PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Credit Risk dan Liquidity Risk Terhadap Profitability Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2012-2014.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkembangnya perbankan syariah di Indonesia, dikarenakan
kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa keuangan berbasis Islam
sangat tinggi. Seiring dengan perkembangan perbangkan syariah juga diikuti
berbagai permasalahan dan risiko perbankan. Diantaranya
tekanan pada
tingkat profitabilitas bank, yang dipengaruhi oleh pembentukan beban
pencadangan yang lebih tinggi. Seperti pada berita yang dilansir oleh
okezone.com 2015, bahwa PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo)
merevisi prospek peringkat PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BBMI) dari
“stabil” menjadi “negatif”. Prospek negatif diberikan untuk mengantisipasi
kemungkinan pelemahan lebih lanjut dari profil kualitas aset bank, karena
tren pembiayaan dalam perhatian khusus (special mention loan/SML) yang
meningkat. Manajemen BBMI telah menangani situasi ini dengan
memperkuat kebijakan manajemen risiko dan membentuk divisi pemulihan
aset untuk fokus pada proses restrukturisasi dan pemulihan pembiayaan
bermasalah. Pefindo tidak mengharapkan NPF BBMI akan membaik secara
signifikan karena upaya bank akan dihadapkan pada kondisi ekonomi yang
kurang menguntungkan saat ini.
Tanda-tanda kenaikan kurs US dolar mulai terlihat sejak tahun
1997, yang diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan melebarkan band
1
2
intervesnsi dari 8% menjadi 12%. Bank Indonesia perlu melakukan intervensi
dari sisi supply US dolar senilai US$ 2 milyar. Intervensi pada nilai supplay
ternyata diikuti dengan intervensi pada sisi demand, yaitu dengan menaikan
suku bunga SBI dari 14% menjadi 30%. Pada hari yang sama Bank Indonesia
menghentikan transaksi SBPU sehingga likuiditas menjadi ketat. Dengan
intervensi ini kurs US dolar dapat ditahan. Namun intervensi sisi demand juga
mengakibatkan terjadinya krisis kedua yang dampaknya lebih parah, yaitu
krisis likuiditas (Arifin, 2000:55). Pelemahan nilai tukar rupiah di level lebih
dari empat belas ribu rupiah per dolar Amerika seperti di tahun 2015 ini,
secara makro dapat menimbulkan kredit bermasalah atau non-performing
loan (NPL) perbankan. Dengan demikian harus ada pertimbangan serta
penundaan penyaluran kredit oleh bank untuk pengadaan barang impor
hingga harga rupiah membaik. Disamping itu, situasi lingkungan eksternal
dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan
semakin
kompleksnya
risiko
kegiatan
usaha
perbankan
sehingga
meningkatkan kebutuhan praktik tata kelola bank yang sehat (good corporate
governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan
aktif pengurus bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses
identifikasi, pengukuran, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta
pengendalian intern (Rivai, 2007:21).
Kondisi stabilitas sistem keuangan di Indonesia masih solid. Hal ini
ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar
keuangan. Solidaritas perbankan di Indonesia, diperkuat oleh hasil stress test
3
terhadap kondisi permodalan bank. Berdasarkan sekenario perlambatan
ekonomi yang cukup dalam, kenaikan suku bunga yang tinggi, penurunan
harga aset pasar keuangan, dan pelemahan nilai tukar, secara umum
permodalan bank masih jauh di atas batas minimal yang ditetapkan. Pada
tahun 2014 berdasarkan laporan BI, mencatat tingginya NPL pada empat
sektor yakni di sektor konstruksi, pertambangan, perdagangan, dan jasa
sosial. Sektor konstruksi tercatat sebesar 4,43% atau naik dibandingkan bulan
sebelumnya yang sebesar 4,24%. Pada sektor pertambangan NPL tercatat
sebesar 3,09% dibandingkan dengan bulan sebelumnya 2,49%. Pada sektor
perdagangan mencatat NPL sebesar 3,06% dari 2,92%, dan sektor jasa sosial
sebesar 2,96% dari 2,48 pada bulan sebelumnya (www.bi.go.id).
Risiko yang dapat timbul dari perbankan syariah diantaranya adalah
risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit merupakan risiko akibat
kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank
sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktivitas bisnis bank. Pada sebagian besar bank, pemberian
pembiayaan merupakan sumber risiko kredit yang terbesar, selain
pembiayaan bank menghadapi risiko kredit dari berbagai instrumen keuangan
seperti surat berharga, akseptasi, transaksi antar bank, transaksi pembiayaan
perdagangan, transaksi nilai tukar, derivatif, serta kewajiban komitmen dan
kontingensi (Rustam, 2013:55).
Pemahaman likuiditas adalah kemampuan memenuhi kewajiban,
dalam konteks likuiditas perbankan dapat diartikan sebagai kemampuan
4
memenuhi kewajiban utama berupa simpanan masyarakat atau nasabah dan
kewajiban likuid lain. Bentuk kepercayaan masyarakat pada perbankan
sebagai lembaga kepercayaan adalah dana masyarakat yang berada di bank
setiap saat dapat ditarik atau dicairkan, dengan demikian pihak perbankan
harus dapat memenuhinya. Adanya alat pemantau likuiditas perbankan,
seperti indikator terbaru, yaitu liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable
funding ratio (NSFR). LCR dirumuskan sebagai rasio antara stock of high
quality liquid assets (HQLA) dengan net cash outflows (NCO). NSFR rasio
antara amount of stable funding (ASF) dan required amount stable funding
(RASF). Inti dari LCR dan NSFR, bank tidak boleh lagi lebih besar pasak
daripada tiang dalam konteks likuiditas. Kebutuhan likuiditas perbankan
harus bisa dipenuhi dari kemampuan internal dan secara fundamental diyakini
akan selalu terjaga baik. Sebagian besar bank yang bermasalah adalah bank
yang telah melakukan mismanagemen. Persoalan dalam mismanagemen tidak
terlepas
dari
masalah
likuiditas.
Persoalan
likuiditas
bank
adalah
permasalahan dilematis, artinya kalau bank menghendaki untuk memelihara
likuiditas yang tinggi maka profit akan turun atau rendah, sebaliknya kalau
likuiditas rendah maka profit menjadi tinggi (Taswan, 2006:95).
Peran perbankan dalam menciptakan produk dan jasa yang memiliki
daya saing menjadi sangat vital. Perbankan yang memiliki fungsi sebagai
lembaga intermediasi diharapkan mampu menyediakan kredit kepada sektorsektor produktif. Disisi lain, perbankan berperan dalam menyediakan sistem
pembayaran dapat dioptimalkan. Dengan langkah menciptakan inklusi
5
keuangan (financial inclusion) seperti menciptakan layanan uang elektronik,
sistem pembayaran atau transaksi online melalui jaringan elektronik.
Perbankan akan mampu menyerap setiap aktivitas prekonomian dari
masyarakat sehingga mampu mempercepat perputaran ekonomi. Peran bank
dalam perekonomian bisa ditinja dari berbagai aspek, antara lain bank sebagai
lembaga perantara keuangan, sebagai lembaga pencipta kredit dan uang,
sebagai sumber penghasilan dan pencipta lapangan kerja, sebagai pemasok
aneka ragam jasa perbankan dan lain sebagainya (Reksoprayitno, 1992:2).
Keberadaan bank syariah di tanah air telah mendapatkan pijakan
kokoh setelah lahirnya Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992
yang direvisi melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999, yang dengan
tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank
Islam. Dengan demikian, bank ini berorientasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi
hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syariah dalam melakukan
kegiatan usaha bank. Adanya Bank Islam diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaanpembiayaan yang dikelurkan oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank
Islam dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam
dengan nasabah tidak lagi sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi
hubungan kemitraan (Muhammad, 2011:17).
Bank didirikan untuk jangka waktu tak terbatas, artinya manajemen
bank selalu berusaha menjaga keberlangsungan operasi bank. Untuk dapat
mempertahankan dan mengembangkan lembaga perbankan diperlukan daya
6
saing yang memadai. Untuk dapat bersaing, bank harus bekerja pada tingkat
efisiensi yang tinggi dan selalu berusaha menekan risiko, menciptakan
pengembangan sistem dan prosedur pelayanan serta sistem informasi yang
memungkinkan terselenggaranya kegiatan operasional bank semakin lancar,
dan juga bank harus memiliki modal yang cukup dan sehat sebagai penggerak
operasi bank (Taswan, 2006:71). Dengan demikian, berdasarkan uraian di
atas penelitian ini mengangkat judul tentang “Analisis Pengaruh Credit Risk
dan Liquidity Risk Terhadap Profitability Perbankan Syariah di
Indonesia Periode 2012-2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disusun sebelumnya, maka
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah credit risk dan liquidity risk berpengaruh secara parsial terhadap
profitability perbankan syariah di Indonesia?
2. Apakah credit risk dan liquidity risk berpengaruh secara simultan terhadap
profitability perbankan syariah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menguji dan menganalisis pengaruh credit risk dan liquidity risk secara
parsial terhadap profitability perbankan syariah Indonesia.
7
2. Menguji dan menganalisis pengaruh credit risk dan liquidity risk secara
simultan terhadap profitability perbankan syariah di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini yang diharapkan dapat berkaitan dengan tujuan
yang ingin dicapai, sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bahan
pertimbangan bagi manajemen perbankan dalam mengelola dan
menganalisis risiko yang akan timbul pada masa yang akan datang. Bagi
pengguna jasa perbankan syariah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan sumber informasi dalam menggunakan produk dan jasa perbankan
syariah, khususnya melihat dari segi risiko yang dapat timbul dari
perbankan syariah yang dipilih.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai referensi
dan literatur dalam dunia pendidikan dan pengembangan teori-teori ilmu
ekonomi yang berfokus pada hal perbankan. Serta memberi wawasan
mengenai manajemen risiko di lingkungan perbankan syariah. Mampu
memberi pemahaman kepada masyarakat umum untuk memahami risiko
kredit dan risiko likuiditas serta pengaruhnya terhadap perbankan syariah.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkembangnya perbankan syariah di Indonesia, dikarenakan
kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa keuangan berbasis Islam
sangat tinggi. Seiring dengan perkembangan perbangkan syariah juga diikuti
berbagai permasalahan dan risiko perbankan. Diantaranya
tekanan pada
tingkat profitabilitas bank, yang dipengaruhi oleh pembentukan beban
pencadangan yang lebih tinggi. Seperti pada berita yang dilansir oleh
okezone.com 2015, bahwa PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo)
merevisi prospek peringkat PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BBMI) dari
“stabil” menjadi “negatif”. Prospek negatif diberikan untuk mengantisipasi
kemungkinan pelemahan lebih lanjut dari profil kualitas aset bank, karena
tren pembiayaan dalam perhatian khusus (special mention loan/SML) yang
meningkat. Manajemen BBMI telah menangani situasi ini dengan
memperkuat kebijakan manajemen risiko dan membentuk divisi pemulihan
aset untuk fokus pada proses restrukturisasi dan pemulihan pembiayaan
bermasalah. Pefindo tidak mengharapkan NPF BBMI akan membaik secara
signifikan karena upaya bank akan dihadapkan pada kondisi ekonomi yang
kurang menguntungkan saat ini.
Tanda-tanda kenaikan kurs US dolar mulai terlihat sejak tahun
1997, yang diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan melebarkan band
1
2
intervesnsi dari 8% menjadi 12%. Bank Indonesia perlu melakukan intervensi
dari sisi supply US dolar senilai US$ 2 milyar. Intervensi pada nilai supplay
ternyata diikuti dengan intervensi pada sisi demand, yaitu dengan menaikan
suku bunga SBI dari 14% menjadi 30%. Pada hari yang sama Bank Indonesia
menghentikan transaksi SBPU sehingga likuiditas menjadi ketat. Dengan
intervensi ini kurs US dolar dapat ditahan. Namun intervensi sisi demand juga
mengakibatkan terjadinya krisis kedua yang dampaknya lebih parah, yaitu
krisis likuiditas (Arifin, 2000:55). Pelemahan nilai tukar rupiah di level lebih
dari empat belas ribu rupiah per dolar Amerika seperti di tahun 2015 ini,
secara makro dapat menimbulkan kredit bermasalah atau non-performing
loan (NPL) perbankan. Dengan demikian harus ada pertimbangan serta
penundaan penyaluran kredit oleh bank untuk pengadaan barang impor
hingga harga rupiah membaik. Disamping itu, situasi lingkungan eksternal
dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan
semakin
kompleksnya
risiko
kegiatan
usaha
perbankan
sehingga
meningkatkan kebutuhan praktik tata kelola bank yang sehat (good corporate
governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan
aktif pengurus bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses
identifikasi, pengukuran, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta
pengendalian intern (Rivai, 2007:21).
Kondisi stabilitas sistem keuangan di Indonesia masih solid. Hal ini
ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar
keuangan. Solidaritas perbankan di Indonesia, diperkuat oleh hasil stress test
3
terhadap kondisi permodalan bank. Berdasarkan sekenario perlambatan
ekonomi yang cukup dalam, kenaikan suku bunga yang tinggi, penurunan
harga aset pasar keuangan, dan pelemahan nilai tukar, secara umum
permodalan bank masih jauh di atas batas minimal yang ditetapkan. Pada
tahun 2014 berdasarkan laporan BI, mencatat tingginya NPL pada empat
sektor yakni di sektor konstruksi, pertambangan, perdagangan, dan jasa
sosial. Sektor konstruksi tercatat sebesar 4,43% atau naik dibandingkan bulan
sebelumnya yang sebesar 4,24%. Pada sektor pertambangan NPL tercatat
sebesar 3,09% dibandingkan dengan bulan sebelumnya 2,49%. Pada sektor
perdagangan mencatat NPL sebesar 3,06% dari 2,92%, dan sektor jasa sosial
sebesar 2,96% dari 2,48 pada bulan sebelumnya (www.bi.go.id).
Risiko yang dapat timbul dari perbankan syariah diantaranya adalah
risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit merupakan risiko akibat
kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank
sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktivitas bisnis bank. Pada sebagian besar bank, pemberian
pembiayaan merupakan sumber risiko kredit yang terbesar, selain
pembiayaan bank menghadapi risiko kredit dari berbagai instrumen keuangan
seperti surat berharga, akseptasi, transaksi antar bank, transaksi pembiayaan
perdagangan, transaksi nilai tukar, derivatif, serta kewajiban komitmen dan
kontingensi (Rustam, 2013:55).
Pemahaman likuiditas adalah kemampuan memenuhi kewajiban,
dalam konteks likuiditas perbankan dapat diartikan sebagai kemampuan
4
memenuhi kewajiban utama berupa simpanan masyarakat atau nasabah dan
kewajiban likuid lain. Bentuk kepercayaan masyarakat pada perbankan
sebagai lembaga kepercayaan adalah dana masyarakat yang berada di bank
setiap saat dapat ditarik atau dicairkan, dengan demikian pihak perbankan
harus dapat memenuhinya. Adanya alat pemantau likuiditas perbankan,
seperti indikator terbaru, yaitu liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable
funding ratio (NSFR). LCR dirumuskan sebagai rasio antara stock of high
quality liquid assets (HQLA) dengan net cash outflows (NCO). NSFR rasio
antara amount of stable funding (ASF) dan required amount stable funding
(RASF). Inti dari LCR dan NSFR, bank tidak boleh lagi lebih besar pasak
daripada tiang dalam konteks likuiditas. Kebutuhan likuiditas perbankan
harus bisa dipenuhi dari kemampuan internal dan secara fundamental diyakini
akan selalu terjaga baik. Sebagian besar bank yang bermasalah adalah bank
yang telah melakukan mismanagemen. Persoalan dalam mismanagemen tidak
terlepas
dari
masalah
likuiditas.
Persoalan
likuiditas
bank
adalah
permasalahan dilematis, artinya kalau bank menghendaki untuk memelihara
likuiditas yang tinggi maka profit akan turun atau rendah, sebaliknya kalau
likuiditas rendah maka profit menjadi tinggi (Taswan, 2006:95).
Peran perbankan dalam menciptakan produk dan jasa yang memiliki
daya saing menjadi sangat vital. Perbankan yang memiliki fungsi sebagai
lembaga intermediasi diharapkan mampu menyediakan kredit kepada sektorsektor produktif. Disisi lain, perbankan berperan dalam menyediakan sistem
pembayaran dapat dioptimalkan. Dengan langkah menciptakan inklusi
5
keuangan (financial inclusion) seperti menciptakan layanan uang elektronik,
sistem pembayaran atau transaksi online melalui jaringan elektronik.
Perbankan akan mampu menyerap setiap aktivitas prekonomian dari
masyarakat sehingga mampu mempercepat perputaran ekonomi. Peran bank
dalam perekonomian bisa ditinja dari berbagai aspek, antara lain bank sebagai
lembaga perantara keuangan, sebagai lembaga pencipta kredit dan uang,
sebagai sumber penghasilan dan pencipta lapangan kerja, sebagai pemasok
aneka ragam jasa perbankan dan lain sebagainya (Reksoprayitno, 1992:2).
Keberadaan bank syariah di tanah air telah mendapatkan pijakan
kokoh setelah lahirnya Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992
yang direvisi melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999, yang dengan
tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank
Islam. Dengan demikian, bank ini berorientasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi
hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syariah dalam melakukan
kegiatan usaha bank. Adanya Bank Islam diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaanpembiayaan yang dikelurkan oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank
Islam dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam
dengan nasabah tidak lagi sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi
hubungan kemitraan (Muhammad, 2011:17).
Bank didirikan untuk jangka waktu tak terbatas, artinya manajemen
bank selalu berusaha menjaga keberlangsungan operasi bank. Untuk dapat
mempertahankan dan mengembangkan lembaga perbankan diperlukan daya
6
saing yang memadai. Untuk dapat bersaing, bank harus bekerja pada tingkat
efisiensi yang tinggi dan selalu berusaha menekan risiko, menciptakan
pengembangan sistem dan prosedur pelayanan serta sistem informasi yang
memungkinkan terselenggaranya kegiatan operasional bank semakin lancar,
dan juga bank harus memiliki modal yang cukup dan sehat sebagai penggerak
operasi bank (Taswan, 2006:71). Dengan demikian, berdasarkan uraian di
atas penelitian ini mengangkat judul tentang “Analisis Pengaruh Credit Risk
dan Liquidity Risk Terhadap Profitability Perbankan Syariah di
Indonesia Periode 2012-2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disusun sebelumnya, maka
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah credit risk dan liquidity risk berpengaruh secara parsial terhadap
profitability perbankan syariah di Indonesia?
2. Apakah credit risk dan liquidity risk berpengaruh secara simultan terhadap
profitability perbankan syariah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menguji dan menganalisis pengaruh credit risk dan liquidity risk secara
parsial terhadap profitability perbankan syariah Indonesia.
7
2. Menguji dan menganalisis pengaruh credit risk dan liquidity risk secara
simultan terhadap profitability perbankan syariah di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini yang diharapkan dapat berkaitan dengan tujuan
yang ingin dicapai, sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bahan
pertimbangan bagi manajemen perbankan dalam mengelola dan
menganalisis risiko yang akan timbul pada masa yang akan datang. Bagi
pengguna jasa perbankan syariah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan sumber informasi dalam menggunakan produk dan jasa perbankan
syariah, khususnya melihat dari segi risiko yang dapat timbul dari
perbankan syariah yang dipilih.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi sebagai referensi
dan literatur dalam dunia pendidikan dan pengembangan teori-teori ilmu
ekonomi yang berfokus pada hal perbankan. Serta memberi wawasan
mengenai manajemen risiko di lingkungan perbankan syariah. Mampu
memberi pemahaman kepada masyarakat umum untuk memahami risiko
kredit dan risiko likuiditas serta pengaruhnya terhadap perbankan syariah.