MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS. docx

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISME
Diajukan sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Pengembangan
Model Pembelajaran

Oleh
DEDI HENDRIADI, S.Kom
NIM : MTP 13.1828

DOSEN PENGAMPU:
1.
2.

DR. H. MARTINIS YAMIN, M.Pd
DR. RISNITA, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SYAIFUDIN JAMBI
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang
terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola
pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih
modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan
pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar
pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan dan teori
pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan
yang sesungguhnya.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang
berkwalitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang
luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan
mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai

lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk
lebih baik dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti
yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan
membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa
mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia
dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap
kenyataan

yang

diinginkannya

untuk

menghasilkan

sebuah


perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa
karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah
pembaharuan

menuju

pengembangan

diri

individu

agar

kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa
berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang
manusia dengan lingkungan tersebut.

2


Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang.
Dasarnya pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari
konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit.
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang
menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran
manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan
dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah,
maktab dan universitas tetapi tidak begitu kentara dan tidak
ditekankan. Menurut paham dari aliran konstruktivisme, ilmu
pengetahuan sekolah tidak boleh dipindahkan dari guru kepada
siswa/anak didik dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu
diberi binaan tentang pengetahuan menurut pengalaman masing –
masing.
Pembelajaran dalam konteks Konstruktivisme merupakan
hasil dari usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk
murid sesuai dengan prinsip Student centered bukan teacher
centered. Blok binaan asas bagi ilmu pengetahuan sekolah ialah
satu skema yaitu suatu aktifitas mental yang digunakan oleh murid
sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan
dalam


proses

pemikiran

anak.

Pikiran

murid

tidak

akan

menghadapi suatu realitas yang berwujud secara terasing dalam
lingkungan sekitar.Kenyataan yang diketahui murid adalah realitas
yang dia bina sendiri. Murid sebenarnya telah mempunyai satu set
ide dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap
kelanjutan pola pengetahuan dan pemikiran mereka.

Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan
baru, guru harus mengambil kira struktur kognitif yang sedia ada
pada mereka. Apabila istilah baru telah disesuaikan dan diserap
untuk dijadikan sebagian dari pegangan kuat mereka, barulah
kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat
dibina. Hal inilah yang biasa dinamakan dengan konstruktivisme.

3

B. POKOK MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka, dapat diangkat
pokok masalah sebagai berikut :
a. Apa itu Konstruktivisme?
b. Apa itu Pendidikan?
C. TUJUAN PENULISAN
Melalui penulisan makalah ini diharapkan nantinya kita bisa
mengetahui seluk beluk tentang Konstruktivisme, dalam dunia
pendidikan.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan yang penulis terapkan dalam

penulisan makalah ini adalah :
1. BAB I : berisikan tentang pendahuluan yang meliputi : latar
belakang masalah, pokok masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : berisikan tentang pembahasan Konstruktivisme.
3. BAB III : berisikan tentang penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.

4

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSTRUKTIVISME
1. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang
berkeyakinan bahawa anak dapat membangun pemahaman
dan pengetahuannya sendiri tentang dunia di sekitarnya.
Dengan kata lain anak dapat membelajarakan dirinya sendiri
melalui berbagai pengalamanya (Bartlett 1932, Jonasson,
1991).1

Konstruktivisme adalah istilah luas yang digunakan oleh para
filsuf, perancang kurikulum, psikologi, pendidik dan lain-lain.
Ernst Von Glasserfeld menyebutnya “bidang yang sangat luas
dan tidak jelas dalam psikologi, epistimologi dan pendidikan”
(1997,hlm.

204)

Perspektif

konstruktivis

berpijak

pada

penelitian, piaget, vygotsky, para psikolog gestalt, Bartlett dan
bruner maupun falsafah jhon dewey.2
Pembelajaran


Konstruktivistik

adalah

membangunkan

pengetahuan melalui pengalaman, interaksi social, dan dunia
nyata. Pembelajaran Konstruktivistik adalah pembelajaran
berpusat pada peserta didik, guru sebagai mediator, fasilitator,
dan sumber belajar dalam pembelajaran.3
Prinsip-prinsip

dasar

konstruktivisme

yakni

peserta


didik

membangun interpretasi dirinya terhadap dunia nyata melalui
pengalaman-pengalaman
Pengetahuan

yang

telah

baru

dan

melekat

interaksi
dapat

social,


dipergunakan

1 Martini Jamaris, Orientasi baru dalam psikologi pendidikan, (Jakarta :
Yayasan Pernamas Murni, 2010), cet 1 hal 207.
2 Anita Woolfolk, Educational Psychology active learning edition, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2009) cet 1 hal 145.
3 Martinis Yamin, Desain Baru pembelajaran Konstruktivistik, ( Jakarta :
Referensi, 2012) hal 10.

5

(memahami kenyataan), fleksibel menggunakan pengetahuan,
mempercayai

berbagai

cara

(beragam

perspektif)

untuk

menstruktur dunia dan mengisinya dan mempercayai individu
dapat memaknai kehidupan di dunia secara bebas. 4
Konstruktivisme

dikembangkan

berdasarkan

paham

behaviorisme yang memandang manusia berada dalam kotak
hitam atau black box dan kognitivisme yang memandang pikiran
manusia merupakan hal yang penting dalam memahami dan
memaknai

sesuatu

yang

dihadapinya.

Perpaduan

kedua

pandangan yang berbeda tentang manusia dan cara belajar
siswa dalam pertumbuhan dan perkembangannya membuat
penerapan kedua teori tersebut menjadi lebih sempurna.
Kognitivisme berkeyakinan bahwa belajar merupakan proses
bersifat internal dan personal pada waktu manusia memberikan
interpretasi dan memberikan makna terhadap pengalamanya.
Sebaliknya,

behaviorisme

beranggapan

bahwa

belajar

merupakan hubungan antara stimulus dan respon. Artinya
proses belajar terjadi tanpa melibatkan individu yang belajar
secara aktif, yang dilakukan oleh individu yang belajar hanyalah
memberikan respon terhadap stimulus yang telah diatur oleh
pengelola proses pembelajaran terjadi di dalam diri manusia.
2. Klasifikasi Pendekatan Berbasis Konstruktivisme
Pada hakikatnya baik kognitivisme ataupun behaviorisme
mengandung
konstruktivisme.

aspek-aspek
Pada

yang

hakikatnya

berkaitan
konstruktivisme

dengan
dapat

dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu konstruktivisme
kognitif dan konstruktivisme sosial.

4 Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta : Referensi, 2013)
hal 24.

6

 Konstruktivisme Kognitif
Konstruktivisme kognitif merupakan konstruktivisme yang
menekankan proses kognitif. Dalam hal ini, individu yang
belajar

memahami

sesuatu

sesuai

dengan

tahap

perkembangan kognitif dan cara belajarnya, para ahli yang
mengembangkan pendekatan ini diantaranya adalah :
1. Piaget, “dengan tahapan perkembangan kognitif dan
proses assimilasi, akomidasi dan equilibrium yang
dilakukan individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapainya”
2. Brunner, “dengan tahapan perkembangan kognitif dan
proses yang diterapkan individu dalam memecahkan
masalah

yang

perkembangan

dihadapinya

sesuia

kognitifnya

dan

dengan
dapat

tingkat
bergerak

melampaui perkembangan kognitifnya melalui proses
pembelajaran yang menekankan inquiry dan discovery”
3. Dewey yang terkenal dengan pendekatan pembelajaran
yang dikenal dengan learning by doing.
 Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme

sosial

yaitu

konstruktivisme

yang

menekankan proses dalam memaknai dan memahami
sesuatu dengan bantuan orang-orang disekitar individu.
3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontrutivisme


Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan
memberi arah dalam merancang program, implementasi
program dan evaluasi.

7



Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang
harus dikuasai siswa.



Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa.
Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes
awal, interview klinis dan peta konsep.



Identifikasi

dan

Klarifikasi

Miskonsepsi

Siswa.

Pengetahuan awal siswa yang telah diidentifikasi dan
diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan
mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi
ilmiah, mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.


Perencanaan

Program

Pembelajaran

dan

Strategi

Pengubahan Konsep. Program pembelajaran dijabarkan
dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan strategi
pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk
modul.


Implementasi

Program

Pembelajaran

dan

Strategi

Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan
aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga
langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman
belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ideide.


Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi
program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap
efektivitas model belajar yang telah diterapkan.



Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten.
Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka
dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi
siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun
yang resisten.

8



Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis
miskonsepsi

yang

resisten

digunakan

pertimbangan

dalam

merevisi

strategi

sebagai

pengubahan

konsepsi siswa dalam bentuk modul.
4. Tujuan Teori Konstruktivisme di Kelas


Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah
tanggung jawab siswa itu sendiri.



Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan
pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.



Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap.



Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri.



Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar
itu.

5. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat
ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:


Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar



Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara
pada siswa



Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan
yang ingin dicapai



Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses,
bukan menekan pada hasil



Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan



Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar



Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami
pada siswa

9



Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan
pemahaman siswa



Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri
kognitif



Banyak

menggunakan

menjelaskan

proses

terminologi

pembelajaran,

kognitif
seperti

untuk
prediksi,

infernsi, kreasi, dan analisis


Menekankan bagaimana siswa belajar



Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog
atau diskusi dengan siswa lain dan guru



Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif



Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata



Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar



Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar



Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada
pengalaman nyata

6. Prinsip-prinsip pengajaran kontruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang
diterapkan dalam belajar mengajar adalah :


Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri



Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid,
kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar



Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga
selalu terjadi perubahan konsep ilmiah



Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi
agar proses kontruksi berjalan lancar



Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

10



Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya
sebuah pertanyaan



Mencari dan menilai pendapat siswa



Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan
siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting

adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada siswa . Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang
membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai
tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan
agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
7. Fase – Fase Model Kontruktivisme
Fasa-fasa pengajaran berasaskan model konstruktivisme
5-fasa seperti berikut:Bil Fasa
Orientasi

Tujuan/Kegunaan
Menimbulkan minat dan

Kaedah
Awali penyelesaikan

menyediakan suasana

masalah sebentar, tunjuk

I

cara oleh guru, tayangan
filem, video dan keratan

II

Pencetusan

Supaya murid dan guru

akhbar
Awali, perbincangan

Idea

sedar tentang idea

dalam kumpulan kecil,

11

terdahulu

pemetaan konset dan
laporan

Penstrukturan Mewujudkan kesedaran
semula idea

III

tentang idea alternatif yang Perbincangan dalam

i. Pernjelasan berbentuk saintifik.

kumpulan kecil dan buat

dan

Menyedari bahawa idea-

laporan

pertukaran

idea sedia ada perlu

ii.

diubahsuai,

Perbincangan,

Pendedahan diperkembangkan atau

pembacaan, input guru.

kepada

Amali, kerja projek,

diganti dengan idea yang

situasi konflik lebih saintifik.

eksperimen, tunjukcara

iii. Pembinaan Mengenalpasti idea-idea

guru

idea baru

alternatif dan memeriksa

iv. Penilaian

secara kritis idea-idea
sedia ada sendiri
Menguji kesahan idea-idea
sedia ada
Pengubahsuaian,
pemgembangan atau
penukaran idea
Menguji kesahan untuk

idea-idea baru yang dibina
Penggunaan Pengukuhan kepada idea Penulisan sendiri kerja
IV idea

V

yang telah dibina dalam

projek

Renungan

situasi baru dan biasa
Menyedari tentang

Penulisan kendiri,

kembali

perubahan idea murid.

perbincangan kumpulan,

Murid dapat membuat

catatan peribadi dan lain-

refleksi sejauh manakah

lain.

idea asal mereka telah
berubah.

12

8. Penerapan Model pembelajaran Kontruktivisme
1. Belajar Bermakna David P. Ausubel
Teori

belajar Ausubel

menitikberatkan

pada

bagaimana

seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel
terdapat dua jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning)
dan belajar bermakna (meaningful-learning).
a. Belajar Hapalan
Materi dalam pelajaran matematika bukanlah pengetahuan
yang

terpisah-pisah

namun

merupakan

satu

kesatuan,

sehingga pengetahuan yang satu dapat berkait dengan
pengetahuan yang lain. Seorang anak tidak akan mengerti
penjumlahan dua bilangan jika ia tidak tahu arti dari “1”
maupun “2”. Ia harus tahu bahwa “1” menunjuk pada
banyaknya sesuatu yang tunggal seperti banyaknya kepala,
mulut, lidah dan seterusnya; sedangkan “2” menunjuk pada
banyaknya sesuatu yang berpasangan seperti banyaknya
mata, telinga, kaki, … dan seterusnya. Sering terjadi, anak
kecil salah menghitung sesuatu. Tangannya masih ada di
batu ke-4 namun ia sudah mengucapkan “lima” atau malah
“enam”. Kesalahan kecil seperti ini akan berakibat pada
kesalahan menjumlah dua bilangan. Hal yang lebih parah
akan terjadi jika ia masih sering meloncat-loncat di saat
membilang dari satu sampai sepuluh.
b. Belajar Bermakna
Agar proses mengingat bilangan kedua dapat bermakna,
maka proses mengingat bilangan kedua (yang baru) harus
dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, yaitu
tentang 17-08-1945 akan tetapi dengan membalik urutan

13

penulisannya menjadi 5491-80-71.Untuk bilangan pertama,
yaitu 89.107.145. Bilangan ini hanya akan bermakna jika
bilangan itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah
ada di dalam pikiran kita. Contohnya jika bilangan itu berkait
dengan nomor telepon atau nomor lain yang dapat kita
kaitkan. Tugas guru adalah membantu memfasilitasi siswa
sehingga bilangan pertama tersebut dapat dikaitkan dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Jika seorang siswa tidak
dapat mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka proses
pembelajarannya disebut dengan belajar yang tidak bermakna
(rote learning).
Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang
telah digagas David P Ausubel. Di samping itu, seorang guru
dituntut untuk mengecek, mengingatkan kembali ataupun
memperbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum ia
memulai membahas topik baru, sehingga pengetahuan yang
baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lama
yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna tersebut.
2.

Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner, ada tiga tahap belajar, yaitu enaktif, ikonik dan
simbolik.Berbeda dengan Teori Belajar Piaget yang telah
membagi perkembangan kognitif seseorang atas empat tahap
berdasar umurnya, maka Bruner membagi penyajian proses
pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan
simbolik.
Bruner

memusatkan perhatian pada masalah apa yang

dilakukan manusia terhadap informasi diterimanya dan apa
yang dilakukan setelah menerima informasi tersebut untuk
pemahaman dirinya.

14

a. Tiga Tahap Proses Belajar
Teori Bruner tentang tiga tahap proses belajar berkait dengan
tiga tahap yang harus dilalui siswa agar proses pembelajarannya
menjadi optimal, sehingga akan terjadi internalisasi pada diri
siswa, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat
menyatu ke dalam struktur kognitif mereka. Ketiga tahap pada
proses belajar tersebut adalah:
1. Tahap Enaktif.
Pada tahap ini, pembelajaran yang dilakukan dengan cara
memanipulasi obyek secara aktif. Contohnya, ketika akan
membahas

penjumlahan

dan

pengurangan

di

awal

pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan
batu, kelereng, buah, lidi, atau dapat juga memanfaatkan
beberapa model atau alat peraga lainnya. Ketika belajar
penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja
memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan
beberapa benda nyata sebagai “jembatan” atau dengan
menggunakan obyek langsung.
2. Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan
(diwujudkan)

dalam

bentuk

bayangan

visual

(visual

imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan
kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada
tahap enaktif tersebut di atas (butir a). Bahasa menjadi lebih
penting sebagai suatu media berpikir. Kemudian seseorang
mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian ikonik
yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik
yang didasarkan pada berpikir abstrak.

15

3. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak
memanipulasi simbul-simbul atau lambang-lambang objek
tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti
pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek
riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan
dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu
simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan
orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbolsimbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimatkalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambanglambang abstrak yang lain.
b. Empat Teorema Belajar dan Mengajar
Meskipun pepatah Cina menyatakan “Satu gambar sama
nilainya dengan seribu kata”, namun menurut Bruner,
pembelajaran sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda
nyata lebih dahulu. Karenanya, seorang guru ketika mengajar
matematika hendaknya menggunakan model atau benda
nyata untuk topik-topik tertentu yang dapat membantu
pemahaman siswanya. Bruner mengembangkan empat teori
yang terkait dengan asas peragaan, yakni:
1. Teorema konstruksi menyatakan bahwa siswa lebih mudah
memahami ide-ide abstrak dengan menggunakan peragaan
kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap semi kongkret (iconic)
dan diakhiri dengan tahap abstrak (symbolic). Dengan
menggunakan

tiga

tahap

tersebut,

siswa

dapat

16

mengkonstruksi suatu representasi dari konsep atau prinsip
yang sedang dipelajari.
2. Teorema notasi menyatakan bahwa simbol-simbol abstrak
harus dikenalkan secara bertahap, sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitifnya. Sebagai contoh:
1. Notasi 3×2 dapat dikaitkan dengan 3×2 tablet.
2.

Soal seperti ... + 4 = 7 dapat diartikan

menentukan

bilangan

yang

kalau

ditambah

sebagai
4

akan

menghasilkan 7. Notasi yang baru adalah 7 − 4 = ... .
3.

Teorema kekontrasan atau variasi

menyatakan bahwa

konsep matematika dikembangkan melalui beberapa contoh
dan bukan contoh seperti yang ditunjukkan gambar di bawah
ini tentang contoh dan bukan contoh pada konsep trapesium.
4. Teorema konektivitas menyatakan bahwa konsep tertentu
harus dikaitkan dengan konsep-konsep lain yang relevan.
Sebagai contoh, perkalian dikaitkan dengan luas persegi
panjang dan penguadratan dikaitkan dengan luas persegi.
Penarikan akar pangkat dua dikaitkan dengan menentukan
panjang sisi suatu persegi jika luasnya diketahui.
Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam pembelajaran
yang

menerapkan

diwujudkan

dalam

teorema-

teorema

Bruner

dapat

berbagai

kegiatan

seperti

yang

dikemukakan oleh Edgar Dale dalam bukunya “Audio Visual
Methods

in

Teaching”

sebagaimana

dikutip

Heinich,

Molenda, dan Russell (1985:4) sebagai berikut,
1.

Pengalaman langsung. Artinya, siswa diminta untuk
mengalami,

berbuat

sendiri

dan

mengolah,

serta

merenungkan apa yang dikerjakan.
2.

Pengalaman

yang

diatur.

Sebagai

contoh

dalam

membicarakan sesuatu benda, jika benda tersebut
terlalu besar atau kecil, atau tidak dapat dihadirkan di

17

kelas maka benda tersebut dapat diragakan dengan
model. Contohnya: peta, gambar benda-benda yang
tidak mungkin dihadirkan di kelas, model kubus, dan
kerangka balok,
3.

Dramatisasi. Misalnya: permainan peran, sandiwara
boneka yang bisa digerakkan ke kanan atau ke kiri pada
garis bilangan.

4. Demonstrasi. Biasanya dilakukan dengan menggunakan
alat-alat bantu seperti papan tulis, papan flanel, OHP dan
program komputer. Banyak topik dalam pembelajaran
matematika

di

SD

yang

dapat

diajarkan

melalui

demonstrasi, misalnya: penjumlahan, pengurangan, dan
pecahan.
5. Karyawisata. Kegiatan ini sebenarnya sangat baik untuk
menjadikan matematika sebagai atau menjadi pelajaran
yang

disenangi siswa. Kegiatan yang diprogramkan

dengan melibatkan penerapan konsep matematika seperti
mengukur tinggi objek secara tidak langsung, mengukur
lebar sungai, mendata kecenderungan kejadian dan
realitas yang ada di lingkungan merupakan kegiatan yang
sangat menarik dan sangat bermakna bagi siswa serta
bagi daya tarik pelajaran matematika di kalangan siswa.
6. Pameran. Pameran adalah usaha menyajikan berbagai
bentuk model-model kongkret yang dapat digunakan
untuk membantu memahami konsep matematika dengan
cara

yang

menarik.

Berbagai

bentuk

permainan

matematika ternyata dapat menyedot perhatian siswa
untuk mencobanya, sehingga jenis kegiatan ini juga cukup
bermakna

untuk

diterapkan

dalam

pembelajaran

matematika.

18

7. Televisi sebagai alat peragaan. Program pendidikan
matematika yang disiarkan melalui media TV juga
merupakan

alternatif

yang

sangat

baik

untuk

pembelajaran matematika.
8. Film sebagai alat peraga
9. Gambar sebagai alat peraga
Dengan demikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam bentuk
enaktif dan ikonik selama pembelajaran matematika adalah
sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan daya tarik
siswa

dalam

mempelajari

matematika

sebelum

mereka

menggunakan bentuk-bentuk simbolik.
9. Keunggulan dan Kelemahan Model Konstrutivisme
Keunggulan Model kontruktivisme


Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan
kesempatan

kepada

siswa

untuk

mengungkapkan

gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa
siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan
mendorong

siswa

memberikan

penjelasan

tentang

gagasannya.


pembelajaran

berdasarkan

konstruktivisme

memberi

pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang
telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan
dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki
kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa
terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa.


Pembelajaran

konstruktivisme

memberi

siswa

kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini
dapat

mendorong

siswa

berpikir

kreatif,

imajinatif,
19

mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
pembelajaran



berdasarkan

konstruktivisme

memberi

kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri
dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa
untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
Pembelajaran Konstruktivisme mendorong siswa untuk



memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
Pembelajaran Konstruktivisme memberikan lingkungan



belajar

yang

kondusif

mengungkapkan

gagasan,

yang

mendukung

saling

menyimak,

siswa
dan

menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Kelemahan Model Konstruktivisme
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin
bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai
pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
Kekurangan Metode Konstruktivisme
Siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, tidak jarang
bahwa konstruksi siswa tidak cocok dengan pembangunan
ilmuwan yang menyebabkan kesalahpahaman.
Konstruktivisme pengetahuan kita menanamkan bahwa siswa
membangun sendiri, hal ini pasti memakan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda.
Situasi dan kondisi masing-masing sekolah tidak sama, karena
tidak

semua

sekolah

memiliki

infrastruktur

yang

dapat

membantu keaktifan dan kreativitas siswa.

20

10. Dilema-dilema praktik konstruktivisme
Bertahun-tahun silam, larry cremin(1961) mengamati bahwa
pedagogi yang progresif dan inovatif membutuhkan guru-guru
yang sangat terampil. Sekarang hal yang sama dapat dikatakan
tentang pengajaran konstruktivisme . diantara dilemma-dilema
praktik konstruktivisme yang dihadapi guru yakni :
a. Dilema Konseptual
Menangkap tiang pondasi konstruktivisme kognitif dan
social,

merekonsiliasikan

pedagogi

dengan

mendukung

keyakinan

keyakinan

lingkungan

saat

yang

belajar

ini

dibutuhkan
yang

tentang
untuk

konstruktivis.

Pertanyaan representatif yang terkait yang sering muncul
pada diri guru yakni, manakah versi konstruktivisme yang
sesuai sebagai dasar mengajar saya
b. Dilema pedagogis
Menghormati usaha siswa untuk berpikir bagi dirinya sendiri
sambil tetap meyakini ide-ide disipliner yang diterima,
mengembangkan pengetahuan yang lebih dalam tentang
subjek; menguasai seni fasilitasi; mengelola jenis-jenis
wacana baru dan kerja kolaboratif dikelas. Pertanyaan
representatif yang terkait yang sering muncul pada diri guru
yakni, ketrampilan dan strategi apa saja yang saya butuhkan
untuk

menjadi

seorang

fasilitator?

Haruskah

saya

meletakkan batas-batas pada konstruksi ide-ide siswa
sendiri?
c. Dilema kultural
Menjadi paham akan budaya kelas anda; mempertanyakan
asumsi tentang apa jenis-jenis kegiatan yang seharusnya
dihargai; memanfaatkan pengalaman, pola-pola wacana dan

21

pengetahuan local siswa dengan beragam latar belakang
budaya. Pertanyaan representatif yang terkait yang sering
muncul pada diri guru yakni, Dapatkah saya mempercayai
siswa untuk memikul tanggung jawab atas pembelajarannya
sendiri.
d. Dilema politis
Menghadapi isu-isu akuntabilitas dengan berbagai stake
holder dalam komunitas sekolah; bernegosiasi dengan orang
kunci tentang wewenang dan dukungan untuk mengajar
demi pemahaman. Pertanyaan representatif yang terkait
yang sering muncul pada diri guru yakni, Bagaimana saya
bisa mendapatkan dukungan dari para administrator dan
para orang tua untuk mengajar dengan cara yang berbeda
secara radikal dan tidak familier?.5
B. PENDIDIKAN
1. Pengertian pendidikan
Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20
tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari
kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka
kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

5 Ibid anita woolfolk hal 172-173

22

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan
tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tidak dengan bantuan orang lain. 6
2. Pengertian Pendidikan menurut pendapat beberapa ahli
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu:
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun

maksudnya,

pendidikan

yaitu

menuntun

segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.
menurut H. Horne, Pendidikan adalah proses yang terus
menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia.
Menurut

John

Dewey,

Pendidikan

adalah

suatu

prosespembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan
terjadi di dalam pergaulanbiasa atau pergaulan orang dewasa
6

6.
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pendidikan_info2029
.html
23

dengan orang muda, mungkin pula terjadi secarasengaja dan
dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social.
Proses inimelibatkan pengawasan dan perkembangan dari
orang yang belum dewasa dankelompok di mana dia hidup.
Menurut

Sir

Godfrey

pengaruhlingkungan

Thomson,

atas

individu

Pendidikan
untuk

adalah

menghasilkan

perubahan-perubahan yang permanentdi dalam kebiasaankebiasaan tingkah lakun, pikiran, dam sifatnya.
Menurut

Langeveld,

Pendidikan

adalah

setiap

usaha,

pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada
anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri.
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan
atau

pimpinan

perkembangan

secara

sadar

oleh

si

jasmani

dan

rohani

si

pendidik terhadap
terdidik

menuju

terbentuknya kepribadian yang utama.7
C. PENERAPAN KONSTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN DAN
PEMBELAJARAN.
1. Prinsip-prinsip penerapan konstruktivisme
Brook

&

Brook

(1993:34)

mengemukakan

prinsip-prinsip

penerapan pendekatan konstruktivisme, yang diperkaya oleh
jamaris (2004:101) seperti di bawah ini


Belajar perlu dimulai dari isu-isu yang berkaitan dengan
kegiatan siswa dalam menginstruksikan pemahaman dan
pengetahuannya secara aktif. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan
dalam rangka menemukan makna dari apa yang dipelajari

7 http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/10/apa-sih-pendidikan-itu.html

24



Proses pembelajaran perlu disusun dengan memperhatikan
konsep utama dan bagian-bagian yang berkaitan dengan
konsep

utama

tersebut.

Hal

ini

disebabkan

karena

kebermaknaan mempersyaratkan pemahaman konsep baik
secara keseluruhan maupun bagian-bagian dari konsep


Pemahaman terhadap model mental yang digunakan siswa
dalam memahami dunia sekitarnya dan asumsi-asumsi yang
menjadi dasar dalam pengembangan mental tersebut perlu
dipahami oleh pihak-pihak yang terkait dengan proses
pembelajaran



Pembelajaran perlu disajikan dalam konteks yang dapat
membantu siswa untuk membangun pemahaman dan
pengetahuanya secara interdisiplin. Hal ini disebabkan
karena tujuan belajar bukan hanya menghafal akan tetapi
memahami sesuatu dalam konteks yang mengandung
makna



Assessmen merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini
disebabkan karena assessmen tidak dilakukan hanya untuk
mengetahui hasil belajar yang dilakukan diakhir proses
belajar. Sehubungan dengan hal tersebut sumber belajar
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas belajar
siswa perlu disediakan



Berkaitan dengan pandangan konstruktivisme terhadap
kemampuan siswa dalam membangun pemahaman dan
pengetahuannya sendiri maka penggunaan kurikulum yang
standar perlu dihindari. Oleh sebab itu, kurikulum hendaknya
dikembangkan berdasarkan pengetahuan actual yang dimiliki
siswa

yang

diarahkan

pada

kemampuan

pemecahan

masalah secara actual


Konstruktivisme menganjurkan agar menghindari pemberian
nilai berdasarkan tes yang telah distandarisasi, karena
25

assessmen merupakan bagian dari proses belajar yang
melibatkan siswa dalam menilai kemajuan belajar yang telah
dicapainya
Pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme



menekankan peranan pendidikan dalam menghubungkan
fakta-fakta yang ada yang dapat mempertajam pemahaman
siswa dalam usahanya membangun pengetahuan barunya
sendiri. Oleh sebab itu, strategi pembelajaran digunakan
adalah strategi yang mampu mendorong siswa untuk
melakukan analisis, interpretasi dan memprediksi. Berkaitan
dengan hal tersebut guru disarankan untuk mengajukan
pertanyaan

yang

bersifat

open-ended

question

atau

pertanyaan yang dapat memunculkan berbagai pendapat
yang bersifat divergent, artinya pertanyaan yang tidak
dijawab dengan jawaban ya atau tidak. Dengan demikian
dialog antar siswa dapat terjadi dengan baik.
2. Karakteristik

Penerapan

Konstruktivisme

Dalam

Pembelajaran
Teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh Vygotsky pada
tahap selanjutnya diperluas oleh para ahli terkait melalui
berbagai penelitian yang dilakukan mereka. Dari berbagai hasil
penelitian tersebut dapat di sintesis karakteristik konsep-konsep
konstruktivisme dalam pendidikan, seperti yang dijelaskan di
bawah ini ;


Konsep penting dalam penerapan konstruktivisme di bidang
pendidikan adalah zone of proximal development yang
diterapkan
pemberian

melalui

scaffolding

bimbingan

yaitu

pada

siswa

suatu

proses

berdasarkan

pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimilikinya
kepada apa yang harus diketahuinya.

26



Didalam mengembangkan ketrampilan dalam pemecahan
masalah perlu dipertimbangkan :
1. Ketrampilan yang belum dikuasai siswa
2. Ketrampilan yang tidak dapat dilakukan siswa
3. Ketrampilan yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa
4. Ketrampilan

yang

dapat dilakukan

siswa

dengan

bantuan orang lain.


Guru yang bijaksana memberikan dukungannya pada siswa
dalam usahanya mencapai perkembangannya secara
optimal.



Proses

pembelajaran

yang

menerapkan

prinsip

konstruktivisme dikelola melalui pendekatan lingkungan
secara nyata yang dilakukan dengan berbagai kegiatan
nyata.
3. Peranan Guru Dalam Kelas Berbasis Konstruktivisme
Pandangan konstruktivisme tentang proses perkembangan
manusia mempengaruhi berbagai kebijakan dan tindakan yang
diterapkan didalam dunia pendidikan dan pembelajaran seperti
yang diuraikan di bawah ini.


Konstruktivisme
pembelajaran

memodifikasi
kearah

yang

teori
lebih

pendidikan
manusiawi

dan

dengan

memadukan kemampuan yang ada di dalam diri individu
dengan lingkungan yang ada disekitarnya serta pemberian
kesempatan

pada

anak

untuk

menentukan

strategi

belajarnya, lingkungan belajarnya, proses dan kecepatan
belajarnya.


Konstruktivisme memodifikasi tugas dan peranan guru dari
bersifat menentukan berubah menjadi memberikan bantuan
kepada siswa dalam mengkonstruksi pemahaman dan
pengetahuanya.

Oleh

sebab

itu,

dalam

proses
27

pembelajaran fungsi dan peranan guru sebagai fasilitator,
mediator dan motivator.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konstruktivisme merupakan pendekatan dalam psikologi
yang berkeyakinan bahawa anak dapat membangun pemahaman
dan pengetahuannya sendiri tentang dunia di sekitarnya. Dengan
kata lain anak dapat membelajarakan dirinya sendiri melalui
berbagai pengalamanya.
Pembelajaran

Konstruktivistik

adalah

membangunkan

pengetahuan melalui pengalaman, interaksi social, dan dunia
nyata. Pembelajaran Konstruktivistik adalah pembelajaran berpusat
pada peserta didik, guru sebagai mediator, fasilitator, dan sumber
belajar dalam pembelajaran
Prinsip-prinsip dasar konstruktivisme yakni peserta didik
membangun interpretasi dirinya terhadap dunia nyata melalui
pengalaman-pengalaman baru dan interaksi social, Pengetahuan
yang telah melekat dapat dipergunakan (memahami kenyataan),
fleksibel menggunakan pengetahuan, mempercayai berbagai cara
(beragam perspektif) untuk menstruktur dunia dan mengisinya dan
mempercayai individu dapat memaknai kehidupan di dunia secara
bebas
Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS
No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

28

memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan,

pengendalian

diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pengertian Pendidikan menurut pendapat beberapa ahli
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu:
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.
menurut H. Horne, Pendidikan adalah proses yang terus
menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Menurut

John

Dewey,

Pendidikan

adalah

suatu

prosespembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan
terjadi di dalam pergaulanbiasa atau pergaulan orang dewasa
dengan orang muda, mungkin pula terjadi secarasengaja dan
dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses
inimelibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang
belum dewasa dankelompok di mana dia hidup.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat
kekurang, baik dari segi tata bahasa, maupun pemberian contoh,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik dari

29

pembaca untuk penyempurnaan dari makalah ini demi kemajuan
dunia pendidikan di indonesia, dan provinsi jambi khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

Jamaris, Martini. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta :
Yayasan Penamas Murni, 2010
Woolfolk, Anita. Educational Psychology active learning edition,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009
Yamin, Martinis. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, Jakarta :
Referensi, 2012
------------, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Referensi, 2013

Sumber Web :
http://belajarpsikologi.com (diakses pada tanggal 12 april 2014)
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pendidikan_info2029.html
(diakses pada tanggal 12 april 2014)
http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/10/apa-sih-pendidikan-itu.html
(diakses pada tanggal 12 april 2014)

30