofacial pain. 2002 : 282)

Gambar 10. Bony ankilosis bilateral (Bumann A, Lotzmann U, Mah J. Color atlas of


(39)

4.2 Perawatan hipomobiliti 4.2.1 Non-bedah

Perawatan hipomobiliti dapat dilakukan secara non-bedah dengan brisement

force, terapi fisik, obat-obatan dan mekanis. Perawatan hipomobiliti secara non-bedah

diindikasikan pada kasus trismus, postradiation therapy fibrosis, dan ankilosis fibrous.

Dengan brisement force, yaitu dimana rahang dibuka dengan paksa, setelah pasien terlebih dahulu di anestesi umum. Pembukaan rahang dengan paksa tersebut dengan memakai mouth gag. Setelah rahang dapat digerakkan, pasien selanjutnya harus berlatih setiap hari membuka dan menutup mulut dengan mempergunakan bantalan karet di antara giginya. Metode perawatan seperti ini memakan waktu lama dan hanya berhasil bagi penderita dengan ankilosis fibrous atau trismus ( kekakuan otot-otot).2

Gambar11.Cara penggunaan mouth ga

Perawatan dengan terapi fisik antara lain:4,15,21

Tongue up and open/close. Pasien yang memiliki keterbatasan membuka


(40)

mulut dengan lidah diletakkan ke palatum. Membuka dan menutup mulut dengan lidah, sampai batas kondilus melakukan gerakan rotasi dan mencegah translasi. Latihan ini menciptakan gerakan yang bisa dikontrol sekaligus meningkatkan kepercayaan pasien bahwa gerakan ini tidak menimbulkan rasa nyeri. Latihan ini dapat dilakukan beberapa kali sepanjang hari. Setelah inflamasi menurun, membuka dan menutup mulut dapat dilakukan dengan lidah ke bawah atau posisi normal untuk memungkinkan pembukaan lebih dari 25 mm.4

Horizontal tongue blade exercise. Pasien menempatkan tujuh buah tongue blade tetapi bertahap satu persatu sampai pembukaan mulut kira-kira 11 mm secara

horizontal di antara gigi insisivus sentralis maksila dan mandibula dengan posisi memegang ujung tongue blade. Tujuh buah tongue blade kira-kira sama dengan 11 mm bila diletakkan di antara gigi insisivus sentralis. Gerak translasi normal biasanya dimulai dengan interincisal opening sekitar 11 mm. Dengan tongue blade di letakkan di antara gigi insisivus sentralis maksila dan mandibula, pasien menggerakkan mandibula ke depan dan ke belakang berulang-ulang 30 kali per sesi, diulang 1 sampai 3 kali per hari. Gerak ke depan dan belakang mandibula dapat memperbaiki gerak translasi kondilus. Gerakan translasi yang berulang-ulang dengan interincisal


(41)

Gambar 12. Posisi tongue blade (Rao A.Principles

and practice of pedodontics. 2nd. India : Jaypee,

2008 : 123)

Terapi panas juga dapat mengurangi rasa nyeri dan kekakuan otot. Caranya adalah meletakkan handuk basah hangat selama 10-15 menit pada daerah yang terserang (biasanya pada daerah masseter). Penggunaan sinar infra red juga bias dilakukan selama 30 menit.15,21

Terapi obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen sangat efektif digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Apabila terjadi spasme otot pada hipomobiliti sendi temporomandibula misalnya trismus dapat diberikan relaksan otot, obat yang biasa dipakai adalah Chlorzoxazone, Metaxalone dan Diazepam.15,21

Perawatan hipomobiliti sendi temporomandibula secara mekanis meliputi penggunaan splin, penyesuaian oklusal, restorasi prostetik dan perawatan ortodontik. Perawatan ini dilakukan pada pasien dengan trismus yang bersifat sementara, dimana apabila faktor penyebabnya dihilangkan maka trismus tersebut juga akan hilang. Splin oklusal digunakan untuk mengoreksi gangguan nyeri miofasial, pergeseran diskus ke anterior dengan reduksi. Restorasi prostetik dan perawatan ortodontik


(42)

dilakukan untuk mengoreksi gangguan oklusi dan gangguan perkembangan sendi temporomandibula.15,21

4.2.2 Bedah

Terapi bedah pada hipomobiliti sendi temporomandibula diindikasikan pada kasus trismus permanen dan ankilosis tulang yang betujuan untuk menciptakan sendi yang fungsional sehingga memperbaiki fungsi pengunyahan pasien, merekonstruksi sendi, dan mengembalikan pertumbuhan wajah yang normal pada pasien, adapun terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain kondilektomi dan gap arthroplasty.

4.2.2.1 Kondilektomi

Hipomobiliti sendi temporomandibula dapat juga dilakukan perawatan bedah dengan kondilektomi, yaitu pengambilan sebagian kondilus atau membentuk kondilus kembali sesuai dengan fosa artikularis.2 Indikasi dari perawatan kondilektomi yaitu pada kasus ankilosis fibrous, dimana ruang sendi diisi oleh jaringan ikat fibrous, tetapi deformitas pada kepala kondilus tidak terlalu banyak.32

Teknik pembedahan :2,15

1.Dilakukan di bawah anestesi umum.

2.Sebuah tampon dimasukkan ke dalam rongga telinga.

3.Untuk mencegah darah masuk ke dalam liang telinga, dibuat insisi di depan telinga, vertikal bersudut, flep kutan dilepaskan dari jaringan submukus.

4.Pendarahan diatasi dengan: pemakaian vasokonstriksi secara lokal, deppen,

suction, klemp, sedangkan pembuluh darah yang besar dengan arteriklem atau


(43)

5.Dicari arkus zigomatikus dan tepat di bawah pangkalnya terletak sendi temporomandibula.

6.Untuk tepat dapat melokalisir kondilus, maka mandibula digerakkan ke depan, maka kondilus akan menonjol. Setelah ini kapsul artikularis di insisi horizontal sehingga kondilus akan kelihatan jelas.

7.Kemudian dilakukan pemotongan kondilus atau “shaving” (dilicinkan) dengan membatasi pengambilan tulang sekitar 3-4 mm. Hal ini dilakukan agar vertikal dimensi pasien tidak berubah dari normalnya.

8.Setelah itu daerah operasi dibersihkan

9.Lakukan penjahitan pada kapsul artikularis, beri drainase karet, jahit subkutan dan kutan, lalu dressing.

Gambar 13. Prosedur bedah kondilektomi ( Malik NA.Textbook of oral and maxillofacial


(44)

4.2.2.2Gap arthroplasty

Perawatan hipomobiliti sendi temporomandibula yang berupa ankilosis dapat dilakukan perawatan dengan gap arthroplasty. Gap arthroplasty adalah metode perawatan ankilosis pada sendi temporomandibula dengan cara membuat celah minimal 1 cm antara fosa glenoidalis dengan ramus mandibula dengan tujuan mencegah kambuhnya ankilosis tanpa menempatkan substansi di antara celah tersebut. Indikasi perawatan gap arthroplasty yaitu pada kasus ankilosis tulang yang meluas dimana seluruh persendian digantikan oleh massa tulang.11 Perawatan ankilosis pada sendi temporomandibula dengan gap arthroplasty adalah sebagai berikut :5,22-30

1) Prosedur pembedahan dilakukan di bawah anestesi umum dengan menggunakan intubasi melalui trakeostomi karena sulitnya intubasi secara naso dan endotracheal. Trakeostomi dilakukan untuk menghindari terjadinya sumbatan pada jalan nafas.

2) Dilanjutkan dengan pembuatan insisi preaurikular. Insisi dilakukan melalu fasia temporal superfisialis yang diretraksi di bagian anterior untuk menghindari terjadinya cedera pada saraf fasialis.


(45)

Gambar 14. Insisi preaurikular dan pembukaan subkutan (Toledo GL, et all.

Temporomandibular joint ankylosis surgical treatment with arthroplasty in gap literatur

review and clinical case presentation)

3) Insisi pada daerah preaurikular dilakukan sehingga periosteum pada daerah arkus zigomatikum terlihat.

4) Setelah daerah sendi terlihat dan diidentifikasi, daerah yang mengalami ankilosis dilakukan osteotomi pada massa tulang dengan menggunakan bur dan pahat.

Gambar 15.Pembukaan sendi sehingga terlihat massa ankilosis (Toledo GL, et all.

Temporomandibular joint ankylosis surgical treatment with arthroplasty in gap literatur

review and clinical case presentation)


(46)

5) Kemudian dilakukan osteotomi pada prosesus kondiloideus dan fosa glenoidalis sehingga terbentuk celah 10-15 mm antara bagian atas fosa dengan mandibula, celah yang dibentuk ini berguna agar pertemuan kepala kondilus dengan fosa glenoidalis tidak longgar dan sesuai dengan vertikal dimensi pasien, kemudian bagian tulang yang tajam dihaluskan dengan bone file.

6) Irigasi dengan larutan povidon iodine dan drainase dengan larutan saline untuk mencegah terjadinya edema dan infeksi.

7) Flap dikembalikan dan dijahit, kemudian dilakukan dressing pada luka bedah.

Gambar 16. Gap arthroplasty (Toledo GL,et all. Temporomandibular joint ankylosis

surgical treatment with arthroplasty in gap literatur review and clinical case presentation)


(47)

4.3 Komplikasi

4.3 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada perawatan bedah hipomobiliti sendi temporomandibula yaitu :26

a. Inflamasi

b. Perdarahan karena terjadinya kerusakan pada pembuluh darah temporalis superfisialis, pleksus pterigoideus dan maksila internal

c. Kerusakan pada meatus auditorius eksternus

d. Kerusakan pada fosa glenoidalis yang dapat menyebabkan perforasi ke dalam fosa cranial media

e. Kerusakan saraf aurikulotemporalis dan saraf fasialis f. Menyebabkan kerusakan pada kelenjar parotis

g. Open bite

h. Rekurensi yang dapat terjadi karena tidak adekuatnya celah yang telah dibuat dan fisioterapi yang tidak adekuat.

Gambar 17. Flap dikembalikan dan dijahit (Toledo GL, et all.

Temporomandibular joint ankylosis surgical treatment with arthroplasty in gap literatur review and clinical case presentation)


(48)

BAB 5 KESIMPULAN

Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala yang terletak pada dua sisi kanan dan kiri, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sisi sendi ini, maka seseorang akan mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka dan menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci.

Sendi temporomandibula terdiri dari artikulasi yang dibentuk oleh tulang yaitu fosa glenoidalis pada tulang temporal dan prosesus kondiloideus pada mandibula. Sendi temporomandibula merupakan sendi yang kompleks. Pergerakan normal dari sendi ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu gerak rotasi dan gerak translasi atau meluncur.

Hipomobiliti adalah keterbatasan dalam gerakan-gerakan fungsional dari mandibula. Gerakan fungsional yang dipengaruhi oleh hipomobiliti antara lain, mengunyah makanan, membuka mulut, berbicara dan menguap. Klasifikasi yang digunakan untuk menjelaskan hipomobiliti sendi temporomandibula dibagi menjadi 3 yaitu, Trismus, Postradiation therapy fibrosis, dan ankilosis, seperti tercantum dalam

guidelines of the American Academy of Orofacial Pain.

Etiologi dari hipomobiliti dapat diakibatkan oleh faktor eksternal, faktor internal serta faktor iatrogenik misalnya kaku otot pasca pengambilan molar tiga, komplikasi dari anastesi sewaktu pencabutan gigi posterior rahang atas dan efek dari terapi radiasi pada pasien untuk pengobatan kanker leher dan struktur orofaringeal.


(49)

Keluhan utama yang sering dirasakan pasien dengan hipomobiliti sendi temporomandibula berupa rasa nyeri dan keterbatasan dalam membuka mulut. Pemeriksaan klinis pada pasien hipomobiliti sendi temporomandibula penting dilakukan untuk membantu dalam menentukan teknik interpretasi pemeriksaan radiografi dan perawatan yang nantinya akan di lakukan.

Perawatan hipomobiliti dapat meliputi perawatan secara non-bedah maupun bedah. Yang termasuk ke dalam perawatan secara non-bedah meliputi terapi fisik, obat-obatan, mekanis dan brisement force, sedangkan perawatan bedah yang dapat dilakukan antara lain, kondilektomi dan gap arthroplasty.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryonegoro H. Pencitraan temporomandibula discorder : clicking.

2. Tjiptono TR, dkk. Ilmu bedah mulut. Edisi 4. Medan : Percetakan Cahaya Sukma, 1989 : 213-6, 221-29.

3. Henny FA. The temporomandibular joint. In : Kruger GO. Textbook of Oral

Surgery. 3th ed. Saint Louis : The C. V. Mosby Company, 1968 : 369- 85. 4. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial surgery.1st ed. USA : W. B. Saunders

Company, 2000 : 168-170.

5. George A. Temporomandibular joint (TMJ).

<http://members.rediff.com/dental/tmj.html 6. Ikatan dokter Indonesia. Temporomandibular disorders.

7. Rishiraj B, McFadden LR. Treatment of temporomandibular joint ankylosis a

case report. J can dent Assoc 2001; 67(11):659-63.

8. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Oral and maxillofacial surgery,

radiology, pathology and oral medicine. St.Louis : Churchill Livingstone,

2003 : 229-35.

9. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti pertumbuhan dan perkembangan


(51)

10.Scrivani SJ, Keith DA, Kaban LB. Temporomandibular disorders. N Engl J 2008; 359:2693-705.

11.Ballaji SM. Textbook Oral & Maxillofacial surgery. New Delhi : Elsevier, 2007 : 427-63.

12.Neill CM. Kelainan kraniomandibula. Alih Bahasa. Gunadi Haryanto. Jakarta : Widya Medika, 1993 : 57-83.

13.Hetti. Trismus.

Oktober 2010).

14.Parfitt M, Gadotti IC, Armijo SL. Pathology and intervention in muscoskletal. USA. Saunders Elsevier, 2009 : 90.

15.Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996: 293-324.

16.Purbawanto BA, Kasim A, Mangunjaya S. Kondilektomi pada penderita

dewasa dengan ankilosis sendi temporomandibula. JKGUI 2003;10 :711-17.

17.Goddard G. Temporomandibular disorders. In : Lalwani AK. Current

diagnosis & treatment in otolaryngology-head & neck surgery. USA : The

McGraw-Hill Companies,Inc. 2008 : 393-394.

18.Shafer W.G, Hine M.K, Levy B.M. A textbook of oral pathology. 4th ed. USA : W. B. Saunders Company, 1983 : 702-07.

19.Anonymous. Disorders of TMJ

20.Gazali M, Kasim A. Dislokasi mandibula kea rah anterior. J Kedokteran Gigi KOMIT KG 2004; 119-124.


(52)

21.Ogus H.D, Toller P.A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih Bahasa. Yuwono Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 5-11, 111-120.

22.Vasconcelos BCE, Bessa-nogueira RV, Cyproano RV. Treatment of

temporomandibular joint ankylosis by gap arthroplasty. Med Oral Patol Oral

Cir Bucal 2006; 11:66-9.

23.George A. Ankylosis of (TMJ) temporomandibular joint.

24.Saputra K. Akupuntur untuk maxillofacial

25.Toledo GL, et all. Temporomandibular joint ankylosis surgical treatment with

arthroplasty in gap literatur review and clinical case presentation

26.August M, Troulis MJ, Kaban LB. Hypomobility and hypermobility disorders of the temporomandibular joint. In : Miloro M. 2nd Ed. Peterson’s principle of

oral and maxillofacial surgery. London: BC Decker Inc, 2004 : 1033-48.

27.Srinivasan B. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. India : Elsevier, 2005 : 322-41.

28.Laudenbach JM, Stoopler ET. Temporomandibular Disorders: A Guide For

The Primary Care Physician . The Internet Journal of Family Practice 2003 ; 2


(53)

29.Abbas I, Jamil M, Jehanzeb M, Ghaus SM. Temporomandibula

ankylosis:experience with interpositional gap arthroplasty at ayub medical college abbottabad. J Ayub Med Coll abbottabad 2005;17(4).

30.Moore JR. Principles of oral surgery.2nd Ed. Portsmouth: Manchester University Press, 1976: 227-37.

31.Kulkarni GS.Ed. Textbook of orthopedics and trauma. 2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd, 2008: 1351-55.

32.Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd, 2008 : 213- 32.

33.Bumann A, Lotzmann U, Mah J. Color atlas of dental medicine TMJ disorders

and orofacial pain. Germany: Thieme, 2002 : 282.

34.Morrone L, Makofsky. TMJ home exercise program.

35.Anonymous. Trismus. <http:


(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Febby Rosidayani

Tempat/ Tanggal Lahir : Sipirok / 17 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Tridarma No. 152 Medan Orangtua

Ayah : M. Rasid Ritonga Ibu : Sri Yanti

Alamat : Jln. Proklamasi No.12 Muara Enim, Sum-Sel Riwayat Pendidikan

1. 1994-1995 : TK Pembina, Muara Enim, Sum-Sel 2. 1995-2001 : SD Negeri 3, Muara Enim, Sum-Sel 3. 2001-2004 : SLTP Negeri 1, Muara Enim, Sum-Sel 4. 2004-2007 : SMA Negeri 1, Muara Enim, Sum-Sel 5. 2007-2011 : Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan


(1)

Keluhan utama yang sering dirasakan pasien dengan hipomobiliti sendi temporomandibula berupa rasa nyeri dan keterbatasan dalam membuka mulut. Pemeriksaan klinis pada pasien hipomobiliti sendi temporomandibula penting dilakukan untuk membantu dalam menentukan teknik interpretasi pemeriksaan radiografi dan perawatan yang nantinya akan di lakukan.

Perawatan hipomobiliti dapat meliputi perawatan secara non-bedah maupun bedah. Yang termasuk ke dalam perawatan secara non-bedah meliputi terapi fisik, obat-obatan, mekanis dan brisement force, sedangkan perawatan bedah yang dapat dilakukan antara lain, kondilektomi dan gap arthroplasty.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryonegoro H. Pencitraan temporomandibula discorder : clicking.

2. Tjiptono TR, dkk. Ilmu bedah mulut. Edisi 4. Medan : Percetakan Cahaya Sukma, 1989 : 213-6, 221-29.

3. Henny FA. The temporomandibular joint. In : Kruger GO. Textbook of Oral Surgery. 3th ed. Saint Louis : The C. V. Mosby Company, 1968 : 369- 85. 4. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial surgery.1st ed. USA : W. B. Saunders

Company, 2000 : 168-170.

5. George A. Temporomandibular joint (TMJ).

<http://members.rediff.com/dental/tmj.html 6. Ikatan dokter Indonesia. Temporomandibular disorders.

7. Rishiraj B, McFadden LR. Treatment of temporomandibular joint ankylosis a case report. J can dent Assoc 2001; 67(11):659-63.

8. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Oral and maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. St.Louis : Churchill Livingstone, 2003 : 229-35.

9. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti pertumbuhan dan perkembangan kraniodentofasial. Medan : Bina Insani Pustaka, 2002: 17-20.


(3)

10.Scrivani SJ, Keith DA, Kaban LB. Temporomandibular disorders. N Engl J 2008; 359:2693-705.

11.Ballaji SM. Textbook Oral & Maxillofacial surgery. New Delhi : Elsevier, 2007 : 427-63.

12.Neill CM. Kelainan kraniomandibula. Alih Bahasa. Gunadi Haryanto. Jakarta : Widya Medika, 1993 : 57-83.

13.Hetti. Trismus.

Oktober 2010).

14.Parfitt M, Gadotti IC, Armijo SL. Pathology and intervention in muscoskletal. USA. Saunders Elsevier, 2009 : 90.

15.Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996: 293-324.

16.Purbawanto BA, Kasim A, Mangunjaya S. Kondilektomi pada penderita dewasa dengan ankilosis sendi temporomandibula. JKGUI 2003;10 :711-17. 17.Goddard G. Temporomandibular disorders. In : Lalwani AK. Current

diagnosis & treatment in otolaryngology-head & neck surgery. USA : The McGraw-Hill Companies,Inc. 2008 : 393-394.

18.Shafer W.G, Hine M.K, Levy B.M. A textbook of oral pathology. 4th ed. USA : W. B. Saunders Company, 1983 : 702-07.

19.Anonymous. Disorders of TMJ

20.Gazali M, Kasim A. Dislokasi mandibula kea rah anterior. J Kedokteran Gigi


(4)

21.Ogus H.D, Toller P.A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih Bahasa. Yuwono Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 5-11, 111-120.

22.Vasconcelos BCE, Bessa-nogueira RV, Cyproano RV. Treatment of temporomandibular joint ankylosis by gap arthroplasty. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11:66-9.

23.George A. Ankylosis of (TMJ) temporomandibular joint.

24.Saputra K. Akupuntur untuk maxillofacial

25.Toledo GL, et all. Temporomandibular joint ankylosis surgical treatment with arthroplasty in gap literatur review and clinical case presentation

26.August M, Troulis MJ, Kaban LB. Hypomobility and hypermobility disorders of the temporomandibular joint. In : Miloro M. 2nd Ed. Peterson’s principle of oral and maxillofacial surgery. London: BC Decker Inc, 2004 : 1033-48. 27.Srinivasan B. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. India :

Elsevier, 2005 : 322-41.

28.Laudenbach JM, Stoopler ET. Temporomandibular Disorders: A Guide For The Primary Care Physician . The Internet Journal of Family Practice 2003 ; 2 (2):1-5.


(5)

29.Abbas I, Jamil M, Jehanzeb M, Ghaus SM. Temporomandibula ankylosis:experience with interpositional gap arthroplasty at ayub medical college abbottabad. J Ayub Med Coll abbottabad 2005;17(4).

30.Moore JR. Principles of oral surgery.2nd Ed. Portsmouth: Manchester University Press, 1976: 227-37.

31.Kulkarni GS.Ed. Textbook of orthopedics and trauma. 2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd, 2008: 1351-55.

32.Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd, 2008 : 213- 32.

33.Bumann A, Lotzmann U, Mah J. Color atlas of dental medicine TMJ disorders and orofacial pain. Germany: Thieme, 2002 : 282.

34.Morrone L, Makofsky. TMJ home exercise program.

35.Anonymous. Trismus. <http:


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Febby Rosidayani

Tempat/ Tanggal Lahir : Sipirok / 17 Februari 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Tridarma No. 152 Medan Orangtua

Ayah : M. Rasid Ritonga Ibu : Sri Yanti

Alamat : Jln. Proklamasi No.12 Muara Enim, Sum-Sel Riwayat Pendidikan

1. 1994-1995 : TK Pembina, Muara Enim, Sum-Sel 2. 1995-2001 : SD Negeri 3, Muara Enim, Sum-Sel 3. 2001-2004 : SLTP Negeri 1, Muara Enim, Sum-Sel 4. 2004-2007 : SMA Negeri 1, Muara Enim, Sum-Sel 5. 2007-2011 : Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan