ANALISIS KASUS KECURANGAN TERJADI SEBELU

ANALISIS KASUS
” KECURANGAN TERJADI SEBELUM UN DILAKSANAKAN”
(Dari Sudut Pandang Sosiologi Pendidikan)

Makalah ini Disusun Guna Melegkapi Tugas MID Semester
Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampu: Fitriyah Nurul H, M.Pd

Disusun oleh:
Tira Nur Fitria (26.09.6.2.164)

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA
IAIN SURAKARTA
2012
0

BAB I
PENDAHULUAN


Sosiologi Pendidikan adalah salah satu ilmu yang mempelajari berbagai masalah
dalam dunia pendidikan dengan tujuan memecahkan masalah tersebut. Dalam
perkembangannya sosiologi pendidikan mengkaji masalah- masalah yang timbul dalam
proses pembelajaran pendidikan. Hal ini berkaitan dengan elemen- elemen pendidikan
ataupun semua hal yang terlibat dan berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Adapun program pendidikan yang telah berlangsung bertahun- tahun ini adalah
Ujian Negara (UN) atau juga dikenal sebagai Ujian Nasional (UNAS). Tujuan program
ini dilaksanakan yaitu untuk mengukur sejauh mana tingkat kemampuan siswa. Begitu
banyak cara dilakukan pihak agar siswa-siswinya berhasil dalam UN karena menimbang
ujian ini sangatlah berperan dan berpengaruh seperti bermanfaat jika berhasil, atupun
akan merugikan semua pihak jika gagal.
Demikian pentingnya Ujian Nasional sehingga berbagai macam masalah yang
timbul karena UN atau UNAS. Ujian Nasional akan dijadikan tolak ukur dan tantangan
bagi pihak sekolah yang telah mempersiapkan siswanya untuk menghadapinya, tetapi
akan berbeda kenyatannya jika mereka kurang siap memberi bekal dalam proses
pembelajaran. UN akan dilihat sebagai beban yang harus dihilangkan. Dengan begitu
banyak pihak yang mencoba jalan pintas, curang dan melanggar hukum agar siswanya
berhasil dalam UN.
Masalah yang akan dianalisis oleh penulis merupakan artikel atau berita yang
diambil


dari

situs

www.KOMPAS.com

atau

“Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan”

1

http://edukasi.kompas.com

yaitu

BAB II
PEMBAHASAN


A. Artikel “Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan”

KOMPAS/ IWAN SETIYAWAN - Ujian Nasional Hari Pertama - Suasana pelaksanaan
ujian nasional hari pertama di SMA Negeri 63 di kawasan Petukangan, Jakarta, Senin
(16/4/2012).
JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia
(FSGI) Retno Listyarti mengatakan, kecurangan sistematis masih terjadi di berbagai
daerah selama pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2012. Berdasarkan laporan yang ia
himpun, kecurangan telah direncanakan dan melibatkan dinas pendidikan provinsi serta
sekolah setempat.
“Selama empat hari pelaksanaan UN, kami menerima laporan dari serikat guru di tujuh
daerah atas kecurangan yang terjadi di lapangan.”-- Retno Listyarti
"Selama empat hari pelaksanaan UN (16-19 April), kami menerima laporan dari serikat
guru di tujuh daerah atas kecurangan yang terjadi di lapangan," kata Retno di kantor
Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Kamis (19/4/2012).
2

Retno menuturkan, ia mendapat kesaksian dari seorang guru di Bekasi, Jawa Barat, yang
mengatakan bahwa dinas pendidikan meminta semua kepala sekolah di Bekasi
menyukseskan UN dan meluluskan murid-murid mereka dengan berbagai cara.

"Persoalan kecurangan UN sudah terjadi sebelum UN dilaksanakan. Sekolah-sekolah di
Bekasi memanipulasi, meninggikan nilai Ujian Sekolah (US) untuk memenuhi target
kelulusan. Jadi, walaupun UN dapatnya pas-pasan, akan tetap lulus," ujarnya.
Kecurangan lainnya, kata Retno, adalah isu praktik jual-beli kunci jawaban yang juga
menjadi satu isu besar di UN tahun ini. Penelusuran FSGI, kunci-kunci jawaban dibeli
melalui oknum guru atau oknum yang mengaku dari bimbingan belajar (bimbel) dan
berkoordinasi dengan siswa yang bertugas mengedarkan dan mengumpulkan uang.
Adapun kisaran harga kunci jawaban antara Rp 50.000 hingga Rp 110.000.
Lebih lanjut, kecurangan-kecurangan sejenis juga diterima FSGI dari Serikat Guru
Sumatera Utara, Jawa Tengah (Brebes), Muna (Sulawesi Tenggara), Pandeglang
(Banten), Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Di sejumlah daerah itu banyak ditemukan
murid-murid yang datang ke sekolah pagi-pagi sekali dan menyalin jawaban UN yang
telah mereka dapat atau beli.
Problem kecurangan
Retno mengungkapkan, problem kecurangan yang terus terjadi di setiap pelaksanaan UN
bukan terletak pada teknis pelaksanaannya, melainkan karena UN bukanlah metode yang
tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Penilaian ini juga diakui oleh pengamat
pendidikan Lodi Paat. Menurut Lodi, UN telah merusak mental para guru dan murid agar
dapat lulus dengan lancar. Ia mengaku heran mengapa UN terus dilaksanakan, padahal
Mahkamah Agung telah secara jelas melarangnya pada 2009 lalu.

"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah miskonsepsi tentang kualitas
pendidikan. Ujian semacam UN ini memang bisa jadi alat ukur siswa, tapi tak bisa jadi
cara meluluskan siswa, apalagi meninggikan kualitas pendidikan," imbuhnya. (Indra
Akuntono | Egidius Patnistik | Jumat, 20 April 2012 | 05:55 WIB)

3

B. Analisis Kasus “Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan”
Berkaitan dengan artikel diatas penulis mencoba menganalisis dilihat dari sudut
pandang sosiologi pendidikannya.
Pendidikan berasal dari kata “didik”,lalu mendapat awalan me- sehingga menjadi
“ mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan . Dalam memelihara dan memberi
latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan,dan pimpinan mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.1 Bisa dikatakan bahwasanya suatu negara akan dikatakan madani
ataupun sejahtera jika salah satu dari faktornya yaitu kualitas pendidikannya baik, tinggi
ataupun cenderung meningkat. Negara Indonesia sendiri masih tergolong negara
berkembang yang mempunyai tingkat kulitas pendidikan yang masih rendah. Pemerintah
kita mencoba meningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagai program salah satunya
dengan Ujian Nasional.
Berita diatas adalah salah satu masalah yang sangat memprihatinkan bagi dunia

pendidikan. Guru yang dijadikan teladan mencoba melanggar aturan yang seharusnya
dipatuhi begitu pula dengan siswanya. Beberapa pihak dan masalah yang mempengaruhi
kasus “Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan” diatas diantaranya:
1. Guru sebagai pendidik, terkait dengan tulisan di artikel yang berisi:




“Selama empat hari pelaksanaan UN, kami menerima laporan dari serikat
guru di tujuh daerah atas kecurangan yang terjadi di lapangan.”. Retno
Listyarti
Kecurangan lainnya, kata Retno adalah isu praktik jual-beli kunci jawaban
yang juga menjadi satu isu besar di UN tahun ini. Penelusuran FSGI, kuncikunci jawaban dibeli melalui oknum guru dan oknum yang mengaku dari
bimbingan belajar (bimbel) dan berkoordinasi dengan siswa yang bertugas
mengedarkan dan mengumpulkan uang. Adapun kisaran harga kunci jawaban
antara Rp 50.000 hingga Rp 110.000.

Guru sebagai pendidik berkaitan dengan kedudukan dan peranan guru. Menurut S
Nasution dalam bukunya Sosiologi Pendidikan, “Pendidik adalah pihak yang
berpengaruh besar dalam keberhasilan siswa agar dapat menyerap ilmu dari proses

pembelajaran.Guru adalah panutan, dalam istilah jawanya” Guru: digugu lan ditiru
(didengarkan dan diikuti). Guru atau pendidik, seseorang yang layaknya orang tua jika
di sekolah membatu muridnya mempelajari materi, memotivasi, dan mengarahkan siswasiswanya. Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai pegawai.Yang
4

paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik yakni sebagai guru.
Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak
bagi guru menurut harapan masyarakat. Guru sebagai pendidik dan Pembina generasi
muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus sadar akan
kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan ia akan selalu dipandang
sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat,
khususnya anak didik”.
Menanggapi tulisan di artikel di atas, tentunya ada idikasi adanya kebocoran soal
ujian. Oknum guru yang melakukan tindakan dan berbagai cara seperti ikut
mengumpulkan uang guna membeli kuci jawaban dan mengedarkannya pada muridmuridnya terlihat cukup ironis, harusnya guru sebagai panutan siswa-siswanya dalam
berperilaku jujur. Dan agaknya semboyan UN yang terpampang di gerbang-gerbang
sekolah tentang Ujian Nasional JUJUR DAN BERPRESTASI tidak sepenuhnya
diterapkan dengan baik di setiap sekolah. Namun, kemungkinan guru yang bertindak
seperti itu adalah karena kekhawatiran mereka pada siswanya seumpama tidak lulus. Dan
tentunya aka nada sanksi tegas terhadap guru yang membeli atau memberikan kunci

jawaban saat Ujian Nasional (UN).
2. Murid, terkait dengan tulisan di artikel yang berisi:
Lebih lanjut, kecurangan-kecurangan sejenis juga diterima FSGI dari Serikat
Guru Sumatera Utara, Jawa Tengah (Brebes), Muna (Sulawesi Tenggara),
Pandeglang (Banten), Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Di sejumlah daerah itu
banyak ditemukan murid-murid yang datang ke sekolah pagi-pagi sekali
dan menyalin jawaban UN yang telah mereka dapat atau beli.
Ujian nasional merupakan penentu kelulusan mereka sekaligus penentu masa
depan mereka. Penentu masa depan maksudnya, mereka yang sudah lulus ujian nasional
akan berpikir ke depannya nanti. Mereka akan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi
atau berhenti sampai di situ saja. Jika mereka tidak lulus, akibatnya nama-nama siswa
yang gagal UN turut tercoreng, terlebih lagi mereka bisa terkena beban mental, frustasi
berat dan kondisi psikisnya terganggu, karena mereka menganggap tidak lulus UN akan
menghambat cita-cita mereka

5

3. Pemerintah dan pihak yang terkait, terkait dengan tulisan di artikel yang
berisi:





“Retno menuturkan, ia mendapat kesaksian dari seorang guru di Bekasi, Jawa
Barat, yang mengatakan bahwa Dinas Pendidikan meminta semua Kepala
Sekolah di Bekasi menyukseskan UN dan meluluskan murid-murid
mereka dengan berbagai cara”.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti
mengatakan, kecurangan sistematis masih terjadi di berbagai daerah selama
pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2012. Berdasarkan laporan yang ia himpun,
kecurangan telah direncanakan dan melibatkan dinas pendidikan
provinsi serta sekolah setempat.

Cukup ironis memang jika Pemerintah seperti Dinas Pendidikan dan pihak terkait
terlibat dalam kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan UN. Mereka sesungguhya
pihak yang melaksanakan dan medukung program- program pendidikan yang telah
ditetapkan dari Depdiknas dan Depag, dan bukan malah bertindak demikian, itu sama
halnya merusak citra diri mereka sendiri. Hal itu harus dikontrol dan diantipasi juga
oleh Pusat karena tidak sedikit pihak sekolah memang sengaja melonggarkan
peraturan untuk tujuan tertentu. Untuk pihak- pihak yang melanggar sebaiknya bukan

hanya ditinjau saja tetapi diberikan deda, hukuman dan sanksi sesuai hokum yang
berlaku.
4. Ujian Nasional itu sendiri, terkait dengan tulisan di artikel yang berisi:




Retno mengungkapkan, problem kecurangan yang terus terjadi di setiap
pelaksanaan UN bukan terletak pada teknis pelaksanaannya, melainkan karena
UN bukanlah metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Penilaian ini juga diakui oleh pengamat pendidikan Lodi Paat. Menurut Lodi, UN
telah merusak mental para guru dan murid agar dapat lulus dengan lancar.
Ia mengaku heran mengapa UN terus dilaksanakan, padahal Mahkamah Agung
telah secara jelas melarangnya pada 2009 lalu.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah miskonsepsi tentang kualitas
pendidikan. Ujian semacam UN ini memang bisa jadi alat ukur siswa, tapi
tak bisa jadi cara meluluskan siswa, apalagi meninggikan kualitas pendidikan,"
imbuhnya.
UN tetap boleh ada, tapi UN hanya menjadi milik pemerintah untuk "peta


sekolah" agar pemerintah dapat mengetahui mana sekolah yang perlu diperbaiki dan
6

mana yang tidak. UN yang berjalan hanya 3-4 hari hendaknya tidak dijadikan syarat
utama untuk lulus sekolah dalam menempuh pendidikan selama tiga tahun, namun
kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah.
Sekolah bisa mengacu pada UN, ujian sekolah, dan juga parameter lain. Jadi, UN
atau ujian sekolah hendaknya hanya dijadikan alat evaluasi belajar, tapi alat ukur
kelulusan tidak hanya satu, melainkan semuanya yakni UN, ujian sekolah, ketrampilan
atau kreatifitas, dan karakter (akhlak). Bila pendidikan hanya berhenti pada ujian atau
UN, maka pendidikan akan gagal melahirkan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU Sisdiknas.
"Karakter itu justru merupakan faktor utama untuk menekan korupsi dan tindak
kriminalitas. Jadi, kalau kita ingin maju, maka pendidikan karakter di bangku sekolah
itulah kuncinya, bukan hanya kognitif,"
5. Soal Ujian Nasional
Soal ujian nasional berpengaruh pada timbulnya kecurangan-kecurangan dalam
UN, Banyak siswa mengatakan soal-soal ujian cukup sulit dan cukup menguras energi,
waktu dan pikiran dalam mengerjakannya, terutama di sejumlah mata pelajaran yang
diujikan. Yang lebih parah dan ironis adalah ketakutan siswa pada maple UN yang
menurut mereka membahayakan menjadikan mereka terpaksa menontek saat UN,
membeli kunci jawaban UN dengansejumlah uang tertentu, atau mengadalkan kunci
jawaban UN lewat media seperti SMS.
Kadangkala ada beberapa mapel UN yang menjadi momok bagi siswa.
Contohnya bahasa Indonesia yang berkutat pada penekanan pemahaman menjadikan
Mapel ini cukup sulit dikerjakan, matematika yang berkutat pada perhitungan , fisika
yang berkutat pada rumus-rumus, bahasa inggris yang berkutat pada kosakata-kosakata
yang digunakan dan pemahaman lebih pada teks-teks yang diujikan dll. Mereka hanya
bias berharap apa yang mereka jawab benar, meski terkadang mereka masih
menggunakan prinsip “Aji Pengawuran”.
Maka dari itu guru sebagai pendidik harus mempunyai metode aktif dan kreatif,
serta menyenangkan untuk membuat pelajaran ini terasa mudah Bisa juga guru
memberikan metode yang menarik dan membuat aktif para muridnya akan lebih banyak
membantu misalnya dengan meggunakan sejumlah media pelajaran, permainan, lagu
7

dan sebagainya. Dengan begitu siswa lebih mudah mempelajari mapel-mapel yang
mereka anggap sulit, dan akhirnya mereka sudah yakin akan kemampuan dan siap dari
segi mental maupun materinya.
Melihat kasus “Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan” diatas, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, serta solusi dan saran terkait dengan permasalahan
diatas adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat seperti Departemen Pendidikan Pusat sebagai pengambil kebijakan,
harus arif bijaksana, dan hendaknya lebih mengarahkan, mengontrol dan mengawasi
pelaksanaan UN. Bukan hanya mengeluarkan suatu program pendidikan tanpa melihat
lebih lanjut proses dalam pelaksanaannya. Dengan demikian tujuan yang diharapkan
akan terwujud, seperti itu juga ujian nasioal yang bertujuan untuk mengukur
kemampuan siswa dan kualitas pendidikan akan tercapai.

2. Sudut pandang sekolah juga harus menjadi perhatian kita bersama, demi terciptanya
Ujian Nasional yang berkualitas. Peranan sekolah sangat penting, karena sekolah
merupakan

unit

pelaksana

pembelajaran

pada

setiap

satuan

pendidikan.

Ujian Nasional selalu menjadi ajang prestise semata. Sehingga, banyak kecurangan–
kecurangan dilakukan. Terlalu naif juga bila kita menafikan, bahwa tidak ada
kecurangan yang dilakukan dalam pelaksanaan Ujian Nasional.

3. Terungkapnya oknum- oknum pendidikan yang melakukan kecurangan-kecurangan
dalam pelaksanaan UN diatas adalah salah satu contoh bukti masih kurangnya kualitas
pendidikan di Indonesia, serta belum seefektifnya proses pelaksanaan UN (Ujian
Nasional) di negara kita.

4. Oknum guru dan siswa yang terlibat dalm kasus kecurangan-kecurangan dalam
pelaksanaan UN diatas hendaknya ditindak lebih lanjut. Jika terbukti bersalah maka
mereka harus dikenai hukuman yang berlaku dan sesuai dengan pelanggaran yang
mereka perbuat. Dengan demikian peristiwa itu akan menjadi suatu pengalaman
berharga bagi mereka sekaligus memberikan pelajaran bagi yang lain.

8

5. Ujian nasional sebaiknya tetap dilaksanakan, tetapi fungsinya diubah. Ujian nasional
bukan lagi sebagai penentu mutlak kelulusan siswa, tetapi untuk memetakan mutu
sekolah. Sekolah yang kualitasnya rendah harus diintervensi pemerintah agar
kualitasnya meningkat. pemerintah harus berpegang pada standar pendidikan yang telah
dibuat. UN diselenggarakan untuk mengetahui apakah standar pendidikan tersebut
sudah tercapai atau belum oleh sekolah. Ketika belum tercapai, jangan lantas muridnya
yang disalahkan dengan dinyatakan tidak lulus. Justru ketika dilakukan UN dan
hasilnya rendah, itu menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengevaluasi sekolah,
mengapa standar pendidikan tidak tercapai.
C. Solusi Atas “Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan”.
Ada beberapa solusi yag mungkin bias digunakan dalam mengurangi atau
mencegah kecurangan-kecurangan sebelum dan pada saat UN dilaksanakan:
1. Ujian Nasional online
Tidak perlu ada percetakan lagi. Soal tidak dikirim lagi. Soal tidak mampir lagi di
kepolisian. Tak perlu lagi menjemput soal. Karena inilah pintu-pintu yang membuka
peluang bocornya soal Ujian Nasional. Siswa melihat soal hanya ketika melaksanakan
UN, satu siswa satu monitor. Kelemahannya pasti ada, tapi minim. Hacker, aplikasi
lemah, dan kemungkinan sangat mahal. Tapi inilah standar yang dapat dipakai
berdasarkan tinjauan sarana.
2. Penggunaan CCTV
Meskipun soal bocor, namun dapat diantisipasi pada saat pelaksanaan Ujian Nasional.
Bisa juga Ujian Nasional online dengan CCTV. Kelemahannya, selain yang sudah
diungkapkan sebelumnya, juga menimbulkan tekanan batin baru bagi siswa, dan
biayanya sangatlah mahal. Solusi tersebut dalam konteks ekonomi Indonesia mungkin
sulit, tapi pribadi saya meminta berhentilah berteriak jujur dan berprestasi jika tak
mampu….

9

BAB III
PENUTUP
Sosiologi Pendidikan

berguna untuk melihat dan memecahkan masalah

pendidikan yang terjadi.Salah satu kasus yang dianalisis ini adalah berkaitan dengan
program dalam pendidikan yaitu Ujian Nasional atau istilahnya UN, yang masih hangat
diperbincangkan. UN adalah salah satu program dalam pendidikan untuk mengukur
kualitas pendidikan dilihat dari tingkat kemamuan siswa. Berdasarkan itu semua pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan tersebut harus bertanggung jawab akan tugasnya
masing- masing. Pemerintah mengontrol dan memfasilitasi, guru dan siswa berperan
aktif dalam proses pembelajaran, lingkungan sosial, ,keluarga dan pihak-pihak yang
terlibat mendukung penuh di dalam proses pendidikan.
Dalam kasus “Kecurangan Terjadi Sebelum UN Dilaksanakan” semua
elemen pendidikan saling terkait apabila beberapa oknum melakukan kesalahan maka
semuanya akan terpengaruhi dan merasakan akibatnya, Selalu aktif dan respon terhadap
poses pendidikan dengan masalah yang menimpa pendidikan begitu penting dipahami
oleh semua pihak. Beberapa pihak dan masalah yang mempengaruhi kelancaran dalam
proses pendidikan diantaranya adalah guru, murid, pemerintah dan pihak- pihak yang
terkait, UN itu sendiri, dan soal-soal UN.
Semua pihak seperti guru, murid, pemerintah dan pihak-pihak terkait turut
berperan dalam keberhasilan pendidikan di negara ini.Paham akan tugas dan tanggung
jawab masing- masing, inti jalan keluar permasalahan di dunia pendidikan Dengan
demikian pendidikan di negara Indonesia kualitasnya akan meningkat sehingga
kesejahteraan masyarakat akan terwujud.

10

DAFTAR PUSTAKA
http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/20/05553647/Kecurangan.Terjadi.Sebelum.UN
.Dilaksanakan
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/09/solusi-ujian-nasional-tapi-mahal/
http://muliatentris.blogspot.com/2011/06/analisis-kasus-sosiologi-pendidikan.html
http://www.antaranews.com/berita/308167/un-bukan-penentu-kelulusan
http://www.republika.co.id/berita/nasional/nusantara-nasional/12/04/14/m2ha4s-gurubocorkan-kunci-jawaban-akan-diberi-sanksi
Nasution S.1994. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

11