KEKUATAN MENGIKAT PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL YANG DITAFSIRKAN BERBEDA OLEH PARA PIHAK DALAM SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR.
KEKUATAN MENGIKAT PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
YANG DITAFSIRKAN BERBEDA OLEH PARA PIHAK DALAM
SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR
TAUFIK BAGUS JAYANTO
110110070288
ABSTRAK
Pada tahun 1962 Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan
mengenai sengketa kepemilikan atas Kuil Preah Vihear antara Negara
Kamboja dan Negara Thailand yang menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear
berada di bawah kedaulatan Kamboja berdasarkan peta batas wilayah
yang telah dibuat oleh para pendahulu kedua negara tahun 1904-1908.
Namun hingga tahun 2008 putusan Mahkamah tahun 1962 tersebut tidak
dapat terlaksana karena adanya perbedaan penafsiran oleh para pihak
atas putusan tersebut. Upaya-upaya telah dilakukan oleh kedua belah
pihak namun konflik di wilayah sengketa terus terjadi. Setelah konflik yang
panjang, akhirnya para pihak mengajukan permohonan penafsiran dan
provisional measures kepada Mahkamah sebagai upaya pelaksanaan
putusan Mahkamah tahun 1962. Upaya pelaksanaan putusan Mahkamah
pun tidak lepas dari peran ASEAN sebagai organisasi regional di wilayah
tersebut yang diminta oleh Mahkamah untuk turut andil dalam upaya
pelaksanaan putusan Mahkamah tahun 1962.
Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode yuridis normatif
yaitu dengan mengambil materi dari sumber hukum internasional terkait
pengaturan Mahkamah Internasional konvensi-konvensi Internasional dan
sumber hukum lain yang terkait. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menjelaskan permasalahan dengan melihat fakta-fakta yang dikaitkan
dengan aturan hukum dan teori hukum yang berlaku.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam upaya
melaksanakan putusan Mahkamah Internasional terkait adanya
perbedaan penafsiran, para pihak harus tetap mengacu kepada ketentuan
Mahkamah Internasional yang berlaku yaitu Piagam PBB, statuta
Mahkamah Internasional dan peraturan Mahkamah Internasional agar
upaya pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan dapat
meminimalisir timbulnya konflik baru. Organisasi regional dapat turut
berperan mengajak para pihak untuk melaksanakan putusan Mahkamah
Internasional.
iv
YANG DITAFSIRKAN BERBEDA OLEH PARA PIHAK DALAM
SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR
TAUFIK BAGUS JAYANTO
110110070288
ABSTRAK
Pada tahun 1962 Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan
mengenai sengketa kepemilikan atas Kuil Preah Vihear antara Negara
Kamboja dan Negara Thailand yang menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear
berada di bawah kedaulatan Kamboja berdasarkan peta batas wilayah
yang telah dibuat oleh para pendahulu kedua negara tahun 1904-1908.
Namun hingga tahun 2008 putusan Mahkamah tahun 1962 tersebut tidak
dapat terlaksana karena adanya perbedaan penafsiran oleh para pihak
atas putusan tersebut. Upaya-upaya telah dilakukan oleh kedua belah
pihak namun konflik di wilayah sengketa terus terjadi. Setelah konflik yang
panjang, akhirnya para pihak mengajukan permohonan penafsiran dan
provisional measures kepada Mahkamah sebagai upaya pelaksanaan
putusan Mahkamah tahun 1962. Upaya pelaksanaan putusan Mahkamah
pun tidak lepas dari peran ASEAN sebagai organisasi regional di wilayah
tersebut yang diminta oleh Mahkamah untuk turut andil dalam upaya
pelaksanaan putusan Mahkamah tahun 1962.
Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode yuridis normatif
yaitu dengan mengambil materi dari sumber hukum internasional terkait
pengaturan Mahkamah Internasional konvensi-konvensi Internasional dan
sumber hukum lain yang terkait. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menjelaskan permasalahan dengan melihat fakta-fakta yang dikaitkan
dengan aturan hukum dan teori hukum yang berlaku.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam upaya
melaksanakan putusan Mahkamah Internasional terkait adanya
perbedaan penafsiran, para pihak harus tetap mengacu kepada ketentuan
Mahkamah Internasional yang berlaku yaitu Piagam PBB, statuta
Mahkamah Internasional dan peraturan Mahkamah Internasional agar
upaya pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan dapat
meminimalisir timbulnya konflik baru. Organisasi regional dapat turut
berperan mengajak para pihak untuk melaksanakan putusan Mahkamah
Internasional.
iv