Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Keluarga bagi Remaja SMA yang Hamil di Luar Nikah: Studi Kasus di Maluku Utara T1 462009042 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Keluarga

2.1.1 Pengertian keluarga

Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (dalam Gusti, 2013). Sedangkan menurut Bailon dan Maglaya (1989) keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (dalam Zaidin Ali, 2009).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah kumpulan dari beberapa orang yang hidup dalam satu rumah tangga oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang saling


(2)

aturan dan emosional, saling berinteraksi melalui peran-perannya sebagai anggota keluarga.

2.1.2 Peran keluarga

Peran keluarga adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu (Effendy, 1998). Berbagai peran yang terdapat di dalam keluarga menurut Effendy (1998) yaitu:

1. Peran ayah sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. 2. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Selain itu, ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

3. Peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.


(3)

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga menurut Effendy (1998) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi biologis yaitu untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga.

2. Fungsi psikologis yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga. 3. Fungsi sosialisasi yaitu membina sosialisasi pada

anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

4. Fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang. Misalnya: pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

5. Fungsi pendidikan yaitu mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya dan menyekolahkan anak.


(4)

2.2.1 Pengertian dukungan sosial keluarga

Friedman (1998) mendefinisikan dukungan sosial keluarga sebagai sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya, di mana anggota keluarga memandang bahwa keluarga bersifat, mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (dalam Setiadi, 2008). Sedangkan menurut Cohen & Sme (1996) dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (dalam Hernilawati, 2013).

2.2.2 Bentuk dukungan sosial keluarga

Menurut House (dalam Setiadi, 2008) ada 4 bentuk dukungan sosial keluarga:

1. Dukungan emosional, yaitu dukungan keluarga terhadap individu untuk memberikan keyakinan bahwa individu dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini berupa dukungan simpati dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain


(5)

yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

2. Dukungan informatif, yaitu keluarga berfungsi sebagai penyebar informasi. Bantuan informasi yang disediakan dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. 3. Dukungan instrumental, yaitu dukungan keluarga yang berupa barang dan jasa yang dapat membantu kegiatan individu. Bantuan bentuk ini bertujuan untuk

mempermudah seseorang dalam melakukan

aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.


(6)

4. Dukungan penilaian, yaitu dukungan keluarga terhadap individu sebagai bahan instropeksi diri dan motivasi agar berbuat lebih baik dari sebelumnya. Penilaian ini bisa bersifat positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti ‘’tumbuh’’ atau tumbuh menjadi dewasa’’ (Hurlock, 1999). Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa ini merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi juga belum dapat disebut orang dewasa (Rifai, 1984). Menurut Mabey & Sorensen (1995) remaja juga dapat berarti tahapan dimana seorang anak muda harus beranjak dari ketergantungan menuju kemandirian, otonomi dan kematangan. Seseorang yang ada pada tahap ini akan bergerak dari suatu bagian


(7)

kelompok keluarga menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai seorang dewasa (dalam Geldard & Geldard, 2011).

Menurut Konopka, 1973 masa remaja terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. 2. Remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya

kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin


(8)

dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Remaja akhir (19-22 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini (dalam Agustiani, 2006).

2.3.2 Ciri-ciri remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelum dan

sesudahnya. Ciri-ciri tersebut menurut Hurlock (1999):

1. Periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.


(9)

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

3. Periode perubahan

Tingkat perubahaan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Ada empat perubahan yang sama yang hampir universal. Pertama, meningginya emosi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.


(10)

Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi

baik oleh anak laki-laki maupun anak

perempuan.Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak orangtua dan guru-guru.

5. Periode mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

6. Periode yang menimbulkan ketakutan

Anggapan sterotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut


(11)

bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Sterotip popular juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhdap dirinya sendiri.

7. Periode masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana dan bukan sebagimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarganya dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri-ciri dari awal masa remaja.

8. Periode ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja semakin gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka


(12)

beranggapan bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

2.3.3 Tugas perkembangan pada masa remaja

Menurut Gunarsa & Gunarsa (1983), harapan masyarakat terhadap remaja dapat dipenuhi melalui suatu proses bersinambungan dalam menjalankan tugas-tugas perkembangan. Beberapa tugas perkembangan remaja menurut Gunarsa & Gunarsa (1983) yaitu:

1. Menerima keadaan fisiknya.

2. Memperoleh kebebasan emosional. 3. Mampu bergaul.

4. Menemukan model untuk identifikasi.

5. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri. 6. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai

dan norma.

7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan.

Menurut Pribadi (2011), tugas perkembangan yang perlu diselesaikan remaja agar ia bahagia, berkembang normal dan menjadi dewasa adalah:


(13)

1. Mengembangkan hubungan yang memuaskan dengan kawan sebaya baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis.

2. Mengembangkan jati dirinya sebagai sebagai laki-laki maupun perempuan.

3. Menerima keadaan dirinya secara utuh.

4. Membebaskan diri dari ketergantungan emosional terhadap orang tua dengan tetap menjaga hubungan akrab dan menghormati.

5. Memilih dan menyiapkan perkawinan atau berkeluarga.

6. Mengembangkan kemampuan intelektual dan ketrampilan serta mempersiapkan pekerjaan.

7. Mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab. 8. Mengembangkan nilai, etika dan kerohanian sebagai

pedoman hidup.


(14)

Berikut ini merupakan perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja pada masa remajanya, menurut Hurlock (1999):

Perubahan fisik selama masa remaja

1. Perubahan eksternal

Perubahan eksternal yang terjadi pada remaja adalah perubahan tinggi badan, barat badan, proporsi tubuh dan organ seks.

2. Perubahan internal

Perubahan internal yang terjadi pada remaja terbagi menjadi dua bagian, yaitu : Perubahan Fisiologis dan Perubahan Psikososial.

1. Perubahan fisiologis : a. Sistem pencernaan

Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan bertambah besar, otot-otot di perut dan dinding-dinding usus menjadi lebih tebal dan lebih kuat, hati bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang.


(15)

Jantung tumbuh pesat selama masa remaja; pada usia tujuh belas atau delapan belas, beratnya dua belas kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.

c. Sistem pernapasan

Kapasitas paru anak perempuan hampir matang pada usia tujuh belas tahun; anak laki-laki mencapai tingkat kematangan beberapa tahun kemudian.

d. Sistem endokrin

Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada awal masa puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.

e. Jaringan tubuh

Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia delapan belas. Jaringan, selain tulang, terus berkembang sampai mencapai


(16)

ukuranmatang khususnya bagi perkembangan jaringan otot.

2. Perubahan psikososial :

a. Perubahan emosi selama masa remaja

Masa remaja sering dianggap sebagai periode “badai dan tekanan,” suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Perubahan emosi terjadi selain karena terjadi perubahan-perubahan pada fisik remaja, juga karena remaja berpindah pada suatu keadaan yang baru. Keadaan dari kehidupan kanak-kanak yang bergantung penuh pada orangtua, menjadi keadaan di mana remaja harus mulai bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Remaja mengalami ketidakstabilan pada emosinya. Emosi remaja seringkali sangat kuat, mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak.

b. Perubahan sosial

Pada masa remaja seorang individu mulai memiliki banyak lingkungan baru. Dari masa kanak-kanak dimana lingkungan seorang anak


(17)

hanya rumah atau sekolah, pada masa remaja,

seseorang mulai ditutuntut untuk

menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar rumah dan sekolah. Karena remaja mulai lebih banyak berada di luar rumah bersama-sama dengan teman-teman sebaya, remaja mulai membentuk sikap, perilaku minat, penampilan yang ada dilingkungannya. Terjadi perubahan dalam perilaku sosialnya. Perubahan yang paling menonjol dari masa sebelumnya adalah dari yang tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya daripada teman sejenis.

c. Perubahan moral

Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi. Pada masa kanak-kanak, seorang individu lebih cenderung bersikap dan bereaksi terhadap hal-hal yang menyenangkan dirinya sendiri, tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya. Remaja mulai mempelajari apa


(18)

yang apa yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya dan kemudian mau memberntuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu

kanak-kanak. Seorang remaja mulai

membentuk kode moralnya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan yang telah dilengkapi dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dipelajarinya, dan tidak lagi begitu saja menerima kode moraldari orang tua, guru, bahkan teman-teman sebaya.

d. Perubahan kepribadian

Lingkungan berpengaruh besar terhadap perubahan kepribadian yang terjadi pada diri remaja. Pada sisi ini, remaja mulai menyadari akan sifat-sifat yang dikagumi oleh teman-teman sejenis maupun teman-teman-teman-teman lawan jenis. Remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal” terhadap mana mereka menilai kepribadian mereka sendiri. Remaja


(19)

berusaha membentuk diri mereka seperti apa yang dianggapnya sebagai sesuatu yang ideal. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka. 2.3.5 Kenakalan remaja

Kenakalan remaja merupakan perbuatan atau tingkahlaku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral (Gunarsa & Gunarsa, 1980). Kenakalan remaja disebabkan adanya perubahan-perubahan sosial di masyarakat, seperti pergeseran fungsi keluarga karena kedua orangtua bekerja sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi berkurang(Waluya, 2007). Selain itu, Yusuf (2002) mengatakan bahwa lingkungan yang tidak kondusif, seperti krisis ekonomi, perceraian orangtua, sikap dan perilaku orangtua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat, cenderung memberikan dampak yang kurang baik dan sangat mungkin remaja mengalami kehidupan yang tidak nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah,


(20)

perilaku yang kurang wajar, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran dan pergaulan bebas.

Gunarsa & Gunarsa (1980) mengelompokan kenakalan remaja menjadi dua bagian, yaitu:

1. Kenakalan yang tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum, seperti: meninggalkan sekolah tanpa pengetahuan pihak sekolah, meninggalkan rumah tanpa ijin orangtua, berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab, membaca buku-buku cabul, berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras, dll.

2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa, seperti: pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, pengguguran kandungan, penganiayaan yang mengakibatkan kematian seseorang, dll.


(1)

Jantung tumbuh pesat selama masa remaja; pada usia tujuh belas atau delapan belas, beratnya dua belas kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.

c. Sistem pernapasan

Kapasitas paru anak perempuan hampir matang pada usia tujuh belas tahun; anak laki-laki mencapai tingkat kematangan beberapa tahun kemudian.

d. Sistem endokrin

Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada awal masa puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.

e. Jaringan tubuh

Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia delapan belas. Jaringan, selain tulang, terus berkembang sampai mencapai


(2)

ukuranmatang khususnya bagi perkembangan jaringan otot.

2. Perubahan psikososial :

a. Perubahan emosi selama masa remaja

Masa remaja sering dianggap sebagai periode “badai dan tekanan,” suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Perubahan emosi terjadi selain karena terjadi perubahan-perubahan pada fisik remaja, juga karena remaja berpindah pada suatu keadaan yang baru. Keadaan dari kehidupan kanak-kanak yang bergantung penuh pada orangtua, menjadi keadaan di mana remaja harus mulai bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Remaja mengalami ketidakstabilan pada emosinya. Emosi remaja seringkali sangat kuat, mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak.

b. Perubahan sosial

Pada masa remaja seorang individu mulai memiliki banyak lingkungan baru. Dari masa kanak-kanak dimana lingkungan seorang anak


(3)

hanya rumah atau sekolah, pada masa remaja, seseorang mulai ditutuntut untuk menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar rumah dan sekolah. Karena remaja mulai lebih banyak berada di luar rumah bersama-sama dengan teman-teman sebaya, remaja mulai membentuk sikap, perilaku minat, penampilan yang ada dilingkungannya. Terjadi perubahan dalam perilaku sosialnya. Perubahan yang paling menonjol dari masa sebelumnya adalah dari yang tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya daripada teman sejenis.

c. Perubahan moral

Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi. Pada masa kanak-kanak, seorang individu lebih cenderung bersikap dan bereaksi terhadap hal-hal yang menyenangkan dirinya sendiri, tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya. Remaja mulai mempelajari apa


(4)

yang apa yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya dan kemudian mau memberntuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu kanak-kanak. Seorang remaja mulai membentuk kode moralnya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan yang telah dilengkapi dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dipelajarinya, dan tidak lagi begitu saja menerima kode moraldari orang tua, guru, bahkan teman-teman sebaya.

d. Perubahan kepribadian

Lingkungan berpengaruh besar terhadap perubahan kepribadian yang terjadi pada diri remaja. Pada sisi ini, remaja mulai menyadari akan sifat-sifat yang dikagumi oleh teman-teman sejenis maupun teman-teman-teman-teman lawan jenis. Remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal” terhadap mana mereka menilai kepribadian mereka sendiri. Remaja


(5)

berusaha membentuk diri mereka seperti apa yang dianggapnya sebagai sesuatu yang ideal. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka. 2.3.5 Kenakalan remaja

Kenakalan remaja merupakan perbuatan atau tingkahlaku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral (Gunarsa & Gunarsa, 1980). Kenakalan remaja disebabkan adanya perubahan-perubahan sosial di masyarakat, seperti pergeseran fungsi keluarga karena kedua orangtua bekerja sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi berkurang(Waluya, 2007). Selain itu, Yusuf (2002) mengatakan bahwa lingkungan yang tidak kondusif, seperti krisis ekonomi, perceraian orangtua, sikap dan perilaku orangtua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat, cenderung memberikan dampak yang kurang baik dan sangat mungkin remaja mengalami kehidupan yang tidak nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah, banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan


(6)

perilaku yang kurang wajar, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran dan pergaulan bebas.

Gunarsa & Gunarsa (1980) mengelompokan kenakalan remaja menjadi dua bagian, yaitu:

1. Kenakalan yang tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum, seperti: meninggalkan sekolah tanpa pengetahuan pihak sekolah, meninggalkan rumah tanpa ijin orangtua, berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab, membaca buku-buku cabul, berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras, dll.

2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa, seperti: pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, pengguguran kandungan, penganiayaan yang mengakibatkan kematian seseorang, dll.