Akurasi Rasio Na K Urin Sewaktu Terhadap Natrium Urin 24 Jam Dalam Menilai Efektivitas Diuretik Pada Penderita Sirosis Hati Dengan Asites Di RSUP.Haji Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sirosis hati
2.1. 1.Definisi
Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani, yang
berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi.Istilah sirosis
diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.11,12 Definisi sirosis
berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah suatu proses difus yang
ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi struktur nodul
abnormal yang tidak memiliki organisasi lobular yang normal.14
Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 13 Banyak bentuk
kerusakan hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan
berlebihan matriks ekstraselular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam
hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada
sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.12
Progresifitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai beberapa tahun. 11,12,13


4
Universitas Sumatera Utara

5

2.1.2.Epidemiologi

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama
yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di
AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima kehidupan
mereka akibat penyakit ini.11,12 Setiap tahun, 2000 kematian tambahan dikaitkan
dengan kegagalan hati fulminan (KHF). KHF disebabkan hepatitis virus (misalnya,
hepatitis A dan B), obat-obatan (misalnya asetaminofen), racun (misalnya Amanita
phalloides, yellow death cap mushroom), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau
berbagai etiologi lainnya. Penyebab kriptogenik bertanggung jawab atas sepertiga
dari kasus fulminan. Pasien dengan sindrom KHF memiliki tingkat kematian 50-80%
kecuali mereka memperoleh transplantasi hati.12
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta

umat manusia menderita sirosis hati. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya kejadian baru sirosis hati bertambah 3
- 4 juta orang.14 Angka prevalensi penyakit sirosis hati di Indonesia, secara pasti
belum diketahui. Namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia berdasar diagnosis klinis saja didapati prevalensi sirosis hati yang dirawat
di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 – 8,4% di Jawa dan
Sumatera, sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan
rata – rata prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal
penyakit dalam, atau rata – rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita
dengan perbandingan 2,1 : 1 dan usia rata – rata 44 tahun (rentang usia 13 – 88 tahun)
dengan kelompok terbanyak antara usia 40 – 50 tahun. 15

Universitas Sumatera Utara

6

2.1.3.Etiologi dan Patogenesis
Terdapat banyak penyebab sirosis hati (tabel 1),beberapa diantaranya jarang
terjadi, bahkan muncul di masa kecil (misalnya air minum dari pipa tembaga). Sirosis

merupakan penyakit yang diperoleh atau berbasis genetika. Klasifikasi etiologi,
terutama dengan diagnosis dini, harus selalu menjadi prioritas, karena dapat
membantu pengobatan dan juga prognosis. Dengan menggabungkan data klinis
biokimia, histologi, dan epidemiologi penyebab sirosis sebagian besar dapat
ditentukan. Pada masa lalu penyakit hati alkohol merupakan penyebab sirosis yang
paling menonjol di Amerika Serikat. Akhir – akhir ini hepatitis C mulai meningkat
jumlahnya sebagai penyebab utama hepatitis kronik maupun sirosis secara nasional.
Di Indonesia, banyak penelitian menunjukkan bahwa hepatitis B dan C merupakan
penyebab sirosis yang lebih menonjol dibanding penyakit hati alkoholik.12,15,16
Banyak kasus sirosis kriptogenik ternyata disebabkan penyakit perlemakan hati non –
alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease) NAFLD. Bila kasus – kasus sirosis
kriptogenik diteliti, ternyata banyak pasien menunjukkan satu atau lebih faktor resiko
klasik NAFLD seperti : obesitas, diabetes, dan hipertrigliseridemia. Diduga steatosis
berkurang pada beberapa hati penderita, sementara fibrosis hatinya justru
berkembang dengan progresif. Ini yang membuat diagnosis histologi dari NAFLD
menjadi sulit.12,13,16 Sepertiga orang Amerika mempunyai NAFLD, sekitar 2 – 3%
orang Amerika menunjukkan steatosis non – alkoholik (non – alcoholic
steatohepatitis) NASH, yang deposisi lemaknya dalam hepatosit mengalami
komplikasi berupa peradangan atau inflamasi hati dan fibrosis. Diperkirakan 10%
pasien NASH dikemudian hari berkembang menjadi sirosis. NAFLD dan NASH

telah diperkirakan akan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat utama pada
dekade mendatang.12,16
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%), penyakit
hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik
(18%), hepatitis B yang bersamaan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%).12,17

Universitas Sumatera Utara

7

Penyebab lain penyakit hati menahun dan sirosis: hepatitis autoimun, sirosis bilier
primer, sirosis bilier sekunder (berhubungan dengan obstruksi saluran empedu
ekstrahepar menahun), kolangitis sklerosing primer, hemokromatosis, penyakit
Wilson, defisiensi α-1 antitripsin, penyakit granulomatosa (contoh : sarkoidosis),
penyakit glycogen storage type IV, hepatitis imbas obat (contoh : metotreksat, αmetildopa, amidaron), obstruksi aliran vena (contoh : sindrom Budd-Chiari, penyakit
veno-oklusif), gagal jantung kanan kronik dan regurgitasi trikuspid. 12,16,17
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel – sel stelata yang berada
dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi matriks
ekstraseluler. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel – sel hepatosit,

sel – sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai
contoh: peningkatan kadar TGF - 1 dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronik
dan sirosis. TGF - 1 selanjutnya akan merangsang sel – sel stelata yang aktif untuk
memproduksi kolagen tipe I.11,12 Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse
(ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan
menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel – sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat
konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel – sel stelata dapat memicu
terjadinya hipertensi portal.11,12,18

Universitas Sumatera Utara

8

Tabel 2.1 Etiologi Sirosis Hati.13

2.1.4 Manifestasi klinis
Keluhan subjektif dari pasien sirosis bersifat non-karateristik dan ambigu.
Kelelahan dikeluhkan sekitar 60-80% pasien, gangguan tidur (mungkin disebabkan
oleh gangguan irama melatonin), keluhan gangguan saluran cerna (50-60%), dan
gangguan mental kadang dikeluhkan oleh pasien.19

Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain
adalah: kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual,
penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan produksi
faktor-faktor pembeku darah).

11,12,20

Hepatic myelopati dengan paraparesis spastic

jarang terjadi, terdapat terutama pada tahap lanjut dari sirosis. Gejala dari neuropati
perifer juga dapat terjadi. Kadang terjadi meteorismus dan pada beberapa kasus
timbul asites. Takikardia, hipotensi, dan desah sistolik yang menunjukkan sirkulasi

Universitas Sumatera Utara

9

hiperdinamik juga terjadi. Spider naevi yang timbul menunjukkan terjadinya
gangguan signifikan pada sirkulasi sistemik dan pulmoner.Murmur dapat terdengar
pada


area

umbilical

menampakkan

gejala

(sindrom
feminisasi,

Cruveilhier-Baumgarten).Laki-laki
sedangkan

wanita

menunjukkan

dapat

gejala

hipogonadisme.19
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari
sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi gejala pertama
yang membawa pasien pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap dalam kondisi
kompensata selama bertahun-tahun sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis
dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi, seperti ikterus,
perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Ikterus terjadi karena kegagalan fungsi
hati, dan pengobatan terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali pasien
mendapat transplantasi. 11,12,17,20.
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan perdarahan
varises : stadium 1 (tidak ada varises, tidak ada asites), stadium 2 (ada varises tanpa
asites), stadium 3 (asites dengan atau tanpa varises), dan stadium 4 (perdarahan
dengan atau tanpa asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis
kompensata, sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis dekompensata. 21

2.1.5 Diagnosis
Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi

hati,namun biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius meskipun sangat jarang.
Diagnosis kemungkinan sirosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik , pemeriksaan laboratorium rutin, maupun pemeriksaan pencitraan. Bila
diagnosis sirosis dapat ditegakkan, pemeriksaan lain dikerjakan untuk menentukan
beratnya sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan lain juga dapat dibuat
untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan sirosis seperti : ANA
(Antinuclear antibody), ASMA (Anti – smooth muscle antibody), AMA (Anti –

Universitas Sumatera Utara

10

mitochondrial antibody) yang kadang – kadang dapat ditemukan pada darah pasien
hepatitis autoimun atau sirosis bilier primer. 11,12,17,20 Penilaian atau klasifikasi tingkat
keparahan sirosis diukur dengan menggunakan skor Child – Pugh (tabel 2) 22 dan juga
dapat digunakan skor MELD (Model of End Stage Liver Disease).

Tabel 2.2.Klasifikasi Child – Pugh

(dikutip dari:Cirrhosis and Portal Hypertension :an overview.Handbook of Liver

Disease. 3rd ed. Lawrence S.Friedman, Cheney, et al., 2012)

2.2. Pemberian diuretik pada pasien sirosis hati dengan asites
Sirosis adalahpenyebab terseringdariasitesdi Amerika Serikat, terhitung
sekitar85persen dari kasus.23 Selain itu,asitesadalah komplikasi yang palingumum
darisirosis. Dalam 10 tahun setelah diagnosis sirosis kompensasi, sekitar 58 persen
pasien akan mengalami asites. Pengobatan asites pada pasien dengan sirosis meliputi
berpantang dari alkohol, membatasi diet natrium, dan dengan diuretik.3

Universitas Sumatera Utara

11

Gambar 2.1 Evaluasi dan Terapi Awal Pasien dengan Sirosis Hati dan Asites
(Runyon BA, AASLD Practice Guideline 2013)

Pasien dengan asites harus dibatasi pemasukan natrium untuk 88 mEq ( 2000
mg ) per hari . Pembatasan Natrium saja ( tanpa penambahan diuretik ) hanya
bermanfaat pada sebagian kecil pasien dimana ekskresi natrium urin (tanpa adanya
diuretik ) lebih dari 78 mEq / hari .


Universitas Sumatera Utara

12

Kebanyakan pasien dengan sirosis dan asites mengharuskan baik pembatasan
diet sodium maupun pemakaian diuretik . Ketika diberi pilihan untuk diet lebih ketat
tanpa diuretik atau kurang diet ketat dengan diuretik , kebanyakan pasien memilih
yang kedua . Pendekatan kami adalah untuk meresepkan diuretik dalam kombinasi
dengan pembatasan sodium untuk semua pasien dengan sirosis dan asites klinis
terdeteksi. Dosis diuretik dapat dikurangkan atau sementara dihentikan jika
penurunan berat badan yang cepat. Terapi diuretik biasanya terdiri dari pengobatan
dengan spironolakton dan furosemid dalam rasio 100:40 mg per hari , dengan dosis
dititrasi ke atas setiap tiga sampai lima hari yang diperlukan ( sampai 400 mg
spironolactone dan 160 mg furosemid per hari). 24

2.3.Ekskresi natrium urin pada pasien dengan sirosis hati
Pasien dengan sirosis hati terjadi peningkatan tekana di vena porta, hal ini
menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada sirkulasi splanchnic. Peningkatan tekanan
vena porta juga menyebabkan penrunan akivitas reticuloendotelial sistem,sehingga
terjadi vasodilatasi . Keadaan vasodilatasi menyebabkan keadaan hiperdinamik ,
terjadilah peningkatan cardiac output , penurunan resistensi vascular sistemik. Hal ini
menginduksi renin,angiotensin dan sistem saraf simpatis. Selain itu,terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal karena efek dari vasodilatasi sistemik tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya pengurangan eksresi natrium urin dikarenakan respon dari
renin-angiotensin-aldosteron.25 Pada sindroma hepatorenal,eksresi natrium adalah <
10 mEq/L/hari. Pada pasien dengan eksresi natrium urin < 78 mEq/L/hari, bisa
diprediksikan pasien sudah resisten dengan diuretik. 26,27

Universitas Sumatera Utara

13

Gambar 2.2.. Ekskresi Natrium pada Pasien dengan Sirosis hati

2.4.Resistensi diuretik pada pasien sirosis hati dengan asites.
Asites yang resisten terhadap diuretik biasanya dikaitkan dengan sirosis hati
lanjut , ditandai dengan aktivasi neurohumoral ( sistem simpatis dan renin angiotensin - aldosteron ) , dan ekskresi natrium urin yang sangat rendah , sering
kurang dari 10 mEq / hari meskipun dosis diuretik sudah maksimal. 26, 27
Aktivasineurohumoral menghasilkan vasokonstriksi ginjaldan meningkatkan
reabsorpsi natrium di tubulus proksimal(di bawah pengaruh angiotensin II dan
norepinephrine ) dan

tubulus pengumpul (collecting duct) di bawah pengaruh

aldosteron. Bahkan di antara pasien dengan sirosis non azotemic, mereka dengan

Universitas Sumatera Utara

14

tingkat aktivasi neurohumoral yang lebih besar,akan berkurang respon terhadap
diuretik. 28
Perkembangan resistensi diuretik pada pasien yang sebelumnya sensitif
terhadap diuretik yang paling sering karena perkembangan penyakit hati.3 Namun,hal
itu juga dapat disebabkan oleh dua komplikasi lain dari sirosis: karsinoma
hepatoseluler dan trombosis vena portal. Ultrasonografi dan CT scan pada hati dan
serta pengukuran serum alpha feto protein dapat membantu mendiagnosa atau
menyingkirkan keduanya.29
Perkembangan ke diuretik-resistance pada umumnya bersifat ireversibel
kecuali jika ada komponen reversibel untuk penyakit hati misalnya, hepatitis
alkoholik) atau pasien mengalami transplantasi hatiyang sukses, transjugular
intrahepatik shunt portosystemic stent (TIPS) , atau pembuatan shunt peritoneo vena.
Saat ekskresi natrium urin akan hilang dan berkurang meskipun mendapat diuretik
diuretik, diperkirakan terjadi azotemia progresif dan ketidakseimbangan elektrolit
(misalnya, hiponatremia) . Pada keadaan tersebut diuretik umumnya dihentikan .28,29
Penting untuk dicatat bahwa diuretik tidak menyebabkan sindrom
hepatorenal. Asosiasi ini mungkin tidak tepat karena kebanyakan pasien mendapatkan
diuretik ketika sindrom hepatorenal didiagnosis. Di sisi lain, diuretik dapat
menyebabkan azotemia, terutama jika cairan diekresikan terlalu cepat pada pasien
tanpa edema perifer. Diuretik menginduksi azotemia membaik dengan penghentian
terapi dan penggantian cairan. Sebagai perbandingan, pada sindrom hepatorenal
kondisi biasanya tetap buruk

(kecuali pengobatan yang efektif segera dimulai)

bahkan setelah diuretik dihentikan.29

2.5. Diagnosis resistensi diuretik pada pasien sirosis hati dengan asites
Resistensi asites terhadap diuretik pada pasien dengan sirosis dianggap ada
jika paling tidak salah satu dari kriteria berikut terpenuhi dalam ketiadaan terapi
dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID, yang dapat menyebabkan
vasokonstriksi ginjal dan mengurangi respon diuretik):27

Universitas Sumatera Utara

15



Ketidakmampuan untuk memobilisasi asites (dimanifestasikan oleh minimal
atau tidak ada penurunan berat badan) meskipun dikonfirmasikan dengan
kepatuhan terhadap pembatasan diet sodium (88 mEq [2000 mg] per hari) dan
pemberian dosis diuretik oral sudah maksimal (400 mg per hari
spironolactone dan 160 mg per hari furosemide). 29



Reakumulasi yang cepat cairan setelah paracentesis terapeutik . 29



Perkembangan komplikasi-terkait diuretik, seperti azotemia yang progresif,
ensefalopati, atau ketidakseimbangan elektrolit progresif. 29

Kepatuhan terhadap pembatasan natrium harus dikonfirmasi dengan baik dengan
urin 24 jam yang mengandung < 78 mEq natrium atau sodium urin sewaktu kurang
dari kalium sewaktu (Natrium Kalium spot) .24 Nilai cut of fnatrium 78 mEq
mencerminkan 88 mEq asupan natrium dikurangi 10 mEq kehilangan natrium nonurin. Pasien yang sensitif diuretik akan mengeluarkan ≥ 78 mEq natrium per hari
karena diuretik. 29
Hasil tes urin untuk natrium di interpretasikan sebagai berikut:
●Ekskresi natrium urin ≥78 mEq per hari (atau natrium urin > kalium urin) dan
adanya penurunan berat badan: pasien adalah sensitif diuretik dan patuh terhadap
pembatasan diet sodium.
●Ekskresi natrium urin kalium urin) dan
penurunan berat badan minimal - tidak ada,pasien adalah sensitif diuretik tetapi
tidak patuh terhadap pembatasan natrium.
Pengumpulan urin 24 jam merupakan hal yang penting, karena pengumpulan
yang tidak memadai bisa meng-underestimasi-kan ekskresi natrium. Pengukuran
kreatinin urin biasanya membantu dalam memperkirakan pengumpulan urin yang
tepat. Pria dengan sirosis dan konsentrasi kreatinin serum yang stabil seharusnya
mengeluarkan >15mg kreatinin per kg berat badan perhari, dan perempuan harus

Universitas Sumatera Utara

16

mengeluarkan >10mg/kg per hari.27 Namun, beberapa pasien dengan sirosis stadium
lanjut terjadi pengecilan otot dan tingkat ekskresi kreatinin yang lebih rendah.30 Pada
pasien seperti ini, mungkin sulit untuk menggunakan ekskresi kreatinin sebagai
penanda pengumpulan urin yang memadai.
Ada bukti bahwa rasio natrium/kalium(Na /K) acak sewaktu mungkin hampir
sama baiknya dengan pengumpulan urin 24 jam.

29,31

Dengan tidak adanya terapi

diuretik, pasien dengan asites memiliki konsentrasi natrium urin yang sangat rendah
dan konsentrasi kalium urin tinggi karena hiperaldosteronisme sekunder. Satu studi
menemukan bahwa sekitar 90 % pasien dengan rasio Na/K urin > 1 dalam spesimen
acak mengeksresikan lebih dari 78 mEq/ hari natrium dalam koleksi urin 24 jam. 29
Sepuluh persen pasien yang memiliki resistensi diuretik sejati biasanya telah
ditandai oleh aktivasi neurohumoral, yang menghasilkan vasokonstriksi ginjal dan
meningkatkan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal (di bawah pengaruh
angiotensin II dan norepinephrine) dan collecting duct (di bawah pengaruh
aldosteron).27 Bahkan di antara pasien dengan sirosis non azotemia, dengan tingkat
aktivasi neurohumoral yang lebih besar akan berkurang respon terhadap diuretik.

28,

32.

Studi lain telah mengidentifikasi berbagai cut-off untuk rasio Na/Kurin. Cutoff point dari American Association for the Study of Liver Diseases adalah , dengan
nilai sensitif dan spesifik 64- 95% dan75-92%. Pinto-Marques dkk menunjukkan nilai
cut-off untuk rasio Na / K urin adalah 1,25 dan 2,5 dengan

spesifisitas dan

sensitivitas berkisar antara 72% - 88% dan 85% - 96%, . Park dkk pada tahun 2010
melaporkan bahwa rasio Na/K lebih dari 1,25 sensitif dan spesifik untuk memprediksi
bahwa eksresi natrium urin 24 jam adalah > 78 mmol (sensitif diuretik) . 9

Universitas Sumatera Utara