PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI EKSPOSITORIK BERORIENTASI NILAI-NILAI KARAKTER MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN CONFERENCING.

(1)

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI EKSPOSITORIK BERORIENTASI NILAI-NILAI KARAKTER MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN CONFERENCING

(Studi Eksperimen Quasi pada Kelas V SDN I Perumnas Kota Tasikmalaya Tahun Ajaran 2012-2013)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Dasar Konsentrasi Bahasa

Oleh

OPIK

NIM. 1009505

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2 0 1 3


(2)

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI EKSPOSITORIK BERORIENTASI NILAI-NILAI KARAKTER MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN CONFERENCING

(Studi Eksperimen Quasi pada Kelas V SDN Perumnas I Kota Tasikmalaya Tahun Ajaran 2012-2013)

Oleh

OPIK

NIM. 1009505

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Dasar

© Opik. 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Isah Cahyani, M.Pd NIP. 196407071989012001

Pembimbing II

Tatat Hartati, M.Ed., Ph.D NIP. 195303121979032002

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar

Dr. Ernawulan Syaodih, M.Pd NIP. 196510011988022001


(4)

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI EKSPOSITORIK BERORIENTASI NILAI-NILAI KARAKTER MELALUI PENERAPAN

PENDEKATAN CONFERENCING

(Studi Eksperimen Quasi pada Kelas V SDN Perumnas I Kota Tasikmalaya Tahun Ajaran 2012-2013)

oleh OPIK NIM 1009505

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah berawal dari permasalahan menulis di sekolah dasar. Tujuannya yaitu untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi ekspositorik berorientasi nilai-nilai karakter dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian menggunakan metode eksperimen quasi (nonequivalent control group design) terhadap siswa SDN I Perumnas sebagai kelas eksperimen dan SDN II Perumnas sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melalui tes dan observasi. Adapun analisis data dilakukan dengan teknik kuantitatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis karangan narasi ekspositorik berorientasi nilai-nilai karakter, hasil prates kedua kelas berada pada kategori cukup. Setelah diberikan perlakuan kepada kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan conferencing, dan untuk kelas kontrol dengan menggunakan pendekatan konvensional (non conferencing), hasil pascates menunjukan bahwa pencapaian kelas eksperimen cukup signifikan sehingga mencapai kategori baik, sedangkan kelas kontrol kemampuannya tetap berada pada kategori cukup. Adapun peningkatan kemampuan menulis karangan karangan narasi ekspositorik, kelas eksperimen menunjukan nilai N-gain 0,40 kategori peningkatan sedang, sedangkan kelas kontrol menunjukan nilai N-gain 0,12 kategori peningkatan rendah. Peningkatan internalisasi nilai karakter pada karangan, kelas eksperimen mencapai nilai N-gain 0,50 kategori peningkatan cukup, sedangkan kelas kontrol mencapai nilai N-gain 0,12 kategori peningkatan rendah. Selain itu, melalui observasi yang dilakukan terhadap kelas eksperimen seluruh aspek yang diamati terbukti mencapai kategori baik. Peneliti merekomendasikan bagi peneliti lanjutan yang tertarik melanjutkan penelitian ini diharapkan pemberian perlakuan dilakukan dalam kurun waktu yang lebih lama, dan berkelanjutan. Selanjutnya, peneliti harus mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik dan internalisasi nilai-nilai karakter di dalamnya, di antaranya adalah waktu, pengkondisian siwa, mobilisasi untuk melakukan persidangan.

Kata Kunci : Karangan Narasi Ekspositrik, Internalisasi Nilai-nilai Karakter, dan Pendekatan Conferencing.


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN ...i

PERNYATAAN ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...v

ABSTRAK ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Manfaat Penelitian ...10

E. Struktur Organisasi Tesis ...10

BAB II KONSEP PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI EKSPOSITORIK BERORITENTASI NILAI-NILAI KARAKTER MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN CONFERENCING A. Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Ekspositorik ...12

1. Pengertian Menulis ...12

2. Tujuan Pembelajaran Menulis ...13

3. Proses Pembelajaran Menulis ...14

4. Keterampilan Menulis Siswa Kelas V Sekolah Dasar ...16

5. Karangan Narasi Ekspositorik ...17

B. Internalisasi Nilai-nilai Karakter pada Pembelajaran Menulis ...23

1. Pendidikan Karakter di Sekolah...23


(6)

3. Internalisasi Nilai-nilai Karakter pada Pembelajaran Menulis

Karangan Narasi Ekspositorik ...32

C. Pendekatan Conferencing dalam Pembelajaran Menulis ...36

1. Pengertian, Karakteristik dan Tujuan Pendekatan Pembelajaran Conferencing ...36

2. Tahapan pembelajaran menulis dalalam pendekatan conferencing.. 39

3. Conferencing sebagai pendekatan pembelajaran berorientsi nilai-nilai karakter ...45

4. Penelitian Terdahulu ...48

5. Hipotesis Penelitian ...49

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ...50

1. Lokasi Penelitian ...50

2. Populasi Penelitian...50

3. Sampel Penelitian ...50

B. Desain Penelitian ...51

C. Metode Penelitian ...52

D. Definisi Operasional ...53

E. Instrumen Penelitian ...54

F. Teknik Pengumpulan Data ...59

G. Analisis Data ...60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...62

A. Deskripsi Hasil Penelitian...62

1. Identifikasi Sampel ...63

2. Hasil Prates ...64

3. Gambaran Umum Pelakuan ...113

4. Hasil Pascates...118


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 190

A Kesimpulan ...190

B Saran ...192

DAFTAR PUSTAKA ... ...193


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Gambaran pendidikan saat ini seringkali berbentuk sebagai transfer of knowledge. Bahkan banyak tindakan pendidikan yang sepertinya hanya menjadi arena doktrinasi teori-teori. Hal ini tentunya berbuntut pada lemahnya nilai-nilai karakter pada diri peserta didik. Seharusnya, aktivitas transfer of knowledge hanya bagian dari kegiatan pendidikan. Ada hal lain yang sesunguhnya menjadi roh dari proses pendidikan tersebut, yakni menciptakan dan mengembangkan nilai-nilai karakter pada jiwa peserta didik.

Dewasa ini, melalui pemberitaan masyarakat kerap kali disuguhi tontonan-tontonan yang jauh dari adanya wujud-wujud karakter positif. Salah satu contohnya, yakni suasana sidang atau musyawarah para wakil rakyat bangsa ini. Debat kusir bahkan baku hantam pada sebuah rapat, sepertinya bukan lagi merupakan hal yang tabu. Kekisruhan-kekisruhan terus menjalar hampir pada setiap level lapisan masyarakat. Tawuran antar pelajar, antar golongan, antar kampung merupakan fakta keseharian yang dapat kita lihat, baik melalui pemberitaan atau pun dalam kisah nyata yang dapat kita tangkap dengan mata kepala sendiri. Masyarakat semakin terbiasa menggunakan kekerasan, tak terkecuali pada ruang-ruang yang seharusnya dijadikan media untuk mencari solusi bersama, dengan akal sehat dan prilaku yang beretika.

Fenomena di atas merupakan salah satu bukti lemahnya pendidikan Indonesia dalam pembenahan sisi afeksi. Memiliki pendidikan tinggi tidak menjadi jaminan mampu menunjukan nilai-nilai karakter yang positif, dengan salah satu contohnya yakni tidak mempedulikan bagaimana cara menyampaikan pendapat yang beretika, menghargai pendapat orang lain serta bekerja sama dalam merumuskan sebuah kebijakan. Keambrukan nilai-nilai karakter pada


(9)

perkembangannya meluas pada aspek-aspek kehidupan yang lainnya, dengan bukti terjadinya tindak prilaku korupsi yang semakin mewabah, kekerasan, kejahatan seksual, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya. Kemerosotan moral terus membanjiri peradaban bangsa ini, tak terkecuali pada pelajar termasuk siswa sekolah dasar.

Menurut Killpatrick (Megawangi, 2004: 113) salah satu penyebab ketidak mampuan seseorang untuk berperilaku baik, walaupun secara kognitif ia mengetahuinya, adalah ia tidak terlatih untuk melakukan kebajikan atau perbuatan moral (moral action). Hal ini sesuai dengan pernyatan Aristoteles (Megawangi, 2004: 113) yang menyebutkan bahwa karakter itu erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Dalam hal ini, maka niali-nilai karakter tidak bisa hanya menjadi hafalan namun harus ada pembiasaan yang langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pembelajaran di ruang kelas.

Oleh karena itu patut disadari bahwa salah satu poin terpenting dari sebuah proses pendidikan ialah aktivitas membangun karakter dasar bangsa (nationalities basic character), kesadaran, kedewasaan, kecakapan, dan kemandirian peserta didik. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk sekolah dasar sebagai pondasi harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter siswa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.


(10)

Jika merujuk pada tujuan pendidikan nasional, sebetulnya jahu-jauh hari sebelum digelindingkannya program pendidikan budaya dan karakter bangsa, bangsa ini sudah menyadari akan kebutuhan pendidikan karakter. Namun, seiring perkembangan realitas yang ada, dengan memperhatikan gejolak kehidupan masyarakat akhirnya pada tahun 2010, pemerintah melalui Kemendiknas mempertegas kembali program tersebut dengan menargetkan berbagai penyempurnaan program pengembangan pendidikan budayadan karakter bangsa dan metode belajar aktif.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang termasuk sekolah dasar harus dirancang dan diselenggarakan secara sistematis guna pembentukan karakter siswa sehingga beragama, beretika, bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat, maka pendidikan harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Muslich (2010: 75) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah sarana strategis dalam pembentukan karakter. Dengan demikian maka seluruh rangkaian pendidikan seharusnya bertujuan pada pembentukan karakter atau watak dari setiap individu yang mengikuti proses pendidikan tersebut. Jika kemudian pendidikan hanya ditujukan pada pencapaian pengetahuan, pemahaman dan juga keterampilan tanpa didasari nilai-nilai karakter di dalamnya, maka secara tidak langsung pendidikan tersebut sudah melenceng dari koridor hakikat pendidikan.

Lebih lanjut, pendidikan seharusnya membawa peserta didik kepengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya pengamalan nilai secara nyata. Hal ini sesuai dengan rancangan (Lickona, 1991: 51) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter (moral) adalah moral knowing, moral feeling, dan moral action. Oleh karena itu, semua mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa harus bermuatan pendidikan karakter yang bisa membawanya menjadi manusia yang berkarakter.


(11)

Dalam Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Depdiknas, 2010: iv) dijelaskan bahwa:

Karakter sebagai suatu ’moral excellence’ atau akhlak dibangun di atas berbagai kebajikan (virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam budaya (bangsa). Karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara bangsa Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai suatu kebajikan serta berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai yang mendasari suatu kebajikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri warga negara.

Lebih lanjut Kemendiknas (2010: 4) menjelaskan bahwa:

Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa penanaman dan pengembangan nilai-nilai karakter harus dilaksanakan melalui proses internalisasi dan penghayatan nilai-nilai menjadi sebuah kepribadian, maka dalam hal ini integrasi pendidikan karakter sangat perlu untuk dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan, terlebih dalam proses pembelajaran di sekolah dasar. Integrasi tersebut sudah seharusnya dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pembelajaran hendaknya memberikan sebuah asupan kognitif dan juga pembenahan afeksi bagi siswa. Hal ini sesuai dengan amanat UU Sisdiknas bab I, pasal I ayat ke 1, yang menyebutkan bahwa:


(12)

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pemaparan di atas terlihat bahwa integrasi pendidikan karakter harus dilakukan pada setiap mata pelajaran, hal ini tentunya berlaku juga pada pelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai salah satu pelajaran, sangat berperan dalam mengembangkan intelektual, sosial, dan emosional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa yang digunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi, tentunya dalam hal ini mempunyai kafasitas yang lebih dalam upaya penanaman karakter terhadap peserta didik. Pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan menjadi gerbang bagi siswa untuk mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.

Pendidikan yang menitikberatkan transfer of knowledge berbuntut pada proses pembelajaran yang kurang mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Menurut Sanjaya, (2010: 1) kenyataan tersebut berlaku untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Lebih lanjut Sanjaya menuturkan banyak fakta di lapangan bahwa pelajaran bahasa tidak diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, karena yang dipelajari lebih didominasi bahasa sebagai ilmu, bukan sebagai alat komunikasi.

Sanjaya (2009: 229) menjelaskan bahwa proses belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun psikomotorik. Sekaitan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, guru


(13)

seharusnya mengarahkan siswa untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Lebih lanjut, (BNSP, 2006: 10) menjelaskan bahwa pembelajaran bahasa merupakan media belajar peserta didik untuk berkomunikasi serta sebagai pembenahan wilayah afeksi. Lebih jelasnya, hal ini dapat dicermati pada tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia, sebagaimana yang tertulis seperti di bawah ini:

(1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan bangga dalam menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan Bahasa negara, (3) memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Pada perkembangannya pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar mengarahkan siswa untuk memiliki kemampuan berbahasa yang meliputi kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Khusus dalam kemampuan menulis di sekolah dasar, siswa diharapkan dapat menulis secara efektif dan efesien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks (Depdiknas, 2006).

Kemampuan menulis tidak dapat diperoleh secara alamiah, akan tetapi harus melalui rangkain proses pembelajaran. Menulis merupakan kegiatan yang sifatnya berkelanjutan sehingga pembelajarannya pun perlu dilakukan secara berkesinambungan. Keterampilan menulis di sekolah dasar selanjutnya menjadi kemampuan dasar siswa sebagai bekal belajar menulis di jenjang berikutnya. Oleh karena itu, pembelajaran menulis di sekolah dasar perlu mendapat perhatian yang serius sehingga dapat memenuhi target kemampuan menulis yang diharapkan.


(14)

Pembelajaran menulis memberikan banyak manfaat bagi siswa, di antaranya mengembangkan kreativitas, cara berpikir, kecerdasan dan kepekaan emosi. Selain itu pembelajaran menulis juga harus diarahkan untuk membantu siswa dalam menuangkan ide, gagasan, pikiran, pengalaman dan perasaan mereka dalam bentuk tulisan.

Menurut Widodo (2009: 1) “Keterampilan menulis oleh para ahli

pengajaran bahasa ditempatkan pada tataran paling tinggi dalam proses pemerolehan bahasa. Hal ini disebabkan keterampilan menulis merupakan keterampilan produktif yang hanya dapat diperoleh sesudah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca”. Oleh sebab itu keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dianggap paling sulit.

Meskipun keterampilan menulis itu dianggap sulit, tetapi perananannya bagi kehidupan manusia sangat penting dalam masyarakat sepanjang zaman. Kegiatan menulis dapat ditemukan dalam aktivitas manusia setiap hari, seperti menulis surat, teks percakapan (dialog), laporan, buku, artikel, dan sebagainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia hampir tidak bisa dipisahkan dari kegiatan menulis. Bahkan, Tarigan (Widodo, 2009: 1) menyatakan bahwa „indikasi kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari maju-tidaknya komunikasi tulis bangsa itu‟. Selanjutnya, dalam sebuah buku tentang

menulis Tarigan (1994: 4) menyatakan bahwa “Keterampilan menulis merupakan

suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar”. Dengan demikian, pernyataan tersebut semakin mengukuhkan anggapan bahwa kemahiran menulis merupakan kemahiran yang paling sukar dibandingkan dengan kemahiran mendengar dan bertutur. Permasalahannya, menurut Alwasilah (Hartati, 2009: 48)

„dalam 20 tahun terakhir pendidikan di Indonesia dari sekolah dasar hingga universitas belum berhasil mengajarkan menulis„.

Selain itu, dalam sebuah Jurnal Bahasa dan Sastra, Tatang (2011) menggambarkan permasalahan dan betapa terpuruknya kemampuan menulis bangsa Indonesia. Data tersebut mengungkap penelitian UNDP (United Nations


(15)

Development Programme atau Badan Program Pembangunan PBB). UNDP mengukur Human Develompment Index (HDI) atau Index Pembangunan Manusia (IPM) yang salah satu indikator penilaianya adalah hasil tes menulis pada orang dewasa. Menurut UNDP, kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia pada tahun 2007 berada di urutan 107 dari 169 negara. Indonesia berada jauh di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Korea Selatan, dan Singapura. Pada tahun 2010 peringkat HDI atau IPM Indonesia menurun menjadi peringkat ke 108 dari 169 negara (http://en.wikipedia.org, tanggal 14 Maret 2011). Organisasi internasional lain yang juga melakukan tes sejenis itu adalah International Educational Achievement (IEA). Tes dilakukan terhadap kemampuan baca tulis siswa sekolah dasar di Indonesia. Dari laporannya disebutkan bahwa kualitas pendidikan dasar di Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvey (Republika, 2 Maret 1999). Dari dua tes di atas (UNDP dan IEA) menunjukkan bahwa kualitas baca-tulis orang Indonesia sangat lemah.

Banyak faktor yang tentunya menyebabkan kondisi di atas. Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab kelamahan tersebut di antaranya, faktor guru, siswa, proses dan lingkungan pembelajaran. Oleh karena itu, kenyataan ini tentunya menjadi tugas tersendiri bagi guru untuk mampu mengembangkan kemampuan menulis siswa, khususnya di sekolah dasar. Agar siswa memiliki pemahaman dan keterampilan menulis, diperlukan suatu perencanaan pembelajaran menulis yang tepat dan terencana dengan pendekatan pembelajaran yang efektif. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran menulis di sekolah dasar, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan merencanakan, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran menulis secara tepat.

Dalam hal ini, peneliti menawarkan pendekatan conferencing sebagai solusi permasalahan di atas. Hal ini mengingat bahwa melalui penerapan pendekatan conferencing, siswa tidak hanya belajar bagaimana cara menulis yang baik, namun juga akan membimbing dan mengarahkan siswa untuk belajar berkomunikasi, berdiskusi dan bekerjasama dengan baik. Selain belajar menuangkan ide dalam bentuk tulisan, siswa akan belajar bertukar pemikiran


(16)

melalui interaksi sosial yang terbentuk baik di dalam persidangan kelompok ataupun persidangan kelas.

Hartati (2009: 49) menjelaskan bahwa pendekatan conferencing menumpukan pada adanya persidangan antara siswa dengan siswa (rekan sebaya) maupun antara psiswa dengan guru. Selanjutnya, Calkins (Hartati, 2009: 49) menyatakan bahwa „konferensi bermakna jika siswa belajar interaksi dengan tulisannya. Mereka, guru dan siswa bersidang serta rekan dengan rekan (siswa) bersidang dengan cara latihan terbimbing‟.

Jika dicermati pendekatan conferencing menekanakan pembelajaran menulis melalui sebuah proses untuk menuangkan gagasan menjadi sebuah tulisan. Dalam hal ini, guru tidak hanya menyuruh siswa menulis kemudian mengumpulkannya dan membubuhkan nilai pada hasil tulisan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Alwasilah (2007: 44) yang menyatakan pendekatan proses lebih menekankan kepada bagaimana siswa menuangkan gagasan menjadi sebuah tulisan. Setelah mendapat feedback dari guru dan teman berupa coretan-coretan perbaikan, siswa menulis dan memperbaiki hasil tulisannya itu.

Dari pernyataan di atas, maka pembelajaran menulis melalui penerapan pendekatan conferencing membuka peluang bagi guru untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter selama proses pembelajaran serta menginternalisasikannya di dalam tulisan siswa. Melalui bimbingan guru, siswa dengan sendirinya tidak hanya akan mengetahui bagaimana cara melakukan diskusi yang baik namun juga akan langsung mengaplikasikannya serta berlatih menulis karangan narasi ekspositorik melalui persidangan, tentunya dengan menginternasliasikan nilai-nilai karakter di dalamnya.

Berdasarakan pemaparan di atas maka penelitian ini, mengusung judul

“Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Ekspositorik Berorientasi Nilai-Nilai Karakter Melalui Penerapan Pendekatan Conferencing. Pembelajaran menulis karangan narasi ekspositorik sangat beririsan kuat dengan salah satu kompetensi dasar pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar yaitu tentang menulis


(17)

karangan berdasarkan pengalaman. Dalam kompetensi dasar tersebut tercantum menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian pembelajaran menulis karangan narasi ekspositorik beroientasi nilai-nilai karakter melalui penerapan pendekatan conferencing, meliputi beberapa poin di bawah ini:

1. Seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia? 2. Seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap

peningkatan kemampuan siswa dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia.

2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap peningkatan kemampuan siswa menginternalisasikan


(18)

nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru: Membantu untuk merancang proses kegiatan belajar yang efektif, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa, serta menjadi referensi bagi peningkatan kualitas pembelajaran menulis pada bidang studi Bahasa Indonesia.

2. Bagi siswa: Membantu siswa untuk mengembangkan potensi kebahasaannya secara menyeluruh khususnya dalam kemampuan menulis serta merangsang siswa dalam keberanian menyampaikan ide, pendapat, pertanyaan dan saran sesuai etika sehingga melahirkan aktualisasi nilai-nilai karakter dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

3. Bagi peneliti lanjutan: Memberikan pengalaman dalam menciptakan pembelajaran yang efektif dan dapat dijadikan bahan kajian bagi pengembangan pendekatan conferencing, khususnya dalam pembelajaran menulis pada bidang studi Bahasa Indonesia di sekolah dasar, umumnya untuk pengembangan pembelajaran menulis secara luas.

E. Struktur Organisasi Tesis

Laporan hasil penelitian pada penelitian ini disampaikan dalam lima bab sebagai berikut:

1. Bab I, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis.


(19)

2. Bab II, terdiri atas kajian atas teori landasan yang digunakan dalam penelitian ini, penelitian yang relevan, dan hipotesis penelitian.

3. Bab III, terdiri atas uraian mengenai tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses penyusunan tesis. Bagian tersebut meliputi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta analisis data.

4. Bab IV, terdiri atas gambaran umum mengenai bagaimana peneliti menganalisis data yang ditemukan dalam penelitian yang kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan atau analisis temuan.

5. Bab V, terdiri atas penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian serta rekomendasi yang berkaitan dengan hasil analisis penelitian tersebut.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SDN Perumnas I dan Perumnas II yang beralamat di Kelurahan Cipedes Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya. Pemilihan subjek dan lokasi penelitian berdasarkan pada pertimbangan bahwa kedua sekolah tersebut belum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan conferencing, bahkan cenderung masih bersifat konvensional melalui penugasan, tanya jawab dan ceramah.

2. Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah peserta didik kelas V SDN Perumnas I dan kelas V SDN Perumnas II Kota Tasikmalaya Tahun Ajaran 2012/2013.

3. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa sekolah dasar kelas V SDN Perumnas I sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol adalah siswa kelas V SDN Perumnas II. Untuk masing-masing kelas diambil sebanyak 20 orang siswa. Penempatan sampel pada kelompok eksperimen dan kontrol tidak dilakukan secara random atau acak.

Alasan pemilihan kelas V SDN I Perumnas dan SDN II Perumnas sebagai sampel penelitian, selain karena prestasi siswa kedua SD tersebut tidak menunjukan perbedaan yang menonjol, dan juga dengan memepertimbangkan bahwa perkembangan intelektual anak usia kelas V Sekolah Dasar, rata-rata berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis dan masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual. Selain itu pada masa ini anak sudah mengerti moral baik dan buruk (golden rule). Tentunya


(21)

karangan narasi ekspositorik yang berorientasi nilai-nilai karakter dengan berdasar pada pengalaman nyata, mengangkat informasi atau data, dan juga mengggunakan bahasa denotatif.

B. Desain Penelitian

Bentuk desain penelitian ini merupakan bentuk desain quasi eksperimen dengan menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pertimbangan penggunaan desain ini karena dalam penelitian ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random, hal ini karena sulit menemukan kelas yang memiliki karakteristik yang sama persis. Menurut Sugiyono (2007: 114) desain ini memiliki kelompok kontrol namun tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

Untuk memperoleh data pada kelas tersebut diberikan prates dan pascates. Perbedaan antara kedua kelas tersebut adalah perlakuan dalam proses pembelajaran, untuk kelas eksperimen pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran conferencing, sedangkan kelas kontrol dilaksanakan secara konvensional yakni melalui metode ceramah dan tanya jawab. Sehubungan dengan desain seperti di atas, Sugiyono (2007: 116) mengatakan bahwa pada jenis desain eksperimen ini terjadi pengelompokan subjek tidak secara acak, adanya pretes (O1 dan O3), dan adanya pascates (O2 dan O4). Kelas yang satu memperoleh perlakuan pembelajaran dengan pendekatan conferencing (X), sedangkan kelas yang satu lagi tidak memperoleh perlakuan pendekatan conferencing melainkan melalui pembelajaran konvensioanal (-). Desain eksperimennya adalah sebagai berikut:

Kelompok Prates Perlakuan Pascates

E O1 X O2

K O3 - O4

Gambar. 3.1 Desain Penelitian (Sugiono, 2010: 116)


(22)

Keterangan:

E : Kelas eksperimen dengan perlakuan pendekatan conferencing

K : Kelas Kontrol tanpa perlakuan pendekatan conferencing O1 dan O2 : Prates dan Pascates menulis karangan narasi ekspositorik

berorientasi nilai-nilai karakter pada kelas eksperimen

O3 dan O4 : Prates dan Pascates menulis karangan narasi ekspositorik berorientasi nilai-nilai karakter pada kelas kontrol

X Perlakuan melalui pendekatan conferencing - Tanpa perlakuan pendekatan conferencing.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik.

Tujuan penelitian quasi eksperimen ini adalah mendekati perkiraan untuk keadaan yang dapat dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi seluruh variabel-variabel yang relevan. Peneliti harus secara jelas memahami kompromi-kompromi yang ada pada validitas internal dan eksternal, rancangannya, dan bertindak di dalam keterbatasan-keterbatasan tertentu.

Justifikasi penggunaan metode quasi eksperimen ini sama dengan penelitian Eksperimen sebenarnya, secara hati-hati menunjukkan masing-masing keterbatasan dalam validitas internal dan eksternal pada rancangan penelitiannya. Langkah pertama yang harus dilakukn adalah telaah kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan, kedua adalah identifikasi dan definisikan masalahnya, ketiga adalah rumuskan hipoteisis, tentukan faktor-faktor yang berpengaruh, dan definisikan istilah-istilah pokok dan variabel-varibel penelitiannya.


(23)

D. Definisi Operasional

1. Pembelajaran menulis karangan narasi ekspositorik adalah pembelajaran menulis karangan berdasarkan pengalaman nyata yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan, dengan memuat informasi dan menggunakan bahasa denotatif.

2. Nilai-nilai karakter adalah 18 nilai karakter yang terkandung dalam Buku Pedoman Sekolah Pengembangan Budi Pekerti Dan Karakter Bangsa (2010: 33-38). Adapun internalisasi nilai karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah amanat yang terkandung dalam karangan narasi ekspositorik berdasarkan pengalaman siswa dengan menggambarkan salah satu 18 nilai-nilai karakter.

3. Pembelajaran dengan pendekatan conferencing yaitu proses pembelajaran menulis dengan menumpukan kegiatan persidangan antara pelajar dengan pelajar (rekan sebaya) maupun antara pelajar dengan guru. Dalam hal ini, pembelajaran menulis lebih menekankan kepada proses atau langkah-langkah yang harus dilalui oleh seorang penulis.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dikembangkan untuk mengamatidan untuk mengumpulkan data setiap kegiatan proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan conferencing beorientasi nilai-nilai karakter, adapun instrumen tersebut meliputi:

1. Tes

Menurut Arikunto (2006: 150) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan data kemampuan siswa dalam menuliskan karangan narasi ekspositorik berdasarkan pengalaman siswa yang berorientasi nilai-nilai karakter. Tes dilakuan


(24)

dalam bentuk tes awal dan tes akhir yang dilaksanakan untuk masing-masing kelas sebelum dan sesudah perlakuan. Adapun bentuk perlakuan untuk kelas eksperimen yaitu dengan menggunakan pendekatan conferencingsedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional tanpa perlakuan pendekatan conferencing (metode ceramah dan tanya jawab).

Komposisi isi dan bentuk soal prates dan pascates ini disusun serupa karena salah satu tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan belajar peserta didik. Adapun tes yang dimaksud adalah tes unjuk kerja berupa produk tulisan/karangan narasi ekspositorik berdasarkan pengalaman siswa yang berorientassi nilai-nilai karkater. Pada tes tersebut digunakan pedoman penilaian kemampuan menulis yang dikemukakan oleh Brown (1999, 244-245). Penghitungan skor dilakukan secara analitis dengan memperhatikan struktur unsur karangan narasi ekspositorik. Selain itu pedoman penilaian produk tulisandisesuaikan dengan tuntutan materi dan indikator keterampilan menulis karangan pada pembelajaran Bahasa Indonesia sekolah dasar kelas lima semester satu.

Berikut contoh instrument tes menulis karangan narasi ekspositorik berdasarkan pengalaman pribadi yang berorientasi nilai-nilai karkater:

a. Intruksi :

Tulislah sebuah karangan narasi ekspositorik berdasarkan pengalaman pribadi yang isinya mengandung nilai-nilai kebaikan seperti gemar membaca, disiplin, peduli lingkungan, tolong menolong atau nilai-nilai kebaikan lainnya.

b. Petunjuk umum:

1) Penulisan karangan memperhatikan unsur-unsur pembangun karangan narasi (alur, tokoh, latar dan sudut pandang).

2) Isi karangan memperhatikan ciri-ciri pembangunan karangan narasi ekspositorik yaitu dengan cara menyampaikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca, masuk akal, serta menggunakan kata-kata denotatif atau kongkrit.


(25)

3) Bahasa karangan hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan EYD.

4) Panjang karangan paling sedikit setengah halaman kertas polio. 5) Pekerjaan ditulis dengan rapi dan jelas.

6) Tulislah nama dan nomor absen pada kertas kerja masing-masing. 7) Berdoalah sebelum mengerjakannya.

Adapun pedoman penilaian karangan narasi ekspositorik berdasarkan pengalaman pribadi yang berorientasi nilai-nilai karakter, adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.1

Kisi-kisi Kriteria dan Pembobotan Nilai Tes Menulis Karangan Narasi Ekspositorik Beroreintasi Nilai-nilai Karakter

Indikator Kriteria Penilaian Skor Maks

Mampu menulis karangan yang memuat struktur dan unsur karangan narasi ekspositorik.

Mengandung struktur karangan narasi ekspositorik (tema, alur, tokoh, latar dan sudut pandang) Menunjukan adanya keterpaduan antara tema, alur, tokoh, latar dan sudut pandang.

20

Mampu menulis karangan narasi ekspositorik

berdasarkan pengalaman pribadi

Ide cerita bersumber dari pengalaman pribadi.

Cerita berkembang sesuai dengan tema karangan disertai dengan peristiwa utama dan detail cerita pendukung.

Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata denotatif.

20

Mampu

menginternalisasikan

nilai-Cerita mengungkap pemikiran yang lengkap dan masuk akal serta


(26)

nilai karakter berdasarkan pengalaman pribadi dalam karangan narasi ekspositorik

tanggap terhadap nilai-nilai karakter.

Mampu menggunakan beragam kosa kata dengan pengorganisasian tulisan yang menarik dan sesuai sasaran pembaca

Penggunaan dan pemilihan kata bervariasi sesuai dengan sasaran pembaca.

Paragraph terususn rapi dengan kalimat utama dan detail kalimat pendukung yang jelas.

20

Mampu menulis karangan narasi ekspositorik sesuai dengan kaidah kebahasaan

Tulisan menggunakan kaidah ejaan yang disempurnakan dan isi tulisan tersampaikan dengan baik melalui kalimat sederhana yang efektif .

20

Nilai Akhir = Jumlah Skor Seluruh Aspek

Tabel. 3.2

Nilai Kategori Tes Menulis

Karangan Narasi Ekspositorik Berorientasi Nilai-nilai Karakter

No Nilai Kategori

1 85 – 100 Sangat Baik

2 75 – 84 Baik

3 65 – 74 Cukup

4 56 – 64 Kurang


(27)

Tabel 3.3

Nilai dan Kategori untuk masing-masing aspek tes Menulis Karangan Narasi Ekspositorik Berorientasi Nilai-nilai Karakter

No Nilai Kategori

1 18 - 20 Sangat Baik

2 15 - 17 Baik

3 12 - 14 Cukup

4 11 - 6 Kurang

5 1 - 5 Sangat Kurang

2. Observasi

Menurut Arifin (2011: 230) observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Arikunto (2006: 157) menjelaskan bahwa observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebutkan jenis observasi yaitu:

1) Observasi non sitematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan.

2) Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan.

Merujuk pada pendapat di atas, maka observasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan observasi sistematis, melalui intrumen pengamatan peneliti mengumpulkan data terkait aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Nurgiyantoro (2010: 95) untuk menjaga konsistensi dan keobjektifan pengamatan, sebaiknya jika dimungkinkan pengamatan dilakukan oleh dua orang, khususnya pengamatan yang dengan memberikan skor. Merujuk pada pernyataan tersebuts, untuk melakukan pengamatan dan pemberian skor maka peneliti bekerjasama dan berdiskusi secara langsung dengan salah seorang perwakilan guru yang ditunjuk oleh pihak sekolah.


(28)

Adapun pedoman lembar observasi pembelajaran menulis karangan narasi ekspositorik berorientasi pendidikan karakter melalui penerapan pendekatan conferencing, adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.4

Pedoman Observasi Proses Pembelajaran

No Aspek Parameter yang diobesrvasi

1 Guru a. Kemampuan guru mengorganisasi waktu belajar. b. Kemampuan guru mengorganisasi materi

pembelajaran. 2 Interaksi guru

dengan peserta didik

selama pembelajaran

a. Interaksi yang terjalin saat tanya jawab atau perumusan masalah saat pembelajaran.

b. Interaksi yang terjadi antara guru dengan peserta didik, juga antara peserta didik dengan peserta didik lainnya saat proses persidangan terjadi.

c. Aspek pemahaman nilai-nilai karakter selama peserta didik melakukan persidangan.

3 Aktivitas peserta didik

selama pembelajaran

a. Kemunculan nilai-nilai karakter selama proses pembelajaran.


(29)

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran baik melaui tes maupun non tes terhadap keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik yang berorientasi niali-nilai karakter. Kegiatan ini dilakukan terhadap kelompok eksperimen yang diberikan perlakuanmelalui pendekatan conferencing dan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan pendekatan conferencing.

Langkah pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu:

1. Studi pendahuluan berupa observasi awal terhadap pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V khsusnya untuk memperoleh gambaran kemampuan awal siswa dalam keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik. Selain itu dilakukan studi pustaka untuk mengetahui penelitian-penelitian yang relevan dengan permasalahan dan variabel penelitian-penelitian.

2. Pengembangan instrumen pembelajaran menulis karangan narasi ekspositorik berorientasi nilai-nilai karakter, meliputi langkah-langkah menentukan materi dan subjek penelitian, menyusunan RPP dan LKS, menyusun lembar observasi, menyusun soal tes menulis karangan narasi ekspositorik, dan melakukan penilaian ahli terhadap instrumen yang telah dibuat.

3. Melakukan prates baik untuk kelas eksperimen maupun untuk kelas kontrol. 4. Melakukan perlakuan dengan menggunakan pendekatan conferencing untuk

kelas eksperimen, tanpa menggunakan perlakuan pendekatan conferencing pada kelas kontrol.

5. Memberikan pascastes terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol.

6. Membandingkan performa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan menggunakan tes-tes signifikansi statistik


(30)

G. Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teknik statistika inferensial parametrik. Statistika inferensial parametrik adalah teknik analisis data dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian yang diajukan oleh peneliti dan dibangun dari kajian teori dengan memiliki persyaratan tertentu terhadap data yang akan dianalisis yaitu distribusi data populasi berdasarkan pada model distribusi normal dan kedua populasi homogen. (Susetyo, 2010: 138).

Adapun langkah-langkah dalam teknik analisis data penelitian ini sebagai berikut:

1. Menentukan Hipotesis, dimana hipotesis pada penelitian ini adalah: H0 diterima jika harga hitungan ± < harga tabel.

H0 ditolak jika harga hitungan ± ≥ harga tabel.

2. Melakukan pengujian normalitas dengan menggunakan distribusi t-Student

dengan rumus: T = Sup (Φ –Σp)

3. Melakukan pengujian homogenitas terhadap varian pada kedua populasi dengan rumus: F =

4. Menghitung rata-rata hasil tes, baik pretes maupun postes pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan menggunakan rumus:

̅ ∑

5. Menentukan perbedaan rata-rata pada pretes dan postes baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen menggunakan distribusi t-Student dengan rumus:


(31)

6. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan anova dua jalur, setelah sebelumnya dilakukan uji Normalitas, uji Homogenitas Variansi, dan uji t dengan SPSS versi 17.

7. Data hasil observasi pembelajaran baik untuk kinerja guru maupun untuk aktivitas peserta didik, serta data yang diolah secara deskriptif akan diolah dan ditafsirkan dengan kriteria seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.5

Kriteria Penilaian Data Deskriptif

No Skor Kriteria

1 1,00 – 1,69 Kurang

2 1,70 – 2,59 Sedang

3 2,60 – 3,50 Baik


(32)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol) dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh selama penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Berdasarkan hasil pembahasan seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap peningkatan keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol), diperoleh kesimpulan bahwa secara umum kemampuan menulis karangan narasi ekspositorik peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan berada pada kategori cukup. Setelah diberikan perlakuan pendekatan pembelajaran conferencing pada kelas eksperimen mengalami peningkatan signifikan berada pada kategori baik. Sedangkan kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional tetap berada pada kategori cukup. Dengan demikian maka pendekatan conferencing terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan menulis karangan ekspositorik berorientasi nilai karakter, hal ini dibuktikan dengan peningkatan N-gain sebesar 0,40 dalam kategori peningkatan cukup, sedangkan kelas kontrol hanya memperoleh peningkatan N-gain sebesar 0,12 dengan kategori peningkatan rendah.

2. Berdasarkan hasil pembahasan seberapa besar pengaruh pendekatan pembelajaran conferencing terhadap internalisasi nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (kelas kontrol), diperoleh kesimpulan bahwa


(33)

secara umum internalisasi nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik untuk siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan berada pada kategori cukup. Setelah diberikan perlakuan pendekatan pembelajaran conferencing pada kelas eksperimen mengalami peningkatan signifikan berada pada kategori baik. Sedangkan kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional tetap berada pada kategori cukup. Dengan demikian maka pendekatan conferencing terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap internalisasi nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik, hal ini dibuktikan dengan peningkatan N-gain sebesar 0,50 dalam kategori peningkatan cukup, sedangkan kelas kontrol hanya memperoleh peningkatan N-gain sebesar 0,08 dengan kategori peningkatan rendah.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil akhir penelitian, maka diajukan beberapa beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi guru diharapkan dapat mempertimbangkan penggunaan pendekatan pembelajaran dengan pendekatan conferencing dalam upaya meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik dan internalisasi nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik. Beberapa alasan yang harus dijadikan pertimbangan penerapan pendekatan conferencing, selain dapat meningkatkan hasil belajar berupa produk tulisan, melalui pendekatan conferencing setidaknya akan tercipta sebuah pembelajaran nilai-nilai kerjasama di dalam kelompok, terjadi pergesekan kreatifitas antar keompok yang kemudian membangun komunitas belajar yang efektif di dalam kelas, terjadinya pembelajaran keterempilan hidup yang melingkupi kegiatan mendengarkan, melihat sudut pandang orang lain, mengatasi konflik sesama rekan, memperbaiki pencapaian akademik dan rasa percaya diri terhadap hasil kerjanya, serta meleburnya efek negatif dari persaingan. Namun dalam hal ini,


(34)

guru harus mempertimbangkan aspek mobilisasi untuk membagi konsentrasi pada setiap tahapan persidangan untuk membimbing kelompok-kelompok persidangan dan individu siswa serta harus senantiasa mempertimbangkan alokasi waktu yang sudah direncanakan. Jika hal ini tidak berjalan dengan lancar, maka rencana pembelajaran akan menjadi tidak berfungsi, dan akhirnya tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sulit untuk tercapai. 2. Bagi siswa pendekatan pembelajaran conferencing dapat membantu

mengembangkan kemampuan menulis pada jenis karya tulis yang lain. Melalui pembelajaran conferencing siswa akan mengalami tahap demi tahap proses pembelajaran menulis dan merefleksikan kekurangan pembelajarannya pada tahap selanjutnya. Selain itu, melalui persidangan siswa belajar memahami nilai-nilai kerjasama, saling berbagi, membantu dan saling memberi masukan melalui bentuk kritik yang membangun, demi terciptanya sebuah tulisan yang baik.

3. Bagi peneliti lanjutan yang tertarik melanjutkan penelitian ini diharapkan di dalam pemberian suatu perlakuan dilakukan dalam kurun waktu yang lebih lama, dan secara berkelanjutan dengan kata lain pascates dilakukan lebih dari satu kali atau dilaksanakan pascates kedua, untuk melihat kekekalan keunggulan pendekatan conferencing. Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan untuk mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik dan internalisasi nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik diantaranya adalah waktu, pengkondisian siwa, mobilisasi untuk melakukan persidangan dengan masing-masing kelompok. Lebih lanjut, pendekatan conferencing sangat memungkinkan untuk digunakan dalam pembelajaran menulis pada kelompok-kelompok non formal dan kegiatan pelatihan seperti komunitas-komunitas menulis, pelatihan menulis untuk berbagai jenjang dan lingkungan.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.C. dan Alwsilah, S.S. (2007). Pokoknya Menulis, Cara Baru Menulis dengan Metode Kolaborasi. Bandung: Kiblat Buku Utama. Anton, M.M. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan, Metodedan Paradigma Baru. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta.

Aqib, Z. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: Yrama Widya.

Branscomb, H.E (1994). “Donald Graves’ Writing: Children and Teacher at

Work: A Review Essay” Journal Of Teaching Writing. 363-371.

Bohlin, K., dkk. (2001). Building Character in School: Resource Guide. California: Jalmar Press.

Bungin, B. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Cahyani, I. (2010). “Bahasa Indonesia sebagai Pengusung Pendidikan Karakter”. Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia. Bandung: UPI Press.

Departemen Pendidikan Kebudayaan. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. [ONLINE]. Tersedia: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. [20 Juli 2012]

Departemen Pendidikan Nasional. (2006).Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Jakarta: Wacana Intelektual.


(36)

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Dokumen KTSP SD. Jakarta: Depdiknas.

Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010). Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: BPPPK.

Koesoema, Doni. A. (2007). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Lyesmaya, D. (2011). Pembelajaran Menulis Laporan Pengamatan dengan Pendekatan Proyek sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Karakter. Thesis Master pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ghazali, S.A. (2010). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hartati, T. (2009). “Penerapan Pendekatan Conferencing dalam Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Dasar. XI. 47-53.

Heuken, A. (2008). Teknik Mengarang, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Keraf, G. (2010). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: GramediaUtama.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam books.

Mandang, L. (2010). “Penggunaan Strategi Terbimbing untuk Mengefektifkan

Pembelajaran Menulis Siswa Sekolah Dasar” Jurnal Bahasa dan Sastra.

II, (V), 111-125.

McIver M. C and Shelby A. W. (1998). Writing Conferences: Powerful Tools for Writing Instruction. Los Angeles: University of California.


(37)

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter Solusi Tepat Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter, Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-ruz Media.

Muhaimin, et al. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media. Mukhtar dan Iskandar. (2012). Desain Pembelajaran Berbasis TIK. Jakarta:

Referensi.

Mulyani, I. (2009). “Penerapan Model Writing Workshop untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Bahasa Inggris Siswa Kelas XII IPS SMAN 11 Bandung” Jurnal Penelitian. X, (II), 1-13.

Murni, S. dan Widianingtyas, A. (2008). Bahasa Indonesia untuk SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas.

Muslich, M. (2010). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Noor, M.S. (2013). Hubungan antara SK, KD dan Indikator. [ONLINE]. Tersedia: http://muhamad-septiannoor.blogspot.com/2013_01_01_archive.html. [6 Januari 2012].

Nuci, L.P. (2008). Handbook of Moral and Character Education. New York: Routledge.

Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.

Nurjamal, D. et al. (2011). Terampil Berbahasa Menyusun Karya Tulis Akademik, Memandu Acara (MC-Moderator), dan Menulis Surat. Bandung: Penerbit Alfabeta.


(38)

Ramli, T. (2003). Pengertian Pendidikan Karakter. [ONLINE]. Tersedia:

http://blog.codingwear.com/bacaan-99-Pengertian-Pendidikan-Karakter.html.[20 Juli 2012]

Riduan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta

Samani, M dan Hariyanto. (2011). Konsepdan Model PendidikanKarakter. Bandung: RemajaRosdakarya.

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana.

Santrock, JW. (2008). Children.(10 ed). Newyork: Mc Graw Hill.

Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Slamet. St.Y. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sukmadinata, N.S., dan Syaodih, E. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.

Suparti.(2007). “Startegi Pembelajaran Menulis di SD Kelas IV”. Jurnal Didaktika. II, (I), 259-271.

Suyanto, et al. (2009). Urgensi Pendidikan Karakter. [ONLINE].Tersedia: http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html [20Juli 2012].


(39)

Suyatno, et al. (2008). Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas.

Susetyo, B. (2010). Statistika untuk Analisa Data Penelitian Dilengkapi Cara Penghitungan dengan SPSS dan MS Office Excel. Bandung: PT. Refika Aditama.

Tarigan, H.G. (1994). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tatang. (2011). “Kemampuan Keterampilan Menulis Permulaan Huruf Arab pada

Siswa Pendidikan Anak Usia Dini” Jurnal Bahasa dan Sastra FPBS UPI. XI. (II).

Tompkins, G.E. (1990). Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.

Warsidi et al. (2008). Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas.

Wibowo, T. (2010). Pentingnya Pendidikan Karater dalam Dunia Pendidikan. [ONLINE]. Tersedia:http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan. [20 Juli 2012]

Widodo, R. (2009). Pendalaman Materi Menulis di SD. [ONLINE]. Tersedia: http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/26/pendalaman-materi-menulis-di-sd. [20 Juli 2012].

Zainurrahman. (2011). Menulis: Dari Teori Hingga Praktik, Penawar Racun Palgiarisme. Bandung: Alfabeta.


(1)

guru harus mempertimbangkan aspek mobilisasi untuk membagi konsentrasi pada setiap tahapan persidangan untuk membimbing kelompok-kelompok persidangan dan individu siswa serta harus senantiasa mempertimbangkan alokasi waktu yang sudah direncanakan. Jika hal ini tidak berjalan dengan lancar, maka rencana pembelajaran akan menjadi tidak berfungsi, dan akhirnya tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sulit untuk tercapai. 2. Bagi siswa pendekatan pembelajaran conferencing dapat membantu

mengembangkan kemampuan menulis pada jenis karya tulis yang lain. Melalui pembelajaran conferencing siswa akan mengalami tahap demi tahap proses pembelajaran menulis dan merefleksikan kekurangan pembelajarannya pada tahap selanjutnya. Selain itu, melalui persidangan siswa belajar memahami nilai-nilai kerjasama, saling berbagi, membantu dan saling memberi masukan melalui bentuk kritik yang membangun, demi terciptanya sebuah tulisan yang baik.

3. Bagi peneliti lanjutan yang tertarik melanjutkan penelitian ini diharapkan di dalam pemberian suatu perlakuan dilakukan dalam kurun waktu yang lebih lama, dan secara berkelanjutan dengan kata lain pascates dilakukan lebih dari satu kali atau dilaksanakan pascates kedua, untuk melihat kekekalan keunggulan pendekatan conferencing. Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan untuk mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi keterampilan menulis karangan narasi ekspositorik dan internalisasi nilai-nilai karakter pada karangan narasi ekspositorik diantaranya adalah waktu, pengkondisian siwa, mobilisasi untuk melakukan persidangan dengan masing-masing kelompok. Lebih lanjut, pendekatan conferencing sangat memungkinkan untuk digunakan dalam pembelajaran menulis pada kelompok-kelompok non formal dan kegiatan pelatihan seperti komunitas-komunitas menulis, pelatihan menulis untuk berbagai jenjang dan lingkungan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.C. dan Alwsilah, S.S. (2007). Pokoknya Menulis, Cara Baru Menulis dengan Metode Kolaborasi. Bandung: Kiblat Buku Utama. Anton, M.M. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan, Metodedan Paradigma Baru. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta.

Aqib, Z. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: Yrama Widya.

Branscomb, H.E (1994). “Donald Graves’ Writing: Children and Teacher at

Work: A Review Essay” Journal Of Teaching Writing. 363-371.

Bohlin, K., dkk. (2001). Building Character in School: Resource Guide. California: Jalmar Press.

Bungin, B. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Cahyani, I. (2010). “Bahasa Indonesia sebagai Pengusung Pendidikan Karakter”. Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia. Bandung: UPI Press.

Departemen Pendidikan Kebudayaan. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. [ONLINE]. Tersedia: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. [20 Juli 2012]

Departemen Pendidikan Nasional. (2006).Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Jakarta: Wacana Intelektual.


(3)

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Dokumen KTSP SD. Jakarta: Depdiknas.

Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010). Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: BPPPK.

Koesoema, Doni. A. (2007). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Lyesmaya, D. (2011). Pembelajaran Menulis Laporan Pengamatan dengan Pendekatan Proyek sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Karakter. Thesis Master pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ghazali, S.A. (2010). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama.

Hartati, T. (2009). “Penerapan Pendekatan Conferencing dalam Pembelajaran

Menulis di Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Dasar. XI. 47-53.

Heuken, A. (2008). Teknik Mengarang, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Keraf, G. (2010). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: GramediaUtama.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam books.

Mandang, L. (2010). “Penggunaan Strategi Terbimbing untuk Mengefektifkan

Pembelajaran Menulis Siswa Sekolah Dasar” Jurnal Bahasa dan Sastra.

II, (V), 111-125.

McIver M. C and Shelby A. W. (1998). Writing Conferences: Powerful Tools for Writing Instruction. Los Angeles: University of California.


(4)

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter Solusi Tepat Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter, Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-ruz Media.

Muhaimin, et al. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media. Mukhtar dan Iskandar. (2012). Desain Pembelajaran Berbasis TIK. Jakarta:

Referensi.

Mulyani, I. (2009). “Penerapan Model Writing Workshop untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Bahasa Inggris Siswa Kelas XII IPS SMAN 11

Bandung” Jurnal Penelitian. X, (II), 1-13.

Murni, S. dan Widianingtyas, A. (2008). Bahasa Indonesia untuk SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas.

Muslich, M. (2010). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Noor, M.S. (2013). Hubungan antara SK, KD dan Indikator. [ONLINE]. Tersedia: http://muhamad-septiannoor.blogspot.com/2013_01_01_archive.html. [6 Januari 2012].

Nuci, L.P. (2008). Handbook of Moral and Character Education. New York: Routledge.

Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.

Nurjamal, D. et al. (2011). Terampil Berbahasa Menyusun Karya Tulis Akademik, Memandu Acara (MC-Moderator), dan Menulis Surat. Bandung: Penerbit Alfabeta.


(5)

Ramli, T. (2003). Pengertian Pendidikan Karakter. [ONLINE]. Tersedia:

http://blog.codingwear.com/bacaan-99-Pengertian-Pendidikan-Karakter.html.[20 Juli 2012]

Riduan. (2008). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta

Samani, M dan Hariyanto. (2011). Konsepdan Model PendidikanKarakter. Bandung: RemajaRosdakarya.

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana.

Santrock, JW. (2008). Children.(10 ed). Newyork: Mc Graw Hill.

Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Slamet. St.Y. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sukmadinata, N.S., dan Syaodih, E. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.

Suparti.(2007). “Startegi Pembelajaran Menulis di SD Kelas IV”. Jurnal Didaktika. II, (I), 259-271.

Suyanto, et al. (2009). Urgensi Pendidikan Karakter. [ONLINE].Tersedia: http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html [20Juli 2012].


(6)

Suyatno, et al. (2008). Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas.

Susetyo, B. (2010). Statistika untuk Analisa Data Penelitian Dilengkapi Cara Penghitungan dengan SPSS dan MS Office Excel. Bandung: PT. Refika Aditama.

Tarigan, H.G. (1994). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tatang. (2011). “Kemampuan Keterampilan Menulis Permulaan Huruf Arab pada

Siswa Pendidikan Anak Usia Dini” Jurnal Bahasa dan Sastra FPBS UPI.

XI. (II).

Tompkins, G.E. (1990). Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.

Warsidi et al. (2008). Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdiknas.

Wibowo, T. (2010). Pentingnya Pendidikan Karater dalam Dunia Pendidikan. [ONLINE]. Tersedia:http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan. [20 Juli 2012]

Widodo, R. (2009). Pendalaman Materi Menulis di SD. [ONLINE]. Tersedia: http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/26/pendalaman-materi-menulis-di-sd. [20 Juli 2012].

Zainurrahman. (2011). Menulis: Dari Teori Hingga Praktik, Penawar Racun Palgiarisme. Bandung: Alfabeta.