ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAK
ANALISIS DAYA SAING EKSPOR
KOMODITAS KAKAO INDONESIA Tahun 2008 s/d 2013
Andri Veno, SE., MM
Email : [email protected]
Abstraksi
Komoditas kakao merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tanaman kakao
sangat cocok dengan iklim di Indonesia hal ini didukung dengan luas area, tenaga kerja dan
ahli kakao sehingga mempunyai potensi yang cukup besar. Dari segi kualitas kakao Indonesia
tidak kalah dengan negara penghasil kakao lainnya. Indonesia saat ini menduduki peringkat
ketiga sebagai pemasok produk kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Akan
tetapi produktivitasnya dan mutunya masih sangat rendah Sehingga pemerintah berkewajiban
mendorong peningkatan nilai tambah komoditas kakao. Dengan demikian diharapkan daya
saing komoditas kakao Indonesia akan terus meningkat. Tahun 2008 sampai dengan 2013
daya saing kakao Indonesai masih cukup bagus, terbukti dengan rata Indonesia memiliki daya
saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari rata-rata Indeks RCA Kopra Untuk 2008-2013
sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu, berarti kakao Indonesia memiliki
pangsa pasar yang lebih besar dari pangsa pasar rata-rata dunia. Indeks AR : selain untuk
melihat perbandingan laju pertumbuhan ekspor dan impornya. Dalam kurun waktu 5 tahun
AR untuk Indonesia sebesar 32,458 dengan rata 5,40 sehingga Indonesia memiliki
kemampuan merebut pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdangangan international. Ratarata ISP untuk kakao dari tahun 2008-2013 sebesar 0,772 hal ini berarti Indonesia memiliki
daya saing yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor, serta menunjukan bahwa
supply domestic kakao lebih besar dari pada demand domestik kakao Indonesia.
Kata Kunci : Cocoa, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR),
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Abstract
Cocoa commodity is a source of Indonesian income from foreign sector. Cocoa is
suitable to Indonesian's climate which is supported by the width of area, human resources,
and experts of cocoa so it provides an enormous potency for the country income. The quality
of Indonesian cocoa is presumably competitive to cocoa commodity of the other country.
Indonesia is now standing in the third position of cocoa distributor country, following Ivory
Coast and Ghana. However Indonesian government still need to increase the value of cocoa
commodity related to its quality, with the expectation that Indonesian cocoa can improve its
competitiveness. From 2008 until 2013 the competitiveness of Indonesian cocoa indicates a
good result, evidenced by the RCA Copra for 2008-2013 which is amounted to 9,990. It
means that it’s larger than 1 to imply that the market share of Indonesian cocoa is above
world market average. Within 5 years, AR for Indonesia is equal to 32,458 with average 5,40
then Indonesia has capability to overtake a larger international market share. The average ISP
for cocoa from 2008 to 2013 is amounted to 0,772 which indicates that Indonesia has a
decent competitiveness and tend to be the exporter, in addition to show that supply domestic
of cocoa is larger than the demand domestic of Indonesian cocoa.
Keyword : Cocoa, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR),
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang cukup potensial Indonesia
sebagai penyedia devisa negara. Hal ini didukung oleh luas area tanam di Indonesia
yang masih tersedia, tenaga kerja dan tenaga ahli kakao yang cukup memadai
sehingga tidak berlebihan bila potensi ini masih dapat ditingkatkan. Perkebunan
kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun
terakhir dan pada tahun 2002 area perkebunan kakao Indonesia tercatat 914.051 ha.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila
dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa yang lebih baik. Kakao
Indonesia mempunyai kelebihan tidak mudah memeleleh sehingga cocok bila dipakai
belnding. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang kakao Indonesia cukup
terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Sehingga potensi untuk industri
kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribus pendapatan.
Dari data yang di keluarkan Internasional Cocoa Organization (ICCO)
Indonesia saat ini tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga didunia, setelah
Pantai Gading dan Ghana dengan luas areal 1.563.423 hektar dan produksi 795.581.
Produksi kakao Indonesia, terbesar berasal dari Sulawesi.Sungguhpun Indonesia
dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar didunia, tapi produktivitasnya dan
mutunya masih sangat rendah. Rata – rata produktivitasnya hanya 660 kg/ha,
sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 ton / ha. Tahun 2008
saja luas areal kakao Indonesia sudah mencapai 1,4 juta hektar. Dilihat dari luasnya
areal perkebunan kakao menurut wilayah pada tahun 2008, Sulawesi adalah yang
terluas mencapai 896,6 hektar, disusul Sumatera seluas 268,1 hektar selanjutnya Jawa
dan Kalimantan masing-masing seluas 90,7 hektar dan 52,9 hektar. Selama tahun
2008, Indonesia mengekspor biji kakao sebanyak 380.512 ton senilai US$ 54,6 juta,
secara total, volume ekspor kakao mencapai 500.561 ton senilai US$ 1,2 miliar.
Sementara tahun 2009 ekspor kakao Indonesia turun menjadi 248.000 ton hingga
406.000 ton.
Melihat permasalahan tersebut, mulai tahun 2009 sampai dengan 2011
pemerintah melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional
di 9 propinsi dan di 40 kabupaten bertujuan untuk mempercepat peningkatan
produktivitas dan mutu kakao nasional dengan memberdayakan / melibatkan secara
optimal seluruh potensi pemangku kepentingan (Stakeholder) perkakaoan nasional.
Ditjen perkebunan dalam tajuk media perkebunan 2009, mengharapkan dukungan
dan kesungguhan pemerintah daerah dilokasi Gerakan Gernas kakao. Harapannya
melalui Gernas ini dapat meningkatkan produktivitas kakao dilokasi gerakan
dari rata – rata 650 kg/ha/tahun pada 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun.
Dari data yang disajikan oleh Kementrian Pertanian Ekspor Kakao Indonesia ke
berbagai belahan dunia dalam bulan Desember 2013 saja sebagai berikut :
Dari data ekspor kakao yang ke berbagai negara di dunia volume hasil kakao di
Desember 2013 volumenya mencapai
38,232,443.00 Kg dan dengan nilai
114,050,073.00 US $ dimana pengimpor kakao dari Indonesia terbesar diatas 1 juta
kg yaitu diantaranya Malaysia, Jerman, Amerika, China, India, Thailand, Spanyol,
dan Korea. Dalam artian kakao produksi Indonesia mempunyai pangsa yang cukup
luas yang diminati banyak negara di dunia. (Sumber : Kementerian Pertanian Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015)
Sedangkan data yang diperoleh dari BPS menyajikan bahwa produksi
perkebunan coklat dari tahun 2008 sampai dengan 2013 terus mengalami penurunan
bisa dilihat dari tahun 2008 sebesar 62.91 juta ton menurun menjadi 54,5 juta ton
mengalami penurunan hampir sebesar 10 juta ton.
2012/13
Estimates
2013/14
Africa
2836
Cameroon
71.9%
3194
225
211
1449
1746
Ghana
835
897
Nigeria
238
248
Others
89
92
Côte d’Ivoire
America
622
Brazil
185
228
Ecuador
192
220
Others
246
259
Asia & Oceania
487
Indonesia
410
375
Papua New Guinea
41
40
Others
36
38
World total
3945
15.8%
12.3%
100.0%
708
454
4355
73.3%
16.2%
10.4%
100.0%
Source: ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XLI, No. 1, Cocoa year 2014/15
Published: 27-02-2015
Note: Totals may differ from sum of constituents due to rounding.
Sedangkan peringkat pengekspor kakao didunia, Indonesia sangat berpotensi
sebagai pengekspor terbesar didunia data yang diperoleh dari organisasi cacao dunia
(ICCO) terlihat bahwa Indonesia sebagai pengekspor terbesar di Asia dan menempati
urutan ke 3 seluruh dunia. Meskipun di tahun 2013 mengalami penurunan ekspor.
Dengan luas area dan tenaga ahli yang mumpuni yang dimiliki Indonesia dibidang
pertanian dan perkebunan diharapkan kakao Indonesia bisa menjadi pengekspor
terbesar didunia. Dalam pengembangan dan peningkatan daya saing produk kakao di
Indonesia yang dicanangkan pemerintah, maka diharapkan Indonesia dapat untuk
meningkatkan daya saing dengan meningkatkan produk olahan kakao. Atas dasar hal
tersebut di atas, maka timbul minat penulis untuk meneliti dengan judul : “Analisis
Daya Saing Ekspor Komoditas Kakao Indonesia di Pasar Dunia tahun 2008-2013”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan gambaran tersebut, beberapa permasalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana daya saing ekspor komditas Kakao Indonesia?
2. Apakah ekspor komoditas Kakao dapat merebut pasar di luar negeri?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Daya Saing ekspor komoditas Kakao Indonesia
2. Untuk mengetahui ekspor komoditas Kakao dapat merebut pasar di luar
negeri?
Daya Saing Ekspor
Daya saing (competitiveness) merupakan kemampuan perusahaan, industri,
daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor
pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan
internasional (sumber: OECD). Menurut Suprihatin (1998) daya saing adalah
kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup
baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi
pada pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan
memperoleh laba yang mencukupi dan dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan
produksinya.
Dalam persaingan internasional khususnya didalam daya saing produk ekspor, ada
tiga aspek yang perlu diperhatikan (Amir, 2003:281), aspek tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih
rendah dari hargayang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih
rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini negara pengekspor
memiliki keunggulan komparatif.
2. Mutu Produk, Mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan
selera konsumen.
3. Waktu Penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di negara
tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat berakibat
fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi dipasarkan yang
akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan produk tersebut.
Menurut Porter (1990), daya saing diidentikan dengan produktivitas dimana
tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit yang digunakan. Pendekatan yang
sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua
indokator yaitu keunggulan komparatif yang menunjukkan kompetitif. Salah satu
indikator yang dapat menunjukkan nilai keunggulan komparatif disebut revealed
comparative advantage (RCA) (Tambunan, 2001). RCA didefinisikan sebagai rasio
antara perbandingan ekspor suatu industry (atau komoditas) disuatu negara terhadap
total ekspor negara tersebut dengan perbandingan nilai ekspor dunia industry tersebut
terhadap total ekspor dunia.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis daya saing ekspor suatu komoditas dengan telah
banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menggunakan
analisisRCA(untuk mengukur daya saing) dan ISP. Disamping itu, ada pula penelitian
yang menggabungkannya dengan metode analisis lain seperti Input output pengganda
ekspor. Secara lengkap penelitian terdahulu di sajikan dalam table berikut :
Table 1.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu
No
1.
Peneliti
Martha Turukay
-
(2010)
-
-
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian
Analisis RCA
Judul : Analisis Daya Saing Kopra Indonesia
(Revealed
di Pasar Dunia
Comparative
Hasil : Indonesia memiliki keunggulan
Advantage)
komparatif dan tersepesialisasi pada produk
Analisis
tersebut. Selain itu Indonesia memiliki
Acceleration
kemampuan merebut pangsa pasar lebih
Ratio (AR)
besar lagi dalam perdagangan internatisional.
Analisis
Specialization
Index (ISP)
2.
Widyastutik
Ahmad
dan Analisis RCA
Zaenal (Revealed
Ashiqin (2011)
Judul : analisis daya saing dan faktor-faktor
yang mempengaruhi cpo indonesia ke China,
Comparative
Malaysia, dan Singapura dalam Skema
Advantage),
Asean-China Free trade Agreement
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel dependet (produksi domestic CPO),
harga internasional CPO, harga domestic
CPO, harga minyak kedelai, harga minyak
fosil, nilai tukar, lag ekspor, dan dummy
ACFTA)
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan terhadap ekspor CPO ke China,
Malaysia dan Singapura
3.
Ragimun (2012)
-
Analisis RCA
Judul : Analisis daya saing komoditas kakao
(Revealed
Indonesia
Comparative
Hasil : Daya saing Kakao Indonesia masih
-
-
Advantage),
cukup bagus dengan nilai rata-rata RCA
Analisis
diatas 4. Sedangkan nilai ISP rata-rata
Specialization
mendekati 1 berarti Indonesia spesilisasi
Index (ISP)
negara pengekspor.
Analisis Indeks
Konsentrasi
Pasar (IKP)
4.
Rashid
Anggit -
Regresi Sederana Judul : Analisis Daya Saing Crude Palm Oil
Y.A.D, Ni Made -
Analisis RCA
(CPO) Indonesia di Pasar Internasional
Suyastiri Y.P dan
(Revealed
Hasil : menunjukkan trend kenaikan volume
Antik
Comparative
ekspor Crude Palm Oil (CPO) 3 tahun
Advantage),
kedepan antara tahun 2013-2015. Sedangkan
Analisis
daya saing komparatif Crude Palm Oil
Specialization
(CPO) Indonesia di pasar internasional
Index (ISP)
memiliki
Suprihatin
(2012)
-
keunggulan
yang
kompetitif
dengan ISP mendekati 1 yakni 0,95 dan
namun keunggulan komparatif yang rendah
di pasa international dengan indek RCA
sebesar 0,85
5.
Budi Ramanda
- Analisis RCA
Judul : Analisis Daya Saing Produk Ekspor
Bustami Paidi
(Revealed
Provinsi Sumatera Utara
Hidayat, Se, M.Si
Comparative
Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(2013)
Advantage),
10 Provinsi Sumatera Utara produk unggulan
- Analisis Revealed
dengan daya saing yang berbeda. Meskipun
Trade Comparative
ada beberapa produk unggulan yang tidak
Advantage (RCTA)
kompetitif atau memiliki posisi kompetitif
and Trade,
yang lemah, provinsi Sumatera Utara tetap
Analisis
untuk mengekspor produk unggulan.
Specialization Index
(ISP)
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian,
antara lain: ruang lingkup penelitian, jenis penelitian, definisi opoerasional variable,
metode pengumpulan data, dan metode analisa data.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis ekspor komoditas unggulan di
Jawa Timur. Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian
yang menekankan pada pengujian teori – teori melalui pengukuran variable – variable
dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistic (Indriantoro dan
Bambang, 1999:12). Metode kuantitatif lebih cocok digunakan pada penelitian ini karena
untuk mengidentifikasi dan menganalisis daya saing ekspor kakao di Indonesia dilakukan
dengan cara mengukur variable – variable yang terkait berdasarkan data ekspor kakao di
Indonesia. Hasil identifikasi dan analisis tersebut kemudian akan diinterpretasikan dan
dideskripsikan untuk arahan kebijakan pengembangan ekspor di Jawa Timur.
3.2 Definisi Operasional Variable
Variable penelitian meliputi factor – factor yang berperan dalam peristiwa atau gejala
yang akan diteliti (Narbuko dan Achmadi, 2003:118). Dalam penelitian ini, variable –
variable yang menjadi obyek penelitian antara lain :
a. Ekspor
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barangbarang dari dalamnegeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Ekspor merupakan total barang dan jasayang dijual oleh sebuah negara ke negara
lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun
tertentu. Dalam penelitian ini ekpor yang diteliti adalah ekspor non migas
komoditas unggulan di Jawa Timur.
b. Impor
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan
atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut disebut dengan
Importir. Impor yang diteliti dalam penilitian ini adalah impor komoditas
unggulan di Jawa Timur
c. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan atau neraca ekspor-impor adalah perbedaan antara nilai
ekspor dan impor suatu negara pada periode tertentu, diukur menggunakan mata
uang yang berlaku. Neraca Perdagangan menggambarkan potret perdagangan atau
kinerja perdagangan di suatu negara. Neraca positif artinya terjadi surplus
perdagangan jika nilai ekspor lebih tinggi dari impor, dan sebaliknya untuk neraca
negatif.Neraca pedagangan seringkali dibagi berdasarkan sektor barang dan sektor
jasa.
3.3 Metode Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan judul karang ilimiah ini menitikberatkan pada pengakajian mengenai
daya saing produk kakao, dimana produk yang diteliti adalah berdasarkan negara
pengekspor kakao. Jenis
penelitian ini adalah analisis deskriptif kauntitatif dengan
mengunakan data sekunder (time series) mulai tahun 2008 sampai dengan 2013 negaranegara pengekspor kakao di dunia. Sumber yang diambil diantaranya dokumentasi Badan
Pusat Statistik (BPS), http://comtrade.un.org/pb/ , ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa
Statistics, Vol. XLI, No. 1, Cocoa year 2014/15, Kementerian Pertanian Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian 2015.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam mengetahui kekuatan daya saing produk
ekspor kakao di Indonesia penulis menggunakan analisis revealed Comparative
Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR) dan Indeks Spesialisasi perdagangan (ISP)
dengan bantuan Microsoft Excel 2007.
Keunggulan Komparasi (Revealed Comparative Advantage)
Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis
dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu
diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Guna melihat lebih rinci
komoditas Kakao Indonesia yang bersaing dengan negara-negara lain di pasar dunia
dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor
(Balassa, 1965).Nilai RCA yang lebih besar dari 1 menunjukkan daya saing yang kuat.
Semakin tinggi nilai RCA komoditi, maka semakin tangguh daya saing produk tersebut,
sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada
komoditi tersebut.Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan
komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa
ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor
komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukkan
keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas
terhadap dunia. Adapun cara mengjitung RCA adalah sebagai berikut:
Xij / Xit
RCA =
Dimana :
Wj / Wt
Xij = Nilai export komiditas i dari negara j
Xit = Total nilai eksport dari negara j
Wj = Nilai export dunia komoditas i
Wt = Total nilai eksport dunia
Guna Mengetahui apakah tiap produk kakao memiliki keungguglan komparatif atas
ekspornya dinilai berdasarkan RCA adalah antara 0 dan lebih besar dari 0. Nilai 1
dianggap garis pemisah antara keunggulan dan ketidak unggulan komparatif. RCA ≥ 1
berarti daya saing dari negara bersangkutan untuk produk yang di ukut diatas rata-rata
(dunia), sedangkan bila . RCA ≤ 1 berarti daya saingnya berada dibawah rata-rata
(Tambunan, 2004)
Acceleration Ratio (AR)
Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat merebut pasar di
luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya) atau posisinya
semakin lemah di pasar ekspor atau pasar domestik. Acceleration Ratio yaitu rasio
akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan. Pemakaian indeks rasio akselerasi atau rasio
peningkatan kecepatan AR adalah untuk menunjukan apakah suatu negara dapat merebut
pasar ekspor (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya), atau posisinya
semakin lemah dipasar ekspor atau dipasar domestik. Secara matematis indeks AR dapat
dihitung sebagai berikut (Tambunan, 2004) :
Keterangan:
Xij
= nilai Ekspor komoditas i negara j
Mij
= nilai Impor komoditas i negara j
Jika nilainya mendekati atau lebih besar dari 1 artinya Indonesia dapat merebut
pasar ekspor untuk komoditas kakao; lebih kecil dari 1 atau mendekati 0 posisi Indonesia
lemah; dan jika lebih kecil dari 0 atau mendekati -1 berarti ada negara lain yang merebut
pangsa pasar ekspor kakao Indonesia.
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) digunakan untuk mengatahui apakah untuk
komiditas kakao Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importer. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Tambunan, 2004) :
ISP = (Xij – Mij ) / (Xij – Mij )
Keterangan:
Xij
= nilai Ekspor komoditas i negara j
Mij
= nilai Impor komoditas i negara j
Nilai Indeks ISP antara -1 dan +1. Jika nilainya positif (diatas 0 sampai dengan 1),
maka komoditas cacao dikatakan mempuyai daya saing yang kuat atau Indonesia
cenderung pengekspor cacao. Sebaliknya, jika nilai Indeks negative (dibawah 0 sehingga
-1), berarti daya saing cacao Indonesia rendah atau Indonesia cenderung sebagai negara
pengimpor. Posisi daya saing dapat dibagi dalam lima tahap sesuai dengan teori siklus
produk sebagai berikut :
Tahap pengenalan
: -1 < ISP < -0,5
Tahap subtitusi Impor
: -0,5 < ISP < 0
Tahap Perluasan Ekspor
: 0 < ISP < + 0,8
Tahap Mengimpor kembali : 0,8 > ISP < 0
Hasil dan Pembahasan
Daya Saing
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Kakao
Rat-rata Indeks RCA Kakao Indonesia Secara Keseluruhan dari tahun 2008-2013
sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu. Nilai indeks RCA lebih besar dari
satu menunjukkan posisi pangsa pasar ekspor produk kakao Indonesia lebih besar dari
pada dibandingkan dengan pangsa pasar rata-rata kakao dunia ini menandakan bahwa
Indonesia mempunyai keunggulan komparatif. Namun demikaian secara kompetitif
Indonesia di tahun 2008 memiliki nilai share dunia kakao sebesar 9,6 % menempati
urutan ke 3 dunia, sedangkan Pantai Gading sebagai urutan 1 dunia pengekspor kakao
memiliki nilai share dunia sebesar 20,3 %,
akan tetapi di tahun 2013 mengalami
penurunan nilai share dunia kakao sebesar 6,4 % menempati urutan ke 4 dunia, dimana
Ghana yang sebelumnya nilai sharenya dibawah Indonesia di tahun 2013 mengunggulu
Indonesia, sedangkan Pantai Gading masih menempati urutan 1 dunia pengekspor kakao
memiliki nilai share dunia sebesar 18,1 %. Dari kuantitas Indonesia masih menjadi
negara pengekspor terbesar didunia akan tetapi kalo bicara di kawasan asia Indonesia
masih nomer 1.
Acceleration Ratio (AR) Kopra
Indeks AR untuk periode tahun 2008-2013, untuk kakao sebesar 32,458 dan lebih
dari satu, rata-rata sebesar 5,40. Hal ini berarti cacao Indonesia memiliki pangsa pasar
ekspor yang kuat (AR = 32,458) dan Indonesia memiliki kemampuan merebut pasar
ekspor cacao dunia bila dibandingkan dengan negara eksportir lainya yang ada di dunia
untuk produk yang sama. Analisis Acceleration Ratio (AR) juga digunakan untuk melihat
laju pertumbuhan ekspor maupun impor suatu negara. Nilai AR cacao yang lebih besar
dari satu dan positif ini mengambarkan perbedaan dalam laju pertumbuhan ekspor dan
impor produk cacao Indonesia di pasar dunia, yaitu laju pertumbuhan ekspor cacao
Indonesia besar dibandingkan laju pertumbuhan impornya.
Gambar 1. Perkembangan indeks RCA Kakao Indonesia Tahun 2008-2013
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Gambar 2. Perkembangan ISP Kakao Indonesia Tahun 2008-2013
Sejak tahun 2008-2013 rata-rata ISP cacao sebesar 0,772 dan nilainya positif, hal
ini berarti produk cacao Indonesia cenderung sebagai negara pengekspor produk cacao.
ISP Cacao yang relatife menunjukkan penurunan selama 5 tahun terakhir. Hal ini
disebabkan berkurangnya hasil ekspor kakao karena lebih menekankan ekspor yang hasil
bumi lainnya salah satunya minyak sawit dan kuranganya peningkatan mutu kualitas
yang diminati pasar dunia.
Kesimpulan
Indonesia memiliki daya saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari rata-rata
Indeks RCA Kopra Untuk 2008-2013 sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada
satu, berarti kakao Indonesia memiliki pangsa pasar yang lebih besar dari pangsa pasar
rata-rata dunia. Atau dengan kata lain Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan
terspesialisasi pada produk tersebut. Indeks AR : selain untuk melihat perbandingan laju
pertumbuhan ekspor dan impornya. Dalam kurun waktu 5 tahun AR untuk Indonesia
sebesar 32,458 dengan rata 5,40 sehingga Indonesia memiliki kemampuan merebut
pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdangangan international. Rata-rata ISP untuk
kakao dari tahun 2008-2013 sebesar 0,772 hal ini berarti Indonesia memiliki daya saing
yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor, serta menunjukan bahwa supply
domestic kakao lebih besar dari pada demand domestik kakao Indonesia.
Daftra pustaka
Achmadi dan Narbuko. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara
BPS (Badan Pusat Statistik), 2015
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 199. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
akuntansi dan Manajemen. Edisi 1. Cetakan Pertama BPFE, Yogyakarta
Martha Turukay, 2010, Analisis Daya Saing Ekspor Kopra Indonesia Di Pasar
DuniaJurnal Budidaya Pertania, vol.6 No.2, Desember 2010.
MS, Amir. 2003, Ekspor Impor Teori dan Penerapanya, Jakarta, PPM
Porter, ME, 1990. The Competitive Advantage Of Nationas. New York : The Free Press
Suprihatin, “Pendidikan Budi Pekerti”, Jurnal Penelitian Pendidikan Media Komunikasi,
Penelitian, dan Pengembangan Ilmu-ilmu Pendidikan, STKIP, Pacitan, : Vol.2,
No.1, 2010
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Cetakan I.
LP-FEUI, Jakarta.
Tambunan, Tulus T.H, 2004. Globalisasi dan Perdangangan International, Bogor Selatan,
Ghalia Indonesia
ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XLI, No. 1, Cocoa year 2014/15
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-179-kakao-indonesia--optimisnomor-satu-didunia.html, Diakses tanggal 28 Mei 2015
http://www.pertanian.go.id/, Diakses tanggal 28 Mei 2015
KOMODITAS KAKAO INDONESIA Tahun 2008 s/d 2013
Andri Veno, SE., MM
Email : [email protected]
Abstraksi
Komoditas kakao merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tanaman kakao
sangat cocok dengan iklim di Indonesia hal ini didukung dengan luas area, tenaga kerja dan
ahli kakao sehingga mempunyai potensi yang cukup besar. Dari segi kualitas kakao Indonesia
tidak kalah dengan negara penghasil kakao lainnya. Indonesia saat ini menduduki peringkat
ketiga sebagai pemasok produk kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Akan
tetapi produktivitasnya dan mutunya masih sangat rendah Sehingga pemerintah berkewajiban
mendorong peningkatan nilai tambah komoditas kakao. Dengan demikian diharapkan daya
saing komoditas kakao Indonesia akan terus meningkat. Tahun 2008 sampai dengan 2013
daya saing kakao Indonesai masih cukup bagus, terbukti dengan rata Indonesia memiliki daya
saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari rata-rata Indeks RCA Kopra Untuk 2008-2013
sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu, berarti kakao Indonesia memiliki
pangsa pasar yang lebih besar dari pangsa pasar rata-rata dunia. Indeks AR : selain untuk
melihat perbandingan laju pertumbuhan ekspor dan impornya. Dalam kurun waktu 5 tahun
AR untuk Indonesia sebesar 32,458 dengan rata 5,40 sehingga Indonesia memiliki
kemampuan merebut pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdangangan international. Ratarata ISP untuk kakao dari tahun 2008-2013 sebesar 0,772 hal ini berarti Indonesia memiliki
daya saing yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor, serta menunjukan bahwa
supply domestic kakao lebih besar dari pada demand domestik kakao Indonesia.
Kata Kunci : Cocoa, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR),
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Abstract
Cocoa commodity is a source of Indonesian income from foreign sector. Cocoa is
suitable to Indonesian's climate which is supported by the width of area, human resources,
and experts of cocoa so it provides an enormous potency for the country income. The quality
of Indonesian cocoa is presumably competitive to cocoa commodity of the other country.
Indonesia is now standing in the third position of cocoa distributor country, following Ivory
Coast and Ghana. However Indonesian government still need to increase the value of cocoa
commodity related to its quality, with the expectation that Indonesian cocoa can improve its
competitiveness. From 2008 until 2013 the competitiveness of Indonesian cocoa indicates a
good result, evidenced by the RCA Copra for 2008-2013 which is amounted to 9,990. It
means that it’s larger than 1 to imply that the market share of Indonesian cocoa is above
world market average. Within 5 years, AR for Indonesia is equal to 32,458 with average 5,40
then Indonesia has capability to overtake a larger international market share. The average ISP
for cocoa from 2008 to 2013 is amounted to 0,772 which indicates that Indonesia has a
decent competitiveness and tend to be the exporter, in addition to show that supply domestic
of cocoa is larger than the demand domestic of Indonesian cocoa.
Keyword : Cocoa, Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR),
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang cukup potensial Indonesia
sebagai penyedia devisa negara. Hal ini didukung oleh luas area tanam di Indonesia
yang masih tersedia, tenaga kerja dan tenaga ahli kakao yang cukup memadai
sehingga tidak berlebihan bila potensi ini masih dapat ditingkatkan. Perkebunan
kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun
terakhir dan pada tahun 2002 area perkebunan kakao Indonesia tercatat 914.051 ha.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila
dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa yang lebih baik. Kakao
Indonesia mempunyai kelebihan tidak mudah memeleleh sehingga cocok bila dipakai
belnding. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang kakao Indonesia cukup
terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Sehingga potensi untuk industri
kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribus pendapatan.
Dari data yang di keluarkan Internasional Cocoa Organization (ICCO)
Indonesia saat ini tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga didunia, setelah
Pantai Gading dan Ghana dengan luas areal 1.563.423 hektar dan produksi 795.581.
Produksi kakao Indonesia, terbesar berasal dari Sulawesi.Sungguhpun Indonesia
dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar didunia, tapi produktivitasnya dan
mutunya masih sangat rendah. Rata – rata produktivitasnya hanya 660 kg/ha,
sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 ton / ha. Tahun 2008
saja luas areal kakao Indonesia sudah mencapai 1,4 juta hektar. Dilihat dari luasnya
areal perkebunan kakao menurut wilayah pada tahun 2008, Sulawesi adalah yang
terluas mencapai 896,6 hektar, disusul Sumatera seluas 268,1 hektar selanjutnya Jawa
dan Kalimantan masing-masing seluas 90,7 hektar dan 52,9 hektar. Selama tahun
2008, Indonesia mengekspor biji kakao sebanyak 380.512 ton senilai US$ 54,6 juta,
secara total, volume ekspor kakao mencapai 500.561 ton senilai US$ 1,2 miliar.
Sementara tahun 2009 ekspor kakao Indonesia turun menjadi 248.000 ton hingga
406.000 ton.
Melihat permasalahan tersebut, mulai tahun 2009 sampai dengan 2011
pemerintah melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional
di 9 propinsi dan di 40 kabupaten bertujuan untuk mempercepat peningkatan
produktivitas dan mutu kakao nasional dengan memberdayakan / melibatkan secara
optimal seluruh potensi pemangku kepentingan (Stakeholder) perkakaoan nasional.
Ditjen perkebunan dalam tajuk media perkebunan 2009, mengharapkan dukungan
dan kesungguhan pemerintah daerah dilokasi Gerakan Gernas kakao. Harapannya
melalui Gernas ini dapat meningkatkan produktivitas kakao dilokasi gerakan
dari rata – rata 650 kg/ha/tahun pada 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun.
Dari data yang disajikan oleh Kementrian Pertanian Ekspor Kakao Indonesia ke
berbagai belahan dunia dalam bulan Desember 2013 saja sebagai berikut :
Dari data ekspor kakao yang ke berbagai negara di dunia volume hasil kakao di
Desember 2013 volumenya mencapai
38,232,443.00 Kg dan dengan nilai
114,050,073.00 US $ dimana pengimpor kakao dari Indonesia terbesar diatas 1 juta
kg yaitu diantaranya Malaysia, Jerman, Amerika, China, India, Thailand, Spanyol,
dan Korea. Dalam artian kakao produksi Indonesia mempunyai pangsa yang cukup
luas yang diminati banyak negara di dunia. (Sumber : Kementerian Pertanian Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015)
Sedangkan data yang diperoleh dari BPS menyajikan bahwa produksi
perkebunan coklat dari tahun 2008 sampai dengan 2013 terus mengalami penurunan
bisa dilihat dari tahun 2008 sebesar 62.91 juta ton menurun menjadi 54,5 juta ton
mengalami penurunan hampir sebesar 10 juta ton.
2012/13
Estimates
2013/14
Africa
2836
Cameroon
71.9%
3194
225
211
1449
1746
Ghana
835
897
Nigeria
238
248
Others
89
92
Côte d’Ivoire
America
622
Brazil
185
228
Ecuador
192
220
Others
246
259
Asia & Oceania
487
Indonesia
410
375
Papua New Guinea
41
40
Others
36
38
World total
3945
15.8%
12.3%
100.0%
708
454
4355
73.3%
16.2%
10.4%
100.0%
Source: ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XLI, No. 1, Cocoa year 2014/15
Published: 27-02-2015
Note: Totals may differ from sum of constituents due to rounding.
Sedangkan peringkat pengekspor kakao didunia, Indonesia sangat berpotensi
sebagai pengekspor terbesar didunia data yang diperoleh dari organisasi cacao dunia
(ICCO) terlihat bahwa Indonesia sebagai pengekspor terbesar di Asia dan menempati
urutan ke 3 seluruh dunia. Meskipun di tahun 2013 mengalami penurunan ekspor.
Dengan luas area dan tenaga ahli yang mumpuni yang dimiliki Indonesia dibidang
pertanian dan perkebunan diharapkan kakao Indonesia bisa menjadi pengekspor
terbesar didunia. Dalam pengembangan dan peningkatan daya saing produk kakao di
Indonesia yang dicanangkan pemerintah, maka diharapkan Indonesia dapat untuk
meningkatkan daya saing dengan meningkatkan produk olahan kakao. Atas dasar hal
tersebut di atas, maka timbul minat penulis untuk meneliti dengan judul : “Analisis
Daya Saing Ekspor Komoditas Kakao Indonesia di Pasar Dunia tahun 2008-2013”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan gambaran tersebut, beberapa permasalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana daya saing ekspor komditas Kakao Indonesia?
2. Apakah ekspor komoditas Kakao dapat merebut pasar di luar negeri?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Daya Saing ekspor komoditas Kakao Indonesia
2. Untuk mengetahui ekspor komoditas Kakao dapat merebut pasar di luar
negeri?
Daya Saing Ekspor
Daya saing (competitiveness) merupakan kemampuan perusahaan, industri,
daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor
pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan
internasional (sumber: OECD). Menurut Suprihatin (1998) daya saing adalah
kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup
baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi
pada pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan
memperoleh laba yang mencukupi dan dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan
produksinya.
Dalam persaingan internasional khususnya didalam daya saing produk ekspor, ada
tiga aspek yang perlu diperhatikan (Amir, 2003:281), aspek tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih
rendah dari hargayang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih
rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini negara pengekspor
memiliki keunggulan komparatif.
2. Mutu Produk, Mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan
selera konsumen.
3. Waktu Penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di negara
tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat berakibat
fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi dipasarkan yang
akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan produk tersebut.
Menurut Porter (1990), daya saing diidentikan dengan produktivitas dimana
tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit yang digunakan. Pendekatan yang
sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi dilihat dari dua
indokator yaitu keunggulan komparatif yang menunjukkan kompetitif. Salah satu
indikator yang dapat menunjukkan nilai keunggulan komparatif disebut revealed
comparative advantage (RCA) (Tambunan, 2001). RCA didefinisikan sebagai rasio
antara perbandingan ekspor suatu industry (atau komoditas) disuatu negara terhadap
total ekspor negara tersebut dengan perbandingan nilai ekspor dunia industry tersebut
terhadap total ekspor dunia.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis daya saing ekspor suatu komoditas dengan telah
banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menggunakan
analisisRCA(untuk mengukur daya saing) dan ISP. Disamping itu, ada pula penelitian
yang menggabungkannya dengan metode analisis lain seperti Input output pengganda
ekspor. Secara lengkap penelitian terdahulu di sajikan dalam table berikut :
Table 1.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu
No
1.
Peneliti
Martha Turukay
-
(2010)
-
-
Alat Analisis
Judul dan Hasil Penelitian
Analisis RCA
Judul : Analisis Daya Saing Kopra Indonesia
(Revealed
di Pasar Dunia
Comparative
Hasil : Indonesia memiliki keunggulan
Advantage)
komparatif dan tersepesialisasi pada produk
Analisis
tersebut. Selain itu Indonesia memiliki
Acceleration
kemampuan merebut pangsa pasar lebih
Ratio (AR)
besar lagi dalam perdagangan internatisional.
Analisis
Specialization
Index (ISP)
2.
Widyastutik
Ahmad
dan Analisis RCA
Zaenal (Revealed
Ashiqin (2011)
Judul : analisis daya saing dan faktor-faktor
yang mempengaruhi cpo indonesia ke China,
Comparative
Malaysia, dan Singapura dalam Skema
Advantage),
Asean-China Free trade Agreement
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel dependet (produksi domestic CPO),
harga internasional CPO, harga domestic
CPO, harga minyak kedelai, harga minyak
fosil, nilai tukar, lag ekspor, dan dummy
ACFTA)
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan terhadap ekspor CPO ke China,
Malaysia dan Singapura
3.
Ragimun (2012)
-
Analisis RCA
Judul : Analisis daya saing komoditas kakao
(Revealed
Indonesia
Comparative
Hasil : Daya saing Kakao Indonesia masih
-
-
Advantage),
cukup bagus dengan nilai rata-rata RCA
Analisis
diatas 4. Sedangkan nilai ISP rata-rata
Specialization
mendekati 1 berarti Indonesia spesilisasi
Index (ISP)
negara pengekspor.
Analisis Indeks
Konsentrasi
Pasar (IKP)
4.
Rashid
Anggit -
Regresi Sederana Judul : Analisis Daya Saing Crude Palm Oil
Y.A.D, Ni Made -
Analisis RCA
(CPO) Indonesia di Pasar Internasional
Suyastiri Y.P dan
(Revealed
Hasil : menunjukkan trend kenaikan volume
Antik
Comparative
ekspor Crude Palm Oil (CPO) 3 tahun
Advantage),
kedepan antara tahun 2013-2015. Sedangkan
Analisis
daya saing komparatif Crude Palm Oil
Specialization
(CPO) Indonesia di pasar internasional
Index (ISP)
memiliki
Suprihatin
(2012)
-
keunggulan
yang
kompetitif
dengan ISP mendekati 1 yakni 0,95 dan
namun keunggulan komparatif yang rendah
di pasa international dengan indek RCA
sebesar 0,85
5.
Budi Ramanda
- Analisis RCA
Judul : Analisis Daya Saing Produk Ekspor
Bustami Paidi
(Revealed
Provinsi Sumatera Utara
Hidayat, Se, M.Si
Comparative
Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(2013)
Advantage),
10 Provinsi Sumatera Utara produk unggulan
- Analisis Revealed
dengan daya saing yang berbeda. Meskipun
Trade Comparative
ada beberapa produk unggulan yang tidak
Advantage (RCTA)
kompetitif atau memiliki posisi kompetitif
and Trade,
yang lemah, provinsi Sumatera Utara tetap
Analisis
untuk mengekspor produk unggulan.
Specialization Index
(ISP)
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian,
antara lain: ruang lingkup penelitian, jenis penelitian, definisi opoerasional variable,
metode pengumpulan data, dan metode analisa data.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis ekspor komoditas unggulan di
Jawa Timur. Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian
yang menekankan pada pengujian teori – teori melalui pengukuran variable – variable
dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistic (Indriantoro dan
Bambang, 1999:12). Metode kuantitatif lebih cocok digunakan pada penelitian ini karena
untuk mengidentifikasi dan menganalisis daya saing ekspor kakao di Indonesia dilakukan
dengan cara mengukur variable – variable yang terkait berdasarkan data ekspor kakao di
Indonesia. Hasil identifikasi dan analisis tersebut kemudian akan diinterpretasikan dan
dideskripsikan untuk arahan kebijakan pengembangan ekspor di Jawa Timur.
3.2 Definisi Operasional Variable
Variable penelitian meliputi factor – factor yang berperan dalam peristiwa atau gejala
yang akan diteliti (Narbuko dan Achmadi, 2003:118). Dalam penelitian ini, variable –
variable yang menjadi obyek penelitian antara lain :
a. Ekspor
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barangbarang dari dalamnegeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Ekspor merupakan total barang dan jasayang dijual oleh sebuah negara ke negara
lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun
tertentu. Dalam penelitian ini ekpor yang diteliti adalah ekspor non migas
komoditas unggulan di Jawa Timur.
b. Impor
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan
atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut disebut dengan
Importir. Impor yang diteliti dalam penilitian ini adalah impor komoditas
unggulan di Jawa Timur
c. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan atau neraca ekspor-impor adalah perbedaan antara nilai
ekspor dan impor suatu negara pada periode tertentu, diukur menggunakan mata
uang yang berlaku. Neraca Perdagangan menggambarkan potret perdagangan atau
kinerja perdagangan di suatu negara. Neraca positif artinya terjadi surplus
perdagangan jika nilai ekspor lebih tinggi dari impor, dan sebaliknya untuk neraca
negatif.Neraca pedagangan seringkali dibagi berdasarkan sektor barang dan sektor
jasa.
3.3 Metode Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan judul karang ilimiah ini menitikberatkan pada pengakajian mengenai
daya saing produk kakao, dimana produk yang diteliti adalah berdasarkan negara
pengekspor kakao. Jenis
penelitian ini adalah analisis deskriptif kauntitatif dengan
mengunakan data sekunder (time series) mulai tahun 2008 sampai dengan 2013 negaranegara pengekspor kakao di dunia. Sumber yang diambil diantaranya dokumentasi Badan
Pusat Statistik (BPS), http://comtrade.un.org/pb/ , ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa
Statistics, Vol. XLI, No. 1, Cocoa year 2014/15, Kementerian Pertanian Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian 2015.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam mengetahui kekuatan daya saing produk
ekspor kakao di Indonesia penulis menggunakan analisis revealed Comparative
Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR) dan Indeks Spesialisasi perdagangan (ISP)
dengan bantuan Microsoft Excel 2007.
Keunggulan Komparasi (Revealed Comparative Advantage)
Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis
dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu
diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Guna melihat lebih rinci
komoditas Kakao Indonesia yang bersaing dengan negara-negara lain di pasar dunia
dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor
(Balassa, 1965).Nilai RCA yang lebih besar dari 1 menunjukkan daya saing yang kuat.
Semakin tinggi nilai RCA komoditi, maka semakin tangguh daya saing produk tersebut,
sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada
komoditi tersebut.Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan
komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa
ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor
komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukkan
keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas
terhadap dunia. Adapun cara mengjitung RCA adalah sebagai berikut:
Xij / Xit
RCA =
Dimana :
Wj / Wt
Xij = Nilai export komiditas i dari negara j
Xit = Total nilai eksport dari negara j
Wj = Nilai export dunia komoditas i
Wt = Total nilai eksport dunia
Guna Mengetahui apakah tiap produk kakao memiliki keungguglan komparatif atas
ekspornya dinilai berdasarkan RCA adalah antara 0 dan lebih besar dari 0. Nilai 1
dianggap garis pemisah antara keunggulan dan ketidak unggulan komparatif. RCA ≥ 1
berarti daya saing dari negara bersangkutan untuk produk yang di ukut diatas rata-rata
(dunia), sedangkan bila . RCA ≤ 1 berarti daya saingnya berada dibawah rata-rata
(Tambunan, 2004)
Acceleration Ratio (AR)
Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat merebut pasar di
luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya) atau posisinya
semakin lemah di pasar ekspor atau pasar domestik. Acceleration Ratio yaitu rasio
akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan. Pemakaian indeks rasio akselerasi atau rasio
peningkatan kecepatan AR adalah untuk menunjukan apakah suatu negara dapat merebut
pasar ekspor (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya), atau posisinya
semakin lemah dipasar ekspor atau dipasar domestik. Secara matematis indeks AR dapat
dihitung sebagai berikut (Tambunan, 2004) :
Keterangan:
Xij
= nilai Ekspor komoditas i negara j
Mij
= nilai Impor komoditas i negara j
Jika nilainya mendekati atau lebih besar dari 1 artinya Indonesia dapat merebut
pasar ekspor untuk komoditas kakao; lebih kecil dari 1 atau mendekati 0 posisi Indonesia
lemah; dan jika lebih kecil dari 0 atau mendekati -1 berarti ada negara lain yang merebut
pangsa pasar ekspor kakao Indonesia.
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) digunakan untuk mengatahui apakah untuk
komiditas kakao Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importer. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Tambunan, 2004) :
ISP = (Xij – Mij ) / (Xij – Mij )
Keterangan:
Xij
= nilai Ekspor komoditas i negara j
Mij
= nilai Impor komoditas i negara j
Nilai Indeks ISP antara -1 dan +1. Jika nilainya positif (diatas 0 sampai dengan 1),
maka komoditas cacao dikatakan mempuyai daya saing yang kuat atau Indonesia
cenderung pengekspor cacao. Sebaliknya, jika nilai Indeks negative (dibawah 0 sehingga
-1), berarti daya saing cacao Indonesia rendah atau Indonesia cenderung sebagai negara
pengimpor. Posisi daya saing dapat dibagi dalam lima tahap sesuai dengan teori siklus
produk sebagai berikut :
Tahap pengenalan
: -1 < ISP < -0,5
Tahap subtitusi Impor
: -0,5 < ISP < 0
Tahap Perluasan Ekspor
: 0 < ISP < + 0,8
Tahap Mengimpor kembali : 0,8 > ISP < 0
Hasil dan Pembahasan
Daya Saing
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Kakao
Rat-rata Indeks RCA Kakao Indonesia Secara Keseluruhan dari tahun 2008-2013
sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada satu. Nilai indeks RCA lebih besar dari
satu menunjukkan posisi pangsa pasar ekspor produk kakao Indonesia lebih besar dari
pada dibandingkan dengan pangsa pasar rata-rata kakao dunia ini menandakan bahwa
Indonesia mempunyai keunggulan komparatif. Namun demikaian secara kompetitif
Indonesia di tahun 2008 memiliki nilai share dunia kakao sebesar 9,6 % menempati
urutan ke 3 dunia, sedangkan Pantai Gading sebagai urutan 1 dunia pengekspor kakao
memiliki nilai share dunia sebesar 20,3 %,
akan tetapi di tahun 2013 mengalami
penurunan nilai share dunia kakao sebesar 6,4 % menempati urutan ke 4 dunia, dimana
Ghana yang sebelumnya nilai sharenya dibawah Indonesia di tahun 2013 mengunggulu
Indonesia, sedangkan Pantai Gading masih menempati urutan 1 dunia pengekspor kakao
memiliki nilai share dunia sebesar 18,1 %. Dari kuantitas Indonesia masih menjadi
negara pengekspor terbesar didunia akan tetapi kalo bicara di kawasan asia Indonesia
masih nomer 1.
Acceleration Ratio (AR) Kopra
Indeks AR untuk periode tahun 2008-2013, untuk kakao sebesar 32,458 dan lebih
dari satu, rata-rata sebesar 5,40. Hal ini berarti cacao Indonesia memiliki pangsa pasar
ekspor yang kuat (AR = 32,458) dan Indonesia memiliki kemampuan merebut pasar
ekspor cacao dunia bila dibandingkan dengan negara eksportir lainya yang ada di dunia
untuk produk yang sama. Analisis Acceleration Ratio (AR) juga digunakan untuk melihat
laju pertumbuhan ekspor maupun impor suatu negara. Nilai AR cacao yang lebih besar
dari satu dan positif ini mengambarkan perbedaan dalam laju pertumbuhan ekspor dan
impor produk cacao Indonesia di pasar dunia, yaitu laju pertumbuhan ekspor cacao
Indonesia besar dibandingkan laju pertumbuhan impornya.
Gambar 1. Perkembangan indeks RCA Kakao Indonesia Tahun 2008-2013
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Gambar 2. Perkembangan ISP Kakao Indonesia Tahun 2008-2013
Sejak tahun 2008-2013 rata-rata ISP cacao sebesar 0,772 dan nilainya positif, hal
ini berarti produk cacao Indonesia cenderung sebagai negara pengekspor produk cacao.
ISP Cacao yang relatife menunjukkan penurunan selama 5 tahun terakhir. Hal ini
disebabkan berkurangnya hasil ekspor kakao karena lebih menekankan ekspor yang hasil
bumi lainnya salah satunya minyak sawit dan kuranganya peningkatan mutu kualitas
yang diminati pasar dunia.
Kesimpulan
Indonesia memiliki daya saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari rata-rata
Indeks RCA Kopra Untuk 2008-2013 sebesar 9,990 yang berarti lebih besar dari pada
satu, berarti kakao Indonesia memiliki pangsa pasar yang lebih besar dari pangsa pasar
rata-rata dunia. Atau dengan kata lain Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan
terspesialisasi pada produk tersebut. Indeks AR : selain untuk melihat perbandingan laju
pertumbuhan ekspor dan impornya. Dalam kurun waktu 5 tahun AR untuk Indonesia
sebesar 32,458 dengan rata 5,40 sehingga Indonesia memiliki kemampuan merebut
pangsa pasar lebih besar lagi dalam perdangangan international. Rata-rata ISP untuk
kakao dari tahun 2008-2013 sebesar 0,772 hal ini berarti Indonesia memiliki daya saing
yang kuat dan cenderung menjadi negara pengekspor, serta menunjukan bahwa supply
domestic kakao lebih besar dari pada demand domestik kakao Indonesia.
Daftra pustaka
Achmadi dan Narbuko. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara
BPS (Badan Pusat Statistik), 2015
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 199. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
akuntansi dan Manajemen. Edisi 1. Cetakan Pertama BPFE, Yogyakarta
Martha Turukay, 2010, Analisis Daya Saing Ekspor Kopra Indonesia Di Pasar
DuniaJurnal Budidaya Pertania, vol.6 No.2, Desember 2010.
MS, Amir. 2003, Ekspor Impor Teori dan Penerapanya, Jakarta, PPM
Porter, ME, 1990. The Competitive Advantage Of Nationas. New York : The Free Press
Suprihatin, “Pendidikan Budi Pekerti”, Jurnal Penelitian Pendidikan Media Komunikasi,
Penelitian, dan Pengembangan Ilmu-ilmu Pendidikan, STKIP, Pacitan, : Vol.2,
No.1, 2010
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Cetakan I.
LP-FEUI, Jakarta.
Tambunan, Tulus T.H, 2004. Globalisasi dan Perdangangan International, Bogor Selatan,
Ghalia Indonesia
ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XLI, No. 1, Cocoa year 2014/15
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-179-kakao-indonesia--optimisnomor-satu-didunia.html, Diakses tanggal 28 Mei 2015
http://www.pertanian.go.id/, Diakses tanggal 28 Mei 2015