Perzinahan Dalam Presfektif Islam Sebagai Alternatif Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Perzinahan Di Indonesia

20

BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PERZINAHAN

A. Ketentuan Perbuatan Zinah Menurut KUHP
Perzinahan adalah persetubuhan yang di lakukan di luar pernikahan, yang di
mana persetubuhan tersebut di lakukan antara manusia dan manusia, laki-laki dan
perempuan. R Soesilo mengemukakan “persetubuhan adalah apabila anggota kelamin
pria telah masuk ke dalam lobang alat kelamin wanita sedemikian rupa sehinnga akhirnya
mengeluarkan mani”. 44 Pendapat tersebut berbanding terbalik dengan J.E. Sahetapy, yang
mengemukakan “bahwa apabila berpangkal tolak dari pembuktian perzinahan dan

bukan berpangkal tolak dari pembuktian kebapakan dari anak ini secara biologik
maka penambahan kata-kata “sehingga mengeluarkan air mani” adalah sangat
berlebihan. Bahkan sangat sulit dibuktikan, karena bukanlah kompetensi hukum
pidana untuk menentukan kebapakan dan keturunan, melainkan termasuk wewenang
dan ruang lingkup hukum perdata”. 45
Uraian di atas telah memberikan gambaran tentang persetubuhan. Akan tetapi,
persetubuhan tidak lah seharusnya sebatas keluarnya air mani saja tetapi persetubuhan yang


di maksud adalah masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan
seperti pulpen masuk ke dalam tutupnya atau pipet di masukkan ke dalam botol
minuman.
44

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , (Bogor: Politea, 1993), hal. 209
Lihat di http://andukot.files.wordpress.com/2010/05/tinjaun-yuridis-atas-delikperzinahan.pdf Di akses pada tanggal 1 oktober 2013
45

20
Universitas Sumatera Utara

21

Ketentuan perzinahan dalam KUHP di atur dalam Bab XIV tentang kejahatan
terhadap kesusilaan dan secara khusus mengatur perzinahan pada pasal 284 yang
berbunyi : 46
(1) Di hukum penjara selama-lamanya sembilan bulan:
1. a. laki-laki yang beristeri, berbuat zina, sedang di ketahuinya bahwa
pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) berlaku

padanya;
b. perempuan yang bersuami berbuat zina.
2. a. laki-laki yang melakukan perbuatan itu, sedang di ketahuinya, bahwa
kawannya itu bersuami;
b. perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu,
sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu beristeri dan pasal 27
Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku pada kawannya itu.
(2) Penuntutan hanya di lakukan atas pengaduan suami (isteri yang mendapat
malu dan jika pada suami (isteri) itu berlaku pada pasal 27 Kitab Undanguandang Hukum Perdata (sipil) dalam tempo 3 bulan sesudah pengaduan
itu, di ikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai di tempat tidur
dan meja makan oleh perbuatan itu juga.
(3) Tentang pengaduan pasal 72,73 dan 75 tidak berlaku
(4) Pengaduan itu boleh di cabut selama pemeriksaan di muka sidang
pengadilan belum di mulai.
(5) Kalau bagi suami dan isteri itu berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata(sipil) maka pengaduan itu tidak di indahkan, sebelumnya
mereka itu bercerai, atau sebelum keputusa hakim tentang perceraian
tempat tidur dan meja makan mendapat ketetapan.
Ketentuan pasal 248 dalam KUHP ini perzinahan adalah hubungan seksual
(persetubuhan) di luar pernikahan hanya merupakan suatu kejahatan (delik

perzinahan) apabila para pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang yang telah
terikat dalam perkawinan dengan orang lain dan tidak merupakan suatu delik
perzinahan jika kedua pelaku tidak terikat pernikahan dengan kata lain lajang dan

46

R. Soesilo,Op.Cit , hal. 208-209

Universitas Sumatera Utara

22

gadis. 47 Ketentuan pada pasal ini juga membedakan antara yang tunduk pada pasal 27
KUHPerdata dan yang tidak tunduk pada pasal ini. Pasal 27 KUHPerdata menyatakan
bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya di bolehkan mempunyai satu
orang wanita sebagai isterinya, 48 yang berarti laki-laki dan perempuan di larang atau
di anggap melakukan perzinahan apabila bersetubuh dengan orang lain selain isteri
atau suaminya. Ketentuan ini berbeda dengan laki-laki yang tidak tunduk pada pasal
27 KUHPerdata yaitu laki-laki yang beragama islam yang boleh beristri lebih dari
satu. 49

Tindak pidana perzinahan atau overspel 50 yang dimaksud dalam Pasal 284
KUHP ayat (1) KUHP itu merupakan suatu opzettleijk delict atau merupakan tindak
pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Menurut Simons, untuk adanya suatu
perzinahan menurut Pasal 284 KUHP itu diperlukan adanya suatu

vleeslijk

gemeenschap atau diperlukan adanya suatu hubungan alat-alat kelamin yang selesai
dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita Sehingga apabila dilakukan
oleh dua orang yang berjenis kelamin sama bukan merupakan perzinahan yang
dimaksud dalam Pasal 284 KUHP.

47

Ahmad Syaiful Anam, Ed, Op. Cit, hal. 99
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita,1992), hal.7
49
Lihat Pada Pasal 3-5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
50

Dari berbagai terjemahan Wetbook van Straafrechts yang beredar di pasaran, para pakar
hukum Indonesia berbeda pendapat mengenai penggunaan istilah pengganti dari overspel. Hal ini
dikarenakan bahasa asli yang digunakan dalam KUHP adalah bahasa Belanda. Ada pendapat
yangmenggunakan istilah zina. Sedangkan pendapat lain menggunakan kata atau istilah mukah atau
gendak. Lihat di http://andukot.files.wordpress.com/2010/05/tinjaun-yuridis-atas-delik-perzinahan.pdf
Di akses pada tanggal 1 oktober 2013
48

Universitas Sumatera Utara

23

Pasal ini juga menentukan bahwa yang di jerat dengan perzinahan bukan
hanya orang yang bersuami atau yang beristri saja, melainkan pasangan zinanya
(turut berbuat zina) baik laki-laki maupun perempuan, meskipun yang turut berbuat
zina lajang/belum terikat perkawinan, sepanjang laki-laki atau perempuan itu
mengetahui pasangan zinanya sudah beristri atau sudah bersuami. Akan tetapi Ahmad
Bahiej mengemukakan bahwa pasangan (partner) zina lajang atau gadis (belum
menikah) hanya dianggap sebagai peserta pelaku (medepleger).
Perzinahan dalam KUHP menetapkan perzinahan salah satu delik aduan

absolut (absolutklacht delict) 51, artinya meskipun telah terjadi perzinahan pelakunya
tidak dapat di tuntut pidana apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami isteri yang
di rugikan. Delik aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat di tuntut apabila ada
pengaduan dari orang yang di rugikan. Sebagaimana yang di anut oleh KUHP delik
aduan absolutmerupakan delik yang menurut sifatnya dalam keadaan apapun hanya
dapat di tuntut berdasarkan pengaduan. Tindakan pengaduan di sini di perlukan untuk
menuntut peristiwanya sehingga semua yang bersangkut paut dengan itu harus di
tuntut. 52 Delik aduan absolut bersifat onsplitsbaar (tidak dapat di pecahkan) sehingga
penuntutannya tidak hanya berlaku terhadap orang yang namanya di sebut oleh
pengadu, tetapi juga terhadap orang lain sebagai peserta kejahatan walaupun namanya
tidak di sebutkan dalam pengaduan.

51
52

Ahmad Syaiful Anam, Ed, Loc. Cit
Ibid, hal. 104-105

Universitas Sumatera Utara


24

Hooge Raad menjelaskan adanya ketentuan antara pelaku dengan pihakpihak yang turut serta dalam delik perzinahan sehingga delik perzinahan itu dapat
terjadi. Proses penyidikan dari kepolisian tidak hanya melakukan penyidikan terhadap
orang yang diadukan oleh pengadu melainkan juga terhadap orang-orang yang
terlibat dalam kejahatan itu, misalnya orang yang menyuruhlakukan, orang yang turut
melakukan (medepleger) atau orang yang menggerakkan (oitlokker).
Pasal 284 KUHP merupakan suatu absoluut klachdelict sehingga pengaduan
terhadap laki-laki yang melakukan perzinahan juga merupakan pengaduan terhadap
isteri yang berzinah, sedang jaksa berwenang untuk atas oportunitas hanya
mengadakan penuntutan terhadap salah seorang dari mereka. Ketentuan ini mengatur
bahwa undang-undang menentukan bagi gugatan yang dimaksudkan dalam Pasal 284
ayat (2) KUHP itu tidak berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 72, 73
dan 75 KUHP.
Adapun ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal itu adalah 53
Pasal 72
(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas
pengaduan, umurnya belum cukup umur enam belas tahun dan lagi
belum dewasa, atau selama ia di bawah pengampuan yang disebabkan
oleh hal lain dari pada keborosan, maka yang berhak mengadu adalah

wakilnya yang sah dalam perkara perdata.
(2) Jika wakil itu tidak ada atau ia sendiri yang harus diadukan maka
penuntutan dapat dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau wali
pengampu atau majelis yang menjalankan kewajiban wali pengawas
atau kewajiban wali pengampu itu. Demikian juga atas pengaduan istri
atau seorang keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, atau bila tidak
53

Lihat
di
http://andukot.files.wordpress.com/2010/05/tinjaun-yuridis-atas-delikperzinahan.pdf Di akses pada tanggal 1 oktober 2013

Universitas Sumatera Utara

25

ada keluarga sedarah itu, atas pengaduan sedarah dalam turunan yang
menyimpang sampai derajat ke tiga.
Pasal 73
Jika orang yang terkena kejahatan itu meninggal dunia dalam tempo

yang ditetapkan dalam pasal berikut, maka tanpa menambah tempo itu,
penuntutan dapat dilakukan ataspengaduan orang tuanya, anaknya atau
suami/isterinya yang masih hidup kecuali jika dapat dibuktikan bahwa yang
meninggal itu tidak menghendaki penuntutan.
Pasal 75
Barangsiapa mengajukan penuntutan, ia berhak akan menarik kembali
pengaduannya dalam tempo tiga bulan terhitung mulai pengaduan diadukan.
Ada beberapa alasan dan pertimbangan mensyaratkan adanya pengaduan bagi
delik-delik tertentu Von Liszt Berner dan Von Swinderen mengemukakan pentingnya
lembaga pengaduan ini karena di pandang secara objektif pada beberapa delik
tertentu itu kerugian material dan ideal dari orang yang secara langsung di rugikan
harus lebih di utamakan dari pada kerugian-kerugian lain pada umumnya. 54 Jonkers
juga memberikan alasan terhadap adanya lembaga pengaduan dalam delik tertentu
dengan berargumentasi bahwa dalam beberapa hal kepentingan orang yang
bersangkutan untuk tidak mengadakan tuntutan dalam suatu perkara lebih besar dari
pada kepentingan negara untuk menuntut perkara itu. 55

54

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984),


hal.207
55

Ahmad Syaiful Anam, Op.Cit, hal. 103

Universitas Sumatera Utara

26

Perzinahan merupakan delik umum apabila menyetubuhi anak yang belum
dewasa di luar perkawinan dan menyebabkan luka atau kematian 56 sebagaimana yang
telah di tentukan pada pasal 291 dan 294. 57
Sebagai perbandingan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Pidana
2012 mengatur tentang perzinahan pada BAB XVI tindakpidana kesusilaan bagian
keempat zina dan perbuatan cabul pada pasal 483 yaitu:
(1) Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
a. Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. Perempuan

yang
berada
dalam
ikatan
perkawinan
melakukanpersetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c. Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan
tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki
tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam
perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdilakukan
penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang
tercemar.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang
pengadilan belum dimulai.

56

Neng Djubaidah, Op.Cit, hal. 68
Pasal 291 KUHPidana berbunyi: (1) kalau salah satu kejahatan yang yang di terangkan
pada pasal 286, 287, 289, dan 290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh, di jatuhkan hukuman
penjara selama-lamanya dua belas tahun; (2) kalau salah satu kejahatan yang di terangkan pada pasal
285,286,287,dan 290 itu menyebabkan orang mati, di jatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima
belas tahun.
Pasal 294 KUHPidana berbunyi: (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan
anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya,anak peliharaanya,atau dengan seorang
yang belum dewasa yang di percayakan padanya untuk di tanggung, di didik atau di jaga atau dengan
bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa di hukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
57

Universitas Sumatera Utara

27

Bunyi pasal 438 yang terdapat dalam RUU hukum pidana telah mengalami
perkembangan. Artinya, dalam undang-undang tersebut telah ada penjeratan terhadap
para pihak yang melakukan zina tanpa terikat perkawinan yang sah. Namun bunyi,
pasal 438 ayat 2, mengenai pihak-pihak yang dapat melakukan pengaduan kepada
penegak hukum atau polisi cenderung kurang tajam sifatnya. Hal ini terjadi karena
jika pada bagian pihak ketiga yang merasa tercemar terus dipertahankan maka tempat
prostitusi atau lokalisasi pelacuran akan tetap berkembang pesat. Seharusnya untuk
pihak ketiga dapat lebih dipertegas dengan kata “setiap orang yang melihat dan
mengetahui”. Makna orang disini harus dipahami sebagai orang yang cakap dalam
melakukan perbuatan hukum.

B. Ketentuan Perbuatan Zina Dalam Hukum Pidana Islam
Tindak pidana (jarimah)adalah perbuatan-perbuatan yang di larang oleh
syarak yang di ancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau takzir. 58
Larangan-larangan syarak tersebut adakalanya berupa perbuatan yang di larang atau
meninggalkan perbuatan yang di perintahkan.
Hukum Pidana

Islam merupakan syari’at Allah yang mengandung

kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik dunia dan akhirat, syari’at Islam secara
materil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksanakannya
demi kebaikan dirinya dan orang lain. 59

58
59

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 87
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007).hal.1

Universitas Sumatera Utara

28

Fuqaha pada umumnya membagi perbuatan pidana berdasarkan kewenangan
penghukuman dan penentuan hukuman, yaitu menjadi tiga (3) bagian, pidana hudud,
pidana takzir, serta pidana qishash /diyat. 60
1. Defenisi zinah
Perbuatan zinah adalah perbuatan tercela yang agama

melarang untuk

melakukannya, termasuk Islam yang memandang zina perbuatan yang keji.
Al-Qur’an Allah berfirman yang artinya:
“ Dan jangan lah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Israa’ 32)
Perzinahan adalah salah satu tindak pidana yang di ancam oleh Allah dengan
hudud, yang artinya perbuatan pidananya diancam dengan hadd yaitu hukuman yang
di tentukan jenis dan jumlah hukumannya dan menjadi hak Allah.
Para ulama dalam memberikan defenisi zina berbeda redaksinya, namun
dalam subtansinya hampir sama. Beberapa pendapat ulama tentang definisi zina: 61
a.

b.
c.
d.
e.

Ulama malikiyah zina adalah perbuatan mukallaf yang menyetubuhi farji
anak adam yang bukan miliknya secara sepakat (tanpa ada syubhat) dan
sengaja.
Ulama hanafiyah zina adalah perbuatan lelaki yang menyetubuhi
perempuan di dalam kubul tanpa ada milik dan menyerupai milik.
Ulama sayafi’iyah zina adalah memasukkan zakar ke dalam farji yang
haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang syahwat.
Ulama hanabilah zina perbuatan keji pada kubul dan dubur.
Ulama zahiriyah zina adalah menyetubuhi orang yang tidak halal di lihat,
padahal ia tahu hukum keharamanya, atau persetubuhan yang di haramkan.

60

Madiasa Ablisar, Hukuman Cambuk Sebagai Alternatif Pemidanaan Dalam Rangka
Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Medan:USU Pers,2011).hal.44
61
Ibid,hal.153-154

Universitas Sumatera Utara

29

f.

Ulama zaidiyah memasukkan kemaluan orang yang hidup yang di
haramkan, baik ke dalam kubul maupun dubur tanpa ada syubhat.
Dari beberapa pendapat ulama dapat di simpulkan perzinahan adalah

persetubuhan antara laki-laki dan perempuan di lakukan di luar pernikahan yang
sah/bukan pasangan suami istri dan keduanya mukallaf/dewasa dan persetubuhan itu
tidak termasuk dalam takrif “wati syubhat” (persetubuhan yang meragukan). 62
2. Ketentuan Perbuatan Zina yang di ancamkan pidana hudud
Persetubuhan dalam Farji ( al-wath’u)yaitu penetrasi batang kemaluan lakilaki ke dalam lubang kemaluan perempuan sekadar ukuran hasyafah (kepala penis) 63.
Zina terbagi dua jenis yaitu: 64
a. Zina muhsan yaitu perzinahan yang di lakukan oleh orang yang sudah menikah.
b. Zina ghairu muhsan yaitu perzinahan yang di lakukan oleh orang yang belum
menikah.
Dalam Islam perzinahan tidak hanya menjerat yang terikat perkawinan saja
akan tetapi lajang/gadis juga di jerat apabila melakukan perzinahan. Yang
membedakan nya had yang di tetapkan berbeda antara terikat perkawanin dan tidak
terikat perkawinan.

62

Haji Sa’id Haji Ibrahim, Qanun Jinayah Syari’ah Dan Sistem Kehakiman Dalam
Perundangan Islam Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, (Kuala Lumpur:Darul Ma’rifah,1996).hal.25
63
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hal.
303
64
Haji Sa’id Haji Ibrahim, Op.Cit, hal. 27

Universitas Sumatera Utara

30

Penjatuhan pidana hudud islam sangat berhati-hati, zina yang di ancamkan
pidana hudud adalah zina yang dalam arti persetubuhan seperti penjelasan di atas.
Jika ada keragu-raguan pidana hudud gugur.
a. Persetubuhan dengan syubhat
Syubhat adalah sesuatu yang menyerupai pasti tetapi tidak pasti 65. Ulama
zahiriyah berpendapat hudud tidak bisa di gugurkan dan di tegakkan dengan
syubhat yang berarti apabila tidak bisa di buktikan hukuman had tidak bisa di
tegakkan dengan syubhat. Dasar perbedaan dalam menentukan syubhat adalah
perbedaan mengenai penilaian dan perkiraan, satu pihak memandang suatu
peristiwa syubhat sementara pihak lain mengatakan tidak syubhat. 66 Hubungannya
dengan persetubuhan yang di anggap sebagai syubhat adalah apabila terdapat suatu
keadaan yang meragukan, apakah persetubuhan itu di larang atau tidak.
Ulama syafi’i membagi syubhat menjadi 3 jenis: 67
(a) Syubhat objektif, contohnya menyetubuhi istri sedang haid, berpuasa, atau
meyetubuhi istri melalui duburnya. Syubhat ini terjadi pada tempat
persetubuhan yang di haramkan, karena tempat tersebut adalah milik suami,
sedangkan sebahagian hak suami adalah menyetubuhi istri. Karena suami di
larang menyetubuhi istri dari dubur atau sedang haid dan puasa maka
persetubuhan menimbulkan syubhat, di karenakan adanya syubhat ini
menuntut gugurnya hukuman hudud.
(b) Syubhat objektif contohnya orang yang menyetubuhi perempuan yang
datang padanya yang ia duga sebagai istrinya, padahal bukan. Syubhat ini
berdasarkan dugaan dan keyakinan pelaku bahwa ia tidak melakukan
keharaman.

65

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 161
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hal. 17
67
Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 161-163

66

Universitas Sumatera Utara

31

(c) Syubhat yuridis maksudnya adalah adanya keserupaan antara halal dan
haram. Dasar syubhat ini adalah adanya perbedaan pendapat di kalangan
fukaha mengenai perbuatan pidana tersebut.
Para fuqaha sependapat bahwa persetubuhan yang di anggap zinah serta di
ancamkan pidana hudud adalah persetubuhan (penetrasi batang kemaluan laki-laki ke
dalam lubang kemaluan perempuan sekadar ukuran hasyafah/kepala penis), yang di
lakukan dengan sengaja antara laki-laki dan perempuan. Jika persetubuhan nya lain
pengertian dari itu pidana hudud gugur, contohnya hanya melakukan senggama di
sekitar leher tidak di ancam pidana hudud akan tetapi tetap perbuatan dilarang agama
dan di ancam pidana takzir.
3. Pembuktian Untuk Menetapkan Tindak Pidana Perzinahan
Tindak pidana perzinahan hanya bisa di buktikan dengan empat hal, yaitu: 68
a. Kesaksian
Kesaksian dalam hukum Islam di kenal dengan sebutan syahadah, menurut
syarak kesaksian adalah pemberitaan yang pasti yaitu ucapan yang keluar yang di
peroleh dengan kesaksian langsung atau dari pengetahuan yang di peroleh dari orang
lain karena beritanya telah tersebar. 69
Kesaksian di maksudkan untuk memelihara hak, jika saksi menolak untuk di
jadikan saksi maka boleh di panggil paksa. 70
Allah SWT berfirman yang artinya:

68

Ibid, hal. 43-44
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 73
70
Ibid, hal. 74
69

Universitas Sumatera Utara

32

“ janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka di panggil”
(Al-Baqarah ayat 282)
1) Syarat-syarat kesaksian
(a) Saksi berjumlah 4 orang
Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 15 yang artinya : 71
“dan terhadap para wanita yang berbuat keji, hendaklah ada empat orang saksi di
antara kamu yang menyaksikan”
Syarat dalam mengajukan saksi adalah 4 orang saksi laki-laki dan tidak di
terima saksi perempuan, jika ada jumlah saksi kurang dari empat orang dalam
persidangan atas suatu perzinahan ulama sepakat para saksi di jatuhi had qadzf. 72
Kesaksian harus pada waktu dan tempat yang sama jika memberi kesaksian tidak
pada waktu dan tempat yang sama tidak bisa di terima kesaksiannya dan mereka
akan di kenakan had menuduh berzina (qadzf ). 73
(b) Baligh, orang yang telah dewasa mengikuti syarat-sayarat yang di tentukan oleh
syarak.
(c) Berakal,yang mempunyai akal pikiran yang sehat tidak gila.
(d) Adil, orang yang tidak melakukan dosa besar dan tidak terus menerus
melakukan dosa kecil, tidak di terima kesaksian orang-orang fasik dan orangorang yang tidak jelas kepribadiannya yang tidak di ketahui keadilannya.

71

Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal. 324
Ibid, hal.325
73
Haliman, Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Adjaran Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), hal. 398
72

Universitas Sumatera Utara

33

(e) Saksi saksi kesemuanya beragama islam, kesaksian non muslim terhadap orang
Islam menurut kesepakatan fukaha tidak di terima kesaksiannya. Sedangkan
kesaksian orang Islam terhadap non muslim menurut ulama hanafi di
perbolehkan. 74
(f) Saksi-saksi harus benar-benar melihat dengan matanya sendiri zakar laki-laki
masuk dalam farj perempuan.
Perzinahan tidak di lakukan secara terang-terangan sehingga sangat sulit
untuk membuktikan perzinahan dan hampir mustahil, dalam sejarah Islam belum
pernah terjadi hukuman hudud melalui pembuktian pada tindak pidana perzinahan
akan tetapi yang pernah terjadi melalui pengakuan. Hasballah Thaib mengemukakan
tidak akan ada manusia yang sanggup di saksikan berzina oleh empat (4) orang
kecuali binatang.Akan tetapi ini adalah bukan kelemahan dari hukum itu bahkan
justru kehati-hatian hukum Islam untuk menghindari adanya menuduh berzina
(qazhf).
b. Pengakuan (ikrar)
Pengakuan menurut bahasa ialah menetapkan dan mengakui sesuatu hak
dengan tidak mengingkari. Sacara istilah pengakuan adalah mengabarkan sesuatu hak
bagi orang lain. 75

74
75

Anshoruddin, Op.Cit, hal.80
Ibid, hal. 93

Universitas Sumatera Utara

34

Pelaku perzinahan Abu Hanifah dan Ahmad Bin Hanbal mensyaratkan pada
pelaku perzinahan harus mengaku sebanyak empat (4) kali pengakuan hal ini di
kiaskan dengan syarat saksi yaitu empat (4) orang. 76
Syarat-syarat pengakuan : 77
1)
2)
3)
4)

5)

Pengakuan harus di depan hakim.
Pengakuan harus berasal dari yang siuman dan waras.
Pengakuan harus dari yang dewasa menurut syarak.
Pengakuan harus dari lisan yaitu dengan mulut dan lafaz, kecuali orang
bisu diterima pengakuannya melalui tulisan atau isyarat lain yang bisa di
pahami.
Pengakuan haruslah jelas mengenai perbuatan zina tanpa menimbulkan
syubhat.

c. Qarinah (indikasi)
Qarinah secara bahasa di ambil dari kata muqaronah yang berarti
mushohabah yang artinya pengertian/petunjuk. Secara istilah qarinah adalah tandatanda yang merupakan hasil kesimpulan hakim dalam menangani berbagai kasus
melalui ijtihad.

78

Contohnya kehamilan perempuan yang belum menikah adalah

indikasi telah terjadi perzinahan, hukuman hudud bagi perempuan hamil bisa gugur
apabila terjadi karena ada paksaan atau selaput dara masih utuh.
A.Rasyid mengemukakan qarinah harus memeliki kreteria yaitu: 79
a. Harus jelas dan meyakinkan tidak akan di bantah manusia normal atau
berakal,

76

Ashin Sakho Muhammad, Ed, Op.Cit, hal. 222
Haji Sa’id Haji Ibrahim, Op.Cit, hal. 45
78
Anshoruddin, Op.Cit, hal. 88
79
Ibid, hal. 89

77

Universitas Sumatera Utara

35

b. Qarinah menurut Undang-Undang di lingkungan peradilan sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum Islam.

C. Perbandingan Pengaturan Ketentuan Tindak Pidana Perzinahan Menurut
KUHP Dengan Hukum Pidana Islam
KUHP merumuskan bahwa hubungan seksual di luar nikah hanya merupakan
kejahatan (delik) apabila pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang yang terikat
perkawinan. Jika salah satu pelaku perzinahan lajang tidak termasuk delik
perzinahan. Jika di tinjau dari aspek pendekatan nilai (value oriented approach)
adalah tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan masyarakat Indonesia yang religius.
Menurut J.E Sahetapy, perbuatan bersetubuh yang tidak sah berarti
persetubuhan yang bukan saja dilakukan oleh suami atau isteri di luar lembaga
perkawinan, tetapi juga persetubuhan yang dilakukan oleh pria dan wanita di mana
keduanya belum menikah, kendatipun sudah bertunangan. Sah di sini harus
ditafsirkan sah dalam ruang lingkup lembaga perkawinan. Sehingga zina meliputi
pula fornication yaitu persetubuhan yang dilakukan secara suka rela antara seorang
yang belum menikah dengan seseorang dari sex yang berlawanan (yang belum
menikah juga). Meskipun persetubuhan itu bersifat volunter, atas dasar suka sama
suka, namun perbuatan bersetubuh itu tetap tidak sah. Menurut anggota masyarakat,
persetubuhan yang sah hanya dilakukan dalam lmbaga perkawinan. Dengan demikian
pengertian berzinah mencakup pengertian overspel, fornication dan prostitusi.

Universitas Sumatera Utara

36

Hukum pidana islam merumuskan delik perzinahan bukan hanya hubungan
seksual yang di lakukan oleh orang-orang yang sudah berkeluarga (terikat
perkawinan) saja, tetapi juga oleh orang-orang yang sama-sama belum menikah
asalkan perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja dan atas kemauan sendiri dan
juga pelakunya sudah mukallaf (dewasa).
Indonesia negara yang berlandaskan pancasila dan mengakui agama, dan
mayoritas penduduknya pemeluk agama Islam. Sebagai seorang muslim sudah
sepatutnya menjalankan syariah agamanya secara utuh .
Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya “Masuklah kedalam Islam
secara menyeluruh” (Al-Baqarah 208)
Dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia hukum Islam dapat di
jadikan alternatif hukum yaitu, seharusnya perzinahan di Indonesia tidak hanya
menjerat yang terikat perkawinan saja akan tetapi juga menjerat yang tidak terikat
perkawinan seperti yang tertera dalam hukum Islam.
KUHP pasal 284 ayat (2) delik perzinahan merupakan delik aduan obsolut
artinya perzinahan itu hanya bisa di tuntut di muka hukum jika ada pengaduan dari
suami istri yang bersangkutan. Sifat dan kedudukan delik perzinahan sebagai delik
absolut ini telah menimbulkan masalah dan sering di pertanyakan oleh berbagai
pihak, sebagai kebijakan yang tidak bijaksana dan berorientasikan pada nilai-nilai
yang hidup dalam kehidupan masyarakat. 80 Dalam masyarakat Indonesia yang

80

Ahmad Syaiful Anam, Ed, Op.Cit, hal. 133

Universitas Sumatera Utara

37

perzinahan bukanlah masalah private tetapi sudah menjadi masalah sosial dan
melanggar norma-norma agama dan moralitas publik.
Pandangan hukum pidana islam tidak memandang zina sebagai delik aduan,
tetapi dipandang sebagai dosa besar yang harus di tindak tanpa menunggu pengaduan
dari orang-orang yang bersangkutan. Jika persyaratan saksi-saksi telah terpenuhi
maka qodhi (hakim) dapat memutuskan perkara perzinahan itu. Saksi di sini tidak
menutup kemungkinan dari suami/isteri pelaku atau pun orang lain, maka perzinahan
tidak hanya menjadi delik aduan seperti yang di rumuskan di KUHP.
Islam juga memerintahkan untuk mencegah perbuatan keji dan munkar dan
zina adalah salah satu perbuatan itu, Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu
berkata:
Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan
tanganmu, jika kamu tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu dan jika kamu
tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman “
(Imam Muslim Rahimahullahu)
Hadist di atas menjelaskan bahwa rasulullah memerintahkan ditujukan kepada
bagi siapa saja yang telah sampai kepadanya perkara kemungkaran, baik dengan
melihat ataupun dengan mendengar. Maksudnya yang paling diinginkan adalah usaha
untuk merubah kemungkaran itu sesuai dengan kemampuan.Bagi seorang muslim,
Allah SWT memerintahkan untuk mencegah perbuatan keji dan munkar (anil fahsai’
wal munkar).

Universitas Sumatera Utara