Karakteristik balok laminasi dari kayu cepat tumbuh berdiammeter kecil

KARAKTERISTIK BALOK LAMINAS1 DARI KAYU
CEPAT TUMBUH BERDIAMETER KECIL

EVALINA HERAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESJS DA N
SUMBER INPORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Balok Laminasi dari
Kayu Cepat Tumbuh Berdiameter Kecil adalah karya saya sendiri dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbltkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkq
dalam teks dan dicantumkan dalarrh Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007
Evalina Herawati


NIM E05 1050091

EVALINA HERAWATI. Karakteristik Balok 1,aminasi dari Kayu Cepat Tumbuh
Berdiameter Kecil. Dibimbing oleh MUH. YUSRAEd MASSIJAYA dan
NARESWORO NUGROHO.
Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang
cukup besar dan bentailg yang panjang dan persyarat~mtertentu menyangkut
kekuatannya. Di lain pihak, kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari
hutan tanaman dari jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil d m umumnya
memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat, keawetan alami dan
kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam. Salah satu cara yang
bisa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
g digunakan sebagai
dengan teknik laminasi. Salah satu produk laminasi y ~ biasa
bahan struktural adalah balok laminasi.
Penelitian ini bertujuan mendesain balok larninasi dari kayu cepat tumbuh
berdiameter kecil yaitu kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) dan kayu akasia
(Acacia malzgium Willd.) dengan pola penyusunan lamina pada penanlp~ang
lintangnya dan menentukan karakteristik balok laminasi tersebut.

Ukuran lebar lamina yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi ini
aclalah 2,4,6, 8 dan 12 cm dengan tebal 2 cm dan panjang 260 cm. Setiap lamina
dipilah dengan menggunakan Mesin Pemilah Kayu (MPK) Panter untuk
menentukan modulus elastisitasnya (MOE). Ukuran penampang lima tipe balok
laminasi (A, B, C, D dan E) yang dibuat adalah 6 cm x 12 cm yang tersusun dari
beberapa ukuran lebar dan berdasarkan MOE-nya. Perekat yang dipakai adalah
water basedpolymer isocyanate (WBPI) dengan berat labur 280 g/m2untuk kedua
pennukaannya. Standar pengujian mengacu pada JAS 234:2003.
Nilai rataan MOE lamina kayu afrika dengan peng~tjianmenggunakan MPK
Panter diperoleh sebesar 6,73 x lo4-8,24 x lo4 kg/cm2 sementara untuk lamina
kayu akasia scbesar 7,80 x 10'-8,41 x 10"g/cm2.
Sementara dari pengujian
balok laminasinya diperoleh nilai rataan MOE balok laminasi afika sebesar 6,19
x 1(I4-7,6 1 x 1o4 kdcm2 dan 7,82 x I 04- 8,54 x 10' kg/cm2 untuk balok laminasi
akasia pada posisi baring (fi'alwise). Untuk posisi tegak (edgewise), rataan MOE
balok laminasi afrika adalah 4,13 x lo4-5,08 x 1o4 kg/cm2 dan sebesar 4,773 x
104- 5,68 x 1o4 kg/cm2 pada balok laminasi akasia.
Kisaran nilai rataan MOE yang diperoleh dengan menggunakan UTM
Baldwin adalah sebesar 7,30 x 10~-10,89 x 10hkg/crn2 untuk balok laminasi
afrika dan urituk balok laminasi akasia 8,41 x 134-1 3,67 x lo4 kg/cm2.

Sementara itu. nilai rataan MOR balok laminasi yang dihasilkan adalah sebesar
31 1-468 kg/crn2 untuk balok laminasi afrika dan untuk balc k laminasi akasia
sebesar 5 16-687 kg/cm2. Berdasarkan nilai tersebut maka n i l ~ MOE
i
dm MOR
balok lsminasi ltedua jenis kayu (kecuali MOE balok laminasi tipe B dari kayu
afrika) telah memenuhi standar JAS 234:2003.
Kadar air, keteguhan rekat dan delaminasi air dingin balok laminasi kedua
jenis kayu telah memenuhi standar JAS 234:2003 sementara pacia uji delan~inasi
air mendidih tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar. Unt'uk
persentme krrusakan kayu pada penpujian keteguhan rekat, hanya balok laminasi

afrika yang memenuhi standar. Hasil ini rnenunjukkan bahwa kayu afrika yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki keterekatan yang lebih baik dengan
perekat yang dipakai dibandingkan dengan kayu akasia.
Balok laminasi akasia memiliki kekakuan dan kekcatan lentur yang lebih
tinggi dibandingkan dengan balok laminasi afrika dilihat dari nilai rataan MOE
dan MOR-nya. Nilai MOE balok laminasi dipengaruhi oleh jenis kayu dan tipe
balok sementara untuk nilai MOR selain dipengaruhi kedua faktor tersebut,
interaksi keduanya juga berpengaruh nyata.

Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan beberapa tipe kerusakan. Seca~amum, balok
laminasi men~ilikisifat-sifat yang lebih baik dibandingkan dengan balok utuhnya
berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh.

ABSTRACT
EVALINA HERAWATI. The Characteristics of Glued-Laminated Beams
Made from Small Diameter Fast Growing Species. Under the direction of
MUH. YUSRAM MXSSIJAYA and NARESWORO NUGROHO.
There are many products can be made using timber from small diameter
fast growing species, one of them is glued-laminated (glulam) beams. Glulam
beams is one of the engineered wood products used for structural applications.
This research objective is to evaluate the characteristics of glulam beams made
from small diameter fast growing species (Illaesopsis eminii Engl. and Acacia
mangium Willd.).
Laminations were used consist of 2,4,6, 8 and 12 cm in widthnesses, 2 cm
in thickless and 260 cm in length. Each lamination was graded using Machine
Stress Grading (namely by Panter or plank sorter) to determine its modulus of
elasticity (MOE). Cross-section of five types of glulam beams is 6 cm x 12 cm
were arranged of various widths and based on MOE of laminations. Glulam

beams were bonded by water based polymer isocyunate (WBPI) using 280 @m2
double glue spread.
The research results showed that glulam beams made from A. mangium
Willd. showed better performance compared to those of'M. eminii Engl. based on
its average value of MOE and modulus of rupture (MOR). In general, results
showed that almost all of glulam types of both wood species fulfill the JAS
234:2003 standard in moisture content, MOE, MOR, shear strength and
immersion delamination test.
However, performance of glulam was
unsatisfactory in boiling water soak delamination test.
Keywords: Glulam beam, MOE, MOR, shear strength, delamination

O Hak cipta milik TPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkai~sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan peadidikan, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan. penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yarlg wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyac sebagian atau
seluruh karya tulis dalarn bentuk apapun tanpa ieizin IPB

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Te~nayang dipilih dalanl
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2006 hingga Juli 2007 ini
adalah balok laminasi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu Cepat
Tumbuh Berdiameter Kecil.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. 1r. Muh. Yusram
Massijaya, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.S. selaku pembimbing
atas arahan, bimbingan dan saran yang diberikan. Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S
dan Bapak Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. atas saran-saran yang diberikan bagi
perbaikan tesis ini. Terima kasih kepada seluruh staf laboratorium keteknikan
kayu (Pak Amin Suroso d m Mhd. Irfan) dan laboratorium kayu solid (Pak
Suhada, Pak Kadiman, Pak Adang, Mbak Esti dan Lastri) serta Pak Supriatin dan
Pak Abdullah atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.
Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepa6a Dikti atas beasiswa
pendidikan, Yayasan Fuji Xerox Asia Pasific-Astra Graphia dan Rektor
Universitas Sumatera Utara atas bantuan dana penelitian yang diberikan. Bapak
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc., Dekan Fakultas Pertanian USU, dan Ketua

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU atas reko~nendasiyang diberikan
untuk melanju tkan pendidikan S2. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada Bapak Effendi Tri Bachtiar, S.Hut. dan rekan-rekm IPK atas masukan dan
bantuan yang diberikan. Terakhir, ungkapan terima kasih yang dalam kepada
orangtua dan seluruh keluarga atas segala doa, dorongan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007
Evalina Herawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidempuan pada tanggal 27 Juni 1977 dari ayah
Drs. Abdul Muluk Harahap dan ibu I-Ij. Nurintan. Penulis merupakan anak kedua
dari lima bersaudara.
Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Padangsidempuan d m pada
tahun yang sarna lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Jurusan Teknologi
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan lulus pada tahun 2001. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program magister pada perguruan tinggi yang sama diperoleh
pada tahun 2005 dengan sponsor BPPS.

Penulis bckerja sebagai staf pengajar di Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2003 ~ar.lpaidengan sekarang.
Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti
Kayu Indonesia. Karya ilmiah berjudul Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu
Afiika (Maesopsis eminii Engl.) Berdiameter Kecil telah disajikan pada Seminar
Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) X di Universitas
Tanjungpura Pontianak pada tanggal 9-1 1 Agustus 2007.

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xii

DAFTAR LAMPlRAN ...................................................................................


xiv

PENDAHULU AN
Latar Relakang .........................................................................................
PenunusanMasalah ..........................................................................;......
Tujuan Penelitian .....................................................................................
..
Hipo tesis Penelitian ...................................................................................

1
3
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Balok Laminasi
Definisi ............................................................................................
Sejarah dan Perkembangan ..............................................................
Kelebihan dan Kekurangan ..............................................................

Penggunaan ......................................................................................
Proses Produksi ................................................................................
Beberapa Perekat Balok Laminasi ............................................................
Perekat Isosianat ........................................................................................
Garnbar'm Umum Jenis Kayu
Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) ............................................
Kayu Akasia (Acacia mangium Willd.) ...........................................
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu ....................................................................................
Bahan dan Alat ..........................................................................................
Metode Penelitian
Pembuatan Balok Larninasi ............................................................
..
. .
PeA1gujianBalok Laminas1...............................................................
Desain Penelitian dan Analisis Data ................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilahan dan Penyusunan Lamina ..........................................................
Karakteristik Balok Laminasi
KadarAir .........................................................................................

Modulus Elastisitas Panter (MOEP) ................................................
Modulus Elastisitas Baldwin (MOEB) ............................................
Modulus Patah (MOR) ....................................................................
Keteguhan Rekat ..............................................................................
Delaminasi ......................................................................................
Pola Kerusakan Balok Laminasi ......................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...............................................................................................

17
17
17
20
24
25

31
33
36
39
42
46
47
59

Saran .........................................................................................................

60

DAFTAR PUS'TAKA .....................................................................................

61

LAMPIRAN ....................................................................................................

66

DAFTAR TABEL
Halaman
1

2
3

MOE clan jumlah setiap kelompok lamina pada masing-masing
ukuran lebar ......................................... ...............................................

25

Rekapitulasi nilai MOE Panter (MOEP) dan MOE Baldwin (MOEB)
serta perbandingan MOEP-Baring dengan MOEB (x 1o4kg/cm2)...........

38

Rataan persentase kerusakan kayu pada pengujian balok laminasi
afiika dan akasia.......................................................................................

42

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Mesin Pemilah Kayu (MPK) F'anter dan pengujian lamina ......................

2

Susunan lamina berdasarkan ukuran lebar dan MOE pa.da penampang
balok laminasi ...........................................................................................

19

20
21

3

Balok laminasi dari (a) kayu afrika dan (b) akasia....................................

4

Pola pembebanan pada pengujian MOE dan MOR ..................................

5

Pengujian MOE dan MOR dengan menggunakan UTNl Baldwin............

22
22

6

Contoh uji ur~tukpengujian keteguhan rekat ............................................

23

7

Komposisi MOE (x lo4 kg/cm2) lamina-lamina penyusun balok laminasi
tipe A dari kayu afrika (a) dan akasia (b) .................................................. 27

8

Komposisi MOE (x lo4 kg/cm2) lamina-lamina penyusun balok laminasi
tipe B dari kayu afrika (a) dan akasia (b) .................................................. 28

9

Komposisi MOE (x 10' kg/cm2) lamina-lamina penyisun balok laminasi
tipe C dari kayu afrika (a) dan akasia (b) ..................................................

29

10 Kornposisi MOE (x 1o4kg/crn2) lamina-lamina penyusun balok laminasi
tipe D dari kayu afrika (a) dan akasia (b) .................................................. 29
1 1 Komposisi MOE (x 10' kg/cm2) lamina-lamina penyusun balok laminasi
tipe E dari kayu afrika (a) dan akasia (b) ..................................................

30

12 Kadar air (%) pada berbagai tipe balok laminasi ...................................... 32
13 Modulus Elastisitas hasil pengujian MPK Panter posisi baring
pada berbagai tipe balok laminasi .............................................................
14 Modulus Elastisitas hasil pengujian MPK Panter posisi tegak

pada berbagai tipe balok laminasi .............................................................

15 Modulus Elastisitas Baldwin pada berbagai tipe balolc larninasi ..............
16 Modulus Patah pada berbagai tipe balok laminasi ....................................
17 Keteguhan rekat pada berbagai tipe balok laminasi..................................
18 Kerusakan contoh uji keteguhan rekat balok laminasi (a) afrika dan
(b) akasia ..................................................................................................

19 Rasio delaminasi air dingin (%) pada berbagai tipe balok laminasi .........

20 Rasio del'minasi air mendidih (%) pada berbagai tipe balok larninasi ....
21 Pola kerusakan balok laminasi kayu afiika tipe A ....................................

48

22 Pola kerusakan balok larninasi kayu akasia tipe A ...................................

49

Halaman
23 Pola kerusakan balok iaminasi kayu afrika tipe R ....................................

50

24 Pola kerusakan balok laminasi kayu akasia tipe B ....................................

50

25 Pola kerusakan balok laminasi kayu afrika tipe C ....................................

51

26 Pola kerusakan baloEr laminasi kayu akasia tipe C....................................

52

27 Pola kerusakan balok laminasi kayu afrika tipe D ....................................

53

28 Pola kerusakan balok laminasi kayu akasia tipe D ...................................

53

....................................

54

30 Pola kerusakan balok laminasi kayu akasia tipe E ...................................

55

3 1 Pola kerusakan balok utuh kayu afiika .....................................................

56

32 Pola kerusakan balok utuh kayu akasia................................................

56

33 Contoh kerusakan balok laminasi pada bagian bawah dan tengah
yang memiliki mata kayu ..........................................................................

58

29 Pola kerusakan balok laminasi kayu afrika tipe E

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Nilai kerapatan (p), Modulus elastisitas Panter (MOEP) dan
pengelompokan lamina kayu afrika ..........................................................

67

Nilai kerapatan (p), Modulus elastisitas Panter (MOEP) dan
pengelompokan lamina kayu akasia..........................................................

72

Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (p), modulus elastisitas
Pantc,r (MOEP), MOE Baldwin (MOEB) dan modulus patah (MOR)
balok lamiilasi kayu afrika .......................................................................

77

Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (p), modulus elastisitas
Panter (MOEP), MOE Baldwin (MOEB) dan modulus patah (MOR)
. .
balok la~ninas~
kayu akasia......................................................................

78

Nilai pengujian keteguhan rekat, persentase kerusakan, delaminasi
air dingin dan delaminasi air meildidih balok laminasi kayu afrika .........

79

Nilai peng~~.jian
keteguhan rekat, persentase kerusakan, delaminasi
air dingin dan delaminasi air mendidih balok laminasi kayu akasia .........

80

Nilai pengu-iian kadar air (KA). kerspatan (p), keteguhan geser (KG).
modulus elastisitas Panter (MOEP). MOE Baldwin (MOEB) dan
modulus patah (MOR) balok utuh............................................................. 8 1
Masil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap kadar air .......................................................................

82

I-Iasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap MOE Panter posisi baring ............................................

83

Hasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap MOE Panter posisi tegak ........................................

84

Hasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap MOE-Baldwin ..............................................................

85

Masil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap MOR .........................................................................

86

Hasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap ketebmhan rekat ............................................................

87

Hasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap persentase kerusakan kayu ...........................................

88

Hasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu clan tipe balok
laminasi terhadap delaminasi air dingin ..................................................

89

Hasil analisis statistik faktorial pengaruh jenis kayu dan tipe balok
laminasi terhadap delaminasi air mendidih ...............................................

90

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Eksploitasi yang berlebihan selama beberapa dasawarsa telah menyebabkan
kondisi hutan alam rusak parah dan memprihatinkan. Kondisi ini berimplikasi
terhadap berkurangnya produksi kayu dari hutan a i m , sehingga ketersediaan
kayu berdiameter besar yang berasal dari hutan alam dewasa ini semakin terbatas.
Di lain pihak, kebutuhan kayu untuk berbagai keperluan semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut, berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman. Berdasarkan
Statistik Kehutanan Indonesia tahun 2005, produksi kayu bulat dari hutan
tanaman sebesar 13,58 juta m3 sedangkan dari hutan alam sebesar 9,33 juta m3
(Departemen Kehutanan 2006).

Data ini menunjukkan bahwa pemenuha

kebutuhan kayu pada saat ini lebih banyak berasal dari hutan tanaman.
Kayu yang berasal dari hutan tanaman pada umurnnya adalah jenis-jenis
cepat tumbuh (fist growing species) dengan waktu panen yang lebih singkat
dibandingkan dengan waktu panen kayu dari hutan alam. Konsekuensi dari ha1 ini
adalah kayu yang dihasilkan umulnnya berdiarneter kecil dengan beberapa sifat
yang inferior seperti kandungan cacat dan keawetan alaminya jika dibandingkan
dengan kayu dari hutan alam.
Peruxxukan kayu yang berasal dari jenis-jenis cepat tumbuh semakin
beragam. Meskipun awalnya bukan untuk keperluan struktural namun mengingat
produksi kayu dari hutan alam yang biasa digunakan untuk keperluan tersebut
semakin terbatas maka jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan perman
kayu dari hutan alam. Penggunaan kayu sebagai bahm struktural diantaranya
adalah untuk keperluan bahan bangunan rumah atau bangunan lain, pembuatan
kuda-kuda, rangka jembatan hingga hanggar pesawat terbang.
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut dibutuhkan dimensi kayu yang
cukup bcsar dcrigari bentang yang panjang. Salah satu cara yang bisa dilakukan
uituk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah dengan teknik
laminasi.

Salah satu produk laminasi yang biasa cligunakan sebagai bahan

struktural adalah balok laminasi. Balok laminasi pada dasarnya adalah balok yang
tersusun dari sejurnlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan arah serat
sejajar satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat, baut atau alat pengikat
lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung pemlukannya (Moody et al.
1999).
Selain dimensi, kayu yang digunakan untuk keperluan struktural juga
memerlukan persyaratan tertentu menyangkut kekuatannya dalam menahan suatu
beban. Dalam pembuatan balok laminasi, penyusunan setiap lapisan (lamina)
dapat diatur sedemikian rupa sehingga bisa meningkatkan sifat-sifat kekuatan
kayu yang digunakan.
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al. (1999) menyatakan bahwa
penggunaan balok laminasi sebagai bahan struktural memiliki kelebihankelebihan dibandingkan dengan balok kayu tanpa laminasi. Beberapa kelebihan
balok laminasi adalah dalam ha1 ukuran, bentuk arsitektural, penampang lintang,
pengeringan, penggunaan kayu yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Sejalan
dengan ha1 tersebut, Senano (2003) menyatakan bahwa keuntungan penggunaan
balok laminasi adald~ meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan,
memberikan pilihan bentuk geometri yang lebih beragam, memungkinkan untuk
penyesuaiar~ kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan
meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk.
Berdasarkan arah penyusunan lamina terhadap pembebanan, balok laminasi
terbagi atas balok laminasi horizontal dan vertikal (Bodig dan Jayne 1982).
Sementara itu, berdaswkan penyusunan tingkat kekakuan laminanya, balok
laminasi terbagi atas balok laminasi seimbang (balanced) dan tidak seimbang
(unbalanced). Pada balok larninasi seimbang, tingkat kekakuan lamina pada zona

tekan dan tarik sanla, sedangkan pada balok laminasi tidak seimbang, tingkat
kekakuan lamina pada zona tarik lebih tinggi dibandingkan dengan lamina pada
zona tekan (APA 2003).
Berdasarkan jenis-jenis balok laminasi yang disebutkan di atas dan
beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini mencoba
mendesain balok larninasi dengan membuat modifikasi pola penyusunan lamina
pada penampang lintangnya. Pola yang dibuat terdiri atas laminasi horizontal

seimbang, vertikal serta kombinasi horizontal dan vertikal dengan tingkat
kekakuan yang berbeda pada zona tarik dan tekannya.
Selain dalam rangka ~nencarinilai kekuatar~yang tinggi, cara ini juga
diharapkan clapat meningkatkan efisiensi penggilnaan kayllr dengan meinanfaatkan
stbluruh bagian log, karena lebar lamina yang digunakan ukurannya beragam.
Sejalan dengan upaya pemanfaatan kayu cepat turnbuh berdiameter kecil untuk
keperluan struktural, maka jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kayu afrika (Maesop.si.s eminii Engl.) dan kayu akasia (Acacia mangium Willd.)
karena tergolong jenis kayu cepat tumbuh. Kayu afi-ika merupakm salah satu
jenis yang banyak ditanam di hutan rakyat terutama di wilayah Jawa Barat,
sementara kayu akasia merupakan salah satu jenis yang banyak ditanam di Hutan
Tanaman Industri (HTI).

Perurnusan Masalah
Pembuatan balok laminasi merupakan salah satu cara untuk mengatasi
keterbatasan dimensi yang dimiliki oleh kayu cepat tumbuh berdiameter kecil,
tetapi hams diingat bahwa kayu sebagai bahan struktural hams memenuhi
persyaratan tertentu menyangkut kekuatannya. Oleh karena ittl pertanyaan yang
ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana mendeszin balok laminasi
agar didapatkan nilai kekuatan yang paling tinggi denga~lmen-anfaatkan seluruh
bagian log sebagai upaya efisiensi penggunaan kayu dan apakah balok laminasi
tersebut memiliki karakteristik yang dapat memenuhi pers~aratankekuatan kayu
struktural.
Tujuan Penelitian

Penelitian ini

bertujuan

mendesain balok

laminasi dengan

cara

memodifikasi pola penyusunan dan ukuran lamina pada penampang lintangnya
agar didapatkan nilai kekuatan yang paling tinggi dcngan memanfaatkan seluruh
bagian log dan menentukan karakteristik balok laminasi tersebut sebagai kayu
struktural.

Hipotesis Penelitian
Desain balok laminasi dengan modifikasi pola penyusunan dan ukuran
lamina pada penampang lintangnya dapat memenuhi persyaratan kekuatan kayu
struktural.

TINJAUAN PUSTAKA
Balok Laminasi

Definisi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (.g!ued-laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang tertua. Balok larninasi terbuat
dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu
sama lain, berbent.uk lurus atau lengkung tergantung perur.tukannya (Moody et al.
1999). Serrano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau l:*minadi atas satu
dengan yang laillnya dan merekatnya sehingga membentuk Fenampang balok
yang diinginkan.
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan, balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal. Sed~ngkanberdasarkan penarnpangnya balok laminasi dibagi menjadi
balok I, balok 'T, balok I ganda, balok pipa/kotak dan stressed-skin panel.
Sementara itu, menurut CWC (2000) bentuk-bentuk ba~loklarninasi (glulam)
terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing memiliki
beberapa variasi.

Sejarah dan Perkembangan
Balok laminasi pertama kali digunakan di Eropa sebagai konstruksi pad?

auditorium di Basel, Switzerland tahun 1893. Otto Karl Freidrich Hetzer (18461911) memperoleh paten pertama untuk konstruksi ini pada tahun 1901 sehingga
dikenal sebagai "Hetzer System".

Aplikasinya pada saat itu masih terbatas

karena perekat yang digunakan tidak tahan air (Rhude 1996; Moody d m
Hernandez 1997).
Pada tahun 1934, Forest Products Laboratory di Madison, Wisconsin
mendiri":an

sebuah bangunan yang menggunakan balok laminasi untuk

konstruksinya. Balok laminasi untuk bangunan tersebut diproduksi oleh sebuah
perusahaan di Peshtigo, Wisconsin yang didirikan oleh seorang imigran Jerman

yarlg membawa teknologi tersebut ke Amerika Serikat. Beberapa perusahaan
dibangun di akhir tahun 1930-an menggunakan teknologi yang sama untuk
membuat balok laminasi untuk keperluan pembangunan gymnasium, aula, pabrik
dan gudang (Moody dan Hernandez 1997).
Selama Perang Dunia 11, kebutuhan akan elemen struktural yang besar
untuk mendirikan bangunan militer seperti gudang dan hanggar pesawat terbang,
menambah ketertarikan pada balok laminasi. Perkembangan perekat resin sintesis
tahan air memungkinkan penggunaan balok laminasi untuk jembatan dan aplikasi
eksterior lainnya. Selanjutnya tahun 1950-an terdapat sedikitnya belasan pabrik
balok laminasi di Amerika Serikat (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al.
1999).
Pada tahun 1995 kira-kira ada 30 pabrik balok laminasi di seluruh Amerika
Serikat dan beberapa di Kanada, yang sebagian besar lrdalah pemegang lisensi
dari American Institute Timber Construction (AITC). Selama tahun 1990-an
balok laminasi tersebut banyak diekspor ke Jepang (Rhude 1996; Moody dan
Hernandez 1997; Moody et al. 1999).
Sementara itu, pemakaian balok larninasi di Indonesia belum banyak
berkembang karena memerlukan biaya investasi tinggi sehingga menyebabkan
harga produk laminasi lebih mahal dari kayu gergajian konvensional
(Abdurachrnan dan Hadjib 2005). Pemakaiannya antara lain pada bangunan Aula
Barat dan Timur Institut Teknologi Bandung dengan bentuk parabola yang terbuat
dari laminasi mekanis kayu jati yang dibangun pada tahurl 1920-an (Siddiq 1989).
Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika Utara, penggunaan balok
laminasi sudah sangat beragam, dari balok penyangga p d a rangka rumah sampai
elemen struldur pada bangunan non perumahan (Lam dan Prion 2003).
Kelebihan dan Kekurangan

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al. (1999) menyatakan bahwa
beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan d e ~ g a nkayu gergajian serta
bahan struktural lain adalah dalam ha1 ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan,
penampang lintang (cross section), efisiensi dan rarnah lingkungan.

Sementara itu Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan yenggunaan balok laminasi adalah meningk~tkansifat-sifat kekuatan
dan

kekakuan,

memberikan pilihan

bentuk

geo~netri lebih

beragam,

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk.
Sedangkan CWC (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif
dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi
elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran.
Di samping kelebihan yang disebutkan di atas, balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan.

Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukm maka proses tambahan dalam pembuatar balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian.

Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua
tahap dalarn proses pembuatan memerlukan perhatian rmtuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang hams dipertimbangkan di awal dalam
desain balok laminasi berukuran besar, lurus atau lengkung adalah penanganan
dan pengapalan (Moody et al. 1999).

Balok laminasi merupakan produk struktural yang 'diguna :an untuk rangka,
balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Moody dan 1Iernandez (1997)
menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada
sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin
digunakan pada sistem atap dan lantai rurnah. Berbagai penggunaannya pada:
1. Bangunan-.bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok
bubungan dm1 lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan
kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruk:si.

2. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking.

3. Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan
penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan b:ntuk yang tidak
dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

Proses Produksi
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et ul. ( 1 999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi hams mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang diteiltukan. Balok laminasi
yang dibuat dengan benar akan menunjukkan ke~eimbang~m
antara kualitas kayu
dan ikatan perekat dalam kinerja struktural.
Proses pembuatan balok laminasi terdiri atas: pembuatan lamina,
pengeringan dan pemilahan, penyambungan ujung lamina, perekatan permukaan,
dan penyelesaian akhir (fznishing) dan pabrikasi.

Jika balok laminasi akan

digunakan pada kondisi lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi
perlakuan pengawetan. Tahap akhir yang penting dalan menjamin mutu balok
laminasi adalah perlindungan selama pemindahan dan penyimpanan (Moody dan
Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Pembuatan Lamina. Kayu yang akan digunakan ~ n t u kpembuatan lamina
dipotong mcnurut ukuran yang telah ditentukan atan standar yang dipakai.
Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan
ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000).

Pengeringan dan Pemilahan Lamina. Lamina perlu dikeringkan secara
tepat untuk meminimalkan perubahan dimensi dan meningkatkan sifat-sifat
strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeririgan di dalam dry kiln (Moody

et al. 1 999).
Pada umumnya, kadar air maksimum lamina adalah 16% dengan perbedaan
tiap lamina maksimurrl 5% berdasarkan standar American National Standards

Institute (ANSI). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12%
atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam
dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pad&kadar air dengan kisaran

7-15%.

Sedangkan beberapa penelitian pembc~tan balok laminasi yang

dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara
berkisar antara 8--18% (Sinaga dan Hadjib 1989; Shedlauskas e ' 01. 1996; Yanti
1998; Ginoga 1998; Darmayanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005;
Abdurachman dan Hadjib 2005).
Pemilahan standar yang dipublikasikan oleh asosiasi pemilahan kayu
regional menjelaskan karakteristik alami dan cacat-cacat permesinan yang
diperbolehkan dalam berbagai mutu kayu.

Standar per-buatan untuk balok

laminasi menjelaskan kombinasi mutu kayu yang penting untuk nilai desain
spesifik. Dua tipe pemilahan kayu yang digunakan untuk lamina yaitu pemilahan
visual dan penilrian-E (E-rating) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al.
1999).

.Pads proses produksi skala laboratoriurn pemilahan lamina dilakukan
dengan menggunakan mesin pemilah kayu (MPK) Panter seperti pada penelitian
yang dilakukan oleh Perangin-angin (2000), Rostina (2001) dan Abdurachman
dan Hadjib (2005). Begitu juga dengan penelitian Moody et al. (1993) dan
Janowiak et al. (1995) menggunakan pemilahan masinal untuk menentukan
kekakuan lamina yang akan dipakai dalam menyusm komposisi balok yang
dibuat. Cara ini dapat meningkatkan kekuatan balok laminasi yang dihasilkan.

Lam dan Prion (2003) menyatakan bahwa secara khusus lamina dengan kekakuan
yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik digunakan pada laminasi bagian
luar dalam penyusunan elemen balok untuk memaksimallcan efisiensinya.
Sementara itu, dari hasil penelitiannya Hernandez dan Moody (1996)
menyatakan bahwa jenis, kelompok jenis dan negara asal kayu memiliki pengaruh
yang kccil pada sifat-si fat kckuatan balok laminasi. Penggunaan kualitas mekanis
bagian luar scbagai indikator sifat-sifat kekuatan lentur merupakan cara yang
efektif untuk mengelompokkan balok laminasi.
Penyambungan Ujung Lamina. Untuk membuat balok laminasi dengan

panjang melebihi kayu gergajian yang umumnya tersedia hams dilakukan dengan
menyambung ujung lamina sampai panjang yang ditentukan. Sambungan ujung
yang umun adalahfinger joint dengan panjang kira-kira 28 mm (1,l in). Bentukbentuk lain dapat digunakan asalkan mzmenuhi persyaratan kckuatan spesifik dan
daya tahan (Moody et al. 1999).

Sebelum pembuatan, ujung lamina diperiksa untuk memastikan bahwa tidak
ada mata kayu atau hal-ha1 lain yang akan dapat mengurangi kekuatan
sambungan. Sarnbungan kemudian dibuat pada kedua ujung lamina dengan
rnenggunakan pisau khusus dan selanjutnya diberi perekat. Sambungan pada
potongan lamina yang berdekatan dipasangkan dan perekat dimatangkan dengan
pemberian tekanan pada kedua ujung lamina. Sebagian besar menggunakan
sistem pematangan frekuensi radio kontinyu (continuous radio-frequency curing
system) yang menghasilkan panas dengan cepat dan mecgeraskan perekat dalanl
beberapa detik (Moody et ul. 1999).
Perekatan Permukaan.

Penyusunan lamina c~enjadi elemen dengan

ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan
balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, ~ejajardan dapat
direkat, lamina hams diketam pada kedua permukaan lebarnyr sebelum proses
perekata~l. Hal h i menjamin susunan akhir akan berbentuk peisegi dan tekanan
yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan
glue extruder (Moody et al. 1999).
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yaqg ditentukan.

Setelah

perekat mencapai masa tunggu (open assembly time) yang tepat selanjutnya
diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam pemberikan tekanan adalah
dengan pengempaan (clamping beds). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik
atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan palla suhu ruangan selama
6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang baru termasuk tekanan
hidrolik kontirlyu (continuous hydraulic press) dan pematatangan frekuensi radio

dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi
beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan
mencapai 90% atau iebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya,
pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997; Moody et al. 1999).
Pengenipaan yang dilakukan pada beberapa penelitian u~numnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10
kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil
pene1iti:tn Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam

menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya
tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis
kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.
Penyelesaian Akhir (Finishing) dan Pabrikasi. Setelah balok laminasi

dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam untuk
menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina. Sehingga, balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih
kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnya dapat diketarn
atau diamplas nienggunakan peralatan yang mudah dibawa (portable) (Moody dan
Hernandez 1997; Moody et al. 1999).
Tahap selanjutnya dalam proses pembuatan adslah pabrikasi, dimana
dilakukan pemotongan akhir, pelubangan, penambahan sambungan dan pemberian
penutup jika dipersyaratkan. Penutup ujung, penutup permukaan, cat dasar dan
pembungkusan dengan kertas tahan air atau plastik membantu untuk menstabilkan
kadar air balok laminasi antara waktu pembuatan dan pemasangannya. Tingkat
kepentingan perlindungan bergantung pada penggunaan akhir yang ditetapkan
(Moody et al. 1999).
Beberapa Perekat Balok Laminasi

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok lmninasi hams memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air < 16%) maupun
kondisi basah (kadar air 2 16%) (APA 2003). Vick (1 999) menyatakan bahwa
perekat yang dapat digunakan untuk keperluan struktllra?eksterior adalah phenol
formaldehyde

(PF),

resorcinol formaldehyde

(RF),

phenol

resorcinol

formaldehyde (PRF), isocyanate dan melamin formaldenyde (MF).

PRF adalafr perekat yang paling umum digunakan dalam pembuatan balok
laminasi, namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan memenuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dayat digunakan (Moody et al.
1999). Sementara itu, dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
mengg~makanperekat tahan air (water proof) baik uqtuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan interior
maupun eksterior (CWC 2000).
Perekat PF dipasarkan dalarn tiga bentuk dasar yaitu: cairan, serbuk atau
film. Sementara, perekat RF dibuat dalam bentuk cairan. Kedua perekat ini sama-

sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap. PF matang dalam kempa panas
pada suhu 120-150°C,

sedangkan RF bisa matang p:.da suhu ruangan. Kedua

perekat ini nlemiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap
air dan udara lembab serta lebih tahan dibandi~igkankayu terhadap suhu tinggi
(Marra 1992; Vick 1999).
Resorcinol merupakan bahan kimia yang mahal dan hanya diproduksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994). Dengan kesamaan reaksi kimia, dimungkinkan penggabungan
sifat-sifit resin phenol dan resorcinol untuk mengtasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang. Hasilnya, perekat PRF
yang mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang
pada suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992).
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan poli ~rinilasetat (PVA) pada
balok laminasi non stnlktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989;
Wardhani 1999; Anshari 2006). Untuk keperluan semistniktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 200 1). Sedangkan untuk keperluan
struktural eksterior, jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam bcberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998; Yanti 1998; Perangin-angin 2000), PRF
(Karnasudirdja 1989; Wong et al. 2002; Hadi et ul. 2005; /\bdurachman dan
Hadjib 2005), dan MF (Moody et al. 1993). Untuk keperluan ;truktural ekterior
terbatas, dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001; Imron 2005;
Anshari 2006) dan melamine ureaformaldehyde (MUF) (Aniwila 1993).
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalarn penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde ('>RF) dan tannin resorcinol formaldehyde (TRF), walaupun

hasilnya belurn setara dengan perekat PRF. Berat labur yang digunakan dalarn
beberapa penelitian bervariasi, pada umumnya berkisar antara 170-470 g/tn2

dengan pelaburan pada satu permukaan (single spread) atau dua permukaan
(double spread).
Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal iso: ianat (-N=C=O)
yang tine gi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang baik tetapi juga
potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hidrogen
reaktif (Marra 1992).
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa di isosianat adalah bahan
kimia ymg sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air.

Perekat polymeric

methylene diphenyl diisocyanate (PMDI) membentuk ikatm yang kuat dan tahan
dengan kayu, sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produkproduk kayu komposit.
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah
adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992).

Sementara itu,

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior.
Keuntungan perekat ini antara lain adalah: lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran
terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak admya emisi formaldehida (Marra 1992).
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan.
Perekat matang pada suhu kamar, suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi
radio dan memerlukan tekanan yang tinggi. Perekat ini memiliki kekuatan basah
dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat
tahan terhadap kondisi oasah dan kering yang berulang (Vick 1999).

Gambaran Umum Jenis Kayu
Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)

Kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) termasuk ke dalam famili
Rharnnaceae, dikenal dengan beberapa nama lokal seperti pohon payung, musizi,
afrika dm manii. Kayu afrika tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia
antara 8"LU dan 6"LS, kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona
antara hutan dan sabana. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah
sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Jenis ini biasanya
ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600-900 m dpl
dengan curah hujan 1.200-3.600 mmltahun dan musim kering sampai 4 bulan.
Jenis ini menyukai solurr~tanah dalam dengan drainase baik, namun dapat tumbuh
pada solurn tipis asalkan terdapat air cukup (Joker 2002).
Pohonnya meranggas dan dapat mencapai tinggi 45 m dengan bebas cabang
213 tinggi total (Joker 2002). Batang benvarna keputihan, lurus dan berbentuk
silir~der pada hutan tanaman dan didapati tumbuh condong ke arah cahaya
matahiari apabila tumbuh bersama spesies pohon lain. Kayu gubalnya berwarna
harnpir putih d m kayu terasnya kekuningan apabila masih basah berubah menjadi
coklat keemasan atau coklat tua setelah lama terbuka. Tekstur kayu agak kasar
dengan serat bersilang, menghasilkan corak pada perrnukaan papan. Kerapatan
kayu pada kadar air 15% sebesar 0,64-0,72 &m3 dari pohon berumur 42 tahun,

sedangkan dari pohon berumur 6 tahun sebesar 0,58-0,64 &m3 (Ani d m Arninah
2006).
Kayu afrika ~nerupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serba guna.

Kayunya berkekuatan sedang sampai kuat, digunakan untuk konstruksi, kotak dan
tiang.

Jenis ini juga banyak ditanam untuk sumber kayu bakar.

Daunnya

digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35%
dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan
pulp jenis hardwood umurnnya. Pada pola agroforestry ditanam sebagai penaung
coklat, kopi, kapulaga dan tell, juga ditanam untuk pengendali erosi (Joker 2002).

Kayu Akasia (Acacia mangium Willd.)
Kayu akasia (Acacia mangium Willd.) termasuk dalarn famili Leguminosae,
sub-famili Mimosoideae. Secara umum dikenal dengan nama brown salwood,
black wattle dan hickory wattle (Australia), manggae hutan, tongke hutan, nak,
laj, jerri (Indonesia) dan arr (Papua New Guinea). Sementara itu, di Malaysia
dikenal dengan nama mangium dan kayu sofada sedangkan di Thailand dikenal
dengan k, a thin tepa (Awang dan I'aylor 1993).
Secara umum Acucia mangium Willd. dapat mencapai tinggi 25-35 m
dengan bebas cabang melebihi setengah dari total tinggi. Diameternya dapat
mencapai lebih dari 60 cm. Pada lahan yang miskin, pohon biasanya lebih kecil,
dengan rata-rata tinggi antara 7 dan 10 m. Pohon yang masih muda benvama
hijau, kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat (Awmg dan Taylor,
1993).
Acacia mangium Willd termasuk jenis pohoil cepat tumbuh, tidak
memerlukan persyaratan turnbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh
jenis tanah. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah miskin ham, padang alang-alang,
bekas tebangan, tanah erosi, tanah berbatu dan juga tanah aluvial. Jenis ini juga
dapat beraclaptasi dengan tanah asam (pH 4,5-6,5) di dataran tropis yang lembab
Pada tempat tumbuh yzlg baik, pohon berumur 9 tahun tinggin~a mencapai 23 m,
dengan rata-rata riap diameter 2-3 cm/th dan produksi kayunya 41,5 m3/ha. Pada
areal yang ditumbuhi alang-alang, umur 13 tahun mencapai tinggi 25 m dengan
diameter rata-rata 27 cm serta hasil produksi rata-rata 20 rn3/ha/lahun (Awang
d m Taylor 1993; Departemen Kehutanan 1994).

Ciri urnum kayu akasia adalah teras benvarna coklat pucat sarnpai coklat
tua dimana batasnya tegas dengan gubal yang benvaina kuning pucat sampai
kuning jerami.

Corak kayunya polos atau berjalur-jalur benvarna gelap dan

terang bergantian pada bidang radial, tekstur halus sampai agak kasar dan merata
dengan arah serat biasanya lurus dan kadang-kadang berpadu. Permukaan agak
mengkilap, kesan raba licin dan agak keras sarnpai keras (Mandang dan Pandit
1997).
Kayu Acacia mangium Willd. memiliki berat jenis rata-rata 0,61
(0,43-0,66),

tergolong ke dalam kelas kuat 11--111 dan kelas awet 111.

Kegunaannya antara lain untuk bahan konstruksi ringar, sampai berat, rangka
pintu dan jendela. perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, pancang,
gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan
batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan
kertas, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan ;3rang (Mandang . d m

Pandit 1997).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan
Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Yertanian Bogor.

Penelitian berlangsung selama delapan bulan dari bulan

Desember 2006 hingga Juli 2007.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu afrika (Maesopsis

eminii Engl.) yang berasal dari daerah Cibeureum, Bogor dan kayu akasia (Acaciu
mangium Willd). yang berasal dari daerah Darmaga dan Jasinga, Bogor dengan
perkiraau umur kedua jenis 7 hingga 10 tahun. Perekat qang dipakai adalah Water

Based Polymer isocyanate (WBPI) yang diperoleh dzri PT. Polychemi Asia
Pasifik, Jakarta.
Alat yang digunakan untuk pembuatan papan dan lamina adalah gergaji
mesin, mesin serut dan mesin amplas.

Kilang pen