PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER Di KELAS II SEKOLAH DASAR.
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER
Dl KELAS II SEKOLAH DASAR
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Pengembangan Kurikulum .^^pE.1D'D'*
Oleh:
PRIHANTINI
009590
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2002
LEMBAR PERSETUJUAN
DISETUJUl DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
PEMBIMBING I
TtoLa
Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan. M.A
NIP.
PEMBIMBING II
Prof. Drs. H. M. Numan Somantri. M.Sc.
NIP.
ABSTRAK
Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner
Di Kelas Dua Sekolah Dasar
Prihantini
Program Studi Pengembangan Kurikulum
ABSTRACT
The objective of this research is to develop
an interdisciplinary instructional model for
elementary school. The research problems are
formulated
as follows
: (1)
can teachers
implement the interdisciplinary approach in
learning process; (2) what kinds of difficulties
that
teachers
faced
when
interdisciplinary
approach is implemented; (3) which design
model
of
interdisciplinary
approach
can
improve the learning process and students
achievement at elementary school.
The Research and Development model was
applied for the presented research. The research
pembelajaran; (2) kesulitan-kesulitan apa
yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di Sekolah Dasar;
(3) model desain pendekatan interdisipliner
yang manakah yang dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran dan hasil
belajar siswa di Sekolah Dasar.
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian adalah research and development.
Lokasi penelitian di Gugus Cibatu II
Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi,
dengan subyek penelitian guru SD kelas dua
dan siswa SD kelas dua. Pengumpulan data
conducted at Gugus Cibatu 11 Cisaat Sukabumi
dilakukan
Regency, the subjects were teachers and
dokumentasi;
students of second year elementary school. The
data were collected by : (1) documentation
pembelajaran sebelum dan selama uji coba
model; (3) wawancara dengan guru selaku
partner pengembangan model; dan (4) tes
hasil belajar siswa setelah uji coba model.
study; (2) observation of learning before and
during try-out of the model; (3) interview with
teachers as partner in developing model; and (4)
achievement test after try-out of the model. The
data
from
observation and
interview were
analyzed qualitatively, achievement test data
were analyzed by t-tet using a group pretestpostest.
The research found that : (1) the teachers
have basic capabilities that can be developed as
skills needed in implementing instruction using
interdisciplinary approach; (2) the major
problem the teachers face in making the model
was to find out the relation among subject
matters that must be integrated; (3)
interdisciplinary approach used did improve the
quality of learning process and had positive
effects on students' achievement; (4) instruction
model is produced through twice cycles try-out
and consisted six steps, the first cycleconcisted
two steps and the second cycle consisted four
steps; the model produced from the research is
the Webbed Sequence Model with Indonesian
Language
Mathematics,
as
the
principle
Pancasila
organizer,
Education
and
Citizenship, Manual Labour and Arts as vital
adjuncts.
Tujuan penelitian uu adalah untuk
menghasilkan produk desain model
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner agar dapat diterapkan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1)
apakah guru mampu mengimplementasikan
pendekatan interdisipliner dalam proses
Data
hasil
kualitatif
dengan
cara
(2)
penelitian
untuk
(1)
observasi
dianalisis
hasil
observasi
studi
proses
secara
dan
wawancara, sedangkan hasil tes dianalisis
dengan uji-tpretes-postes satukelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1) guru memiliki kemampuan dasar yang
dapat dikembangkan menjadi keterampilan
yang diperlukan dalam melaksanakan
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner; (2) kesulitan utama guru
adalah
dalam
hal
merencanakan
desain
model, khususnya dalam menemukan
keterkaitan materi bidang studi yang akan
diintegrasikan; (3) pendekatan interdisipliner
dapat memperbaiki proses pembelajaran dan
memberikan dampak positif terhadap hasil
belajar siswa; (4) model pembelajaran
dihasilkan melalui uji coba sebanyak dua
kali putaran yang terdiri dari enam tahap uji
coba, putaran pertama terdiri dari dua tahap
uji cobadan putaran kedua terdiri dari empat
tahap uji coba; adapun model yang
dihasilkan
adalah
model
Webb
dengan
mmg studi Bahasa Indonesia berfungsi
sebagai organiser prinsipal, sedangkan
bidang studi pendukung adalah Matematika,
ppKn Kerajinan Tangan dan Kesenian.
DAFTAR ISI
Hal
MOTTO
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
iii
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
viii
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.
Perumusan Dan Pembatasan Masalah
1
1
10
C. Pertanyaan Penelitian
D. Definisi Operasional
E. Tujuan Penelitian
15
16
20
F.
20
Manfaat Penelitian
BAB 11 PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM PEMBELAJARAN
23
A.
B.
C.
D.
23
54
58
64
Konsep Pendekatan Interdisipliner
Psikologi Gestalt Sebagai Landasan Belajar Pendekatan Interdisipliner
Keterkaitan Pendekatan Interdisipliner Dengan Kurikulum Integrasi
Tinjauan Bidang Studi Bahasa Indonesia Sebagai Principal Organizer
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan Dalam Penelitian
73
73
B. Lokasi Dan Subyek Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian
82
83
87
E.
92
Teknik Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
94
A.
Data Hasil Penelitian
94
B.
Interpretasi Data Hasil Penelitian
134
BAB V PEMBAHASAN, KESIMPULAN, DAN REKOMENDASI
A.
Pembahasan Hasil Temuan Penelitian
B. Kesimpulan
C.
Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
148
148
157
159
162
LAMPIRAN - LAMPIRAN
1. Rencana Pembelajaran Yang Diuji Cobakan
166
2. Format Observasi
195
3. Pedoman Wawancara
196
4. Soal-soal Pretes
198
5. Distribusi t
206
6. Data Prasurvey
207
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
3.1.
Daftar Subyek Penelitian Dan Pengembangan
83
4.1.
Perincian Tema
101
4.2.
Kemampuan Guru Yang Hams Dipenuhi Dalam
Melaksanakan Pembelajaran Dengan Pendekatan
111
4.3.
4.4.
4.5.
Pandangan Gum Tentang Pendekatan Interdisipliner
Sikap Guru Terhadap Pendekatan Interdisipliner
Pendapat Guru Tentang Kemungkinan Penerapan
Interdisipliner
Pendekatan Interdisipliner
Kesulitan Yang Dihadapi Guru
112
113
114
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
Pertanyaan Gum Dan Jawaban Siswa Pada Uji Coba Model
Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran I
Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran II
115
117
121
123
4.10
Hasil Uji t Perbandingan Rata-rata Skor Postes
125
Vll
DAFTAR BAGAN
Bagan
1.1.
2.1.
3.1.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
Hal
12
Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model
Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner
Karakteristik Integrated Curriculum
61
Langkah-langkah Penelitian Dan Pengembangan
76
Desain Model Uji Coba Putaran I
95
97
Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 1 (Putaran I)
Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 2 (Putaran I)
99
100
Desain Model Uji Coba Putaran II
109
Model Pembelajaran Putaran II
116
Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran I
Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran II
118
Grafik Kenaikan Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Model , 119
Grafik Kfenaikan Skor Rata-rata Pretes-Postes Selama Uji 124
Coba Model
4.10. BentUk Akhir Desain Model Pendekatan Interdisipliner
4.11. BeTitiik Akhir Rencana Pembelajaran Dengan Pendekatan
132
133
Interdisipliner
Vlll
DAFTAR
GAMBAR
Gambar
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
3.1.
Hal
Correlated Sequence Model
Webbing Sequence Model
Causal Sequence Model
Integrated Sequence Model
Spider Sequence Model
Pengembangan Tema
Desain Model Yang Dikembangkan
33
34
35
36
37
44
90
IX
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Haj
1
Desain Model DanRencana Pembelajaran Yang Diuji cobakan
166
2
3
4
5
6
Format Observasi
Pedoman Wawancara
Soal-soal Pretes
Distribusi t
Data Prasurvey
] 95
]96
198
206
207
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kategori organisasi kurikulum yang dikenal dalam literatur adalah "subject
centered; experienced-centered: correlated, integrated, fused, broad-field, major
social functions; centers of interest : core, unit, problem - in many combinations
and under as many logics" (Zais; 1976:396). Pengorganisasian tersebut ada yang
dipusatkan pada logika mata pelajaran, hakekat
dan kebutuhan anak, atau
tuntutan masyarakat. Ketiga hal tersebut; logika, psikologis, dan sosiologis sering
dijadikan dasar untuk mengorganisasikan pengalaman belajar ( Shepherd and
Ragan; 1982:80).
Masing-masing
organisasi
kurikulum
memiliki
karakteristik
yang
membedakan antara satu dengan lainnya, serta memiliki kelebihan dan kelemahan
sesuai karakteristik yang dimiliki.
Lepas dari organisasi mana yang lebih baik,
karakteristik mana yang lebih menguntungkan; kesesuaian akan dilihat dari siapa
subyek didik kurikulum yang direncanakan dan dikembangkan serta tujuan apa
yang ingin dicapai. Seorang perencana atau pengembang kurikulum dalam
memilih organisasi kurikulum akan ditentukan oleh subyek didik mana yang akan
menjadi sasaran kurikulum dan tujuan apa yang diinginkan.
Dari beberapa organisasi kurikulum yang telah dikenal tersebut, keberadaan
kurikulum Sekolah Dasar 1994 yang berlaku saat ini termasuk kategori subject
curriculum dan beberapa mata pelajaran tertentu termasuk broad field. Hal ini
terlihat isi kurikulum memuat bahan pelajaran yang dikemas dalam bentuk mata
pelajaran yang lepas-Iepas, dan ada beberapa mata pelajaran difusikan (broad
field) seperti IPA, IPS, Matematika.
Namun demikian, perpaduan yang erat
antara beberapa mata pelajaran tertentu tersebut dasarnya sebenarnya masih
bersifat subject curriculum ( Nasution; 1999:192 ). Karakteristik dari tipe ini ,
organisasi kurikulum memandang pelajaran sekolah adalah sejumlah disiplin ilmu
yang masing-masing berdiri sendiri. Sebagaimana pendapat Shepherd and Ragan,
"this type of organization views each school subject, each discipline, as being
totally independent of other disciplines" (Shepherd and Ragan; 1982:82).
Nasution menegaskan pula bahwa separate-subject segala bahan pelajaran
disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas
dari yang lain (Nasution; 1999:178).
Menurut McNeil, subject curriculum memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Bertujuan untuk mengembangkan berfikir rasional, melatih siswa melakukan
penelitian dan melestarikan warisan nilai sosial atau tradisi; (2) Teknik yang
umumnya digunakan dalam subject matter adalah eksposisi dan inkuiri; (3)
Struktur pengetahuan dalam kurikulum ditekankan pada konsep dan metode untuk
mempelajari
pengetahuan
sebagai disiplin terpisah; (4) Materi pelajaran
diorganisasikan dengan cara linier
didasarkan pada ketentuan perkembangan
suatu konsep atau suatu metode (McNeil; 1990 : 84 - 86).
Sedangkan menurut
Zais adalah : (1) Kurikulum diorganisasikan menjadi sejumlah pelajaran dan
masing-masing mata pelajaran dari segi isi menunjukkan suatu spesialisasi dan
materinya homogen; (2) Mata pelajaran menggambarkan pengetahuan yang logis,
ekonomis, manfaat, nyata, dan mudah dipahami; (3) Diasumsikan bahwa tipe
organisasi kurikulum ini setiap mata pelajarannya terdiri dari materi yang terpisah
dan terbatas; (4) Cenderung ke arah aktifitas verbal karena pengetahuan, ide,
informasi mata pelajaran dikomunikasikan dan diingat dalam bentuk verbal
sehingga cenderung menekankan prosedur belajar melalui ceramah, diskusi,
eksposisi, eksplanasi, resitasi, bertanya, latihan menulis, laporan lisan, membuat
paper; (5) Menuntut siswa secara konstan dan menyajikan kurikulum yang terdiri
dari elemen-elemen umum atau pendidikan umum; (6) Merupakan organisasi
yang sistematis dan efektif untuk mentransformasikan warisan-warisan budaya
yang esensial ( Zais; 1976: 397-400 ).
Berdasarkan sejumlah karakteristik yang disebutkan dua ahli tersebut
beberapa diantaranya ada pada kurikulum SD 1994, antara lain : (1) Kurikulum
diorganisasikan menjadi sejumlah mata pelajaran terpisah, dalam sejumlah mata
pelajaran tersebut terdapat batas-batas yang memisahkan bahan pelajaran untuk
tiap kelas, seakan-akan terbagi atas petak-petak; (2) Penyajian tiap mata pelajaran
diberikan tersendiri lepas dari mata pelajaran lain pada jam pelajaran tertentu;
(3)
Dalam
prakteknya
penyampaian
bahan
pelajaran
bertujuan
untuk
menyampaikan sejumlah pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran
dan seringkali bahan pelajaran tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah
yang dihadapi anak-anak dalam kehidupan nyata.
Dari apa yang terlihat dalam kurikulum SD 1994 ini sejalan dengan
kelemahan subject curriculum yang dikemukakan Zais yaitu : (1) Cenderung
membagi-bagi pengetahuan dan berpengaruh terhadap pemahaman siswa, konsep
dan fakta dipelajari melalui bagian-bagian materi yang terpisah dan hanya
memberi sedikit kesempatan untuk menghubungkan bagian-bagian itu dengan
segala sesuatu yang dapat memberikan perspektif makna. Sehingga makna dan
manfaat terbatas pada penyelesaian tugas-tugas dan lulus tes; (2) Melepaskan diri
dari kepedulian dan kejadian-kejadian dunia nyata; (3) Tidak banyak
mempertimbangkan kebutuhan, minat dan pengalaman siswa; (4) Skope tujuan
terbatas dan konsep belajar pasif (Zais; 1976 : 400-401 ).
Berdasarkan pada kelemahan tersebut berakibat terabaikan aspek psikologis
anak yaitu aspek perkembangan anak usia SD. Hakekat perkembangan anak usia
SD adalah bersifat holistik, yakni aspek perkembangan yang satu terkait erat
dengan aspek perkembangan yang lain. Hal ini menjadikan pribadi anak dalam
menghayati pengalaman secara totalitas dan masih sulit menghayati pengalaman
terpisah-pisah, terutama anak SD kelas awal.
Mencermati adanya beberapa kelemahan sebagaimana disebutkan di atas
dirasakan perlu untuk mengatasi kelemahan yang ada pada kurikulum SD saat ini.
Salah satu upaya adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan
dapat membantu anak dalam belajar sesuai sifat anak yang masih mengalami
kesulitan terhadap pemisahan pengalaman-pengalaman belajar. Menurut Nasution
(1999 : 196 ) diperlukan kebulatan bahan pelajaran karena dengan kebulatan dapat
membentuk anak-anak menjadi pribadi yang "integrated", yakni manusia yang
sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya. Apa yang diajarkan di sekolah
sesuai dengan kehidupan nyata anak di luar sekolah. Sedangkan masalah-masalah
dalam kehidupan pada kenyataannya tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan
tetapi memerlukan beberapa ilmu secara interdisipliner dan pemecahannyapun
secara interdisipliner. Berkaitan dengan permasalahan ini maka salah satu upaya
yang mungkin dilakukan adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan interdisipliner.
Selain dari analisa terhadap permasalahan kurikulum saat ini Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 4
mengemukakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan rumusan ideal tersebut dalam propenas tahun 2000-2004
ditetapkan tujuan jangka menengah pembangunan pendidikan, yaitu terwujudnya
sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna
memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,
sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan, serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan
Indonesia
kualitas manusia
( Depdiknas; 2001 : 4 ). Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
tersebut maka arah kebijakan pembangunan pendidikan salah satunya adalah
melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum,
berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik,
penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal dengan kepentingan
setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional ( Depdiknas;
2001 :5).
Untuk mencapai arah dan sasaran pembangunan pendidikan di atas dan
mengacu pada tujuan pendidikan nasional maka didalam Rencana Strategis
Departemen Pendidikan Nasional 2000-2004 prioritas kebijakan pendidikan
nasional difokuskan kepada : (1) Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, (2)
Pemerataan dan perluasan pendidikan, dan (3) Manajemen pendidikan nasional di
semuajalurjenjang, danjenis pendidikan ( Depdiknas; 2001 : 7).
Searah dengan prioritas kebijakan pendidikan nasional nomor satu, yakni
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, PP No. 28 tahun 1992 telah
menetapkan garis kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan dasar khususnya
pada jenjang SD difokuskan pada peningkatann mutu pendidikan di SD. Upaya
peningkatan mutu pendidikan di SD bahkan telah dimulai sejak tahun 1992/1993
melalui PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project) dan BEP (Basic
Education Project) sejak tahun 1998/1999 yang pendanaannya diperoleh dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana bantuan dari luar
negeri (Bank Dunia). Semua upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut titik
berat ada pada upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM). Untuk
mendukung upaya tersebut tentunya dapat dilakukan melalui pembaharuan
pendekatan dalam pembelajaran.
Berkaitan dengan upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM)
dirasakan perlu menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran.
Dalam hal ini didukung oleh beberapa indikasi diantaranya laporan Pengawas
TK/SD ke Seksi Pendidikan Dasar Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Sukabumi, membuktikan bahwa masalah-masalah mendasar yang dialami kelas-
kelas di SD adalah mutu PBM yang masih kurang. Permasalahan ditunjukkan
antara lain dominasi pengajaran tatap muka yang monoton, kurangnya kegiatan
aktif siswa, siswa lebih banyak mendengar, terlalu menekankan pengetahuan
ingatan dan rumus-rumus dengan mengabaikan keterampilan dan pemahaman
konsep-konsep yang diperlukan.untuk kehidupan siswa yang nyata. Monitoring
PBM yang pernah peneliti lakukan di beberapa SD di lingkungan kerja ternyata
ditemukan pula beberapa indikasi fenomena pendidikan yang menunjukkan
kecenderungan dalam hal : (1) pengkotakan bidang studi yang ketat, (2)
pembelajaran hanya memfokuskan pada pencapaian target selesainya pokok
bahasan / sub pokok bahasan, (3) sistem evaluasi yang menekankan aspek ingatan,
(4) pembelajaran menekankan informasi pengetahuan jadi untuk dihafalkan.
Fenomena pengkotakan bidang studi yang ketat dalam pembelajaran
mendominasi
praktek pembelajaran sehari-hari, tanpa disadari bahwa hal ini
berakibat pada terabaikannya aspek psikologis anak. Perlu disadari bahwa dari
aspek psikologis, anak usia SD masih sulit memahami pengalaman belajar yang
terpilah-pilah secara artificial
sesuai tahap perkembangannya. Pengalaman
belajar yang dibutuhkan anak usia SD adalah pengalaman belajar yang merupakan
satu keterpaduan, yang bersifat kongkrit, dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Fenomena
tersebut
semakin
mendorong
peneliti
untuk
mencoba
menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan agar
kekurangan yang terjadi dapat teratasi dan kualitas proses belajar mengajar
meningkat.
Kenyataan lain yang mendorong peneliti adalah beberapa hasil pen^
yang telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran terpa^^^usTf^'5
melalui classroom action research. Penelitian-penelitian tersebut antara lain
dilakukan oleh Zaenal Arifin, Hidayat M, dan Yuyus Sulaeman (1996) mengkaji
penerapan model pendekatan multidisipliner oleh guru SD dalam penanganan
siswa berkesulitan belajar, dengan hasil prestasi hasil belajar anak yang
mengalami kesulitan belajar cukup tinggi. Maslichah Asyari (1997), Hari Setiati
(1998), Farida F (1999), Ina Hartinawati (2000), Hilda Karli (2000), menerapkan
pembelajaran terpadu dalam bidang studi EPA (intra mata pelajaran), dan hasilnya
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa secara signifikan meningkat. Lely
Halimah (2000) menerapkan pembelajaran terpadu dengan unsur pemadu bidang
studi Bahasa Indonesia, Sri Handayani (2000), Tahmid Sabri (2000), Renny
Sofiraeni (2001), Mimin Nurjhani (2001), Sumarno (2001); semuanya
menerapkan pembelajaran terpadu mata pelajaran IPA dengan sedikit perbedaan
antara lain model webbed, integrated, tematik, CLIS. Sedangkan Drs. Kusnadi
(2000) mengkaji pembelajaran terpadu untuk mengintegrasikan nilai-nilai tauhid
dalam pengajaran Geografi, dan Nirva Diana (1999) menerapkan pembelajaran
terpadu model jarring laba-laba di SD. Temuan hasil penelitian yang dikemukakan
oleh sejumlah peneliti tersebut bahwa penerapan model dapat meningkatkan hasil
belajar, penguasaan konsep, dan kemampuan berfikir siswa.
Dukungan dari 14 peneliti tersebut sangat berarti walaupun dimensi yang
dilihat dari hasil penelitian tersebut masih terbatas pada hasil belajar siswa dan
tema atau topik pembelajaran masih dalam satu mata pelajaran (intra mata
pelajaran), menurut Rose dan Olsen (1993) dalam Walker menyebutnya dengan
single integration (Walker; 2001 : 3). Metode penelitian yang mereka gunakan
adalah classroom action research. Berangkat dari pengertian dasar classroom
action research adalah salah satu strategi pemecahan masalah dengan tindakan
nyata, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan
praksis pembelajaran (Depdikbud; 1999 : 2-3). Dengan pertimbangan dimensi
kajian dari penelitian-penelitian tersebut maka terdorong untuk meneliti melalui
pendekatan
pembelajaran
interdisipliner
dengan
metode
research
and
development.
Peneliti-peneliti lainnya adalah Slamet Simamora (1984), Albadi Sinulingga
(2000), Widi Pakerti (2000); ketiganya mencoba mengkaji pembelajaran terpadu
melalui metode penelitian eksperimen. Dengan kesimpulan bahwa : (1) guru
mengalami kesulitan menyusun satuan pelajaran dan tidak semua tujuan
pembelajaran tercapai, dan (2) hasil belajar melalui pembelajaran terpadu
meningkat secarasignifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Sedangkan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif naturalistic
diantaranya Luthfie Asyari (1998) mengkaji implementasi kurikulum mata
pelajaran Ekonomi dalam model pendidikan terpadu, dan Ahmad Djazuli (2001)
melalui metode research and development mengembangkan pembelajaran terpadu
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMU. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa guru masih memisahkan penyajian teori dan praktek dalam
proses pembelajaran mata pelajaran Ekonomi, hasil belajar mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam siswa SMU meningkat. Hepburn (1978) dengan judul
penelitian "The Effects of Using Interdisciplinary Approach as Oppos
Traditional Approach for Examining Problems", dengan metode pene
eksperimen menunjukkan bahwa : (1) ada perbedaan skor post test antara
pelajaran IPA / Ilmu Sosial untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2)
kelompok yang menggunakan pendekatan interdisciplinary rata-rata skor lebih
tinggi dibandingkan kelompok lain; (3) pendekatan interdisciplinary untuk
menguji problem-problem lingkungan lebih efektif dibandingkan dengan ,
pendekatan tradisional (http/www.ed.gov/pubs/Research/United State, html.).
Mencermati sejumlah 20 hasil penelitian terdahulu sebagaimana tersebut di
atas penelitian yang direncanakan akan mencoba menerapkan pendapat Kain
(1996) dalam Walker bahwa untuk menguji keberhasilan suatu pendekatan hams
secara keseluruhan yang terlibat teruji. "... the true impact of integrative
education studies will only be ascertained when the entire of students and teachers
who participate in integrative education is examined" ( Walker; 2001:2). Dalam
kaitan ini maka upaya penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner
dalam pembelajaran di kelas dua SD di Kabupaten Sukabumi merupakan hal yang
perlu dengan melihat
kemampuan guru dalam mengimplementasikan, serta
dampaknya terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
1.
Perumusan Masalah
Penjelasan-penjelasan dalam latar belakang mengisyaratkan bahwa
permasalahan terfokus pada pendekatan pembelajaran yang bagaimana yang
dapat meningkatkan kualitar proses belajar mengajar sekaligus berdampak
pada kualitas hasil belajar dan memudahkan guru untuk dapat melaksanakan.
Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran diharapkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan fenomena
praktek pendidikan di SD sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang. Selain
ltu pula melalui pendekatan interdisipliner, pembelajaran disesuaikan dengan
hakekat perkembangan peserta didik, dalam hal ini siswa SD memiliki hakekat
perkembangan yang bersifat holistik dan menghayati pengalaman secara
totalitas, masih sulit menghayati pengalaman yang terpisah-pisah dan artificial
terutama anak-anak kelas rendah. Pengalaman belajar yang dibutuhkan anak
usia SD adalah pengalaman belajar yang terpadu dan kongkrit serta dapat
diterapkan dalam kehidupan mereka. Tuntutan dari permasalahan kehidupan
pun memerlukan ilmu secara interdisipliner. Demikian pula status guru SD
selaku guru kelas memiliki kesempatan untuk dapat mengintegrasikan
beberapa disiplin ilmu dalam proses pembelajaran. Kemungkinan ini
ditunjang oleh kebebasan yang diberikan oleh kurikulum SD kepada guru
untuk mengembangkan kemampuan profesi dalam menentukan proses belajar
(Hasan; 2000:7).
Berangkat dari penjelasan-penjelasan tersebut maka fokus masalah
penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Karakteristik Anak Usia SD
- Hakekat perkembangan
- Karakteristik berpikir
Kurikulum : Ide
-,
Dokumen, proses,
hasil
J
Status dan kewenangan
Pendekatan
Guru SD (Selaku Guru
Kelas)
Interdisipliner
Dalam Pembelajaran
Belajar.
3. Kemampuan
Guru dalam
melaksanakan
pembelajaran
Kelemahan Dalam Praktek
Pendidikan
1.Kualitas PBM.
2. Kualitas Hasil
Masalah-masalah
Dalam Kehidupan
Bagan 1.1 : Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model
Pendekatan Interdisipliner
Istilah interdisipliner menurut Maurer (1991 :vi) menunjuk pada suatu
proses yang digunakan guru untuk mengorganisasi dan mentransfer
pengetahuan melalui suatu tema terpadu (unified). "The term interdisciplinary
refers to the process teachers use to organize and transfer knowledge under a
unified theme". Maurer (1991:3) menyamakan interdisciplinary dengan
"integrated". "Another term, integrated, is often used to describe this same
process."
Lebih lanjut dikatakan bahwa aplikasi dari interdisciplinary
merupakan suatu rangkaian dari kurikulum integrasi. "... interdisciplinary
applications on a continuum of curriculum integration." Sedangkan menurut
Shepherd dan Ragan, pendekatan interdisipliner adalah menggabungkan satu
disiplin ilmu atau satu pandangan dengan beberapa disiplin sebagai pusat
(center) untuk mengorganisasikan kurikulum (Shepherd and Ragan; 1982:83).
Tipe-tipe interdisciplinary dibedakan oleh Maurer dari yang sederhana
hingga yang sangat kompleks, yaitu correlated, multidisciplinary,
interdisciplinary, integrated day (Maurer; 1991:4). Karena interdisciplinary
merupakan rangkaian dari kurikulum integrasi, Rose dan Olsen (1993) dalam
Walker menyarankan lima model implementasi pendidikan integrative, yaitu
single subject integration, coordinated model, integrated core model,
integrated double core model, dan self - contained core model (Walker;
2001:3).
Mencermati berbagai tipe dan model implementasi sebagaimana dijelaskan
di atas serta adanya beberapa penelitian terdahulu menggunakan pembelajaran
terpadu (integrated teaching) dalam tema masih dalam satu mata pelajaran;
maka dalam penelitian dan pengembangan model berfokiis pada pendekatan
interdisipliner dengan implementasi self- contained core model.
Self - contained core model menurut Rose dan Olsen (1993) dalam
Walker adalah implementasi yang dapat dilakukan oleh seorang guru dan guru
tersebut dipercaya dengan berbagai mata pelajaran, tetap mengajar
sekelompok siswa sepanjang hari (Walker; 2001:3). Model ini tampaknya
sesuai dengan fungsi guru kelas di SD, sebab guru kelas memegang beberapa
mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Penjaskes, yang harus diajarkan kepada sekelompok siswa sepanjang hari
sesuai kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian maka dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai
berikut:
a. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner
dalam proses pembelajaran ?
b. Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di SD ?
c. Model desain pendekatan interdisipliner yang manakah yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajardi SD ?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pertimbangan keterbatasan peneliti dan berbagai dukungan
yang ada maka masalah yang akan diteliti adalah :
1. Pengembangan model hanya terbatas pada pengembangan model
pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua SD.
2. Mengingat di SD berlaku sistem guru kelas, maka model pendekatan
interdisipliner terbatas pada pendekatan antar disiplin / antar mata
pelajaran yang menjadi tugas dan wewenang guru kelas dua SD. Mata
pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn, Kerajinan
Tangan dan Kesenian (KTK)
3. Mengingat desain model pendekatan interdisipliner bermacam-macam,
yaitu the correlated event sequence model, the webbing sequence model,
the causal sequence model, the integrated model, the spider sequence
model ( Maurer; 1991:18-20); maka dalam penelitian ini pengembangan
terbatas pada the webbing sequence model (model web).
4. Dalam pendekatan interdisipliner diperlukan organizer principal "atau
"center core", dalam penelitian ini yang dijadikan center core adalah tematema yang ada dalam pelajaran Bahasa Indonesia kelas dua SD. Hal ini
mempertimbangkan dalam kurikulum SD 1994 telah ditegaskan ramburambu pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa, "dalam pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia dapat pula dipadukan atau dikaitkan dengan
mata pelajaran lain ... "(Depdikbud; 1993:26). Bahkan menurut Shepherd
dan Ragan, "principal organizer dapat memanfaatkan bidang ilmu yang
sudah dipahami oleh guru (1982:84).
5. Pendekatan interdisipliner dalam desain dan implementasinya harus ada
tema yang diperinci menjadi sub-sub tema atau topik pembelajaran,
mengingat organizer principal adalah bidang studi Bahasa Indonesia maka
tema-tema yang dikembangkan diambil dari tema-tema yang tercantum
dalam GBPP Bahasa Indonesia Suplemen Kurikulum SD 1999.
6. Pelaksanaan
uji
coba
model
dibatasi
pada
pelaksanaan
proses
pembelajaran kelas dua SD semester 1. Hasil belajar siswa dibatasi pula
pada hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran selama uji coba
model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan
pada
rumusan
dan
pembatasan
masalah
sebagaimana
dikemukakan di atas maka pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya
melalui studi pengembangan model ini adalah :
15
1. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran di kelas dua SD ?
Pertanyaan ini diperinci menjadi:
a. Bagaimana kemampuan guru dalam melaksanakan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?
b. Kemampuan guru yang bagaimana yang harus dipenuhi untuk dapat
melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?
2. Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru apabila pendekatan interdisipliner
diterapkan di SD kelas dua : dalam membuat perencanaan, dalam
melaksanakan pembelajaran, atau dalam evaluasi ?
3. Bagaimana dampak penerapan
pendekatan interdisipliner terhadap proses
dan hasil pembelajaran ? Pertanyaan ini diperinci menjadi:
a. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner terhadap kualitas
proses pembelajaran kelas dua SD ?
b.
Bagaimana
dampak
penerapan
pendekatan
interdisipliner
dalam
pembelajaran terhadap hasil belajar siswa SD kelas dua ?
4. Bagaimanakah bentuk akhir desain pendekatan interdisipliner yang dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas dua SD ?
D. Definisi Operasional
Sesuai dengan batasan masalah yang akan dikaji melalui penelitian dan
pengembangan
pendekatan
interdisipliner, maka
perlu
ditegaskan
secara
operasional beberapa variabel yang akan menjadi bahan kajian penelitian agar
dapat diperoleh sasaran yang jelas dalam penelitian. Rumusan definisi operasional
16
berpedoman pada pendapat Tuckman (1972:57) bahwa, " An operational
definition is a definition based on the observable characteristics of that which is
being defined". Dalam penjelasannya lebih lanjut Tuckman membedakan tiga
tipe definisi operasional menjadi definisi operasional tipe A, B, dan C. Untuk
mengkaji masalah penelitian yang telah dirumuskan serta berdasarkan pembatasan
penelitian maka definisi operasional yang dirumuskan bertolak pada tipe C.
"A type Coperational definition can be constructed in terms ofwhat the objects or
phenomenon being defined looks like, that is, what constitutes its static properties
( Tuckman; 1972:60). Alasan menggunakan pedoman ini mengingat dalam
penelitian pendidikan banyak definisi operasional yang didasarkan pada
karakteristik yang dimiliki seseorang atau sesuatu, yang akhimya memberikan
arah terhadap pengukuran variabel. Definisi operasional tipe C mendiskripsikan
kualitas, perlakuan, atau karakteristik orang atau sesuatu. Selain itu dapat
digunakan untuk mendefinisikan berbagai tipe variabel (Tuckman; 1972 : 61).
Variabel yang dirasakan perlu untuk dipertegas adalah : (1) pendekatan
interdisipliner;
(2) kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan
interdisipliner dalam pembelajaran, (3) kualitas pembelajaran, (4) hasil belajar.
1 Pendekatan interdisipliner adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
memiliki karakteristik : (a) dikembangkan dari sebuah tema luas untuk
memadukan dua atau beberapa mata pelajaran, (b) dari dua atau beberapa
mata pelajaran yang dipadukan tersebut satu mata pelajaran berfungsi sebagai
"principal organizer" atau "center core" dan mata pelajaran yang lain
berfungsi sebagai pendukung (vital adjuncts).
Berdasarkan karakteristik
17
tersebut maka dalam desain pembelajaran harus terlihat adanya : (a) tema
pembelajaran yang luas dan bersumber pada tema-tema mata pelajaran core
dalam GBPP dan diperinci menjadi sub-sub tema (topik) pembelajaran,
(b) konsep utama (fokus pembelajaran) didasarkan pada konsep-konsep yang
ada pada mata pelajaran core, (c) tujuan khusus pembelajaran mengacu pada
pola berpikir interdisipliner dan bersumber pada tujuan mata pelajaran core
dalam GBPP, (d) materi dan sumber belajar dikembangkan berdasarkan pada
komponen-komponen pembelajaran mata pelajaran core dan berorientasi pada
tema lingkungan, (e) strategi dan prosedur pembelajaran dikembangkan
berdasarkan tema pembelajaran yang dilakukan melalui tiga tahap yakni
kegiatan awal, inti, dan akhir; (f) evaluasi dikembangkan mengacu pada
pemahaman dan penerapan interdisipliner.
2. Kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran dimaksudkan mengenai upaya guru menempuh urutan langkahlangkah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dalam proses
pembelajaran secara logis dan sistematis.
Pada
kegiatan awal, kegiatan
yang
ditempuh
meliputi
(a) menginformasikan tema pembelajaran dengan cara yang dapat
membangkitkan minat siswa, (b) menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai dan kegiatan yang akan dilakukan, (c)
memberikan klarifikasi
sumber-sumber belajar yang harus dicari siswa untuk mempelajari
permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran.
Pada kegiatan inti, kegiatan yang harus ditempuh terdiri dari : (a)
memberikan pertanyaan-pertanyaan fokus sebagai alat untuk mengarahkan
pada permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran, (b) mengarahkan
siswa untuk melakukan kegiatan atau tugas-tugas dalam rangka memperoleh
jawaban berkaitan dengan pertanyaan fokus, (c) meminta siswa melaporkan
hasil kerjanya, (d) memberikan penguatan melalui tugas-tugas yang menuntut
siswa
menerapkan pemahaman dan ketrampilan dikaitkan dengan
pemahamannya
terhadap
konsep-konsep
mata
pelajaran
pendukung
(pemahaman dan penerapan interdisipliner).
Pada kegiatan akhir, kegiatan yang ditempuh adalah : (a) guru
merumuskan kesimpulan bersama siswa tentang konsep-konsep penting yang
telah dipelajari melalui topik pembelajaran, dan (b) melaksanakan postes pada
akhir pembelajaran.
3. Kualitas proses pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
situasi pembelajaran dengan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi.
Dengan demikian kualitas pembelajaran dalam penelitian ini akan dilihat dari
kadar aktifitas belajar siswa yang tinggi selama proses pembelajaran, dilihat
dari segi : a) aktifitas mengemukakan pendapat, b) aktifitas mengerjakan
tugas individual, c) aktifitas keteriibatan mengerjakan tugas kelompok, d)
aktifitas memecahkan masalah, e) aktifitas melakukan kegiatan.
4. Hasil belajar yang dimaksudkan adalah penguasaan siswa terhadap bahan ajar
setelah dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner. Hasil
belajar dilihat dari perolehan rata-rata skortes pada akhir pembelajaran
(postes) melalui kegiatan tes yang dikembangkan pada uji coba.
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian dan pengembangan
pendekatan interdisipliner
dalam pembelajaran bertujuan untuk menghasilkan produk desain model
pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner untuk dapat diterapkan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Adapun secara khusus tujuan penelitian adalah
untuk :
1.
Mengetahui kemampuan guru kelas dua dalam mengimplementasikan
pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar.
2.
Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di kelas dua Sekolah Dasar.
3.
Mengetahui dampak pelaksanaan pendekatan interdisipliner terhadap
kualitas pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar dan hasil belajar siswa
kelas dua Sekolah Dasar.
4.
Menghasilkan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner yang
dirancang untuk memudahkan guru dalam menerapkan sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan status guru kelas.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan
kurikulum Sekolah Dasar dari segi pelaksanaannya di sekolah dan juga bagi guru-
20
guru Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajara
hasil belajar siswa. Secara rinci manfaat yang diharapkan adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hakekat
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner
adalah
pembelajaran berfokus pada aplikasi ketrampilan dan pengetahuan terhadap
situasi baru (Mathison dan Mason; 2001:2). Melalui pendekatan interdisipliner
dapat membantu siswa agar ketrampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki
dapat dikombinasikan untuk menyelesaikan tugas, memecahkan masalah, atau
menjelaskan sesuatu. Fenomena yang sering terjadi siswa tidak dapat memahami
atau menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan masalahmasalah baru atau mentransfer
pengetahuan
yang telah
dimiliki
untuk
memperoleh pemahaman baru. Fenomena demikian merupakan akibat dari
pengajaran yang dilakukan secara terpisah. Melalui pendekatan interdisipliner
diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, karena pembelajaran yang memberi
kesempatan siswa untuk menghubungkan serpihan-serpihan pengetahuan, bukan
sebaliknya memisahkan; dapat mempertinggi kemampuan siswa untuk memahami
dan menerapkan pengetahuan sebelumnya terhadap pengetahuan baru.
Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran di SD diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan hakekat pendekatan interdisipliner dalam mengatasi kelemahankelemahan praktek pembelajaran secara terpisah.
21
2. Manfaat Praktis :
a. Dapat membantu guru-guru Sekolah Dasar dalam membuat rancangan
pembelajaran yang memudahkan untuk diterapkan dalam pelaksanaan
pembelajaran sehari-hari.
b. Membantu
guru-guru
menghadapi
tuntutan
Sekolah
kurikulum
Dasar
untuk
mempersiapkan
baru
yang
menggariskan
diri
proses
pembelajaran tematik untuk pengajaran di Sekolah Dasar kelas dua.
c. Memberikan alternatif pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru-guru
Sekolah Dasar sehingga memperkaya wawasan berbagai pendekatan
pembelajaran.
d. Bagi pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, dalam hal ini Seksi
Pendidikan Dasar, sebagai masukan untuk dapat dijadikan gagasan dalam
membina dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar atau
pelaksanaan kurikulum Sekolah Dasar.
e. Bagi Program Studi Pengembangan Kurikulum, diharapkan membuka
wawasan bagi penelitian - penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan
proses pembelajaran atau pelaksanaan kurikulum di sekolah (actual
curriculum).
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang (1) pendekatan dalam penelitian,
(2)lokasidan subyek penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4) tahaptahap pelaksanaan penelitian, dan (5)teknik analisis data.
A. Pendekatan Dalam Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and
development (penelitian dan pengembangan). Digunakan pendekatan ini
mengingat tujuan akhir penelitian adalah untuk menghasilkan suatu produk
berupa desain instruksional dengan menggunakan pendekatan interdisipliner
( interdisciplinary instructional design ). Menurut Borg &Gall ( 1979 :624 )
batasan tentang research and development adalah " our use of the term
"product" include not only material object, such as textbooks, instructional
films, and so forth, but is also intended to refer to established procedures and
processes, such method ofteaching ormethod for organizing instructions".
Langkah - langkah dalam proses research and development mengarah
pada suatu siklus, berangkat dari kajian temuan penelitian dikembangkan
menjadi suatu produk. Pengembangan produk yang didasarkan pada kajian
studi pendahuluan diuji coba dalam situasi tertentu dan dilakukan revisi
terhadap hasil uji coba tersebut sampai pada akhimya diperoleh suatu model
( sebuah produk ). "It consist of a cycle in which a version of the
73
,', **
I'-'/J ,1»r"-^
h\ /"»•*
product is developed, field tested, and revised on the basis of'">
•*>;.
field - test data " ( Borg and Gall ; 1979 :771 ). Tujuan dari penelitian dan\_^
pengembangan adalah menghasilkan suatu produk tertentu yang dapat
diterapkan di sekolah.
"... the goal of R & D is to take this research
knowledge and incorporate it into product that can be used in the schools "
( Borg and Gall; 1979:771 ).
Siklus penelitian dan pengembangan menurut Borg dan Gall ( 1979 :
775 ) tediri atas 10 langkah yakni:
1. Penelitian dan pengumpulan informasi, termasuk didalamnya review
literatur, observasi kelas, dan persiapan laporan ;
2. Perencanaan, meliputi mendefinisikan ketrampilan, menetapkan tujuan,
menentukan urutan pembelajaran, dan uji kemungkinan dalam skala
kecil ;
3. Mengembangkan bentuk produk pendahuluan ( preliminary form of
product ), termasuk didalamnya persiapan materi belajar, buku - buku
yang digunakan, dan evaluasi.
4. Uji coba pendahuluan, melibatkan satu sampai tiga sekolah dengan
menyertakan 6-12 subyek. Pada langkah ini dilakukan analisis data
berdasarkan angket, hasil wawancara, dan observasi.
5. Revisi terhadap produk utama ( main Product), yang didasarkan atashasil
uji coba pendahuluan.
6. Uji coba utama, melibatkan 5-15 sekolah yang menyertakan 30 - 100
subyek. Data kuantitatif berupa pretes dan postes dikumpulkan dan
74
hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan, dan jika memungkinkan hasil
tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol.
7. Revisi produk operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba utama.
8. Melakukan uji coba operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba
utama.
9. Revisi produk terakhir berdasarkan hasil uji coba operasional.
10. Diseminasi dan distribusi. Pada langkah ini dilakukan monitoring sebagai
kontrol terhadap kualitas produk.
Mengingat keterbatasan waktu bagi peneliti dan merupakan tahap awal
pengembangan, maka langkah yang ditempuh hanya sampai pada langkah
kelima. Kelima langkah tersebut dalam pelaksanaan penelitian dilakukan
modifikasi sesuai kebutuhan penelitian dan kondisi lapangan. Dengan
demikian langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang ditempuh
adalah :
1. Studi pendahuluan, meliputi kajian teori, kajian hasil penelitian, dan
kegiatan prasurvey.
2. Perencanaan, meliputi mengkaji kurikulum kelas II SD tahun 1994,
pemetaan materi, penetapan lokasi uji coba, pengenalan model, dan
merencanakan desain model.
3. Deskripsi produk model.
4. Uji coba model yang dikembangkan, terdiri dari dua kali putaran.
5.
Analisis keberhasilan model.
75
Langkah-langkah penelitian dan pengembangan ini dapat digambarkan
sebagaimana tampak pada bagan berikut:
Kajian teori pendekatan
pembelajaran.
Kajian hasil penelitian
I
terdahulu.
STUDI PENDAHULUAN
Prasurvey: orientasi lapangan.
Mengkaji kurikulum kelas
V
duaSD
Pemetaan materi.
It
Penetapan lokasi uji coba
Pengenalan model
PERENCANAAN
I
Merencanakan desain model
III
DESKRIPSI MODEL
IV
UJI COBA MODEL YANG
DIKEMBANGKAN
UJI COBA PUTARANI
1.
Pre-tes
2. Implementasi Rancangan
3.
Postes
4.
Revisi
V
ANALISIS
:0
KEBERHASILAN
MODEL
UJI COBA PUTARAN II
1.
Pre-tes
2. Implementasi Rancangan
3.
Postes
HASIL
4.
Revisi
REVISI AKHIR
MODEL
Bagan 3.1
Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan
76
/.
Studi Pendahuluan
Pada langkah ini kegiatanyang dilaksanakan adalah :
a. Mengkaji teori-teori pendekatan pembelajaran yang relevan dengan
karakteristik anak usia Sekolah Dasar, taraf perkembangan dan
kemampuan berfikir anak usia Sekolah Dasar, salah satunya adalah
pendekatan interdisipliner.
b. Mengkaji hasil-hasil penelitian yang pemah dilakukan oleh penelitipeneliti
sebelumnya yang relevan dengan uji
coba model
pembelajaran di Sekolah Dasar.
c. Melakukan kegiatan prasurvey di sekolah-sekolah tertentu, yang
diperkirakan dapat dilaksanakan uji coba pengembangan model.
Prasurvey dilaksanakan di Kecamatan-kecamatan terdekat antara lain
Kecamatan
Cisaat, Kecamatan Gunungguruh,
dan Kecamatan
Parungkuda.
Pada kegiatan ini dilakukan penelitian untuk mengumpulkan
informasi tentang proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Hal ini
sesuai pendapat Ibrahim dan Sujana (1989:74) bahwa tujuan
utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel, bukan
informasi tentang individu - individu. Informasi-informasi yang
dikumpulkan meliputi (1) desain dan pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru-guru kelas II Sekolah Dasar, (2) aktifitas
belajar siswa, (3) kemampuan guru dalam mengajar, (4) pemanfaatan
sarana, fasilitas, dan lingkungan yang ada di sekitar sekolah.
77
Berdasarkan kegiatan prasurvey selanjutnya peneliti menentukan
Sekolah Dasar yang akan dijadikan tempat uji coba model, dengan
mempertimbangkan kesiapan guru kelas dua, Kepala Sekolah, Kepala
Cabang Dinas Kecamatan setempat, sarana prasarana yang tersedia,
keterjangkauan lokasi serta faktor-faktor pendukung lainnya.
2.
Perencanaan
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Mengkaji kurikulum Sekolah Dasar kelas dua meliputi GBPP catur
wulan satu, dua, dan tiga dari berbagai mata pelajaran yang harus
diajarkan oleh guru kelas dua Sekolah Dasar.
b. Melakukan pemetaan materi dari beberapa mata pelajaran kelas dua,
karena implementasi model adalah self-contain core model maka
pemetaan materi hanya meliputi bidang studi yang menjadi tugas dan
wewenang guru kelas yaitu PPKN, Bahasa Indonesia, Matematika,
Ketrampilan dan Kesenian (KTK). Hal ini sesuai ketentuan kurikulum
SD 1994 bahwa empat mata pelajaran tersebut menjadi tugas guru
kelas, sedangkan bidang studi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan menjadi tugas guru mata pelajaran PAI dan
guru Penjaskes (Depdikbud; 1993).
c. Menetapkan Sekolah Dasar tempat uji coba model sesuai kesiapan
guru maupun kepala sekolah. Dari beberapa Sekolah yang diteliti pada
kegiatan prasurvey, sekolah yang siap untuk dijadikan tempat uji coba
adalah
Sekolah
Dasar Cibatu II Kecamatan Cisaat.
Status SD
78
Cibatu II adalah SD inti untuk gugus tersebut, dua SD lain ditetapkan
dua SD Imbas dari gugus Cibatu II. Kepala Sekolah SD Cibatu II
menyetujui SD Imbas yang dijadikan lokasi uji coba adalah SD
Bojongkawung dan SD Cibatu I.
d. Melaksanakan pengenalan model kepada partner pengembang model
yaitu guru kelas dua, Kepala Sekolah dan Pengawas TK/SD pembina
sekolah tempat uji coba. Pengenalan dilakukan melalui diskusi dan
dialog, dimaksudkan untuk mengenalkan rencana model yang akan
dikembangkan, serta kesiapan mereka untuk dijadikan partner dalam
pengembangan model.
e.
Merencanakan desain model. Didalam merencanakan desain model
ditempuh kegiatan
sebagai berikut, : 1) menganalisis model
pendekatan interdisipliner dengan merujuk pada model - model yang
dikemukakan Maurer yaitu the corelated event sequence model, the
webbing sequence model, the causal sequence model, the integrated
sequence model, dan the spider sequence model; 2) penentuan model
yang akan dikembangkan, mengingat model-model Maurer diperinci
dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, sedangkan yang
menjadi sasaran penelitian adalah kelas dua Sekolah Dasar maka
model yang akan dicoba dikembangkan adalah the webbing sequence
model; 3) penentuan langkah-langkah pengembangan model,dengan
merujuk
pada langkah - langkah
pengembangan
interdisipliner
yang dikemukakan oleh Vogt. Langkah - langka
DENGAN PENDEKATAN INTERDISIPLINER
Dl KELAS II SEKOLAH DASAR
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Pengembangan Kurikulum .^^pE.1D'D'*
Oleh:
PRIHANTINI
009590
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2002
LEMBAR PERSETUJUAN
DISETUJUl DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
PEMBIMBING I
TtoLa
Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan. M.A
NIP.
PEMBIMBING II
Prof. Drs. H. M. Numan Somantri. M.Sc.
NIP.
ABSTRAK
Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner
Di Kelas Dua Sekolah Dasar
Prihantini
Program Studi Pengembangan Kurikulum
ABSTRACT
The objective of this research is to develop
an interdisciplinary instructional model for
elementary school. The research problems are
formulated
as follows
: (1)
can teachers
implement the interdisciplinary approach in
learning process; (2) what kinds of difficulties
that
teachers
faced
when
interdisciplinary
approach is implemented; (3) which design
model
of
interdisciplinary
approach
can
improve the learning process and students
achievement at elementary school.
The Research and Development model was
applied for the presented research. The research
pembelajaran; (2) kesulitan-kesulitan apa
yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di Sekolah Dasar;
(3) model desain pendekatan interdisipliner
yang manakah yang dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran dan hasil
belajar siswa di Sekolah Dasar.
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian adalah research and development.
Lokasi penelitian di Gugus Cibatu II
Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi,
dengan subyek penelitian guru SD kelas dua
dan siswa SD kelas dua. Pengumpulan data
conducted at Gugus Cibatu 11 Cisaat Sukabumi
dilakukan
Regency, the subjects were teachers and
dokumentasi;
students of second year elementary school. The
data were collected by : (1) documentation
pembelajaran sebelum dan selama uji coba
model; (3) wawancara dengan guru selaku
partner pengembangan model; dan (4) tes
hasil belajar siswa setelah uji coba model.
study; (2) observation of learning before and
during try-out of the model; (3) interview with
teachers as partner in developing model; and (4)
achievement test after try-out of the model. The
data
from
observation and
interview were
analyzed qualitatively, achievement test data
were analyzed by t-tet using a group pretestpostest.
The research found that : (1) the teachers
have basic capabilities that can be developed as
skills needed in implementing instruction using
interdisciplinary approach; (2) the major
problem the teachers face in making the model
was to find out the relation among subject
matters that must be integrated; (3)
interdisciplinary approach used did improve the
quality of learning process and had positive
effects on students' achievement; (4) instruction
model is produced through twice cycles try-out
and consisted six steps, the first cycleconcisted
two steps and the second cycle consisted four
steps; the model produced from the research is
the Webbed Sequence Model with Indonesian
Language
Mathematics,
as
the
principle
Pancasila
organizer,
Education
and
Citizenship, Manual Labour and Arts as vital
adjuncts.
Tujuan penelitian uu adalah untuk
menghasilkan produk desain model
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner agar dapat diterapkan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1)
apakah guru mampu mengimplementasikan
pendekatan interdisipliner dalam proses
Data
hasil
kualitatif
dengan
cara
(2)
penelitian
untuk
(1)
observasi
dianalisis
hasil
observasi
studi
proses
secara
dan
wawancara, sedangkan hasil tes dianalisis
dengan uji-tpretes-postes satukelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1) guru memiliki kemampuan dasar yang
dapat dikembangkan menjadi keterampilan
yang diperlukan dalam melaksanakan
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner; (2) kesulitan utama guru
adalah
dalam
hal
merencanakan
desain
model, khususnya dalam menemukan
keterkaitan materi bidang studi yang akan
diintegrasikan; (3) pendekatan interdisipliner
dapat memperbaiki proses pembelajaran dan
memberikan dampak positif terhadap hasil
belajar siswa; (4) model pembelajaran
dihasilkan melalui uji coba sebanyak dua
kali putaran yang terdiri dari enam tahap uji
coba, putaran pertama terdiri dari dua tahap
uji cobadan putaran kedua terdiri dari empat
tahap uji coba; adapun model yang
dihasilkan
adalah
model
Webb
dengan
mmg studi Bahasa Indonesia berfungsi
sebagai organiser prinsipal, sedangkan
bidang studi pendukung adalah Matematika,
ppKn Kerajinan Tangan dan Kesenian.
DAFTAR ISI
Hal
MOTTO
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
iii
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
viii
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.
Perumusan Dan Pembatasan Masalah
1
1
10
C. Pertanyaan Penelitian
D. Definisi Operasional
E. Tujuan Penelitian
15
16
20
F.
20
Manfaat Penelitian
BAB 11 PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM PEMBELAJARAN
23
A.
B.
C.
D.
23
54
58
64
Konsep Pendekatan Interdisipliner
Psikologi Gestalt Sebagai Landasan Belajar Pendekatan Interdisipliner
Keterkaitan Pendekatan Interdisipliner Dengan Kurikulum Integrasi
Tinjauan Bidang Studi Bahasa Indonesia Sebagai Principal Organizer
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan Dalam Penelitian
73
73
B. Lokasi Dan Subyek Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian
82
83
87
E.
92
Teknik Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
94
A.
Data Hasil Penelitian
94
B.
Interpretasi Data Hasil Penelitian
134
BAB V PEMBAHASAN, KESIMPULAN, DAN REKOMENDASI
A.
Pembahasan Hasil Temuan Penelitian
B. Kesimpulan
C.
Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
148
148
157
159
162
LAMPIRAN - LAMPIRAN
1. Rencana Pembelajaran Yang Diuji Cobakan
166
2. Format Observasi
195
3. Pedoman Wawancara
196
4. Soal-soal Pretes
198
5. Distribusi t
206
6. Data Prasurvey
207
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
3.1.
Daftar Subyek Penelitian Dan Pengembangan
83
4.1.
Perincian Tema
101
4.2.
Kemampuan Guru Yang Hams Dipenuhi Dalam
Melaksanakan Pembelajaran Dengan Pendekatan
111
4.3.
4.4.
4.5.
Pandangan Gum Tentang Pendekatan Interdisipliner
Sikap Guru Terhadap Pendekatan Interdisipliner
Pendapat Guru Tentang Kemungkinan Penerapan
Interdisipliner
Pendekatan Interdisipliner
Kesulitan Yang Dihadapi Guru
112
113
114
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
Pertanyaan Gum Dan Jawaban Siswa Pada Uji Coba Model
Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran I
Hasil Uji t Perolehan Skor Pretes-Postes Uji Coba Putaran II
115
117
121
123
4.10
Hasil Uji t Perbandingan Rata-rata Skor Postes
125
Vll
DAFTAR BAGAN
Bagan
1.1.
2.1.
3.1.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
Hal
12
Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model
Pembelajaran Dengan Pendekatan Interdisipliner
Karakteristik Integrated Curriculum
61
Langkah-langkah Penelitian Dan Pengembangan
76
Desain Model Uji Coba Putaran I
95
97
Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 1 (Putaran I)
Model Pembelajaran Uji Coba Tahap 2 (Putaran I)
99
100
Desain Model Uji Coba Putaran II
109
Model Pembelajaran Putaran II
116
Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran I
Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Putaran II
118
Grafik Kenaikan Aktifitas Siswa Selama Uji Coba Model , 119
Grafik Kfenaikan Skor Rata-rata Pretes-Postes Selama Uji 124
Coba Model
4.10. BentUk Akhir Desain Model Pendekatan Interdisipliner
4.11. BeTitiik Akhir Rencana Pembelajaran Dengan Pendekatan
132
133
Interdisipliner
Vlll
DAFTAR
GAMBAR
Gambar
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
3.1.
Hal
Correlated Sequence Model
Webbing Sequence Model
Causal Sequence Model
Integrated Sequence Model
Spider Sequence Model
Pengembangan Tema
Desain Model Yang Dikembangkan
33
34
35
36
37
44
90
IX
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Haj
1
Desain Model DanRencana Pembelajaran Yang Diuji cobakan
166
2
3
4
5
6
Format Observasi
Pedoman Wawancara
Soal-soal Pretes
Distribusi t
Data Prasurvey
] 95
]96
198
206
207
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kategori organisasi kurikulum yang dikenal dalam literatur adalah "subject
centered; experienced-centered: correlated, integrated, fused, broad-field, major
social functions; centers of interest : core, unit, problem - in many combinations
and under as many logics" (Zais; 1976:396). Pengorganisasian tersebut ada yang
dipusatkan pada logika mata pelajaran, hakekat
dan kebutuhan anak, atau
tuntutan masyarakat. Ketiga hal tersebut; logika, psikologis, dan sosiologis sering
dijadikan dasar untuk mengorganisasikan pengalaman belajar ( Shepherd and
Ragan; 1982:80).
Masing-masing
organisasi
kurikulum
memiliki
karakteristik
yang
membedakan antara satu dengan lainnya, serta memiliki kelebihan dan kelemahan
sesuai karakteristik yang dimiliki.
Lepas dari organisasi mana yang lebih baik,
karakteristik mana yang lebih menguntungkan; kesesuaian akan dilihat dari siapa
subyek didik kurikulum yang direncanakan dan dikembangkan serta tujuan apa
yang ingin dicapai. Seorang perencana atau pengembang kurikulum dalam
memilih organisasi kurikulum akan ditentukan oleh subyek didik mana yang akan
menjadi sasaran kurikulum dan tujuan apa yang diinginkan.
Dari beberapa organisasi kurikulum yang telah dikenal tersebut, keberadaan
kurikulum Sekolah Dasar 1994 yang berlaku saat ini termasuk kategori subject
curriculum dan beberapa mata pelajaran tertentu termasuk broad field. Hal ini
terlihat isi kurikulum memuat bahan pelajaran yang dikemas dalam bentuk mata
pelajaran yang lepas-Iepas, dan ada beberapa mata pelajaran difusikan (broad
field) seperti IPA, IPS, Matematika.
Namun demikian, perpaduan yang erat
antara beberapa mata pelajaran tertentu tersebut dasarnya sebenarnya masih
bersifat subject curriculum ( Nasution; 1999:192 ). Karakteristik dari tipe ini ,
organisasi kurikulum memandang pelajaran sekolah adalah sejumlah disiplin ilmu
yang masing-masing berdiri sendiri. Sebagaimana pendapat Shepherd and Ragan,
"this type of organization views each school subject, each discipline, as being
totally independent of other disciplines" (Shepherd and Ragan; 1982:82).
Nasution menegaskan pula bahwa separate-subject segala bahan pelajaran
disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas
dari yang lain (Nasution; 1999:178).
Menurut McNeil, subject curriculum memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Bertujuan untuk mengembangkan berfikir rasional, melatih siswa melakukan
penelitian dan melestarikan warisan nilai sosial atau tradisi; (2) Teknik yang
umumnya digunakan dalam subject matter adalah eksposisi dan inkuiri; (3)
Struktur pengetahuan dalam kurikulum ditekankan pada konsep dan metode untuk
mempelajari
pengetahuan
sebagai disiplin terpisah; (4) Materi pelajaran
diorganisasikan dengan cara linier
didasarkan pada ketentuan perkembangan
suatu konsep atau suatu metode (McNeil; 1990 : 84 - 86).
Sedangkan menurut
Zais adalah : (1) Kurikulum diorganisasikan menjadi sejumlah pelajaran dan
masing-masing mata pelajaran dari segi isi menunjukkan suatu spesialisasi dan
materinya homogen; (2) Mata pelajaran menggambarkan pengetahuan yang logis,
ekonomis, manfaat, nyata, dan mudah dipahami; (3) Diasumsikan bahwa tipe
organisasi kurikulum ini setiap mata pelajarannya terdiri dari materi yang terpisah
dan terbatas; (4) Cenderung ke arah aktifitas verbal karena pengetahuan, ide,
informasi mata pelajaran dikomunikasikan dan diingat dalam bentuk verbal
sehingga cenderung menekankan prosedur belajar melalui ceramah, diskusi,
eksposisi, eksplanasi, resitasi, bertanya, latihan menulis, laporan lisan, membuat
paper; (5) Menuntut siswa secara konstan dan menyajikan kurikulum yang terdiri
dari elemen-elemen umum atau pendidikan umum; (6) Merupakan organisasi
yang sistematis dan efektif untuk mentransformasikan warisan-warisan budaya
yang esensial ( Zais; 1976: 397-400 ).
Berdasarkan sejumlah karakteristik yang disebutkan dua ahli tersebut
beberapa diantaranya ada pada kurikulum SD 1994, antara lain : (1) Kurikulum
diorganisasikan menjadi sejumlah mata pelajaran terpisah, dalam sejumlah mata
pelajaran tersebut terdapat batas-batas yang memisahkan bahan pelajaran untuk
tiap kelas, seakan-akan terbagi atas petak-petak; (2) Penyajian tiap mata pelajaran
diberikan tersendiri lepas dari mata pelajaran lain pada jam pelajaran tertentu;
(3)
Dalam
prakteknya
penyampaian
bahan
pelajaran
bertujuan
untuk
menyampaikan sejumlah pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran
dan seringkali bahan pelajaran tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah
yang dihadapi anak-anak dalam kehidupan nyata.
Dari apa yang terlihat dalam kurikulum SD 1994 ini sejalan dengan
kelemahan subject curriculum yang dikemukakan Zais yaitu : (1) Cenderung
membagi-bagi pengetahuan dan berpengaruh terhadap pemahaman siswa, konsep
dan fakta dipelajari melalui bagian-bagian materi yang terpisah dan hanya
memberi sedikit kesempatan untuk menghubungkan bagian-bagian itu dengan
segala sesuatu yang dapat memberikan perspektif makna. Sehingga makna dan
manfaat terbatas pada penyelesaian tugas-tugas dan lulus tes; (2) Melepaskan diri
dari kepedulian dan kejadian-kejadian dunia nyata; (3) Tidak banyak
mempertimbangkan kebutuhan, minat dan pengalaman siswa; (4) Skope tujuan
terbatas dan konsep belajar pasif (Zais; 1976 : 400-401 ).
Berdasarkan pada kelemahan tersebut berakibat terabaikan aspek psikologis
anak yaitu aspek perkembangan anak usia SD. Hakekat perkembangan anak usia
SD adalah bersifat holistik, yakni aspek perkembangan yang satu terkait erat
dengan aspek perkembangan yang lain. Hal ini menjadikan pribadi anak dalam
menghayati pengalaman secara totalitas dan masih sulit menghayati pengalaman
terpisah-pisah, terutama anak SD kelas awal.
Mencermati adanya beberapa kelemahan sebagaimana disebutkan di atas
dirasakan perlu untuk mengatasi kelemahan yang ada pada kurikulum SD saat ini.
Salah satu upaya adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan
dapat membantu anak dalam belajar sesuai sifat anak yang masih mengalami
kesulitan terhadap pemisahan pengalaman-pengalaman belajar. Menurut Nasution
(1999 : 196 ) diperlukan kebulatan bahan pelajaran karena dengan kebulatan dapat
membentuk anak-anak menjadi pribadi yang "integrated", yakni manusia yang
sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya. Apa yang diajarkan di sekolah
sesuai dengan kehidupan nyata anak di luar sekolah. Sedangkan masalah-masalah
dalam kehidupan pada kenyataannya tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan
tetapi memerlukan beberapa ilmu secara interdisipliner dan pemecahannyapun
secara interdisipliner. Berkaitan dengan permasalahan ini maka salah satu upaya
yang mungkin dilakukan adalah melalui pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan interdisipliner.
Selain dari analisa terhadap permasalahan kurikulum saat ini Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 4
mengemukakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan rumusan ideal tersebut dalam propenas tahun 2000-2004
ditetapkan tujuan jangka menengah pembangunan pendidikan, yaitu terwujudnya
sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna
memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,
sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan, serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan
Indonesia
kualitas manusia
( Depdiknas; 2001 : 4 ). Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
tersebut maka arah kebijakan pembangunan pendidikan salah satunya adalah
melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum,
berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik,
penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal dengan kepentingan
setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional ( Depdiknas;
2001 :5).
Untuk mencapai arah dan sasaran pembangunan pendidikan di atas dan
mengacu pada tujuan pendidikan nasional maka didalam Rencana Strategis
Departemen Pendidikan Nasional 2000-2004 prioritas kebijakan pendidikan
nasional difokuskan kepada : (1) Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, (2)
Pemerataan dan perluasan pendidikan, dan (3) Manajemen pendidikan nasional di
semuajalurjenjang, danjenis pendidikan ( Depdiknas; 2001 : 7).
Searah dengan prioritas kebijakan pendidikan nasional nomor satu, yakni
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, PP No. 28 tahun 1992 telah
menetapkan garis kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan dasar khususnya
pada jenjang SD difokuskan pada peningkatann mutu pendidikan di SD. Upaya
peningkatan mutu pendidikan di SD bahkan telah dimulai sejak tahun 1992/1993
melalui PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project) dan BEP (Basic
Education Project) sejak tahun 1998/1999 yang pendanaannya diperoleh dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana bantuan dari luar
negeri (Bank Dunia). Semua upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut titik
berat ada pada upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM). Untuk
mendukung upaya tersebut tentunya dapat dilakukan melalui pembaharuan
pendekatan dalam pembelajaran.
Berkaitan dengan upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar (PBM)
dirasakan perlu menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran.
Dalam hal ini didukung oleh beberapa indikasi diantaranya laporan Pengawas
TK/SD ke Seksi Pendidikan Dasar Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Sukabumi, membuktikan bahwa masalah-masalah mendasar yang dialami kelas-
kelas di SD adalah mutu PBM yang masih kurang. Permasalahan ditunjukkan
antara lain dominasi pengajaran tatap muka yang monoton, kurangnya kegiatan
aktif siswa, siswa lebih banyak mendengar, terlalu menekankan pengetahuan
ingatan dan rumus-rumus dengan mengabaikan keterampilan dan pemahaman
konsep-konsep yang diperlukan.untuk kehidupan siswa yang nyata. Monitoring
PBM yang pernah peneliti lakukan di beberapa SD di lingkungan kerja ternyata
ditemukan pula beberapa indikasi fenomena pendidikan yang menunjukkan
kecenderungan dalam hal : (1) pengkotakan bidang studi yang ketat, (2)
pembelajaran hanya memfokuskan pada pencapaian target selesainya pokok
bahasan / sub pokok bahasan, (3) sistem evaluasi yang menekankan aspek ingatan,
(4) pembelajaran menekankan informasi pengetahuan jadi untuk dihafalkan.
Fenomena pengkotakan bidang studi yang ketat dalam pembelajaran
mendominasi
praktek pembelajaran sehari-hari, tanpa disadari bahwa hal ini
berakibat pada terabaikannya aspek psikologis anak. Perlu disadari bahwa dari
aspek psikologis, anak usia SD masih sulit memahami pengalaman belajar yang
terpilah-pilah secara artificial
sesuai tahap perkembangannya. Pengalaman
belajar yang dibutuhkan anak usia SD adalah pengalaman belajar yang merupakan
satu keterpaduan, yang bersifat kongkrit, dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Fenomena
tersebut
semakin
mendorong
peneliti
untuk
mencoba
menghasilkan suatu model pendekatan dalam pembelajaran dengan harapan agar
kekurangan yang terjadi dapat teratasi dan kualitas proses belajar mengajar
meningkat.
Kenyataan lain yang mendorong peneliti adalah beberapa hasil pen^
yang telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran terpa^^^usTf^'5
melalui classroom action research. Penelitian-penelitian tersebut antara lain
dilakukan oleh Zaenal Arifin, Hidayat M, dan Yuyus Sulaeman (1996) mengkaji
penerapan model pendekatan multidisipliner oleh guru SD dalam penanganan
siswa berkesulitan belajar, dengan hasil prestasi hasil belajar anak yang
mengalami kesulitan belajar cukup tinggi. Maslichah Asyari (1997), Hari Setiati
(1998), Farida F (1999), Ina Hartinawati (2000), Hilda Karli (2000), menerapkan
pembelajaran terpadu dalam bidang studi EPA (intra mata pelajaran), dan hasilnya
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa secara signifikan meningkat. Lely
Halimah (2000) menerapkan pembelajaran terpadu dengan unsur pemadu bidang
studi Bahasa Indonesia, Sri Handayani (2000), Tahmid Sabri (2000), Renny
Sofiraeni (2001), Mimin Nurjhani (2001), Sumarno (2001); semuanya
menerapkan pembelajaran terpadu mata pelajaran IPA dengan sedikit perbedaan
antara lain model webbed, integrated, tematik, CLIS. Sedangkan Drs. Kusnadi
(2000) mengkaji pembelajaran terpadu untuk mengintegrasikan nilai-nilai tauhid
dalam pengajaran Geografi, dan Nirva Diana (1999) menerapkan pembelajaran
terpadu model jarring laba-laba di SD. Temuan hasil penelitian yang dikemukakan
oleh sejumlah peneliti tersebut bahwa penerapan model dapat meningkatkan hasil
belajar, penguasaan konsep, dan kemampuan berfikir siswa.
Dukungan dari 14 peneliti tersebut sangat berarti walaupun dimensi yang
dilihat dari hasil penelitian tersebut masih terbatas pada hasil belajar siswa dan
tema atau topik pembelajaran masih dalam satu mata pelajaran (intra mata
pelajaran), menurut Rose dan Olsen (1993) dalam Walker menyebutnya dengan
single integration (Walker; 2001 : 3). Metode penelitian yang mereka gunakan
adalah classroom action research. Berangkat dari pengertian dasar classroom
action research adalah salah satu strategi pemecahan masalah dengan tindakan
nyata, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan
praksis pembelajaran (Depdikbud; 1999 : 2-3). Dengan pertimbangan dimensi
kajian dari penelitian-penelitian tersebut maka terdorong untuk meneliti melalui
pendekatan
pembelajaran
interdisipliner
dengan
metode
research
and
development.
Peneliti-peneliti lainnya adalah Slamet Simamora (1984), Albadi Sinulingga
(2000), Widi Pakerti (2000); ketiganya mencoba mengkaji pembelajaran terpadu
melalui metode penelitian eksperimen. Dengan kesimpulan bahwa : (1) guru
mengalami kesulitan menyusun satuan pelajaran dan tidak semua tujuan
pembelajaran tercapai, dan (2) hasil belajar melalui pembelajaran terpadu
meningkat secarasignifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Sedangkan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif naturalistic
diantaranya Luthfie Asyari (1998) mengkaji implementasi kurikulum mata
pelajaran Ekonomi dalam model pendidikan terpadu, dan Ahmad Djazuli (2001)
melalui metode research and development mengembangkan pembelajaran terpadu
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMU. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa guru masih memisahkan penyajian teori dan praktek dalam
proses pembelajaran mata pelajaran Ekonomi, hasil belajar mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam siswa SMU meningkat. Hepburn (1978) dengan judul
penelitian "The Effects of Using Interdisciplinary Approach as Oppos
Traditional Approach for Examining Problems", dengan metode pene
eksperimen menunjukkan bahwa : (1) ada perbedaan skor post test antara
pelajaran IPA / Ilmu Sosial untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2)
kelompok yang menggunakan pendekatan interdisciplinary rata-rata skor lebih
tinggi dibandingkan kelompok lain; (3) pendekatan interdisciplinary untuk
menguji problem-problem lingkungan lebih efektif dibandingkan dengan ,
pendekatan tradisional (http/www.ed.gov/pubs/Research/United State, html.).
Mencermati sejumlah 20 hasil penelitian terdahulu sebagaimana tersebut di
atas penelitian yang direncanakan akan mencoba menerapkan pendapat Kain
(1996) dalam Walker bahwa untuk menguji keberhasilan suatu pendekatan hams
secara keseluruhan yang terlibat teruji. "... the true impact of integrative
education studies will only be ascertained when the entire of students and teachers
who participate in integrative education is examined" ( Walker; 2001:2). Dalam
kaitan ini maka upaya penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner
dalam pembelajaran di kelas dua SD di Kabupaten Sukabumi merupakan hal yang
perlu dengan melihat
kemampuan guru dalam mengimplementasikan, serta
dampaknya terhadap kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
1.
Perumusan Masalah
Penjelasan-penjelasan dalam latar belakang mengisyaratkan bahwa
permasalahan terfokus pada pendekatan pembelajaran yang bagaimana yang
dapat meningkatkan kualitar proses belajar mengajar sekaligus berdampak
pada kualitas hasil belajar dan memudahkan guru untuk dapat melaksanakan.
Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran diharapkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan fenomena
praktek pendidikan di SD sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang. Selain
ltu pula melalui pendekatan interdisipliner, pembelajaran disesuaikan dengan
hakekat perkembangan peserta didik, dalam hal ini siswa SD memiliki hakekat
perkembangan yang bersifat holistik dan menghayati pengalaman secara
totalitas, masih sulit menghayati pengalaman yang terpisah-pisah dan artificial
terutama anak-anak kelas rendah. Pengalaman belajar yang dibutuhkan anak
usia SD adalah pengalaman belajar yang terpadu dan kongkrit serta dapat
diterapkan dalam kehidupan mereka. Tuntutan dari permasalahan kehidupan
pun memerlukan ilmu secara interdisipliner. Demikian pula status guru SD
selaku guru kelas memiliki kesempatan untuk dapat mengintegrasikan
beberapa disiplin ilmu dalam proses pembelajaran. Kemungkinan ini
ditunjang oleh kebebasan yang diberikan oleh kurikulum SD kepada guru
untuk mengembangkan kemampuan profesi dalam menentukan proses belajar
(Hasan; 2000:7).
Berangkat dari penjelasan-penjelasan tersebut maka fokus masalah
penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Karakteristik Anak Usia SD
- Hakekat perkembangan
- Karakteristik berpikir
Kurikulum : Ide
-,
Dokumen, proses,
hasil
J
Status dan kewenangan
Pendekatan
Guru SD (Selaku Guru
Kelas)
Interdisipliner
Dalam Pembelajaran
Belajar.
3. Kemampuan
Guru dalam
melaksanakan
pembelajaran
Kelemahan Dalam Praktek
Pendidikan
1.Kualitas PBM.
2. Kualitas Hasil
Masalah-masalah
Dalam Kehidupan
Bagan 1.1 : Faktor Yang Menentukan Pengembangan Model
Pendekatan Interdisipliner
Istilah interdisipliner menurut Maurer (1991 :vi) menunjuk pada suatu
proses yang digunakan guru untuk mengorganisasi dan mentransfer
pengetahuan melalui suatu tema terpadu (unified). "The term interdisciplinary
refers to the process teachers use to organize and transfer knowledge under a
unified theme". Maurer (1991:3) menyamakan interdisciplinary dengan
"integrated". "Another term, integrated, is often used to describe this same
process."
Lebih lanjut dikatakan bahwa aplikasi dari interdisciplinary
merupakan suatu rangkaian dari kurikulum integrasi. "... interdisciplinary
applications on a continuum of curriculum integration." Sedangkan menurut
Shepherd dan Ragan, pendekatan interdisipliner adalah menggabungkan satu
disiplin ilmu atau satu pandangan dengan beberapa disiplin sebagai pusat
(center) untuk mengorganisasikan kurikulum (Shepherd and Ragan; 1982:83).
Tipe-tipe interdisciplinary dibedakan oleh Maurer dari yang sederhana
hingga yang sangat kompleks, yaitu correlated, multidisciplinary,
interdisciplinary, integrated day (Maurer; 1991:4). Karena interdisciplinary
merupakan rangkaian dari kurikulum integrasi, Rose dan Olsen (1993) dalam
Walker menyarankan lima model implementasi pendidikan integrative, yaitu
single subject integration, coordinated model, integrated core model,
integrated double core model, dan self - contained core model (Walker;
2001:3).
Mencermati berbagai tipe dan model implementasi sebagaimana dijelaskan
di atas serta adanya beberapa penelitian terdahulu menggunakan pembelajaran
terpadu (integrated teaching) dalam tema masih dalam satu mata pelajaran;
maka dalam penelitian dan pengembangan model berfokiis pada pendekatan
interdisipliner dengan implementasi self- contained core model.
Self - contained core model menurut Rose dan Olsen (1993) dalam
Walker adalah implementasi yang dapat dilakukan oleh seorang guru dan guru
tersebut dipercaya dengan berbagai mata pelajaran, tetap mengajar
sekelompok siswa sepanjang hari (Walker; 2001:3). Model ini tampaknya
sesuai dengan fungsi guru kelas di SD, sebab guru kelas memegang beberapa
mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Penjaskes, yang harus diajarkan kepada sekelompok siswa sepanjang hari
sesuai kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian maka dalam penelitian ini masalah dirumuskan sebagai
berikut:
a. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner
dalam proses pembelajaran ?
b. Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di SD ?
c. Model desain pendekatan interdisipliner yang manakah yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajardi SD ?
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pertimbangan keterbatasan peneliti dan berbagai dukungan
yang ada maka masalah yang akan diteliti adalah :
1. Pengembangan model hanya terbatas pada pengembangan model
pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua SD.
2. Mengingat di SD berlaku sistem guru kelas, maka model pendekatan
interdisipliner terbatas pada pendekatan antar disiplin / antar mata
pelajaran yang menjadi tugas dan wewenang guru kelas dua SD. Mata
pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn, Kerajinan
Tangan dan Kesenian (KTK)
3. Mengingat desain model pendekatan interdisipliner bermacam-macam,
yaitu the correlated event sequence model, the webbing sequence model,
the causal sequence model, the integrated model, the spider sequence
model ( Maurer; 1991:18-20); maka dalam penelitian ini pengembangan
terbatas pada the webbing sequence model (model web).
4. Dalam pendekatan interdisipliner diperlukan organizer principal "atau
"center core", dalam penelitian ini yang dijadikan center core adalah tematema yang ada dalam pelajaran Bahasa Indonesia kelas dua SD. Hal ini
mempertimbangkan dalam kurikulum SD 1994 telah ditegaskan ramburambu pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa, "dalam pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia dapat pula dipadukan atau dikaitkan dengan
mata pelajaran lain ... "(Depdikbud; 1993:26). Bahkan menurut Shepherd
dan Ragan, "principal organizer dapat memanfaatkan bidang ilmu yang
sudah dipahami oleh guru (1982:84).
5. Pendekatan interdisipliner dalam desain dan implementasinya harus ada
tema yang diperinci menjadi sub-sub tema atau topik pembelajaran,
mengingat organizer principal adalah bidang studi Bahasa Indonesia maka
tema-tema yang dikembangkan diambil dari tema-tema yang tercantum
dalam GBPP Bahasa Indonesia Suplemen Kurikulum SD 1999.
6. Pelaksanaan
uji
coba
model
dibatasi
pada
pelaksanaan
proses
pembelajaran kelas dua SD semester 1. Hasil belajar siswa dibatasi pula
pada hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran selama uji coba
model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan
pada
rumusan
dan
pembatasan
masalah
sebagaimana
dikemukakan di atas maka pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya
melalui studi pengembangan model ini adalah :
15
1. Apakah guru mampu mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran di kelas dua SD ?
Pertanyaan ini diperinci menjadi:
a. Bagaimana kemampuan guru dalam melaksanakan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?
b. Kemampuan guru yang bagaimana yang harus dipenuhi untuk dapat
melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner ?
2. Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi guru apabila pendekatan interdisipliner
diterapkan di SD kelas dua : dalam membuat perencanaan, dalam
melaksanakan pembelajaran, atau dalam evaluasi ?
3. Bagaimana dampak penerapan
pendekatan interdisipliner terhadap proses
dan hasil pembelajaran ? Pertanyaan ini diperinci menjadi:
a. Bagaimana dampak penerapan pendekatan interdisipliner terhadap kualitas
proses pembelajaran kelas dua SD ?
b.
Bagaimana
dampak
penerapan
pendekatan
interdisipliner
dalam
pembelajaran terhadap hasil belajar siswa SD kelas dua ?
4. Bagaimanakah bentuk akhir desain pendekatan interdisipliner yang dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas dua SD ?
D. Definisi Operasional
Sesuai dengan batasan masalah yang akan dikaji melalui penelitian dan
pengembangan
pendekatan
interdisipliner, maka
perlu
ditegaskan
secara
operasional beberapa variabel yang akan menjadi bahan kajian penelitian agar
dapat diperoleh sasaran yang jelas dalam penelitian. Rumusan definisi operasional
16
berpedoman pada pendapat Tuckman (1972:57) bahwa, " An operational
definition is a definition based on the observable characteristics of that which is
being defined". Dalam penjelasannya lebih lanjut Tuckman membedakan tiga
tipe definisi operasional menjadi definisi operasional tipe A, B, dan C. Untuk
mengkaji masalah penelitian yang telah dirumuskan serta berdasarkan pembatasan
penelitian maka definisi operasional yang dirumuskan bertolak pada tipe C.
"A type Coperational definition can be constructed in terms ofwhat the objects or
phenomenon being defined looks like, that is, what constitutes its static properties
( Tuckman; 1972:60). Alasan menggunakan pedoman ini mengingat dalam
penelitian pendidikan banyak definisi operasional yang didasarkan pada
karakteristik yang dimiliki seseorang atau sesuatu, yang akhimya memberikan
arah terhadap pengukuran variabel. Definisi operasional tipe C mendiskripsikan
kualitas, perlakuan, atau karakteristik orang atau sesuatu. Selain itu dapat
digunakan untuk mendefinisikan berbagai tipe variabel (Tuckman; 1972 : 61).
Variabel yang dirasakan perlu untuk dipertegas adalah : (1) pendekatan
interdisipliner;
(2) kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan
interdisipliner dalam pembelajaran, (3) kualitas pembelajaran, (4) hasil belajar.
1 Pendekatan interdisipliner adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
memiliki karakteristik : (a) dikembangkan dari sebuah tema luas untuk
memadukan dua atau beberapa mata pelajaran, (b) dari dua atau beberapa
mata pelajaran yang dipadukan tersebut satu mata pelajaran berfungsi sebagai
"principal organizer" atau "center core" dan mata pelajaran yang lain
berfungsi sebagai pendukung (vital adjuncts).
Berdasarkan karakteristik
17
tersebut maka dalam desain pembelajaran harus terlihat adanya : (a) tema
pembelajaran yang luas dan bersumber pada tema-tema mata pelajaran core
dalam GBPP dan diperinci menjadi sub-sub tema (topik) pembelajaran,
(b) konsep utama (fokus pembelajaran) didasarkan pada konsep-konsep yang
ada pada mata pelajaran core, (c) tujuan khusus pembelajaran mengacu pada
pola berpikir interdisipliner dan bersumber pada tujuan mata pelajaran core
dalam GBPP, (d) materi dan sumber belajar dikembangkan berdasarkan pada
komponen-komponen pembelajaran mata pelajaran core dan berorientasi pada
tema lingkungan, (e) strategi dan prosedur pembelajaran dikembangkan
berdasarkan tema pembelajaran yang dilakukan melalui tiga tahap yakni
kegiatan awal, inti, dan akhir; (f) evaluasi dikembangkan mengacu pada
pemahaman dan penerapan interdisipliner.
2. Kemampuan guru mengimplementasikan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran dimaksudkan mengenai upaya guru menempuh urutan langkahlangkah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dalam proses
pembelajaran secara logis dan sistematis.
Pada
kegiatan awal, kegiatan
yang
ditempuh
meliputi
(a) menginformasikan tema pembelajaran dengan cara yang dapat
membangkitkan minat siswa, (b) menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai dan kegiatan yang akan dilakukan, (c)
memberikan klarifikasi
sumber-sumber belajar yang harus dicari siswa untuk mempelajari
permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran.
Pada kegiatan inti, kegiatan yang harus ditempuh terdiri dari : (a)
memberikan pertanyaan-pertanyaan fokus sebagai alat untuk mengarahkan
pada permasalahan berkaitan dengan tema pembelajaran, (b) mengarahkan
siswa untuk melakukan kegiatan atau tugas-tugas dalam rangka memperoleh
jawaban berkaitan dengan pertanyaan fokus, (c) meminta siswa melaporkan
hasil kerjanya, (d) memberikan penguatan melalui tugas-tugas yang menuntut
siswa
menerapkan pemahaman dan ketrampilan dikaitkan dengan
pemahamannya
terhadap
konsep-konsep
mata
pelajaran
pendukung
(pemahaman dan penerapan interdisipliner).
Pada kegiatan akhir, kegiatan yang ditempuh adalah : (a) guru
merumuskan kesimpulan bersama siswa tentang konsep-konsep penting yang
telah dipelajari melalui topik pembelajaran, dan (b) melaksanakan postes pada
akhir pembelajaran.
3. Kualitas proses pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
situasi pembelajaran dengan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi.
Dengan demikian kualitas pembelajaran dalam penelitian ini akan dilihat dari
kadar aktifitas belajar siswa yang tinggi selama proses pembelajaran, dilihat
dari segi : a) aktifitas mengemukakan pendapat, b) aktifitas mengerjakan
tugas individual, c) aktifitas keteriibatan mengerjakan tugas kelompok, d)
aktifitas memecahkan masalah, e) aktifitas melakukan kegiatan.
4. Hasil belajar yang dimaksudkan adalah penguasaan siswa terhadap bahan ajar
setelah dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner. Hasil
belajar dilihat dari perolehan rata-rata skortes pada akhir pembelajaran
(postes) melalui kegiatan tes yang dikembangkan pada uji coba.
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian dan pengembangan
pendekatan interdisipliner
dalam pembelajaran bertujuan untuk menghasilkan produk desain model
pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner untuk dapat diterapkan dalam
pembelajaran di Sekolah Dasar. Adapun secara khusus tujuan penelitian adalah
untuk :
1.
Mengetahui kemampuan guru kelas dua dalam mengimplementasikan
pendekatan interdisipliner dalam pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar.
2.
Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru apabila pendekatan
interdisipliner diterapkan di kelas dua Sekolah Dasar.
3.
Mengetahui dampak pelaksanaan pendekatan interdisipliner terhadap
kualitas pembelajaran di kelas dua Sekolah Dasar dan hasil belajar siswa
kelas dua Sekolah Dasar.
4.
Menghasilkan model pembelajaran dengan pendekatan interdisipliner yang
dirancang untuk memudahkan guru dalam menerapkan sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan status guru kelas.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan
kurikulum Sekolah Dasar dari segi pelaksanaannya di sekolah dan juga bagi guru-
20
guru Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajara
hasil belajar siswa. Secara rinci manfaat yang diharapkan adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hakekat
pembelajaran
dengan
pendekatan
interdisipliner
adalah
pembelajaran berfokus pada aplikasi ketrampilan dan pengetahuan terhadap
situasi baru (Mathison dan Mason; 2001:2). Melalui pendekatan interdisipliner
dapat membantu siswa agar ketrampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki
dapat dikombinasikan untuk menyelesaikan tugas, memecahkan masalah, atau
menjelaskan sesuatu. Fenomena yang sering terjadi siswa tidak dapat memahami
atau menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memecahkan masalahmasalah baru atau mentransfer
pengetahuan
yang telah
dimiliki
untuk
memperoleh pemahaman baru. Fenomena demikian merupakan akibat dari
pengajaran yang dilakukan secara terpisah. Melalui pendekatan interdisipliner
diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, karena pembelajaran yang memberi
kesempatan siswa untuk menghubungkan serpihan-serpihan pengetahuan, bukan
sebaliknya memisahkan; dapat mempertinggi kemampuan siswa untuk memahami
dan menerapkan pengetahuan sebelumnya terhadap pengetahuan baru.
Melalui penelitian dan pengembangan pendekatan interdisipliner dalam
pembelajaran di SD diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan hakekat pendekatan interdisipliner dalam mengatasi kelemahankelemahan praktek pembelajaran secara terpisah.
21
2. Manfaat Praktis :
a. Dapat membantu guru-guru Sekolah Dasar dalam membuat rancangan
pembelajaran yang memudahkan untuk diterapkan dalam pelaksanaan
pembelajaran sehari-hari.
b. Membantu
guru-guru
menghadapi
tuntutan
Sekolah
kurikulum
Dasar
untuk
mempersiapkan
baru
yang
menggariskan
diri
proses
pembelajaran tematik untuk pengajaran di Sekolah Dasar kelas dua.
c. Memberikan alternatif pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru-guru
Sekolah Dasar sehingga memperkaya wawasan berbagai pendekatan
pembelajaran.
d. Bagi pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, dalam hal ini Seksi
Pendidikan Dasar, sebagai masukan untuk dapat dijadikan gagasan dalam
membina dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar atau
pelaksanaan kurikulum Sekolah Dasar.
e. Bagi Program Studi Pengembangan Kurikulum, diharapkan membuka
wawasan bagi penelitian - penelitian lebih lanjut dalam upaya peningkatan
proses pembelajaran atau pelaksanaan kurikulum di sekolah (actual
curriculum).
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang (1) pendekatan dalam penelitian,
(2)lokasidan subyek penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4) tahaptahap pelaksanaan penelitian, dan (5)teknik analisis data.
A. Pendekatan Dalam Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and
development (penelitian dan pengembangan). Digunakan pendekatan ini
mengingat tujuan akhir penelitian adalah untuk menghasilkan suatu produk
berupa desain instruksional dengan menggunakan pendekatan interdisipliner
( interdisciplinary instructional design ). Menurut Borg &Gall ( 1979 :624 )
batasan tentang research and development adalah " our use of the term
"product" include not only material object, such as textbooks, instructional
films, and so forth, but is also intended to refer to established procedures and
processes, such method ofteaching ormethod for organizing instructions".
Langkah - langkah dalam proses research and development mengarah
pada suatu siklus, berangkat dari kajian temuan penelitian dikembangkan
menjadi suatu produk. Pengembangan produk yang didasarkan pada kajian
studi pendahuluan diuji coba dalam situasi tertentu dan dilakukan revisi
terhadap hasil uji coba tersebut sampai pada akhimya diperoleh suatu model
( sebuah produk ). "It consist of a cycle in which a version of the
73
,', **
I'-'/J ,1»r"-^
h\ /"»•*
product is developed, field tested, and revised on the basis of'">
•*>;.
field - test data " ( Borg and Gall ; 1979 :771 ). Tujuan dari penelitian dan\_^
pengembangan adalah menghasilkan suatu produk tertentu yang dapat
diterapkan di sekolah.
"... the goal of R & D is to take this research
knowledge and incorporate it into product that can be used in the schools "
( Borg and Gall; 1979:771 ).
Siklus penelitian dan pengembangan menurut Borg dan Gall ( 1979 :
775 ) tediri atas 10 langkah yakni:
1. Penelitian dan pengumpulan informasi, termasuk didalamnya review
literatur, observasi kelas, dan persiapan laporan ;
2. Perencanaan, meliputi mendefinisikan ketrampilan, menetapkan tujuan,
menentukan urutan pembelajaran, dan uji kemungkinan dalam skala
kecil ;
3. Mengembangkan bentuk produk pendahuluan ( preliminary form of
product ), termasuk didalamnya persiapan materi belajar, buku - buku
yang digunakan, dan evaluasi.
4. Uji coba pendahuluan, melibatkan satu sampai tiga sekolah dengan
menyertakan 6-12 subyek. Pada langkah ini dilakukan analisis data
berdasarkan angket, hasil wawancara, dan observasi.
5. Revisi terhadap produk utama ( main Product), yang didasarkan atashasil
uji coba pendahuluan.
6. Uji coba utama, melibatkan 5-15 sekolah yang menyertakan 30 - 100
subyek. Data kuantitatif berupa pretes dan postes dikumpulkan dan
74
hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan, dan jika memungkinkan hasil
tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol.
7. Revisi produk operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba utama.
8. Melakukan uji coba operasional, dilakukan berdasarkan hasil uji coba
utama.
9. Revisi produk terakhir berdasarkan hasil uji coba operasional.
10. Diseminasi dan distribusi. Pada langkah ini dilakukan monitoring sebagai
kontrol terhadap kualitas produk.
Mengingat keterbatasan waktu bagi peneliti dan merupakan tahap awal
pengembangan, maka langkah yang ditempuh hanya sampai pada langkah
kelima. Kelima langkah tersebut dalam pelaksanaan penelitian dilakukan
modifikasi sesuai kebutuhan penelitian dan kondisi lapangan. Dengan
demikian langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang ditempuh
adalah :
1. Studi pendahuluan, meliputi kajian teori, kajian hasil penelitian, dan
kegiatan prasurvey.
2. Perencanaan, meliputi mengkaji kurikulum kelas II SD tahun 1994,
pemetaan materi, penetapan lokasi uji coba, pengenalan model, dan
merencanakan desain model.
3. Deskripsi produk model.
4. Uji coba model yang dikembangkan, terdiri dari dua kali putaran.
5.
Analisis keberhasilan model.
75
Langkah-langkah penelitian dan pengembangan ini dapat digambarkan
sebagaimana tampak pada bagan berikut:
Kajian teori pendekatan
pembelajaran.
Kajian hasil penelitian
I
terdahulu.
STUDI PENDAHULUAN
Prasurvey: orientasi lapangan.
Mengkaji kurikulum kelas
V
duaSD
Pemetaan materi.
It
Penetapan lokasi uji coba
Pengenalan model
PERENCANAAN
I
Merencanakan desain model
III
DESKRIPSI MODEL
IV
UJI COBA MODEL YANG
DIKEMBANGKAN
UJI COBA PUTARANI
1.
Pre-tes
2. Implementasi Rancangan
3.
Postes
4.
Revisi
V
ANALISIS
:0
KEBERHASILAN
MODEL
UJI COBA PUTARAN II
1.
Pre-tes
2. Implementasi Rancangan
3.
Postes
HASIL
4.
Revisi
REVISI AKHIR
MODEL
Bagan 3.1
Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan
76
/.
Studi Pendahuluan
Pada langkah ini kegiatanyang dilaksanakan adalah :
a. Mengkaji teori-teori pendekatan pembelajaran yang relevan dengan
karakteristik anak usia Sekolah Dasar, taraf perkembangan dan
kemampuan berfikir anak usia Sekolah Dasar, salah satunya adalah
pendekatan interdisipliner.
b. Mengkaji hasil-hasil penelitian yang pemah dilakukan oleh penelitipeneliti
sebelumnya yang relevan dengan uji
coba model
pembelajaran di Sekolah Dasar.
c. Melakukan kegiatan prasurvey di sekolah-sekolah tertentu, yang
diperkirakan dapat dilaksanakan uji coba pengembangan model.
Prasurvey dilaksanakan di Kecamatan-kecamatan terdekat antara lain
Kecamatan
Cisaat, Kecamatan Gunungguruh,
dan Kecamatan
Parungkuda.
Pada kegiatan ini dilakukan penelitian untuk mengumpulkan
informasi tentang proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Hal ini
sesuai pendapat Ibrahim dan Sujana (1989:74) bahwa tujuan
utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel, bukan
informasi tentang individu - individu. Informasi-informasi yang
dikumpulkan meliputi (1) desain dan pelaksanaan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru-guru kelas II Sekolah Dasar, (2) aktifitas
belajar siswa, (3) kemampuan guru dalam mengajar, (4) pemanfaatan
sarana, fasilitas, dan lingkungan yang ada di sekitar sekolah.
77
Berdasarkan kegiatan prasurvey selanjutnya peneliti menentukan
Sekolah Dasar yang akan dijadikan tempat uji coba model, dengan
mempertimbangkan kesiapan guru kelas dua, Kepala Sekolah, Kepala
Cabang Dinas Kecamatan setempat, sarana prasarana yang tersedia,
keterjangkauan lokasi serta faktor-faktor pendukung lainnya.
2.
Perencanaan
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Mengkaji kurikulum Sekolah Dasar kelas dua meliputi GBPP catur
wulan satu, dua, dan tiga dari berbagai mata pelajaran yang harus
diajarkan oleh guru kelas dua Sekolah Dasar.
b. Melakukan pemetaan materi dari beberapa mata pelajaran kelas dua,
karena implementasi model adalah self-contain core model maka
pemetaan materi hanya meliputi bidang studi yang menjadi tugas dan
wewenang guru kelas yaitu PPKN, Bahasa Indonesia, Matematika,
Ketrampilan dan Kesenian (KTK). Hal ini sesuai ketentuan kurikulum
SD 1994 bahwa empat mata pelajaran tersebut menjadi tugas guru
kelas, sedangkan bidang studi Pendidikan Agama Islam, Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan menjadi tugas guru mata pelajaran PAI dan
guru Penjaskes (Depdikbud; 1993).
c. Menetapkan Sekolah Dasar tempat uji coba model sesuai kesiapan
guru maupun kepala sekolah. Dari beberapa Sekolah yang diteliti pada
kegiatan prasurvey, sekolah yang siap untuk dijadikan tempat uji coba
adalah
Sekolah
Dasar Cibatu II Kecamatan Cisaat.
Status SD
78
Cibatu II adalah SD inti untuk gugus tersebut, dua SD lain ditetapkan
dua SD Imbas dari gugus Cibatu II. Kepala Sekolah SD Cibatu II
menyetujui SD Imbas yang dijadikan lokasi uji coba adalah SD
Bojongkawung dan SD Cibatu I.
d. Melaksanakan pengenalan model kepada partner pengembang model
yaitu guru kelas dua, Kepala Sekolah dan Pengawas TK/SD pembina
sekolah tempat uji coba. Pengenalan dilakukan melalui diskusi dan
dialog, dimaksudkan untuk mengenalkan rencana model yang akan
dikembangkan, serta kesiapan mereka untuk dijadikan partner dalam
pengembangan model.
e.
Merencanakan desain model. Didalam merencanakan desain model
ditempuh kegiatan
sebagai berikut, : 1) menganalisis model
pendekatan interdisipliner dengan merujuk pada model - model yang
dikemukakan Maurer yaitu the corelated event sequence model, the
webbing sequence model, the causal sequence model, the integrated
sequence model, dan the spider sequence model; 2) penentuan model
yang akan dikembangkan, mengingat model-model Maurer diperinci
dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, sedangkan yang
menjadi sasaran penelitian adalah kelas dua Sekolah Dasar maka
model yang akan dicoba dikembangkan adalah the webbing sequence
model; 3) penentuan langkah-langkah pengembangan model,dengan
merujuk
pada langkah - langkah
pengembangan
interdisipliner
yang dikemukakan oleh Vogt. Langkah - langka