PEMENUHAN SYARAT HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH.

fia7,fir[t/,-xd/6669'Eau'o-r

?tOz

SNY(IVd
SYTyONY SYIISIISAINN

HIIXTH SVITIDTY{

O€OITIOT60

ffiffiittN
: qelo

wnlng nunfiog nqag trodocaaSg uape

ptolg

ntos ttolDs :lqnuauaru lnrun uoqn{o1q

rsdrurs


ISfIIIISNOX HYI iYXHYTAi {}NYINf,I
-9NV(INO

€OOZ

NIIHYI }Z UOruON SNYOI{,|I

Syry yoopl NvHy{nuud cNyrNf,J,

€I0Z

NnHyr I0 uo}ror

CNVONO-T}NYCNN IINYCSNSd ITVININf,IAItrd NYUNIYUf,d NYdV-IAt'iAd

hlVlVC YSXYltlf,IAl SNVA NYSNIJ,NISD{ ltY.&UII THH IYUVLS NYEi}lriERSd

:


us8urJspuoJ

:

ga*rgYr

:trFartrlrlrx

strsN

:rlEu-ilrI

:slsBN

qJsroAlufFqn{B{ sdrue6
: souunJe .louou

p&pnu

uup


sEpn4un6e{qeg oI

rFBgrtt-llr

uduulEurl
'9.;q !.g.mer1pg peg ur;q

[I,TI.TT

\0Nlpuv

b1q

TI{I&f,S ur;rpuydtulg

-l

4'z


frlr

(

/

u

:w6e11up1ryEr r I

/'
VaU:,&rErndqopgqr_=

"[6)T

I
'rI0Z pult{

9Z


l#qspod

mInI usqu|B{uD ruo

-

ilirtod un rndm mrunrruurfu

-r
tw,(y4uetruqe{uaury1u Vf,f up Uaq.uoppeq IIEp{Bq pqg*urg p-f
eqer g roruoN fLll uEp gmz unrlur rz rouoN In uErFr:[p p&p ny qeqx pp.uuqnq duomry1 pefra
rypq sttEE IIE | [ trffi
ttsp t00eunqBr tz roEoNflIlEsIsPmdnfnnp qeplpqpcqplrddn4uqrppep
trufwntuopt lqrE{@qryp[.lquq*ral
up

rypn

tue'(ttutuotlqsue-qpctteqsFolF&p r?Pso8nf p&rrrp pao
nddoq ueo uutuuretq

epedol

eruces undfuuns rwpcaqnpns qmsop,(eu oso e,(rm4ufr1p
qrs wfu4$uauru8nf rurumqe tuatuappseruad uqresa6iruu @pp @IEBI qqrqtur,(EgFarhsg

uquqourp tue{ eqad *qnuau

uqnq qqeseuad msldEou tw{

uup

lpmtuaru tspouou qre( ei(udurg urp ry1od setnl qrieplinu @1

Fqru Filt-

rF[osp&rrFF
reqrtllrlr
sc{Fdur(uaur qpired treurpuod lls?g lMUBsspDg addn4 qunqes rfurqq @pp es{suau tua,(
uduuua&1 a(qg rrtr E
El f ;

600AIA-nOd/861 rorEoN xt oe$qnd qEFPB lul usl{loltad uupp srlnuad {n npS 'Itsuru smrn( ueglapuart uqrryp urlr;lIr
ttDFrsloE sqnud lrqesq I{sJBssa wsnwu qBAEFITu :Ftul} 'lsrugsuox qglrrglqsw ftquat gooz
uqer }z rwopapqnfu I,qt
trqogno4 3uqs4 €l0Z unqBJ ouog Euepuq8wpull uueSSuatr qurqlaue4 nBnqsr.d Eslep
Es1Btaou tm,{ u6up6q prf
na;
qqamu4ueeq qm,( qspssrtr rrBsnuru uBlmuntao srpusd nll
$tu0 16^I n&I3g oqrlqauour rptuop N,ll pgo ptr4ph{5Effi

wepeal ryefia {spu

rsr4nsuo{ wrleg

qsxos eumg runuadra

unqo qqop

{epF lFxes zuBs

)y{


tmr wepx uqnq

e,(ureuaqs

nddn6 mplau

rqden

uopgsaq

ueqples?ired

tw,(

eqpw fuf

1

efupef,,t uqlqeprnu EepF.rd 'rsruosuox qsr'srqsw p


EpsJIrd qovFur. u,dsn fted snssr

uIu@ueqp qqers (Xn rdd$6) rsqlsuoy qsuequyl tueual
m0?
1

rouop nddod u(ruuqe)I 'lppw

Bduq Uqrenloilp rm

urqulf

ftRls mf$eso :lrqun B&F[ue1as Srrp;s

nddnl s{su €uiltsi tuo,(

e,(qegrs uua.rq

xru


u,Isp xdx qrro E qcoru

rouoN twpq1.trn9u6l sqy

Hv

mpql.!tlf:I|qil-;i

Eed x6q Bpudal uqn&m snq

u uer

qeo rrqe,$ Brqueuas tuupuq€uapu11 us{qlusgg3rE

Swpuptuupug nndx ri(wqr u&p usp Istr$qns unueu
8rn(
legquaruog rnrnpodur(u Ttuog
"quuau
tuu'( E761 (Inn zz FsEd ureJep qruntrp tuu[ uprsor4peSooq

uqudnraru
(nddr4)
tuepuptuepu;l
ryq
urffica

F -tltFi

udqldqF.rtFl

iEf

xYusw
luuumpq ig

lueun unlnH sqp{e{

-l
.0g01

I 10160

,lezudoN)

rsqqsuo)l r{BurolltrBr4{ 6uqus1
grnpu6-tuapu11 sey unpe11
6967 unqrl 1g rouog

fl02 unqel I rcuroN tuspun-tugpun prn88uo4 qquuoruo; uernpro4 ro&pue4 urep6 eqeungrl Euef
rgurul-urtuua1r1

.quX.oSwg'cs1

.
uEng I unqul l:

A\UIJU lEArrlJ opueg

'ulf

ot't:

urlsunuall lutwg

fl0f

FrBh{ 9Z

sellqec ruumlv'oN

619

.oN

90/, I

tpurEIV

(f

)dr

fi

:

sqnl p33ue1 g

dqt
III

16 X4)enSapopl umlnH

uqnH

(q

snln1prypu6

bf
rrr n*_r

0E0r I I0160

IP'US?UIP'I (I

:

rupgra6

uduwtrr

qrs8urur.rye{g uup
0661

usupps'S .H

$quo^oN

lt

p18ueg

*rI

cn1tcryq1(

rqrtf!&t

'tt"ztudoN
sslsD^run Juumlv'oN

t

t

PEMENUHAN SYARAT HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA
DALAM PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH
KONSTITUSI
(Noprizal, 0910111030, Fakultas Hukum Unand, 52 halaman)
ABSTRAK
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) merupakan hak
Prerogative Presiden yang dijamin dalam Pasal 22 UUD 1945 yang dikeluarkan dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa. Bentuk nya Peraturan Pemerintah, namun substansi dan
daya ikatnya seperti Undang-Undang yang memang berfungsi untuk menggantikan UndangUndang sementara waktu. Oleh karena sifatnya yang genting, maka Perppu ini dikeluarkan
tanpa persetujuan DPR, namun Perppu ini harus diajukan kepada DPR pada masa sidang
selanjutnya untuk disetujui atau ditolak. Keluarnya Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi (Perppu MK) setelah ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar
oleh KPK dalam kasus penyuapan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Presiden
mendalilkan terjadinya kegentingan memaksa yang dialami oleh MK dengan menetapkan
Perppu MK. Untuk itu penulis merumuskan rumusan masalah yaitu bagaimanakah
pemenuhan syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Untuk menjawab rumusan
masalah tersebut, penulis melakukan penelitian hukum dengan melakukan pendekatan yuridis
normatif. Batu uji penulis dalam penelitian ini adalah putusan MK Nomor 138/PUUVII/2009 yaitu 3 (tiga) parameter syarat adanya kegentingan yang memaksa dalam terbitnya
sebuah Perppu. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa dalil kegentingan
yang memaksa yang Presiden tetapkan melalui Perppu MK sama sekali tidak terpenuhi. Sama
sekali tidak terjadi keadaan mendesak untuk meyelesaikan permasalahan hukum. Keadaan
yang sebenarnya adalah oknum hakim konstitusi yang mengalami permasalah hukum pidana.
Mahkamah Konstitusi tetap menjalankan tugas pokok dan fungsinya yaitu memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara yang dimohonkan kepada mahkamah. Sikap Presiden yang
terlalu lamban dalam menyelesaikan pemasalahan yang ada dinilai juga menghilangkan sifat
kegentingan dari Perppu tersebut. Perppu yang harusnya bisa menyelesaikan suatu keadaan
genting pun secara cepat dan tepat juga tidak dapat terlaksana dikarena ketentuan yang ada
dalam Perppu itu sendiri. Tidak hanya itu, ketentuan yang ada didalam Perppu MK tersebut
telah diatur juga didalam UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011 sehingga
tidak terjadi kekosongan hukum. Oleh sebab itu dapat dikatakan UU Nomor 24 Tahun 2003
dan UU Nomor 8 Tahun 2011 sangat memadai. Hanya itikad baik dari Presiden, DPR dan
MA untuk menyelamatkan MK yang tidak ada.

i

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan dan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman merupakan
benteng terakhir tegaknya keadilan di Indonesia. Cabang kekuasaan kehakiman
atau judiary merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri. 1 Sehingga
kekuasaan kehakiman terkait erat independensi peradilan. 2 Independensi peradilan
dan independensi hakim merupakan unsur esensial dari Negara hukum atau
rechtsstaat (rule of law).3
Kepercayaan dan harapan masyarakat Indonesia terhadap independensi
peradilan dan hakim rontok ketika ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia (MKRI), Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) beserta 4 (empat) orang tersangka lainnya pada tanggal 02 Oktober 2013
dalam kasus suap sengketa pilkada di MK.4 Penangkapan Pimpinan lembaga
Kehakiman ini sontak membuat kaget seluruh elemen masyarakat termasuk juga
Presiden Republik Indonesia (RI), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).5
Reaksi pun dilontarkan para kalangan aktivis agar kasus tangkap tangan
ketua MK ini diperiksa dengan transparan dan mendukung KPK agar
1

Jimly Asshiddiqie Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers,
Jakarta, 2010, hlm 310.
2
Ibid, hlm 311.
3
Lihat lebih lengkap pada pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi nomor
005/PUU-IV/2006.
4
Lihat lebih lengkap di www.voaindonesia.com, KPK Tangkap Ketua MK Terkait Suap,
dikunjungi 27/10/2013 pukul 00.24 WIB.
5
Lihat lebih lengkap di www.tempo.co, SBY Kaget Ketua MK Akil Mochtar Ditangkap
KPK, dikunjungi 28/10/2013 pukul 00.22 WIB.

1

meyelesaikan kasus ini sampai tuntas. Kasus ini menambah daftar panjang pejabat
negara yang tersangkut tindak pidana korupsi. Akibat kasus korupsi ini lembaga
yang di gembor-gemborkan sebagai benteng keadilan dan penjaga konstitusi
(Guardian of Constitutions) mulai goyah dan menghilangkan kepercayaan publik.
Sebelum kasus tangkap tangan ini terjadi, pakar hukum tata Negara, Refly Harun
pernah mengungkapkan dugaan kasus suap di MK pada tahun 2010 silam.6
Namun tim investigasi yang diketuai oleh Refly kala itu tak bisa membuktikan
dugaan suap di MK dan Refly sempat berseteru dengan Ketua MK kala itu Moh.
Mahfud MD dan Hakim MK Akil Mochtar.
Akibat kasus ini, berbagai pihak mulai meragukan kredibilitas MK dalam
menangani perkara konstitusional juga termasuk perkara-perkara yang telah
diputus sebelumnya. Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengatakan bahwa
akibat tertangkap tangannya Ketua MK sudah dipastikan menurunkan kredibilitas
dan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga Negara dan partai politik
terlebih lagi yang melakukan korupsi adalah lembaga penegak hukum.7
Refly Harun berpendapat bahwa:
sejak beberapa tahun yang lalu meragukan integritas hakim MK.
Alasannya karena hakim konstitusi dipilih melalui cara yang
menurutnya tak memenuhi prinsip transparansi, objektivitas, akuntabel,
dan partisipatif. Pemilihan hakim konstitusi juga melibatkan DPR,
Mahkamah Agung, dan Presiden, hal ini menyebabkan pemilihan hakim

6

Tribun News, www.tribunnews.com, Refly Harun Akhirnya Dugaan Saya Dulu
Mengenai Akil Mochtar Terbukti, dikunjungi 28/10/2013 pukul 00.23 WIB.
7
Sindo News, www.sindonews.com, JK Sebut Tindakan Akil Turunkan Kredibilitas MK
Parpol, dikunjungi 28/10/2013. Pukul 00.26 WIB.

2

konstitusi
terlalu
profesionalitasnya.8

kental

nuansa

politisnya

ketimbang

Menanggapi kasus ini, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono
mengadakan pertemuan dengan pimpinan lembaga Negara pada tanggal 5 Oktober
2013 di Istana Negara, Jakarta. Selain memberhentikan sementara Akil Mochtar
sebagai ketua MK, Presiden juga membuat lima langkah penyelamatan MK pasca
KPK menangkap Akil Mochtar terkait dugaan suap.9
Langkah penyelamatan ini oleh Presiden SBY sebagai solusi atas
banyaknya kritik dan protes masyarakat terhadap proses pengisian hakim
konstitusi dan pengawasan hakim konstitusi. Sebagaimana diketahui bahwa
pengisian hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh
Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan 3
(tiga) orang oleh Presiden .10 Proses pencalonan dan pemilihan pun dilaksanakan
secara transparan, partisipatif, obyektif dan akuntabel serta mekanismenya diatur
oleh masing-masing lembaga.11
Proses pengisian hakim konstitusi mulai dari pencalonan hingga pemilihan
hakim konstitusi hanya di DPR yang membuka ruang partisipasi publik dalam
bentuk fit and proper test.12 Sementara calon hakim konstitusi yang berasal dari

8

Tribun News, loc. cit.
Lebih lengkap di www.merdeka.com , 5 Agenda Penyelamatan MK Yang Diputuskan
SBY, dikunjungi 28/10/2013 pukul 00.28 WIB.
10
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lemabran
Negara Republik Indonesia Nomor 4316.
11
Lihat Pasal 19, dan Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi.
12
Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Andalas
University Press, Padang, 2006, hlm 177.
9

3

MA dan Presiden tidak transparan dan partisipatif.13 Sehingga kualitas dan
integritas calon hakim konstitusi pun tidak teruji oleh publik.
Tidak hanya dalam hal proses pengisian hakim saja yang bermasalah. Dari
segi pengawasan, Mahkamah Konstitusi sama sekali tidak diawasi oleh
pengawasan eksternal. Hal ini dikarenakan akibat putusan MK Nomor 005/PUUIV/2006 dimana Komisi Yudisial tidak mempunyai wewenang untuk mengawasi
Hakim Konstitusi. Praktis Mahkamah Konstitusi hanya diawasi oleh pengawasan
internal saja.
Latar belakang atau jejak rekam hakim konstitusi pun juga menjadi
sorotan tajam. Banyak pihak mengusulkan untuk menolak calon hakim konstitusi
yang memiliki latar belakang sebagai politisi aktif. Hal ini agar MK tetap
dipandang independen karena MK juga memeriksa dan mengadili perkara
sengketa Pilkada dan sengketa Pemilu dimana pesertanya adalah partai politik.
Adapun langkah-langkah

yang disampaikan

Presiden SBY pada

pertemuan pimpinan lembaga negara yaitu sebagai berikut:
1. Presiden berharap persidangan yang saat ini berlangsung di MK
dijalankan dengan sangat hati-hati. Jangan sampai ada penyimpangan
baru agar kepercayaan masyarakat tidak menurun.
2. Presiden dan pimpinan lembaga Negara berharap penegakan hukum
oleh KPK dilaksanakan dengan cepat dan konklusif. Sehingga bisa
membuktikan ada pihak lain di MK yang ikut terlibat dalam kasus suap.
3. Presiden akan menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perppu) untuk diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
mengenai pengaturan persyaratan seleksi hakim konstitusi berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

13

Ibid.

4

4. Dalam peraturan perundangan yang diatur, Komisi Yudisial (KY) akan
melakukan pengawasan terhadap MK.
5. Presiden berharap MK melakukan konsolidasi internal. Presiden
berharap MK melakukan audit internal dan bahkan dipandang perlu
dilakukan audit eksternal oleh lembaga Negara yang memiliki
kewenangan untuk itu.14
Pada tanggal 17 Oktober 2013, Presiden SBY menandatangani Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi.15 Berdasarkan Pasal 22 UUD 1945, Presiden berhak
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa. Oleh karena itu, Presiden telah mendalilkan
terjadinya kegentingan di dalam Mahkamah Konstitusi sehingga Presiden
mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 untuk mengatasi kegentingan
tersebut. Perppu tersebut menurut Djoko Suyanto memuat tiga hal penting, yakni
persyaratan Hakim Konstitusi, proses penjaringan dan pemilihan Hakim
Konstitusi, dan pengawasan Hakim Konstitusi.16
Walaupun Perppu merupakan hak prerogative Presiden yang dijamin
dalam Pasal 22 UUD 1945, pro dan kontra pun muncul sebelum dikeluarkannya
Perppu MK. Berbagai pihak menyatakan ini bentuk intervensi eksekutif terhadap
lembaga peradilan.
Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 22

UUD 1945 bahwa Perppu

dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dan memerlukan
14

Republika, www.republika.co.id, Lima Langkah Penyelamatan MK, dikunjungi
28/10/2013 Pukul 00.19.
15
Setkab, www.setkab.go.id, Presiden Teken Perpu MK Hakim Konstitusi Diawasi
Majelis Kehormatan Secara Permanen , dikunjungi 27/10/2013 pukul 00.20 WIB.
16
Ibid.

5

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada persidangan selanjutnya.17
Rumusan pokok atau materi muatan dalam Perppu adalah rumusan norma hukum
atau materi muatan yang sama dan setara undang-undang. Pasal 11 Undangundang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan menyatakan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang sama dengan materi Undang-Undang.
Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa Perppu itu secara materiil adalah
Undang-Undang, hanya bentuknya bukan Undang-Undang.18 Dari segi bentuknya
Perppu itu adalah peraturan pemerintah, tetapi dari segi isinya perppu itu
sebenarnya adalah Undang-Undang yang karena alasan kegentingan yang
memaksa ditetapkan sendiri oleh

Presiden tanpa lebih dahulu mendapat

persetujuan DPR.19 Bajunya Peraturan Pemerintah, tetapi isinya adalah UndangUndang, yaitu undang-undang dalam arti materiil atau “wet in materiele zin”.20
Pasca dikeluarkannya Perppu MK ini, gelombang kritik dan protes terus
disampaikan berbagai pihak. Hal yang paling disorot dalam Perppu MK ini adalah
mengenai hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagai syarat formil
dikeluarkannya Perppu. Para advokat yang tergabung dalam Forum Pengacara
Konstitusi melayangkan gugatan pengujian Perppu Nomor 01 Tahun 2013 ke

17
18

Lihat Pasal 22 UUD 1945.
Jimly Asshiddiqie Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, 2011,

hlm 60.
19
20

Ibid, hlm 24.
Ibid, hlm 60.

6

MK. Pihak penggugat menilai Perppu MK bertentangan dengan UUD 1945
karena dikeluarkan tidak dalam kondisi kegentingan yang memaksa.21
Syarat kondisi kegentingan yang memaksa menjadi syarat formil dalam
proses pembentukan Perppu. Oleh karena itu, syarat ini harus terpenuhi agar
produk hukum yang dikeluarkan betul-betul untuk mengatasi keadaan yang
genting dan bukan dalam agenda pencitraan politik. Menurut Robikin,
penangkapan Ketua MK nonaktif Akil Mochtar oleh KPK bukanlah sesuatu
kegentingan yang memaksa sehingga perppu tidak perlu dikeluarkan. 22 Seperti
yang dikatakan Djoko Suyanto rumusan yang diatur didalam perppu MK hanya
mengatur mengenai mekanisme seleksi Hakim MK dan pengawasan Hakim MK,
yang notabene tidak menggambarkan kondisi kegentingan yang memaksa.
Contoh lain yang menganalogikan tidak terjadinya kegentingan yang
memaksa adalah MK tetap dapat melaksanakan sidang walau salah satu anggota
hakim MK ditangkap penyidik KPK. Kegentingan yang memaksa dapat terjadi
jika 3 (tiga) orang hakim MK ditangkap penyidik, dan MK tidak dapat melakukan
persidangan karena jumlah hakim tidak kuorum untuk melaksanakan persidangan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

21

Kompas, www.kompas.com, Ini 3 Syarat Kondisi Genting Untuk Terbitkan Perppu,
dikunjungi 28/10/2013.
22
Ibid.

7

Bagaimanakah pemenuhan syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa
dalam Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
untuk mengetahui bagaimanakah pemenuhan syarat hal ihwal kegentingan
yamg memaksa dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Penulis mengharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan bidang hukum tata
negara pada khususnya.
b. Diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa, dosen
maupun masyarakat luas dalam menambah wawasan dan
pengetahuan serta dapat dijadikan bahan perbandingan bagi
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis

8

Memberikan kontribusi yang konkret berkenaan dengan perkembangan
ilmu perundang-undangan terutama tata cara pembentukan peraturan
perundang-undangan khususnya pembentukan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya.23 Dalam menyusun proposal ini, dibutuhkan bahan atau data
yang konkrit, yang berasal dari bahan kepustakaan yang dilakukan dengan
metode-metode penelitian sebagai berikut:
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif (yuridis normatif)
yaitu

penelitian yang bertujuan untuk meneliti asas-asas hukum,

sistematika

hukum,

sinkronisasi

hukum,

sejarah

hukum

dan

perbandingan hukum.24 Hal ini dikarenakan yang menjadi sumber
utama analisa dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 jo. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
23
24

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2007, hlm 43.
Ibid, hlm 41.

9

Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Persidangan Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.
Sifat dari penelitian ini antara lain adalah bersifat deskriptif dan
historis. Bersifat deskriptif bertujuan untuk menjelaskan alur dan
proses serta syarat ihwal yang memaksa dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang serta bersifat historis yaitu untuk membuat
rekonstruksi secara sistematis dan obyektif dari kejadian atau peristiwa
masa lalu dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi,
serta mensintesiskan data untuk menegakkan fakta dengan kesimpulan
yang kuat (sahih).25 Sehingga penulis memerlukan observasi terhadap
antara lain dokumen resmi, catatan pribadi, surat-menyurat dan
dokumen peninggalan lainnya.
2.

Pendekatan Penelitian
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah, dan
pendekatan konseptual. Pendekatan perundang-undangan dilakukan
dengan cara menelaah produk perundang-undangan yang berkaitan
dengan penelitian yang akan diteliti. Pendekatan sejarah berusaha
untuk mengadakan identifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan

25

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (ed. 1, 12), Rajawali Pers, Jakarta,
2011, hlm 34.

10

hukum, yang dapat dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah
peraturan perundang-undangan.26
Jadi dapat dilihat tahapan perkembangan hukum atau perkembangan
peraturan

perundang-undangan

di

Indonesia.

Dan

pendekatan

konseptual dilakukan dengan cara menelah pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin dalam ilmu hukum.
3.

Sumber Data
Dalam penulisan ini, penulis memperoleh data dari penelitian
kepustakaan (library research). Data yang digunakan dalam penulisan
guna mengumpulkan bahan penelitian diambil dari data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka (Penelitian Kepustakaan).
Data sekunder ini terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
karena dikeluarkan oleh pemerintah dan berbentuk peraturan
perundang-undangan.27 Bahan hukum primer ini terdiri dari :
1) Undang-Undang

Nomor

12

Tahun

2011

Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; dan
2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

26
27

Ibid, hlm 98.
Soerjono Soekanto, Op. cit, hlm. 52.

11

3) Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 138/PUU-VI/2009.
4) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Persidangan Mahkamah Konstitusi.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberi
penjelasan atau keterangan mengenai bahan hukum primer yang
berupa Rancangan Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan
Pemerintah, buku-buku yang ditulis oleh para sarjana hukum,
literatur hasil penelitian yang telah dipublikasikan, jurnal-jurnal
hukum, artikel, makalah, situs internet, dan lain sebagainya.28
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
maupun

bahan

hukum

sekunder.29

Bahan-bahan

hukum

tertierantara lain:
1) Kamus Hukum
2) Kamus Bahasa Indonesia
3) Kamus Bahasa Inggris
4.

Metode Pengumpulan Data
Data yang bermanfaat bagi penulisan ini diperoleh dengan
menggunakan:
a. Studi Kepustakaan

28

Ibid.
Ibid.

29

12

Studi kepustakaan atau bahan pustaka, yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari
bahan-bahan kepustakaan atau data tertulis, terutama yang
berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, lalu
menganalisis isi data tersebut.
b. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan dengan cara mempelajari dan
menganalisis bahan-bahan tertulis yang didapatkan dalam
bahan hukum primer seperti Undang-Undang Dasar,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
5.

Pengolahan Data
Terhadap semua data dan bahan yang diperoleh dari hasil penelitian
diolah dengan cara :
a) editing, yaitu data yang diperoleh baik dari studi pustaka
maupun hasil wawancara akan diteliti dan diedit kembali
untuk memastikan catatan-catatan sudah cukup baik untuk
keperluan proses berikutnya.30
b) Coding, data yang telah di editing tersebut kemudian
dilakukan

30

coding

yaitu

pemberian

kode

untuk

Bambang Sunggono, Op. Cit, hlm 125.

13

mengklasifikasikan berdasarkan sumbernya dan jawaban
responden.31
6.

Analisis Data
Bahan hukum primer dan sekunder yang telah diperoleh akan
dianalisis kembali secara kualitatif, yaitu dengan memperlihatkan
fakta-fakta dan data hukum yang dianalisis dengan uraian kualitatif
untuk mengetahui bagaimana proses penetapan Perppu oleh Presiden,
serta deskriptif analisis, yaitu dari penelitian yang telah dilakukan nanti
diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh dan
sistematis tentang hai ihwal kegentingan yang memaksa dalam Perppu
Nomor 1 Tahun 2013. Setelah dianalisis, penulis akan menjadikan
hasil analisis tersebut menjadi suatu karya tulis berbentuk skripsi.

31

Ibid, hlm 126.

14

Dokumen yang terkait

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Mediasi Di Pengadilan Pasca Keluarnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

0 24 135

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Kutai Timur)

2 168 113

KAJIAN YURIDIS PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTENG PEMBERANTASAN TIND

0 4 66

Syarat Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Dalam Pembuatan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Studi Analisis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota)

2 57 90

JUDICIAL REVIEW UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TE

0 0 6

UNDANG-UNDAN G REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG -UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 35

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

0 0 15

DINAMIKA POLITIK LEGISLASI DALAM KONTEKS UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR

0 0 16

Tinjauan Yuridis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonnesia (Perppu-RI) Nomor : 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi - Eprints UNPAM

0 0 26