PELESTARIAN SUMBER AIR SEBAGAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT CIBIRU UTARA KOTA BANDUNG.

(1)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Geografi

Oleh :

Edi Suryadi (1200881)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

LOKAL MASYARAKAT CIBIRU UTARA KOTA

BANDUNG

Oleh

Edi Suryadi

S.Pd UPI Bandung, 2000

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada SPS Prodi Pendidikan Geografi.

© Edi Suryadi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT. NIP.19640603 198903 1 001

Pembimbing II

Prof. Dr. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si. NIP.19610323 198603 1 002

Mengetahui

Ketua Prodi SPS Pendidikan Geografi UPI Bandung

Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT. NIP.19640603 198903 1 001


(4)

Edi Suryadi, 2014

Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT.

2. Prof. Dr. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si Abstrak

Keberadaan sumber air di Kawasan Cibiru Utara Kota Bandung ditengah keterbatasan sumber-sumber air, di wilayah tersebut masih ada sumber air yang terpelihara dengan baik, hal ini menjadi menarik untuk dikaji. Penelitian bertujuan menggali bentuk-bentuk kearifan lokal dalam pelestarian sumber air.

Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif-verifikatif dengan pendekatan fenomenologi berusaha mengungkap makna dibalik fakta. Proses pengumpulan data dengan teknik triangulasi, bersumber dari sebelas informan dengan latar belakang yang beragam seperti: Tetua kampung (tokoh setempat), aparat RT/RW, penanggungjawab sumber air/kuncen (juru kunci), ketua DKM dan tokoh pemuda.

Fenomena pelestarian sumber air, ada sebagian penduduk yang masih memegang papagon (kearifan) yang telah diwariskan dari karuhun (leluhur). Pikukuh yang masih bisa diidentifikasi kemudian disandingkan dengan petuah yang sudah berlaku secara umum di Tatar Sunda. Fenomena ini bisa ditelusuri sisanya dalam bentuk nilai-nilai pelestarian berupa: nilai adaptasi, nilai integrasi teknologi, nilai integrasi keruangan, nilai religi, nilai sosial-budaya, nilai praktis, nilai keseimbangan lingkungan, dan nilai sustainability. Kearifan lokal yang masih nampak dalam ujud struktur ruang merupakan suatu fenomena etika berprilaku hasil dari interaksi penduduk dengan lingkungannya untuk melindungi keberadaan sumber air. Maka fenomena kearifan lokal terbukti menunjukan keampuhan dalam mengatasi tantangan perubahan lingkungan berupa fungsi perlindungan, pelestarian, pengendalian dan pengawetan sumber air di masyarakat.

Keberadaan sumber air di Kawasan Cibiru Utara tidak lepas dari adanya gangguan dan ancaman. Kondisi ini solusinya dengan titik berat pada pemberdayaan kearifan lokal masyarakat dalam bentuk musyawarah, gotong royong dan pembinaan generasi muda. Sehingga langkah pemberdayaan kearifan lokal dalam pelestarian sumberdaya alam mampu menjaga keselarasan interaksi manusia dengan lingkungannya dalam pelestarian sumber air.

Pengintegrasian nilai-nilai hasil penelitian dimaknai sebagai pengembangan dan memperkaya muatan materi pembelajaran geografi yang bersumber dari lingkungan sekitar sekolah. Upaya ini memiliki arti yang strategis karena peserta didik dihadapkan pada dunia nyata yang mengandung nilai-nilai positif bagi pengembangan karakter, berupa upaya membangun pemahaman etika lingkungan tentang keselarasan dan keseimbangan dalam pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya air di lingkungannya.

Maka fenomena ini menjadi hal yang penting untuk direkomendasikan supaya diinventarisasi dengan melibatkan peran serta pemerintah dan masyarakat setempat sehingga nilai-nilai kearifan lokal tersebut mampu diakses oleh masyarakat melalui dunia pendidikan khususnya pada pembelajaran geografi.


(5)

Edi Suryadi, 2014

College Instructor : 1. Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT. 2. Prof. Dr. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si

Abstract

The existence of water sources in the area of North Bandung Cibiru, amid limited water resources in the region, is still well maintained, and it becomes interesting to study. The study aims to explore the forms of local knowledge in conservation of water resources.

The method in this study is qualitative-verification with the phenomenological approach which seeks to uncover the meaning behind the facts. The process of collecting data by triangulation techniques, sourced from eleven informants with diverse backgrounds such as: Elders of the village (local leaders), RT/RW official, kuncen (person in charge of water resource), the chief of masjid board of direstors and youth leaders.

The phenomenon of preservation of water resources, there are some people who still uphold papagon (wisdom) which has been inherited from karuhun (ancestor). Pikukuh which can still be identified and then interpreted with the advice that has been applied generally in Tatar Sunda. This phenomenon can be traced to the rest in the form of conservation values: the value of adaptation, the value of technology integration, spatial integration value, religious value, socio-cultural value, practical value, the environmental balance and the sustainability value. The local

wisdom which is still visible in the form of the structure of space is a phenomenon resulting from the interaction of ethics behave population with its environment to protect the existence of water sources. Thus the phenomenon of local knowledge proved to show efficacy in addressing the challenges of changing environment protection function, preservation, control and preservation of water resources in the community.

The existence of water sources in the area of North Cibiru can not entirely be apart from the interferences and threats. The solution this condition is by emphasizing on the empowerment of indigenous communities in the form of consultation, mutual assistance and coaching youth. So the empowerment of local wisdom in the conservation of natural resources is able to maintain the harmony of human interaction with the environment in the preservation of water resources.

The integration of values interpreted as the result of research and development charge riches geography teaching materials sourced from around the school environment. This effort has strategic significance because students are connected to the real world that contains positive values for character development, which is an effort to build an understanding towards the ethical environment of harmony and balance in the utilization and conservation of water resources in the environment.

So this phenomenon becomes important to be recommended in order to be inventoried by involving the government and local communities, so that the values of local wisdom proficiency level can be accessed by the public through education, especially in learning geography.


(6)

Edi Suryadi, 2014

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ……….... i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ……….... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. v

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ……….. x

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang ………... 1

B. Identifikasi Masalah ……….. 10

C. Fokus Masalah ………... 13

D. Tujuan Penelitian ………... 14

E. Manfaat Penelitian ………. 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 15 A. Manusia Dan Lingkungan ……….. 15

B. Konsep Kearifan Lokal ……….. 27

C. Pelestarian Sumberdaya Alam ………... 33

D. Konsep Sumberdaya Air ……… 36

E. Pelestarian Sumberdaya Air ……….. 37

F. Sumberdaya Air, Kearifan Lokal dan Bentuk Gangguan di Masyarakat ………. 45

G. Pembelajaran Geografi dan Bentuk Kearifan Lokal dalam Pelestarian Sumberdaya Alam ……….. 48

1. Pembelajaran Geografi ………. 48

2. Pemanfaatan Kearifan Lokal sebagai Sumber Pembelajaran Geografi ………. 51

BAB III METODE PENELITIAN 56 A. Metode Penelitian ……….. 56

B. Lokasi Objek, Waktu dan Informan ………. 57

C. Sumber Data ……….. 60

D. Prosedur Pengumpulan data ……….. 61

E. Prosedur Analisis Data ……….. 64

F. Pengecekan Keabsahan Data ………. 66

G. Kerangka Berpikir ………. 67

H. Rancangan Jadwal Penelitian ……… 68

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi penelitian ……….. 69


(7)

Edi Suryadi, 2014

2. Kondisi Fisiografis ……… 73

3. Kondisi Sosial ………... 73

B. Hasil Penggalian Data ………... 75

1. Sumber Air Cimandor Kampung Cipariuk …………... 77 2. Sumber Air Cigagak Kampung Cigagak ……….. 86 3. Sumber Air Cikulah Kampung Pamubusan ………….. 92 4. Sumber Air yang Tidak Berfungsi lagi ………. 96 5. Identifikasi Bentuk-Bentuk Kearifan Lokal di

Kawasan Cibiru Utara dalam Pelestarian Sumber Air .. 99 6. Analisis Nilai-Nilai Kearifan Lokal yang Nampak

dalam Pelestarian Sumber Air di Kawasan Cibiru

Utara ……….. 110

C. Usaha-Usaha Masyarakat dalam Mengatasi Gangguan

Terhadap Keberadaan Sumber Air………. 125 D. Implikasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pelestarian

Sumber Air Terhadap Pembelajaran Geografi ………….. 127

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 142

A. Kesimpulan ……… 142

B. Rekomendasi ………. 144

DAFTAR PUSTAKA 146

LAMPIRAN-LAMPIRAN 151

Lampiran A : Panduan Wawancara & Observasi 151

Lampiran B : Daftar Informan dan Resume Hasil Wawancara 153

Lampiran C : Surat Izin Penelitian 173


(8)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang yang sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup manusia. Manusia secara ekologis adalah bagian dari lingkungan hidup, maka keutuhan lingkungan hidup menentukan keberlangsungan hidup manusia. Hal ini dapat dipandang juga bahwa keberadaan manusia di atas muka bumi sangat dipengaruhi oleh komponen lingkungan. Salmah (2010:13)

berpendapat “Sebagai tempat hidup mensyaratkan harus ada keserasian antara

manusia dengan lingkungan. Keserasian yang terjalin tentunya menuju pada

keberlanjutan kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitanya”.

Kondisi lingkungan hidup tidak berdiri sendiri, menurut Salmah (2010:15) bahwa lingkungan ditopang oleh “tiga komponen utama lingkungan yaitu sumber daya alam, lingkungan sosial dan lingkungan binaan”. Ketiga komponen tersebut menentukan kualitas kehidupan manusia. Salah satu komponen sumberdaya alam khususnya unsur air yang menjadi komponen penunjang bagi kelangsungan kehidupan tidak hanya manusia, tetapi seluruh makhluk hidup di permukaan bumi, tentunya menjadi prioritas dalam upaya pelestarian. Keberadaan ini pula sejalan dengan antisipasi perkembangan manusia diera modern saat ini banyak perubahan yang terjadi, baik secara kuantitas terjadi pertumbuhan penduduk dan secara kualitas tuntutan hidup terus meningkat, hingga membawa konsekuensi terjadinya perubahan kondisi lingkungan. Sebagaimana menurut Sugandhy, dkk.

(2009:12) bahwa “Perubahan-perubahan kecil terjadi pada mutu lingkungan dapat menimbulkan akibat besar pada pola-pola lingkungan dunia, perubahan terjadi karena pemanfaatan terhadap sumberdaya mengalami peningkatan misalnya

kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, kebutuhan pangan, air dll”. Senada dengan pernyataan sebelumnya Soerjani, dkk (1987:6) berpendapat, “jadi karena populasi manusia bertambah besar itu juga meningkatkan pula pola hidup atau tingkat konsumsinya maka tuntutan terhadap daya dukung tidak saja ditentukan oleh pertambahan populasi manusia, tetapi juga oleh peningkatan konsumsi atau peningkatan tuntutan terhadap sumberdaya”.


(9)

Memang tak dipungkiri bahwa laju peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah dapat meningkatkan penggunaan komponen sumberdaya alam, khusunya sumberdaya air. Komponen air ini merupakan unsur utama bagi makhluk hidup di planet bumi. Manusia mampu bertahan hidup tanpa makanan dalam beberapa minggu tetapi tanpa air Ia akan mati dalam beberapa hari saja. Sebagai sumberdaya alam, Air menjadi sumberdaya yang mutlak diperlukan bagi hidup dan kehidupan, tidak hanya manusia tetapi juga makhluk hidup lain beserta lingkungannya. Sebagai sumberdaya alam, ketersediaanya, baik jumlah maupun mutunya bervariasi menurut ruang dan waktu. Demikian pula fungsi dan gunanya memerlukan berbagai upaya peningkatan dan perlindungan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. Adanya pengembangan dan pengelolaan, sumberdaya air mempunyai guna yang luas bagi perekonomian, kehidupan dan lingkungan. Sumberdaya Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang keberadaanya dijamin oleh konstitusi, yaitu pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi “ bumi dan air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Konstitusi ini jelas ada jaminan terhadap

keberadaan penduduk yang memerlukan air.

Air memang hajat yang penting bagi kehidupan manusia, tidak ada air tidak ada kehidupan, tidak ada kehidupan pasti manusia tidak ada untuk melahirkan peradaban atau lingkungan budaya yang merupakan kekhasan dalam tata ruang di sekitarnya. Sebagaimana Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air nomor 4 sebagai berikut :

Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar-sektor, antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air. Berdasarkan pertimbangan tersebut undang-undang ini lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.

Senada dengan pernyataan di atas bahwa keberadaan air Undang-Undang Nomor


(10)

merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk

mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang”.

Menyangkut hal tersebut kadangkala sering terjadi lemahnya posisi masyarakat lokal memegang hak pengelolaan air yang terindikasi dari tidak adanya ijin secara formal atau legal yang diperoleh masyarakat lokal menjadi sangat relevan untuk dipersoalkan ketika kompetisi air menjadi satu fenomena. Terkait dengan kepentingan pengelolaan itu, air mempunyai fungsi sosial yang tentunya berorientasi pada kesejahteraan masyarakat sesuai amanat Undang-Undang yang berlaku. Pentingnya sumberdaya air bagi kehidupan masyarakat di suatu wilayah menjadi objek yang menarik untuk dikaji. Hal ini Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk sementara secara kuantitas air jumlahnya relatif tetap.

Kondisi ini perlu penanganan yang serius mengingat air menjadi komponen utama dalam menopang kehidupan. kita menelaah pengelolaan sumberdaya air berbasis masyarakat bisa dijadikan solusi menjawab permasalahan itu karena terkait dengan kepentingan secara langsung artinya masyarakatlah sebagai pengguna air untuk keperluan sehari-hari, dan pendekatan bagi pemahaman tersebut tentunya harus berbasis pada masyarakat itu sendiri. Indonesia kaya akan nilai-nilai yang bisa dijadikan dasar dalam pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan khususnya terhadap sumberdaya air, terutama yang bersumber dari nilai kearifan lokal (local wisdom). Kearifan lokal mampu sebagai filter dalam mengendalikan eksploitas lingkungan sebagaimana pendapat Kurniasari & Reswati (2011) “…kearifan lokal membawa pesan bagi masyarakat lain dalam rangka menyelesaikan permasalahan-permasalahan lingkungan di daerahnya, sehingga generasi mendatang akan menerima warisan alam dengan kondisi yang

semestinya mereka terima”. Semangat mengangkat kearifan lokal sebagai salah satu solusi dalam memecahkan permasalahan lingkungan dan memberikan penegasan terhadap konsep kearifan lokal sebagai produk budaya yang ditujukan untuk pengaturan hubungan manusia dengan lingkungannya khusunya pemeliharaan sumberdaya air. Perlu ada penekanan pentingnya partisipasi masyarakat dalam penciptaan kearifan lokal, sebagaimana menurut Chaiphar dkk (2013:16) perlu strategi perencanaan, seperti yang dilakukan dinegarannya untuk meningkatkan kualitas lingkungan bahwa The environmental quality management


(11)

plan for 2007-2011 stipulated a specific strategy: that social and community participation, as well as the creation of local wisdom by the civil society, should be encouraged to manage the natural resources and the environment. Maka partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan kearifan lokal harus didorong atau diarahkan untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan peran penting terhadap perkembangan peradaban manusia dan dunia modern saat ini. Sebenarnya upaya merencakan strategi dalam pengelolaan sumberdaya khususnya sumber air sangat mudah melibatkan penduduk lokal, karena mereka terlibat langsung dalam interaksi dengan lingkungan sekitar, dan mempunyai persepsi yang telah mengakar sejak dulu, mereka berinteraksi dengan lingkungan dan mempunyai system ketergantungan. Kondisi ini memberikan kontribusi dan pengaruh pada lingkungan hidupnya dan sebaliknya lengkungan juga memberikan pengaruh pada kehidupan manusia.

Salah satu kekayaan nilai yang ada di bumi Nusantara ini adalah yang bersumber dari masyarakat Etnik Sunda. Etnik Sunda merupakan salah satu etnik bangsa yang ada di Pulau Jawa. Etnik Sunda memiliki kharakteristik yang unik yang membedakan dengan masyarakat etnik lain. Kharakteristiknya itu tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama, bahasa, kesenian, adat istiadat, mata pencaharian, tata wilayah dan lain sebagainya. Salah satu keunikan yang menarik dari masyarakat Etnik Sunda dalam pengelolaan lingkungan adalah pemeliharaan sumberdaya air sebagai penopang kehidupan. Nilai-nilai yang tumbuh dimasyarakat merupakan nilai yang diwariskan dalam bentuk lisan secara turun-temurun. Penataan ruang wilayah yang mempunyai dampak bagi kelestarian lingkungan khusunya pemeliharaan sumber air, secara umum telah ada dan menjadi falsafah hidup dalam menjalin keselarasan hidup dengan alam. Seyogyannya manusia hidup haruslah selaras dengan alam walaupun ada modifikasi akibat perkembangan iptek Etnik Sunda sejak dulu memiliki falsafah hidup salah satunya yaitu “manuk hibeur ku jangjangna, manusia hirup ku akalna” pepetah ini memberikan motivasi untuk berkreasi terhadap lingkungan supaya mampu mempertahan hidup dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitar. Memang tak disadari lingkungan alam sebenarnya pada kondisi tertentu


(12)

membentuk, mewarnai, ataupun menjadikan obyek dari timbulnya ide-ide dan pola pikiran manusia.

Nilai berupa ungkapan atau prilaku umum yang ada dalam lingkungan masyarakat misalnya berupa penataan lingkungan merupakan cerminan penghormatan terhadap pentingnya unsur air bagi masyarakat Etnik Sunda yang selalu mengupayakan keselarasan hidup dengan lingkungannya supaya kebutuhan air tetap terjaga. Sebagaimana inti dari kebutuhan air menurut Rohmat (2010:9)

“secara substansi kebutuhan manusia akan air harus memenuhi dari aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitas (berkesinambungan)”. Point pokok yang tersirat dalam pendapat tesebut tentunya harus ada penekanan yang kuat supaya tumbuh persepsi yang sama memandang air sebagai fungsi sosial.

Masyarakat Sunda dan kearifan lokalnya dewasa ini tak lepas dari pergeseran cengkraman arus globalisasi. Fakta-fakta lapangan yang menunjukan suatu ketaatan terhadap pemeliharaan lingkungan sulit untuk di temui bukti eksistensinya. Namun dengan pola hidup yang sederhana menekankan keselarasan hidup dengan alam mungkin saja masih bisa ditelusuri realitas saat ini dalam memelihara sumberdaya air bagi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini ditegaskan

oleh Partawijaya (2012) bahwa “Kearifan Lokal masyarakat Sunda setidaknya

tercermin dari 3 bentuk yang dominan: Relasi manusia dengan manusia, Relasi manusia dengan alam dan relasi manusia dengan Tuhan.

Perkembangannya kebudayaan Etnik Sunda saat ini seperti sedang kehilangan eksistensinya kemampuan beradaptasi, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi di dalam ruang dan waktu. Kemampuan beradaptasi nilai Budaya Sunda terutama nilai-nilai kearifan lokal dalam pelestarian sumberdaya air dapat dikatakan memperlihatkan kondisi yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, nilai-nilai yang ada seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar, akibatnya tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur atau nilai lokal Etnik Sunda yang tergilas oleh arus perubahan. Sebagai contoh paling jelas yaitu nilai-nilai yang bernuansa lingkungan kesulitan menelusuri sisa yang bisa kita rasakan pada situasi masyarakat modern sekarang ini.


(13)

Pada masyarakat adat tentunya kaya akan nilai-nilai kearifan lokal dan sudah menjadi hal yang biasa sebagai “kabuyutan”/larangan yang harus di patuhi oleh masyarakatnya seperti pada masyarakat kampung Naga, kampung Baduy dan Kampung Cikondang, tetapi pada kampung-kampung di kawasan Cibiru Utara bukan kampung adat, penelusuran nilai-nilai lokal yang menjadi “kabuyutan” dalam pemeliharaan tata air untuk keperluan penduduk sehari-hari hanya berlandaskan pada nilai-nilai yang umum dan terjadi umumnnya di Wilayah Etnik Sunda. Fenomena keunikan yang ada menjadi alasan tema ini layak diangkat menjadi bahan fokus kajian dalam penelitian, bahwasannya ada sebagian penduduk di Wilayah Cibiru Utara yang masih memegang aturan

“karuhun”/pendahulunya (nenek moyang) hingga saat ini. Wujud dari prilaku tersebut adalah pelestarian sumber air yang masih memegang aturan yang dulu dilaksanakan oleh “karuhun”(pedahulunya). Pikukuh yang menjadi landasan mampu bertahan dalam pelestarian sumber air dari perubahan lingkungan akibat intervensi kemajuan peradaban manusia saat ini. Eksistensi nilai kearifan lokal yang berlaku sebagai sebuah tata cara system kehidupan masyarakat Cibiru Utara dengan konsep tanpa perubahan, artinya sebagian dari mereka ada yang memegang teguh kealamiahan untuk menjaga keseimbangan atau keselarasan hidup antara alam dan manusia. Kendati norma-norma itu tidak dimunculkan

secara tertulis, akan tetapi “pikukuh” tersebut tetap menjadi pedoman bagi sebagian masyarakat dalam pelestarian sumber air. Untuk menjaga “pikukuh” tersebut, maka dilaksanakan aturan untuk mempertahankannya yang disebut

“pamali.” (tabu atau larangan), artinya tidak boleh dilanggar berarti segala aturan yang sejak dulu telah dilakukan “karuhun”(pendahulu/leluhur) jangan sampai dilanggar atau ditinggalkan yang akibatnya bisa menimbulkan “mamala” atau resiko penderitan bagi penduduk setempat. Fenomena pemeliharaan sumber air ini menjadi fokus yang mengindikasikan adanya keterkaitan manusia dengan unsur air, bahwa intinya secara kuantitas air relatif tetap jumlahnya sedangkan penduduk sebagai penggunan (user) sumber air ini terus bertambah populasinya, fenomena pemeliharaan ini secara geografis menjadi hal yang menarik untuk dikaji perihal nilai-nilai lokal yang masih tersisa untuk digali dan dijadikan sumber bahan ajar


(14)

dalam pembelajaran geografi dengan menyajikan bentuk pelestarian sumber air berbasis kearifan lokal di zaman peradaban modern saat ini.

Memang sungguh beralasan fenomena ini menjadi fokus kajian karena air sebagai salah satu faktor utama di dalam ekosistem untuk menopang kelangsungan hidup manusia, kondisi ini mendorong untuk dilakukan upaya implementasi dalam dunia pendidikan sebagaimana menurut Mulyadi (2013)

bahwa “penting rasanya untuk menanamkan nilai budaya sunda pada generasi

penerus dengan diadakan interaksi budaya sunda di sekolah-sekolah”. Maka disinilah pembelajaran geografi mampu menjawab harapan tersebut, mengangkat nilai-nilai kearifan Etnik Sunda yang bermanfaat bagi lingkungan yaitu memperkenalkan nilai-nilai pelestarian sumber air yang berbasis kearifan lokal. Mengingat pembelajaran geografi dari hakekat dan ruang lingkup yang ada terkait dengan lingkungan khusunya komponen sumber air, maka penelusuran nilai lokal (local genius) untuk menjadi sumber bahan ajar sekaligus implikasikasinya menjadi unsur terpenting untuk diupayakan dan memperkaya khasanah bagi pembelajaran geografi itu sendiri. Sebagaimana menurut, Sumaatmadja (1997:13)

Dari hakekat dan ruang lingkup pengajaran geografi yang telah dikemukakan di atas, menjadi jelas di mana materi geografi itu dicari. Kehidupan manusia di masyarakat, alam lingkungan dengan segala sumber dayanya, region-region di permukaan bumi , menjadi sumber pengajaran geografi.

Senada dengan Daldjoeni (1997:130) terkait dengan penekanan memperkaya sumber pembelajaran geografi tersebut bahwa :

Agar mampu menghadapi perkembangan masa datang yang serba kompleks, mata pelajaran IPS-Geografi perlu diarahkan kepada masalah-masalah sosial kemanusiaan yang lebih mendalam dan komprehensif. Untuk SLTA

pengajaran geografi harus diberikan secara terpadu …

Karena geografi itu merupakan ilmu observasional, diperlukan pengamatan lapangan. Selain itu pengetahuan peta ditambahkan agar pemahaman konsep keruangan menjadi lebih jelas.

Mengangkat tema yang bersumber dari lingkungan sekitar menjadi hal yang penting dalam pembelajaran geografi. Objek geosfer menjadi lebih jelas untuk di pahami karena materi yang disajikan berupa tema yang nampak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa menumbuhkan karakter salah satunya unsur “Peduli


(15)

lingkungan” berupa Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

Penelusuran kearifan lokal yang tersisa pada masyarakat modern dalam mengupayakan pemeliharaan sumber air dan menjadi panduan masyarakat dulu dan saat ini haruslah digali, sehingga pembelajaran geografi mampu dihubungkan dengan fenomena ruang yang konstektual dalam kehidupan di masyarakat saat ini. Pemeliharaan sumberdaya air berbasis kearifan lokal sebagaiman mana menurut Rohmat (2010:27) bahwa :

Di sisi lain pewarisan budaya dan kearifan lokal dan melalui pendidikan formal dan non formal, harus ditumbuhkembangkan. Budaya dan kearifan lokal bangsa yang kita cintai ini, sudah sangat menjaga kesinambungan SDA, sebut saja budaya mandi syafar di Gorontalo (Opaladu, 2010), larangan menjual tanah ke selain orang Tengger di Tengger Pegunungan Bromo Jawa Timur (Negara, 2010), Leuweung Titipan dan siklus penggunaan lahan huma pada masyarakat Baduy (Rohmat, 1991), keasrian tata lingkungan Kampung Naga (Mutakin, 2003), dan kelestarian beberapa kampung adat lainnya yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara.

Sejalan dengan pendapat sebelumnya Supendi (2011) berpendapat perihal revitalisasi dari nilai-nilai lokal untuk diterapkan pada masa kini bahwa “Kearifan lokal yang terdapat dalam peninggalan peradaban masa lalu seharusnya menjadi nilai revitalisasi untuk pembentukan karakter generasi berikutnya.” Disinilah peranan lembaga pendidikan harus menjadi motor penggerak dalam perubahan,

sebagaimana Alwasilah, dkk (2009:53), menegaskan bahwa “Lembaga pendidikan selain sebagai agen pembaharu (agent of change) juga memproduksi nilai-nilai budaya atau kearifan lokal, sekaligus pula sebagai modal sosial (social capital) dari suatu masyarakat yang terus berubah secara dinamis”. Maka proses kegiatan pembelajaran yang berbasis kearifan lokal menjadi tuntutan yang harus segera dibudayakan kembali dengan menelusuri dan menggali nilai-nilai lokal yang dianggap relevan dengan dinamika perubahan masyarakat saat ini untuk dijadikan sumber bahan ajar bagi dunia pendidikan khusunya mata pelajaran geografi. Penanaman nilai-nilai dari kearifan lokal sebagai upaya dalam membangun karakter bangsa yang bermoral adalah salah satunya menghormati cara-cara karuhun (pendahulu/leluhur) dalam pemanfaatan lingkungan, namun ada


(16)

permasalahan yang menjadi hambatan sebagaimana pendapat Kongprasertamorn (2007:2) terkait dengan permasalahan bahwa: The problem is that local wisdom usually is not officially published and promoted. As a consequence, it is difficult for the public to learn about and use this kind of knowledge. Hambatan ini tentunya perlu ada terobosan sebagai solusi dalam mempromosikan secara resmi terhadap nilai-nilai lokal melalui institusi pendidikan sekolah berupa pengembangan bahan ajar yang aktual. Pengembangan bahan ajar geografi dengan mengangkat isu-isu aktual yang terjadi di lingkungan masyarakat melalui institusi pendidikan sangat strategis terutama untuk mempublikasikan nilai-nilai lokal dan membuka pola berpikir mengenai dunia nyata yang ada disekitarnya. Inti peran pendidikan di sekolah melalui pembelajaran geografi seyogyannya di arahkan pada melatih melakukan observasi dengan kegiatan outdoornya. Sebagaimana menurut Daldjoeni (1997:122) bahwa :

Sekolah melalui geografi melatih peserta didik untuk mengamati dan memahami mata rantai relasi antara gejala yang kedapatan dalam suatu bentang alam. Di situ ada aneka proses dan pola dari kenyataan alam yang berupa relief, tanah, iklim, vegetasi dan sebagainya. Peserta didik sebaiknya untuk keperluan ini diajak keluar sekolah; pengamatan alam dan pembacaan peta dapat dkombinasikan untuk mendasari usaha menafsir relasi antara gejala alam dan gejala sosial.

Dengan demikian peranan pembelajaran geografi memiliki cara tersendiri memberdayakan peserta didik untuk memahami fenomena di lingkungannya termasuk memahami nilai-nilai kearifan lokal yang masih tersisa. Ungkapan pendapat menjadi landasan untuk mengangkat isu-isu lokal yang mampu mengembangkan khasanah bagi sumber pembelajaran geografi untuk membangun persepsi peserta didik yang berkarakter dalam memahami relasi antar gejala yang ada di dalam ruang. Melalui lembaga formal institusi pendidikan salah satunya lembaga persekolahan, nilai-nilai kearifan lokal akan mampu diperkenalkan kepada peserta didik sebagai upaya membangun pola berpikir untuk meningkatkan pemahaman terhadap lingkungan beserta sumberdaya khusunya sumber air, diharapakan nantinya mampu terakses secara mudah oleh masyarakat untuk mengatisipasi tantangan perubahan lingkungan dimasa depan.


(17)

B. Identifikasi Masalah

Merujuk pada fenomena ruang dengan dimunculkannya keunikan hasil survey perihal sumberdaya air yang ada di Kawasan Cibiru Utara pada latar belakang masalah, maka fokus permasalahan adalah menelusuri dan menggali nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber air di kawasan Cibiru Utara. Keberadaan mata air di kampung tersebut sampai saat ini masih terpelihara dan dimanfaatkan dengan baik di tengah krisis air yang sering terjadi, seiring dengan itu, penduduk terus bertambah saat ini tercatat Jumlah penduduk kampung Cipariuk 312 KK, Kampung Cigagak 552 KK dan kampung Pamubusan 350 KK sehingga kondisi tersebut akan menimbulkan permasalahan berupa kemampuan memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat di kemudian hari. Atas dasar itu bagaimana upaya masyarakat mengantisipasi perubahan yang akan terjadi ? dalam hal pemeliharaan sumberdaya air tersebut. Beberapa masalah hasil penelusuran di lapangan yang menjadi perhatian peneliti berupa tindakan-tindakan atau prilaku didasarkan atas fakta yang dilakukan masyarakat dalam melakukan pemeliharaan sumber air. Pada prinsipnya masyarakat tidak menyadari bahwa nilai-nilai yang terkait dengan kebutuhan dasar itu sebenarnya suatu etika dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Penjagaan keselarasa hidup yang tercermin dari prilaku keseharian itu secara tidak disadari membimbing pada kecederungan untuk bersikap, walaupun dalam masyarakat modern saat ini tidak sekuat pada lingkungan masyarakat adat. Hal mendasar, sejauhmanakah masih mengakar nilai-nilai itu khusunya yang terkait langsung dengan pemeliharaan sumber air ? perlu ada penelusuran secara cermat.

Dinamika ruang (pertambahan jumlah penduduk dan konversi lahan) dan Lemahnya regenerasi nilai-nilai berupa cerminan pola prilaku interaksi dengan lingkungan perlu adanya langkah pelestarian, namun transfer pengetahuan tentang nilai-nilai itu terkendalan dengan identifikasi dan inventarisasi dari nilai-nilai tersebut. Jika keberadaan nilai-nilai tadi mampu tergali atau teridentifikasi di kawasan Cibiru Utara, seyogyannya perlu ada transformasi pada pola berpikir masyarakat modern saat ini, tanpa mengubah makna pelestarian dan pemeliharaan sumber air. Tentunya implementasi pada dunia pendidikan menjadi hal penting karena melalui pendidikan ini ada proses transfer pengetahuan melalui kegiatan


(18)

pembelajaran dengan mengemas nilai-nilai untuk diintegrasikan pada kompetensi pembelajaran geografi, sehingga muatan tersebut menambah sumber bahan ajar yang lebih aktual dan nyata dari kehidupan sehari-hari. Berikut bagan gambaran dari latar belakang permasalahan :

Nilai-Nilai Pembelajaran berupa kelemahan mengatasi gangguan

terhadap Sumber air Sumber Air : Cigagak1 & 3,

Cimandor, dan Cikulah

Nilai-Nilai Yang masih dianut dalam Pelestarian

Sumber air

Yang masih terpelihara & Ada Pemanfaatan

Yang tidak terpelihara sumber air kering

Inventarisasi bentuk dan jenis

Gangguan

Penyebab ketidaklestarian sumber air masyarakat Fenomena Keberadaan

Sumber Air

Implikasi Nilai-Nilai dalam Pembelajaran Geografi Kesadaran akan pentingnya sumber air

Dan tindakan pelestarian

Sumber Belajar Geografi

Sumber Air

Sumber Air : Cigagak 2, Sumur siuk dan Grantex

Gambar 1. Bagan alur Latar Belakang Penelitian Sumber : Dokumen penulis


(19)

Penjelasan bagan di atas menggambarkan inti dari latar belakang, mengenai alur penelitian yang mengangkat tema prilaku pelestarian sumber air sebagai kearifan lokal masyarakat Cibiru Utara. Fenomena pelestarian sebagai kearifan lokal tersebut berdasarkan bentuknya ada yang berwujud dan tidak berwujud. Pemaknaan dari fenomena yang ada berwujud nilai-nilai yang sampai saat ini masih di anut oleh sebagian masyarakat, hal ini karena kesadaran dari penduduk sekitar akan pentingnya keberadaan sumber air. Menyangkut kondisi masyarakat yang biasa dan bukan kampung adat, faktor gangguan akan dirasa semakin kuat, karena mempunyai dinamika terutama populasi yang semakin bertambah, sehingga tuntutan terhadap pemanfaatan sumberdaya akan meningkat yang akibatnya menggusur aspek nilai-nilai yang ada dilingkungannya. Upaya mengatasi gangguan baik yang sifatnya internal maupun eksternal ini punyai nilai-nilai tersendiri menjadi salah satu hal yang pokok dalam mengkaji tema tersebut sebab masyarakat mempunyai langkah tersendiri dalam mengupayakan terjaganya nilai-nilai bagi pelestarian sumber air dilingkungannya. Nilai-nilai yang masih terekam keberadaanya, tentunya memiliki implikasi dalam penbelajaran geografi yang akan dijadikan sebagai bahan ajar.

Teridentifikasinya nilai-nilai kearifan lokal dalam pelestarian sumber air tersebut, perlu ditelaah implikasinya dalam pembelajaran geografi menyangkut keterkaitan dengan kompetensi dan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku saat ini. Pengintegrasian nilai-nilai kearifan dalam pelestarian sumber air memberikan makna semakin aktual dan nyata sumber belajar peserta didik di sekolah, sehingga ada peluang untuk meningkatkan pembinaan karakter peserta

didik salah satuanya “peduli lingkungan” berupa pelestarian sumber air yang ada

dilingkungannya.

Atas dasar uraian pada latar belakang, maka penulis tertarik untuk menggali dan mengangkat tema “Pelestarian Sumber Air sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Cibiru Utara Kota Bandung dan Implikasinya bagi

Pembelajaran Geografi”. Penggalian nilai-nilai bersumber dari prilaku atau tindakan yang menjadi sasaran tidak hanya dilakukan sehari-hari tapi haruslah yang permanen dan menjadi kabuyutan (larangan) hingga saat ini di masyarakat. Disamping itu fokus penelusuran nilai-nilai haruslah cermat, maka untuk


(20)

menjabarkan permasalahan tersebut, penulis merumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Sejauhmanakah nilai-nilai kearifan lokal yang dianut oleh masyarakat Cibiru Utara dalam pelestarian sumber air ?

2. Sejauhmanakah usaha-usaha yang dilakukan Masyarakat Cibiru Utara untuk mengatasi gangguan terhadap keberadaan sumber air ?

3. Bagaimana implikasi nilai-nilai pelestarian sumber air sebagai kearifan lokal masyarakat Cibiru Utara bagi pembelajaran geografi di SMA/MA/Sederajat?

C. Fokus Penelitian

Tinjauan dalam mengkaji nilai-nilai kearifan lokal ada dalam kesatuan ruang sebagai bagian dari fenomena geosfer yaitu aspek antroposfer berhubungan dengan lingkungannya yang berwujud nilai-nilai atau pola prilaku masyarakat Cibiru Utara dan fokus pada fenomena hidrosfer berupa sumber air sebagai kebutuhan hidup masyarakat dan sebagaimana menurut Pratomo & Barlia

(2006:30) “bahwa air merupakan salah satu penentu kelangsungan peri kehidupan

termasuk kehidupan manusia”. Berbagai kegiatan manusia dalam industri maupun

dalam kehidupan rumah tangga tergantung pada air. Pemeliharaan sumberdaya air tercermin dari nilai-nilai prilaku dalam bentuk kegiatan untuk merawat sumber air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air. Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air “Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah”.

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang tumbuh dari budaya lokal atau budaya daerah yang memiliki makna luhur karena memiliki unsur-unsur yang digali dari budi luhur masyarakat itu sendiri sebagai fakta adanya interaksi manusia dengan lingkungan sekitar secara regenerasi. Nilai-nilai tersebut mampu menjaga keberadaan sumber air yang ada pada masyarakat Cibiru Utara. Keberadaan pikukuh masyarakat Cibiru Utara dalam mempertahankan nilai-nilai tersebut sebagai wujud adanya nilai-nilai kearifan lokal walaupun tak nampak kepermukaan tapi ada pada pola prilaku dalam pemeliharaan sumber air. Kearifan


(21)

juga dapat difungsikan sebagai antisipatif terhadap suatu fenomena alam, yang berakibat muncul kejadian pada lingkungan. Bila usaha masyarakat mengantisipasi itu tidak dilakukan maka akan berakibat buruk pada lingkungan itu sendiri. Maka fokus penelitian ini menjadi dasar dalam menggali eksistensi dari nilai-nilai kearifan lokal pada sebagian Masyarakat Cibiru Utara yang masih

memegang adat “karuhun” (pendahulu) dalam pelestarian sumber air.

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam mengkaji kearifan lokal pada masyarakat Cibiru Utara adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui bentuk usaha masyarakat dalam pemeliharaan sumber air berbasis kearifan lokal.

2. Mengetahui bentuk upaya-upaya masyarakat dalam mengatasi gangguan/rongrongan terhadap pelestarian sumber air.

3. Mengidentifikasi bentuk pemeliharaan sumberdaya air berbasis kearifan lokal masyarakat Cibiru Utara untuk menambah khasanah keilmuan bagi pembelajaran geografi di SMA/MA/Sederajat.

E. Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan informasi bentuk peran serta masyarakat Cibiru Utara dalam usaha pemeliharaan sumberdaya air berbasis kearifan lokal.

2. Mendapatkan informasi upaya masyarakat dalam menjaga sumber air di wilayah Cibiru Utara.

3. Menambah sumber informasi aktual bagi pembelajaran geografi berupa pelestarian sumberdaya air bagi SMA/MA/sederajat, khususnya materi

“Kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya alam” (KD 3.6 dan 4.6 Kurikulum 2013)


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif verifikatif . Inti dari metode ini menurut Bunging, Burhan (2007:71) bahwa :

(1) Secara ontologism, postpositifism bersifat critical realism yang memandang realitas sosial memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal yang mustahil apabila suatu realita sosial dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti);

(2) Secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup untuk menemukan “kebenaran data”, tetapi harus menggunakan metode triangulasi, yaitu menggunakan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti, dan teori.

(3) Secara epistemologis hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau realita sosial yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan,

Merujuk pada uraian tersebut, metode ini menekankan bahwa suatu kebenaran bisa didapat jika realitas sosial sebagai objek yang di teliti harus menyatu dengan pengamat atau peneliti, maka hubungannya haruslah interaktif antara pengamat dengan objek yang diteliti, dan pengamat juga harus menempatkan pikiranya senetral mungkin supaya mengurangi seminimal mungkin subyektivitasnya dalam mencari makna dari suatu realita sosial.

Sehubungan landasan dari metode ini pendekatannya fenomenologi maka dalam mengungkap makna dari suatu realitas sosial ada penegasan kembali seperti menurut Raco, Richard J (2010:84) bahwa :

peneliti harus mendekati objek penelitiannya dengan pikiran polos tanpa asumsi, praduga, ataupun konsep. Pandangan gagasan, asumsi, konsep, yang dimiliki oleh peneliti tentang gejala penelitian harus dikurung sementara (bracketing) dan membiarkan partisipan mengungkapkan pengalamannya sehingga nanti akan diperoleh hakekat terdalam dari pengalaman tersebut. Jelaslah dalam operasional pelaksanaan metode ini, peneliti harus menganggap pengalaman informan sebagai sesuatu yang sangat berharga, sehingga proses penempatan pikiran dan persepsi terhadap objek harus disisihkan terlebih dahulu sampai informan selesai mengungkapkan pengalamannya. Langkah kajian


(23)

tersebut diharapkan akan memperoleh gambaran utuh berupa nilai-nilai kearifan lokal masyarakat wilayah Cibiru Utara, nilai-nilai perlu diperkenalkan kepada generasi muda melalui institusi pendidikan khusunya dalam pembelajaran geografi. Penerapan penelitian ini dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai tadi dengan kompetensi yang ada, setelah terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap kompetensi yang relevan.

B. Lokasi Objek, Waktu Penelitian dan Informan

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas realitas sosial yang nampak dari segi keunikan fenomena di lapangan berupa sumber air yang masih terpelihara dengan baik. Kondisi ini ironis ditengah krisis air yang sering terjadi. Tema mengangkat pelestarian sebagai kearifan lokal masyarakat di kawasan Cibiru Utara diharapkan menjadi bahan ajar untuk pembelajaran geografi dengan muatan-muatan konstektual yang ada di sekitar lingkungan peserta didik serta dapat diimplementasikan pada materi sumberdaya alam khususnya pelestarian sumber air .

Lokasi penelitian adalah Kawasan Cibiru Utara yang terdiri dari kampung Cipariuk, Cigagak dan Pamubusan. Kawasan Cibiru Utara secara administratif merupakan Wilayah Kecamatan Cibiru dibentuk berdasarkan PP No.16 tahun 1987 tentang perubahan batas wilayah Kotamadya Daerah tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah tingkat II Bandung dan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 07 Tahun 2001 tentang pembentukan susunan Organisasi Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Selanjutnya jadwal penelitian yang diawali survey awal dimulai dari bulan September – November dan pengumpulan data serta pengolahan data dimulai dari Desember sampai Mei 2014 (untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari rancangan jadwal penelitian halaman 68).

Informan ditentukan oleh subyektivitas dari peneliti sebagai human instrument. Persyaratan dalam penentuan informan tersebut didasarkan atas keluasan informasi yang dimiliki oleh informan tersebut dan memiliki aktivitas yang berhubungan dengan situasi Sosial yang dijadikan sebagaiai focus penelitian. Sebagaimana menurut Raco, Richard. J (2010:109) bahwa ada kriteria dalam pemilihan informan atau partisipan yaitu :


(24)

Pertama, partisipan adalah mereka yang tentunya memiliki informasi yang dibutuhkan. Kedua, mereka yang memiliki kemampuan untuk menceritakan pengalamannya atau memberikan informasi yang dibutuhkan. Ketiga, yang benar-benar terlibat dengan gejala, peristiwa, masalah itu, dalam arti mereka mengalaminya secara langsung. Keempat, bersedia untuk ikut serta diwawancarai. Kelima, mereka harus berada tidak dibawah tekanan, tetapi penuh kerelaan dan kesadaran akan keterlibatannya.

Jadi dalam pemilihan informan atau partisipan sebagai sumber data syarat utamannya yaitu kredibel dan kaya akan informasi yang dibutuhkan (Information Rich). Selanjutnya jika diuraikan seorang informan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

Perihal jumlahnya dalam tradisi kualitatif tidak ada standar banyaknya partisipan yang dibutuhkan, karena yang terpenting kekayaan informasi yang dimilikinya untuk digali dan dipahami sehingga ada penjelasan yang utuh dalam memahami konteks data yang dibutuhkan peneliti. Berikut gambaran informan pangkal dan informan pokok yang akan di jadikan sumber data dalam penelitian ini :

Tabel 3.1

Informal Pokok dan Informan Pangkal

Informan Pokok Informan Pangkal

Sesepuh Kampung Cigagak (penanggung

jawab sumber air Cigagak)

Aparat RT 03

 Mantan RW Cigagak Penanggung jawab fasilitas sumber air

Cipariuk (Cimandor)

Aparat RT 05

 Mantan Aparat Desa Cibiru (Kokolot Desa)

Sesepuh Kampung Pamubusan  Tokoh Masyarakat

 Warga Kampung/Pemuda Penanggungjawab sumber air Pamubusan

(Cikulah)

Warga Kampung Sumber : Rancangan penulis 2013

Siapa Informan itu ? Yang Punya Info kredibel

Sadar terlibat

Terlibat langsung Mampu ceritakan

Rela & bersedia

Gambar 3.1 Syarat Pemilihan Partisipan Sumber :Raco, Richard J (2007:109)


(25)

Berdasarkan tabel di atas, informan pokok adalah orang dianggap mempunyai pengetahuan lebih (Information Rich) sehingga menjadi sumber informan utama yang dapat memberikan data atau keterangan tentang penelitian ini, kemudian informan pangkal adalah terdiri dari orang yang sering berinteraksi dengan informan pokok sehingga dipercaya menerima pengetahuan dari informan pokok dan diharapkan mampu memberikan keterangan utuh dalam penelitian ini. Kedua katagori baik informan pokok ataupun informan pangkal diharapkan dapat memberikan sumber data yang valid tentang nilai dalam pelestarian sumber air sebagai kearifan lokal masyarakat Cibiru Utara dan implikasinya bagi pembelajaran di SMA/MA, sebagai upaya dalam menambah khasanah pengetahuan bagi sumber belajar geografi. Berikut diagram informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Gambar 3.2

Diagram Alur Penggalian Data dari Informal Pokok dan Informan Pangkal Sumber : Rancangan survey penulis 2014

Peneliti

Informan Pokok B Informan Pokok A

Informan Pokok C Informan Pokok D

Informan pangkal 5 Informan pangkal 4 Informan pangkal 3

Informan pangkal 6

Informan pangkal 5 Informan pangkal 2 Informan pangkal 1

Informan pangkal 7

: Kegiatan Pengumpulan data dari Informan Pokok

: Hasil data yang diperoleh dari informan pokok dan pangkal : Kegiatan Pengumpulan data dari Informan Pangkal


(26)

Penjelasan bagan di atas bahwa peneliti memulai pencarian data dengan langsung menuju informan/partisipan pangkal, dari kedua informan pangkal ini selanjutnya menunjuk orang yang dianggap kaya akan informasi disebut informan pokok adalah seseorang yang dianggap mempunyai kekayaan informasi yang perlu digali. Sebagai catatan informal Pokok C dan D informan pangkal 5 orangnya sama, kedua Informan pokok C dan D ini saling memperkuat karena pada objek sumber air yang sama yaitu sumber air Cikulah. Selanjutnya proses penggalian data berakhir jika data/informasi telah “jenuh” artinya setiap pertanyaan yang diajukan dari hasil berbagai teknik penggalian data/informasi diantaranya dengan triangulasi (wawancara, dokumentasi, observasi) dari informan atau partisipan menunjukan makna yang sama dan tidak ada data negatif, semuannya relatif sama. Hasil kedua informasi baik dari informan pangkal maupun pokok selanjutnya disandingkan, hal ini bertujuan mempermudah pemahaman terhadap data untuk dianalisis dan melakukan diskusikan kelompok dengan setiap informan secara langsung saat member check , pada tahapan setelah analisis telah selesai untuk meyakinkan bahwa data tersebut valid. Member Check bagian dari uji kridibilitas bagi keabsahan data.

C. Sumber Data

Tradisi penelitian kualitatif dalam penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian melihat realitas sosial yang nampak di masyarakat. Tradisi ini tidak dikenal random sampling karena dipandang tidak cocok bagi penelitian yang menekankan kedalaman informasi. Penetapan sampel haruslah sesuai tujuan sebagaimana menurut Raco, Richard J (2010:115) bahwa sampel bagi metode kualitatif sifatnya purposive artinya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

Seperti telah dijelaskan pada penentuan informan/partisipan, penentuan sampel dalam tradisi kualitatif didasarkan atas kredibilitas informan yang menguasai seluk beluk dari permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Sehubungan dengan jumlah sampel yang kecil, hal ini tidak mengurangi credible tidaknya informasi yang diperoleh karena dengan jumlah kecil akan mampu mengumpulkan data yang mendalam.


(27)

D. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada metode ini melalui suatu tahapan yang terlebih dahulu membuat schedule penelitian, hal ini dibutuhakan untuk mengendalikan arah pelaksanaan penelitian tersebut. Persiapan menuju langkah selanjutnya yang diperlukan adalah melakukan pendekatan dengan situasi dan kondisi objek yang ada di lapangan, hal ini penting jika peneliti dirasa asing oleh informan dan ini akan menghambat proses pencarian data, maka perlu tahapan-tahapan sebagaimana menurut Bungin, Burhan (2007:137) :

untuk mencapai harmonisasi hubungan tersebut, maka ada dua cara yang dapat dilakukan pertama, keterbukaan kedua belah pihak, yang secara aktif diciptakan dan dimulai oleh peneliti. Kedua, dengan penyamaran, identitas diri. Kedua cara di atas dapat dipertimbangkan sendiri oleh peneliti yang didasarkan dengan tingkat kepekaan penerimaan objek penelitian (masyarakat) terhadap orang luar maupun objek yang di telitinya

Jadi mendapatkan informasi yang mendalam tergantung kemampuan peneliti dalam melakukan pendekatan dengan pihak informan, keharmonisan akan tercipta tergantung pengolahan situasi yang dilakukan peneliti saat bertemu dengan informan tersebut.

Selanjutnya teknik dalam pengumpulan data terdiri dari kegiatan-kegiatan berupa observasi partisipasi, wawancara mendalam, life history, analisis dokumen, Catatan harian peneliti, dan analisis isi median atau gabungan (triangulasi). Kemudian operasional dalam penentuan teknik pengumpulan data setelah melihat situasi dan kondisi saat di lapangan menyangkut efektivitas dalam pengumpulan data sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan observasi partisipan; langsung melihat situasi sosial yang sesuai dengan tujuan penelitian. Aktivitas yang dilakukan oleh peneliti hanya sebagai pengamat saja tanpa langsung terlibat dalam situasi sosial dari informan. Proses observasi ini dimulai dengan mengidentifikasi tempat yang hendak diteliti, setelah tempat teridentifikasi mulai melakukan pemetaan sehingga ditemukan gambaran umum tentang sasaran penelitian. Sebagaimana menurut Nasution (2003:58) bahwa dalam tiap pengamatan harus selalu kita kaitkan dua hal yakni informasi (misalnya apa yang terjadi) dan konteks (hal-hal yang berkaitan disekitarnya). Informasi yang dilepaskan


(28)

dari konteksnya akan kehilangan makna. Jadi makna sesuatu hanya diperoleh dalam kaitan informasi dengan konteksnya”.

Kemudian peneliti mengidentifikasi siapa yang akan diobservasi, kapan, berapa lama dan bagaimana. Intinya selama observasi peneliti bersama-sama dengan informan supaya mendapatkan informasi yang tersembunyi dan mungkin tidak dapat terungkap selama wawancara. Selajutnya kelebihan observasi menurut Satori (2013:125) menggunakan metode observasi banyak kelebihannya, diantaranya adalah:

a) Peneliti mengetahui kejadian sebenarnya sehingga informasinya diperoleh langsung dan hasilnya akurat.

b) Peneliti dapat mencatat kebenaran yang sedang terjadi.

c) Peneliti dapat memahami substansi sehingga ia dapat belajar dari pengalaman yang sulit dilupakan.

d) Memudahkan peneliti dalam memahami perilaku yang kompleks. e) Bagi informan yang tidak memiliki waktu masih bisa memberikan

kontribusi dengan mengijinkan untuk diobservasi.

f) Observasi memungkinkan pengumpulan data yang tidak mungkin dilakukan teknik lain.

Jadi kelebihan yang dimiliki dengan teknik observasi akan menghasilkan data yang sulit untuk diungkap dengan teknik lain, karena dengan teknik observasi partisipasi memungkinkan ada penyatuan antara peneliti dan informan, walau peneliti hanya sebagai pengamat saja dan tidak terlibat langsung.

Gambar 3.3. Manfaat Observasi Sumber : penulis

2. Purposive sampling menjadi pegangan dalam melengkapi data untuk pengambilan kesimpulan berdasarkan tujuan dari penelitian ini. Khas dalam tradisi kualitatif jumlah sampel bukan merupakan ukuran, intinya dalam setiap pengambilan sampel minimal informan yang menjadi sumber informasi mempunyai keluasan pengalaman sehingga kedalaman informasi bisa kita dapatkan.

3. Melakukan wawancara (interview), untuk mendapatkan informasi, yang tidak dapat diperoleh melalui observasi dan dari sumber data berupa dokumen.

Manfaat Observasi Yang tidak diungkap

dalam wawancara

Menangkap hal yang rahasia


(29)

Menurut Raco, Richard J (2010:117) dalam wawancara, peneliti bukan hanya mengajukan pertanyaan, tetapi mendapatkan pengertian tentang pengalaman hidup orang lain. Dan hal ini hanya dapat diperoleh dengan indepth interview. Pelaksanaan wawancara sebenarnya dilakukan dengan teknik triangulasi yaitu teknik mendapatkan informasi dengan melibatkan seluruh teknik untuk mendapatkan informasi. Ukuran kejenuh bisa ditentukan jika semua data /infromasi dari partisipan sudah menghasilkan kesan yang sama. Perlu catatan pula dalam tradisi kualitatif setelah pengumpulan data selesai, diusahan tidak ditunda dalam proses analisisnya, karena secara tidak langsung saat kita wawancara tercipta interaksi alamiah yang harmonis antara peneliti dan informan, sehingga hasil wawancara mudah dimaknai secara mendalam juga terhindar dari sifat lupa dari si peneliti.

4. Melakukan pengumpulan data berupa dokumen-dokumen kualitatif. Menurut Bungin, Burhan. (2007:269). bahwa “Dokumen ini bisa berupa dokumen publik (seperti Koran, makalah, laporan kantor, ataupun dokumen privat ( seperti, buku-buku harian, diary, surat, email )” Teknik dokumentasi ini bagi peneliti akan mendapatkan manfaat yaitu memperoleh data/informasi relevan dari berbagai macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk catatan-catatan perihal sumber-sumber air di wilayah Cibiru Utara. Dokumen-dokumen itu bermanfaat bagi peneliti saat proses memaknai setiap informasi/fenomena hasil dari wawancara dan observasi. 5. Melakukan pengamatan foto yang sesuai dengan situasi objek penelitian.

Melakukan kegiatan pemotretan terhadap obyak yang kita tuju mempermudah dalam proses pengecekan data, jika ada yang lupa terhadap unsur-unsur di lapangan saat observasi dari pihak peneliti. Kegiatan pemotretan dengan kamera di lapangan, dapat memperkuat daya analisis kita setelah selesai dari kegiatan observasi karena memori si peneliti mampu mengungkap objek-objek yang terdokumentasi, sehingga mempermudah dalam memaknai secara mendalam.

6. Menggunakan alat bantu audio-visual supaya ada catatan alamiah yang tidak cepat hilang untuk tahapan analisis data. Pendokumentasian secara audio sangat menguntungkan bagi peneliti, karena proses analisis data perlu kecermatan menangkap makna dibalik data, dengan audio visual ini proses


(30)

pengulangan hasil wawancara dapat dilakukan berkali-kali, sehingga infromasi bisa kita baca perihal tingkat kejelasannya.

Kemudian operasional dari sejumlah langkah di atas penulis pun menggunakan teknik triangulasi dalam menjaring data dari sejumlah informan dengan teknik pengambilan data yang sama. Selain itu triangulasi bisa juga digunakan pada informan yang sama dengan teknik pengambilan yang berbeda sehingga strategi ini mampu membuka dan memberi kemudahan dalam mendapatkan data/informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Prosedur Analisis Data

Tahapan analisis data dalam Metode kualitatif-verifikatif merubah data menjadi temuan dari hal berupa fakta, gejala, masalah yang diperoleh melalui suatu observasi khusus. Dalam metode kualitatif verifikatif, mengenyampingkan teori, semata-mata hanya untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan tujuan dari fokus penelitian, sebagaimana menurut Bungin, Burhan (2007:147) mengkonstruksi format penelitian dan strategi untuk lebih awal memperoleh data sebanyak-banyaknya di lapangan, dengan mengenyampingkan peran teori ( sebagaimana desain deskriptif-kualitatif). Berikut format strategi Analisis data kualitatif-verifikatif sebagai berikut :

Jadi dalam mendesain analisis data menurut metode kualitatif-verifikatif berusaha mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk dianalisis dan diklasifikasikan sehingga dapat mencari temuan dari objek yang diteliti.

Selajutnya berpendapat Cresswel (2012:276) mengungkapkan cara ideal dalam proses analisis data dari metode kualitatif dengan mencampurkan prosedur

DATA

Klasifikasi Data DATA

DATA DATA

Kesimpulan Katagorisasi Kesimpulan Ciri-Ciri

Umum Dalil Hukum

Teori

Gambar 3.4 Model Strategi Analisis Data Kualitatif -Verifikatif Sumber : Bungin, Burhan (2007:148)


(31)

umum dengan langkah-langkah khusus, ungkapan tadi dapat diuraikan secara detail dalam langkah-langkah analisis sebagai berikut:

1) Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis.

Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, menscaning, materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung dari sumber informasi. 2) Membaca keseluruhan data

Langkah pertama adalah membangun general sense atau informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Gagasan umum apa yang terkandung dalam perkataan partisipan ? bagaimana nada gagasan tersebut ? bagaimana kesan dari kedalaman, kredibilitas dan penuturan informasi itu ?

3) Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding merupakan proses mengolah materi /informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Langkah ini melibatkan beberapa tahap :

 Mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan.

 Mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraph-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus, yang sering kali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan (disebut istilah In-vivo).

4) Mempertimbangkan petunjuk-petunjuk detail yang dapat membantu dalam proses coding.

Itulah tahapan analisis data tradisi kualitatif, model yang bisa dijadikan rujukan dalam peneliti melakukan tahapan kegiatan setelah data terkumpul. Data yang telah terkumpul dari satu informal jika memungkinkan langsung dilakukan analisis supaya kebaruan data tidak terpengaruh subyekivitas peneliti dan makna yang didapat benar-benar data sebagaimana adanya. Berikut bagan 3.5 menjelaskan alur dari proses nalisis data :


(32)

Keterangan:

:Dilakukan berulang-ulang jika ada data negative : Akhir Penelitian

F. Pengecekan Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif sangat penting, karena untuk mengghidari keragu-raguan hasil penelitian. Maka langkah untuk menghilangkan stigma tersebut adalah melakukan uji keabsahan sebagaimana menurut Sugyono (2012:366) meliputi uji, credibility (validitas inverbal), transferability (validitas Eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability(obyektivitas).

Uji credibility untuk menunjukan tingkat kepercayaan terhadap data hasil penelitian hal ini bisa dilakukan dengan teknik-teknik seperti perpanjangan pengamatan si peneliti dilapangan, peningkatan ketekunan peneliti dilapangan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan member chek.

Gambar 3.5 Proses Analisis Data Sumber: Modifikasi dari Raco, Richard J(2007:122)

6. Membuat kesimpulan 7. Membangun atau menjelaskan teori dalam wujud Nilai-nilai.

5. Membuat Koding (Klasifikasi data, hubungan katagorisasi)

4. Peneliti mambaca berkali-kali (Menangkap arti data /makna dibalik data,)

3. Peneliti siapkan data untuk di analisis Mencata kembali

hasil wawancara 2. Mengumpulkan data (teks, catatan,

lapangan, transkrip) iterative

1. Peneliti

Penggalian Data:

Melakukan secara serentak pengamatan, Observasi, wawancara identifikasi dan


(33)

Uji transferability, merupakan validitas eksternal yang menunjukan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian pada situasi yang lain. Supaya hasil penelitian dapat diterima dan diterapakan pada situasi lain maka dalam penyususnan laporan peneliti harus secara sistematis dan terperinci supaya mudah dipahami.

Uji dependability uji berkaitan dengan seluruh proses yang dilakukan oleh peneliti, jadi rekam jejak aktivitas peneliti harus mampu ditunjukan kepada tim auditor.

Uji Konfirmability dalam penelitian kualitatif tahapan uji keabsahan ini disebut dengan uji obyektivitas penelitian. Uji ini untuk mengetahui proses yang sudah dilakukan. Bila proses terbukti maka hasil penelitian dikatakan memenuhi konfirmability.

G. Kerangka Berpikir

Latar Belakang Masalah

(Keunikan Fenomena Geosfer berupa pemeliharaan Sumber air)

Rumusan Masalah

Tujuan Dan manfaat

Mengangkat nilai-nilai aktual di masyarakat untuk memperkaya khasanah keilmuan bagi

sumber belajar dalam pembelajaran geografi di SMA/Sederajat

Kajian Pustaka

Penggalian data : Observasi Wawancara (Triangulasi)

Studi Dokumentasi Analisis data Uji Keabsahan

Penyusunan laporan Teori, konsep, dalil


(34)

H. Rancangan Jadwal Penelitian No Tahapan Kegiatan

Rencana Pelaksanaan

Keterangan Sept-Des

2013

Jan 2014

Peb 2014

Mar 2014

Apr 2014

Mei 2014

1

Persiapan

 Kajian Mandiri

 Survey Awal

 Orientasi lokasi

 Proposal

 Seminar Proposal

2 Pelaksanaan

 Wawancara

 Observasi

 Studi Dokumentasi

3 Uji Keabsahan data

4 Implikasi Bagi

pembelajaran geogafi

5 Penyusunan Laporan


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Bentuk kearifan lokal yang sudah mengakar pada kehidupan penduduk di Tatar Sunda sejak dulu, memiliki karakteristik tersediri yang bisa kita maknai sebagai bentuk kebijakan yang mampu mengatur interaksi dengan lingkungan hidupnya. Wujud pengaturan itu tercermin dari sisa-sisa bentuk kearifan yang masih dipegang oleh sebagian penduduk di Kawasan Cibiru Utara dalam pelestarian sumber air. Kearifan lokal yang masih dipegang memiliki kemampuan dalam membendung arus perubahan di kawasan tersebut. Kita tahu bahwa secara umum Kota Bandung sudah mengalami krisis air, ternyata di salah satu sudut wilayahnya masih tersisa sumber air alami yang masih terpelihara dengan baik dan dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk keperluan sehari-hari.

Fenomena pelestarian sumber air ini mempunyai daya tarik tersendiri, mengingat air menjadi salah satu kebutuhan penting bagi kehidupan penduduk di Kawasan Cibiru Utara. Sebagian penduduk masih memegang papagon (kearifan) yang telah diturunkan dari karuhun (leluhur). Prilaku penduduk mengapresiasi keberadaan sumber air masih ada yang memegang adat atau norma sebagai amanat yang harus dijalankan dari karuhun (leluhur). Sisa keberadaan bentuk kearifan lokal ini bisa disandingkan dengan petuah yang sudah berlaku umum di Tatar Sunda. Kita meyakini sebenarnya prilaku pelestarian lingkungan yang mempunyai makna integratif sudah dilakukan oleh leluhur Penduduk di Tatar Sunda. Mereka telah mempunyai pengetahuan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan sekitar, supaya tidak menimbulkan kesengsaraan bagi kehidupan di kemudian hari. Pikukuh yang sudah dijalankan tersebut, mempunyai fungsi mengatur dan menjaga pola kehidupan penduduk di Kawasan Cibiru Utara. Bukti-bukti yang masih dapat diidentifikasi dan kemudian disandingkan dan dimaknai mempunyai kemiripan dengan petuah yang sudah berlaku secara umum serta sudah dikenal pada masyarakat di Tatar Sunda. Proses penelitian dengan melakukan penggalian keberadaan bentuk-bentuk kearifan lokal yang masih tersisa dilakukan dengan menelusuri setiap objek yang terkait dengan pelestarian sumbur air. Fenomena


(36)

bentuk kearifan lokal yang masih bisa ditelusuri sisanya terdapat 5 dari 12 kearifan yaitu Gawir awian, Cinyusu rumatan, Lebak Caian, Legok balongan, dan Lembur uruseun. Pemaknaan ini didasarkan atas karakteristik dari setiap bentuk kearifan lokal dilihat dari bukti-bukti lapangan setelah ditarik maknannya, mendekati pada petuah atau konsep secara umum. Selanjutnya analisis sebagai makna nilai-nilai pelestarian yang bisa kita jadikan patokan bagi pelestarian sumber air di Kawasan Cibiru Utara. Nilai-nilai tersebut adalah nilai adaptasi, nilai integrasi teknologi, nilai integrasi keruangan, nilai religi, nilai sosial budaya, nilai praktis, nilai keseimbangan lingkungan, dan nilai sustainability. Pemaknaan ini sebagai kearifan lokal yang masih nampak dalam ujud struktur ruang merupakan suatu fenomena etika berprilaku hasil dari interaksi penduduk dengan lingkungannya untuk melindungi keberadaan sumber air. Maka fenomena kearifan lokal menunjukan bahwa kearifan lokal terbukti ampuh dalam mengatasi tantangan perubahan lingkungan berupa fungsi perlindungan, pelestarian, pengendalian dan pengawetan sumber air di masyarakat

Keberadaan sumber air di Kawasan Cibiru Utara tidak lepas dari adanya gangguan dan ancaman. Kondisi ini tentunya mengancam terhadap kondisi lingkungan secara umum, karena air sebagai kebutuhan penting bagi penduduk setempat mempunyai kontribusi dalam menjaga keharmonisan lingkungan hidup. Adapun beberapa bentuk gangguan yang bisa mengancam terhadap sumber air tersebut adalah karakter masyarakat yang sudah individualis, komersialisasi terhadap sumber air dan konversi lahan di kawasan Cibiru Utara. Bentuk-bentuk gangguan lambat laun berdampak pelemahan terhadap upaya pelestarian oleh sebagian penduduk di Kawasan ini. Maka masyarakat di Kawasan Cibiru Utara mengupayakan tindakan musyawarah sebagai wujud kearifan lokal, sejauh ini mampu melindungi dan menjaga keberadaan sumber air. Munculnya gangguan dan ancaman terhadap kelestarian sumber air mampu diatasi dengan titik beratnya pada pemberdayaan kearifan lokal masyarakat dalam bentuk musyawarah, gotong royong dan pembinaan generasi muda. Sehingga langkah pemberdayaan kearifan lokal dalam pelestarian sumberdaya alam mampu menjaga keselarasan interaksi manusia dengan lingkungannya dalam pelestarian sumber air.


(37)

Keampuhan dari nilai-nilai kearifan lokal tentunya pengetahuan ini harus ditularkan bagi generasi muda, supaya kebermanfaatan mengenai dampak positif terhadap pelestarian bisa tetap terjaga. Melalui pembelajaran geografi hasil penelitian ini memiliki implikasi, berupa pengintegrasian nilai-nilai hasil penelitian tersebut diidentifikasi sebagai pengembangan dan memperkaya muatan materi pembelajaran geografi yang bersumber dari lingkungan sekitar sekolah. Upaya ini memiliki arti yang strategis yaitu peserta didik dihadapakan pada permasalahan seputar kehidupan nyata/aktual yang mengandung nilai-nilai positif bagi pengembangan karakter, dalam pelestarian lingkungan secara umum dan khusunya upaya pelestarian sumber air. Terkait Model pembelajaran yang dikembangkan tentunya disesuaikan dengan karakteristik materi dan kondisi siswa, yang penting model tersebut mampu mengembangkan kompetensi siswa baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Model yang digunakan sebagai implikasi terhadap pembelajaran geografi adalah Challeng Based Learning. Model ini mampu mengembangkan karakter peserta didik supaya memiliki pola pikir yang integrative, karena dihadapakan pada kemampuan menciptakan ide/gagasan besar dengan melibatkan aspek teknologi yang mampu dijadikan solusi terkait dengan permasalahan atau isu-isu sekitar dunia nyata. Akhirnya mengupayakan membangun pemahaman etika lingkungan tentang keselarasan dan keseimbangan dalam pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya air di lingkungannya.

B. Rekomendasi

Hasil penggalian data di Kawasan Cibiru Utara, tentang tema penelitian yang menelusuri bentuk-bentuk pelestarian sumber air yang berbasis kearifan lokal, pada saat sekarang masih mampu membendung arus perubahan yang tengah terjadi pada masyarakat tersebut, atas dasar hal itu ada beberapa rekomendasi untuk memperkuat eksistensi keberadaan sumber air, mengingat air sebagai aspek penting penunjang kehidupan penduduk setempat. Adapaun rekomendasi tersebut adalah :

1) Perlu adanya upaya inventarisasi dari pemerintah melalui pemerintahan desa/kelurahan setempat perihal bentuk pelestarian sumber air berbasis kearifan lokal. Inventarisasi ini diperlukan supaya keberadaan sumber air tersebut menjadi jelas dan ada upaya pemerintah untuk ikut berperan


(38)

dalam pelestarian. Mengingat selama ini pemeliharaan dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.

2) Operasional terhadap upaya pelestarian ujung tobaknya adalah penduduk setempat, maka pelestarian perlu terus diusahakan oleh masyarakat, dan para tokoh masyarakat termasuk aparat RT/RW-nya.

3) Akses masyarakat untuk mempelajari nilai-nilai kearifan lokal secara umum memang masih sulit dan tidak populer. Maka perlu penelitian lebih lanjut dalam implementsi terhadap nilai-nilai dalam dunia pendidikan, khusunya bagi pembelajaran geografi meliputi pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran supaya penyampaian nilai-nilai kearifan lokal dalam pelestraian sumber air di Kawasan Cibiru Utara bisa efektif.


(1)

Uji transferability, merupakan validitas eksternal yang menunjukan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian pada situasi yang lain. Supaya hasil penelitian dapat diterima dan diterapakan pada situasi lain maka dalam penyususnan laporan peneliti harus secara sistematis dan terperinci supaya mudah dipahami.

Uji dependability uji berkaitan dengan seluruh proses yang dilakukan oleh peneliti, jadi rekam jejak aktivitas peneliti harus mampu ditunjukan kepada tim auditor.

Uji Konfirmability dalam penelitian kualitatif tahapan uji keabsahan ini disebut dengan uji obyektivitas penelitian. Uji ini untuk mengetahui proses yang sudah dilakukan. Bila proses terbukti maka hasil penelitian dikatakan memenuhi konfirmability.

G. Kerangka Berpikir

Latar Belakang Masalah

(Keunikan Fenomena Geosfer berupa pemeliharaan Sumber air)

Rumusan Masalah

Tujuan Dan manfaat

Mengangkat nilai-nilai aktual di masyarakat untuk memperkaya khasanah keilmuan bagi

sumber belajar dalam pembelajaran geografi di SMA/Sederajat

Kajian Pustaka

Penggalian data :

Observasi Wawancara (Triangulasi)

Studi Dokumentasi Analisis data Uji Keabsahan Penyusunan laporan

Teori, konsep, dalil


(2)

H. Rancangan Jadwal Penelitian No Tahapan Kegiatan

Rencana Pelaksanaan

Keterangan Sept-Des

2013

Jan 2014

Peb 2014

Mar 2014

Apr 2014

Mei 2014

1

Persiapan

 Kajian Mandiri  Survey Awal  Orientasi lokasi  Proposal

 Seminar Proposal

2 Pelaksanaan

 Wawancara  Observasi

 Studi Dokumentasi

3 Uji Keabsahan data

4 Implikasi Bagi

pembelajaran geogafi

5 Penyusunan Laporan


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Bentuk kearifan lokal yang sudah mengakar pada kehidupan penduduk di Tatar Sunda sejak dulu, memiliki karakteristik tersediri yang bisa kita maknai sebagai bentuk kebijakan yang mampu mengatur interaksi dengan lingkungan hidupnya. Wujud pengaturan itu tercermin dari sisa-sisa bentuk kearifan yang masih dipegang oleh sebagian penduduk di Kawasan Cibiru Utara dalam pelestarian sumber air. Kearifan lokal yang masih dipegang memiliki kemampuan dalam membendung arus perubahan di kawasan tersebut. Kita tahu bahwa secara umum Kota Bandung sudah mengalami krisis air, ternyata di salah satu sudut wilayahnya masih tersisa sumber air alami yang masih terpelihara dengan baik dan dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk keperluan sehari-hari.

Fenomena pelestarian sumber air ini mempunyai daya tarik tersendiri, mengingat air menjadi salah satu kebutuhan penting bagi kehidupan penduduk di Kawasan Cibiru Utara. Sebagian penduduk masih memegang papagon (kearifan) yang telah diturunkan dari karuhun (leluhur). Prilaku penduduk mengapresiasi keberadaan sumber air masih ada yang memegang adat atau norma sebagai amanat yang harus dijalankan dari karuhun (leluhur). Sisa keberadaan bentuk kearifan lokal ini bisa disandingkan dengan petuah yang sudah berlaku umum di Tatar Sunda. Kita meyakini sebenarnya prilaku pelestarian lingkungan yang mempunyai makna integratif sudah dilakukan oleh leluhur Penduduk di Tatar Sunda. Mereka telah mempunyai pengetahuan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan sekitar, supaya tidak menimbulkan kesengsaraan bagi kehidupan di kemudian hari. Pikukuh yang sudah dijalankan tersebut, mempunyai fungsi mengatur dan menjaga pola kehidupan penduduk di Kawasan Cibiru Utara. Bukti-bukti yang masih dapat diidentifikasi dan kemudian disandingkan dan dimaknai mempunyai kemiripan dengan petuah yang sudah berlaku secara umum serta sudah dikenal pada masyarakat di Tatar Sunda. Proses penelitian dengan melakukan penggalian keberadaan bentuk-bentuk kearifan lokal yang masih tersisa dilakukan dengan


(4)

bentuk kearifan lokal yang masih bisa ditelusuri sisanya terdapat 5 dari 12 kearifan yaitu Gawir awian, Cinyusu rumatan, Lebak Caian, Legok balongan, dan Lembur

uruseun. Pemaknaan ini didasarkan atas karakteristik dari setiap bentuk kearifan

lokal dilihat dari bukti-bukti lapangan setelah ditarik maknannya, mendekati pada petuah atau konsep secara umum. Selanjutnya analisis sebagai makna nilai-nilai pelestarian yang bisa kita jadikan patokan bagi pelestarian sumber air di Kawasan Cibiru Utara. Nilai-nilai tersebut adalah nilai adaptasi, nilai integrasi teknologi, nilai integrasi keruangan, nilai religi, nilai sosial budaya, nilai praktis, nilai keseimbangan lingkungan, dan nilai sustainability. Pemaknaan ini sebagai kearifan lokal yang masih nampak dalam ujud struktur ruang merupakan suatu fenomena etika berprilaku hasil dari interaksi penduduk dengan lingkungannya untuk melindungi keberadaan sumber air. Maka fenomena kearifan lokal menunjukan bahwa kearifan lokal terbukti ampuh dalam mengatasi tantangan perubahan lingkungan berupa fungsi perlindungan, pelestarian, pengendalian dan pengawetan sumber air di masyarakat

Keberadaan sumber air di Kawasan Cibiru Utara tidak lepas dari adanya gangguan dan ancaman. Kondisi ini tentunya mengancam terhadap kondisi lingkungan secara umum, karena air sebagai kebutuhan penting bagi penduduk setempat mempunyai kontribusi dalam menjaga keharmonisan lingkungan hidup. Adapun beberapa bentuk gangguan yang bisa mengancam terhadap sumber air tersebut adalah karakter masyarakat yang sudah individualis, komersialisasi terhadap sumber air dan konversi lahan di kawasan Cibiru Utara. Bentuk-bentuk gangguan lambat laun berdampak pelemahan terhadap upaya pelestarian oleh sebagian penduduk di Kawasan ini. Maka masyarakat di Kawasan Cibiru Utara mengupayakan tindakan musyawarah sebagai wujud kearifan lokal, sejauh ini mampu melindungi dan menjaga keberadaan sumber air. Munculnya gangguan dan ancaman terhadap kelestarian sumber air mampu diatasi dengan titik beratnya pada pemberdayaan kearifan lokal masyarakat dalam bentuk musyawarah, gotong royong dan pembinaan generasi muda. Sehingga langkah pemberdayaan kearifan lokal dalam pelestarian sumberdaya alam mampu menjaga keselarasan interaksi manusia dengan lingkungannya dalam pelestarian sumber air.


(5)

Keampuhan dari nilai-nilai kearifan lokal tentunya pengetahuan ini harus ditularkan bagi generasi muda, supaya kebermanfaatan mengenai dampak positif terhadap pelestarian bisa tetap terjaga. Melalui pembelajaran geografi hasil penelitian ini memiliki implikasi, berupa pengintegrasian nilai-nilai hasil penelitian tersebut diidentifikasi sebagai pengembangan dan memperkaya muatan materi pembelajaran geografi yang bersumber dari lingkungan sekitar sekolah. Upaya ini memiliki arti yang strategis yaitu peserta didik dihadapakan pada permasalahan seputar kehidupan nyata/aktual yang mengandung nilai-nilai positif bagi pengembangan karakter, dalam pelestarian lingkungan secara umum dan khusunya upaya pelestarian sumber air. Terkait Model pembelajaran yang dikembangkan tentunya disesuaikan dengan karakteristik materi dan kondisi siswa, yang penting model tersebut mampu mengembangkan kompetensi siswa baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Model yang digunakan sebagai implikasi terhadap pembelajaran geografi adalah Challeng Based Learning. Model ini mampu mengembangkan karakter peserta didik supaya memiliki pola pikir yang integrative, karena dihadapakan pada kemampuan menciptakan ide/gagasan besar dengan melibatkan aspek teknologi yang mampu dijadikan solusi terkait dengan permasalahan atau isu-isu sekitar dunia nyata. Akhirnya mengupayakan membangun pemahaman etika lingkungan tentang keselarasan dan keseimbangan dalam pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya air di lingkungannya.

B. Rekomendasi

Hasil penggalian data di Kawasan Cibiru Utara, tentang tema penelitian yang menelusuri bentuk-bentuk pelestarian sumber air yang berbasis kearifan lokal, pada saat sekarang masih mampu membendung arus perubahan yang tengah terjadi pada masyarakat tersebut, atas dasar hal itu ada beberapa rekomendasi untuk memperkuat eksistensi keberadaan sumber air, mengingat air sebagai aspek penting penunjang kehidupan penduduk setempat. Adapaun rekomendasi tersebut adalah :

1) Perlu adanya upaya inventarisasi dari pemerintah melalui pemerintahan desa/kelurahan setempat perihal bentuk pelestarian sumber air berbasis kearifan lokal. Inventarisasi ini diperlukan supaya keberadaan sumber air


(6)

dalam pelestarian. Mengingat selama ini pemeliharaan dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.

2) Operasional terhadap upaya pelestarian ujung tobaknya adalah penduduk setempat, maka pelestarian perlu terus diusahakan oleh masyarakat, dan para tokoh masyarakat termasuk aparat RT/RW-nya.

3) Akses masyarakat untuk mempelajari nilai-nilai kearifan lokal secara umum memang masih sulit dan tidak populer. Maka perlu penelitian lebih lanjut dalam implementsi terhadap nilai-nilai dalam dunia pendidikan, khusunya bagi pembelajaran geografi meliputi pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran supaya penyampaian nilai-nilai kearifan lokal dalam pelestraian sumber air di Kawasan Cibiru Utara bisa efektif.