TUGAS INDIVIDU ASAS ASAS HUKUM PIDANA PE (1)

TUGAS INDIVIDU
ASAS-ASAS HUKUM PIDANA PERKEMBANGAN
Dosen:
Somawidjaya, S.H., M.H.
Rully Herdita Ramadhadi, S.H., M.H.
Oleh:
Salma Isni Ramadhani
110110150023

1. Kapan penghasutan dikategorikan sebagai percobaan?
Dalam Pasal 160 KUHP dijelaskan,

tulisan

menghasut

supaya

melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa
umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah
jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan

pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”
R Soesilo dalam bvukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menerangkan
bahwa:1
1.

“Menghasut” artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau
membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata
“menghasut” tersimpul sifat “dengan sengaja”. Menghasut itu lebih keras

daripada “memikat” atau “membujuk”, akan tetapi bukan “memaksa”.
2. Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan, maupun dengan tulisan.
Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai jika
kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan. Jika menghasut
dengan tulisan, hasutan itu harus ditulis dahulu, kemudian disiarkan atau
dipertontonkan pada publik.
3. Orang hanya dapat dihukum apabila hasutan itu dilakukan di tempat
umum, tempat yang didatangi publik atau dimana publik dapat mendengar.
1 Soesilo. R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Poletia: Bogor, 1991, hlm. 136137.


Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya:
a.

dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) =
semua perbuatan yang diancam dengan hukuman

b.

melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan

c.

jangan mau menurut pada peraturan perundang-undangan

d. jangan mau menurut perintah yang sah yang diberikan menurut undangundang.
Menurut Pasal 53 KUHP, supaya percobaan pada kejahatan (pelanggaran tidak)
dapat dihukum, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
2. Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan

3. Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh
sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat
itu sendiri.
Jadi,

penghasutan

dikategorikan

sebagai

percobaan

ketika

suatu

penghasutan dilakukan dengan niat untuk berbuat suatu tindak kejahatan
sehingga mempengaruhi orang yang terhasut untuk melakukan tindakan
kejahatan namun tindakannya itu tidak dilakukan sampai selesai karena terhalang

oleh sebab-sebab tertentu.
2. Apakah menyebarkan Hoax ( Berita Bohong ) dapat dikualifikasikan
sebagai:
a. Penghinaan
b. Penistaan
c. Penghasutan

Dalam hukum pidana diatur perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang
dipandang melanggar hukum, dan atas perbuatan atau tindakan melanggar hukum
tersebut dinamakan perbuatan pidana, atau yang lebih umum dikenal dengan tindak
pidana atau delik. Dan karena berkaitan dengan penerbitan surat kabar maka
dinamakan dengan delik pers.

Dalam KUHP tidak ada delik khusus mengenai Pers, untuk adanya kepastian hukum
dan perlindungan hukum untuk jenis-jenis penyalahgunaan fungsi pers, maka
kaitannya dengan delik pidana yang diatur dalam KUHP akan dicari hubungan yang
sesuai dengan delik ini, khususnya pasal-pasal mengenai komunikasi, penyebaran
informasi dan media massa, yang diantaranya terdapat Delik Kabar Bohong.
Delik kabar bohong diatur dalam pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946
tentang ketentuan-ketentuan pokok pers. Dalam RUU KUHP selain mengatur

tentang penyebaran berita bohong pada pasal 307, juga diatur pidana penyiaran
berita yang tidak pas, tidak lengkap dan berlebihan dalam pasal 308. RUU KUHP
membuat secara khusus tentang tindak pidana berupa menyiarkan berita bohong,
dan berita yang tidak akurat. Meskipun diatur secara khusus, tetapi terdapat
ketidakjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan berita bohong, sehingga pasalpasal tersebut potensial dapat disalahgunakan. Narasumber yang tidak suka dengan
pers atau pemberitaan mengenai dirinya bisa menyeret pers ke pengadilan dengan
tuduhan menyiarkan kabar atau berita bohong. 2
Mengenai

apakah

penyebaran

berita

bohong

termasuk

penghinaan,


penistaan, atau penghasutan, hal ini merupakan hal yang berbeda. Hoax tidak dapat
disimpulkan apakah termasuk penistaan, penghinaan, ataupun penghasutan. Untuk
mengetahui hoax/berita bohong tersebut termasuk kategori yang mana kita harus
melihat dulu tujuan dibuatnya berita tersebut. Jika berita bohong tersebut dapat
memenuhi unsur dalam penghasutan yang tertuang dala Pasal 160 KUHP maka
hoax disini dapat dikategorikan sebagai penghasutan. Jika berita bohong tersebut
ditujukan untuk menyatakan permusuhan, kebencian, atau merendahkan terhadap
suatu kaum atau golongan, berita bohong ini memenuhi unsur dalam penistaan yang
tertuang dalam Pasal 156 KUHP dapat dikategorikan sebagai penistaan. Dan jika
berita bohong ini ditujukan atau digunakan untuk mencemarkan nama baik
seseorang, maka hoax ini memenuhi unsur Pasal 315 KUHP tentang Penghinaan
dapat dikategorikan sebagai penghinaan.
Ketentuan pidana penyebaran kabar bohong diatur dalam pasal XIV dan XV
UU No. 1 tahun 1946, yang menggantikan pasal 171 KUHP yang telah dicabut.
2 Eriyanto dan Anggara, Kebebasan Pers Dalam Rancangan KUHP, Jakarta : Aji
dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2007, hlm. 26

Pasal XIV UU No. 1 tahun1946:
1. Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan

bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan
rakyat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sepuluh tahun.
2. Barangsiapa

menyiarkan

suatu

berita

atau

mengeluarkan

pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan
rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau
pemberitahuan itu bohong, dihukum dengan penjara selamalamanya tiga tahun.
Pasal XV UU No.1 tahun 1946:
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang

berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti, setidaktidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau
mudah dapat menerbitkan keonaran di di kalangan rakyat, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga tahun
3. Percobaan dominan ke niat atau perbuatan? Ilustrasikan berdasarkan
pendapat para ahli!
Frank, ada perbuatan pelaksanaan jika perbuatan yang dilakukan itu ada
bertulisan yang nodweer/ perlu dengan kelakuan yang tersebut dalam
rumusan delik bagi pengertian yang sewajarnya nampak sebagai bagian
daripadanya.
Teori angan-angan (Vooorstellings Theorie), teori ini dikemukakan oleh
Frank dalam Festshchift Gieszen sekitar tahun 1907 yang menyatakan bahwa
suatu akibat tidak mungkin dapat dikehendaki. Dikatakan bahwa manusia
hanya memiliki kemampuan untuk menghendaki terlaksananya sesuatu
perbuatan tetapi tidak berkemampuan untuk menghendaki, mengingini atau
membayangkan akibat perbuatannya. 3

3 C.S.T Kansil at all, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita. Jakarta:
2004, hlm. 51

Van Hamel, bahwa dikatakan ada perbuatan pelaksanaan apabila

dilihat dari perbuatan yang telah dilakukan adanya kepastian niat untuk
melakukan kejahatan
Teori ini didasarkan kepada niat seseorang, sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 53 KUHPidana bahwa “...apabila niat itu telah
terwujud dari adanya permulaan pelaksanaan”. Jadi dikatakan sebagai
permulaan

pelaksanaan

adalah

semua

perbuatan

yang

merupakan

perwujudan dari niat pelaku. Apabila suatu perbuatan sudah merupakan

permulaan dari niatnya, maka perbuatan tersebut sudah dianggap sebagai
permulaan pelaksanaan.
Menurut teori subjektif dasar patut dipidananya percobaan (strafbare
poging) itu terletak pada watak yang berbahaya dari si pembuat. Jadi, unsur
sikap batin itulah yang merupakan pegangan bagi teori ini. 4 Ajaran yang
subjektif lebih menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53
KUHP sebagai permulaan pelaksanaan dari niat dan karena itu bertolak dari
sikap batin yang berbahaya dari pembuat dan menamakan perbuatan
pelaksanaan: tiap perbuatan yang menunjukkan bahwa pembuat secara
psikis sanggup melakukannya Maka menurut van Hamel, jika ditinjau dari niat
si pembuat, dikatakan ada perbuatan permulaan pelaksanaan jika dari apa
yang telah dilakukan sudah ternyata kepastiannya niat untuk melakukan
kejahatan tadi.
Dapat disimpulkan

bahwa

berdasarkan

teori


subjektif

dapat

dipidananya percobaan, karena niat melakukan kejahatan itu diangfgap
sudah membahayakan kepentingan hukum. Sehingga niat untuk melakukan
kejahatan yang telah diwujudkan menjadi suatu perbuatan dianggap telah
membahayakan.
Moeljatno, adanya perbuatan pelaksanaan dilihat dari 2 faktor
1. Sifat Percobaan
2. Sifat umumnya delik
Menurut Moeljatno, tidak ada keraguan baik dari menurut MvT, mengenai
pembentukan pasal 53 ayat (1) KUHP, telah diberikan beberapa penjelasan yaitu :
4 Wonosuntanto dan Sudarto, 1987, Catatan Kuliah Hukum Pidana II, Program
Kekhusussan Hukum Kepidanaan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah:
Surakarta, hlm. 17.

1. Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang
telah

dapat

dihukum

itu

terdapat

diantara

apa

yang

disebut

voerberidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) dengan apa yang disebut
uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan).
2.Yang dimaksud dengan Voerberidingshandelingan dan Uitvoeringshandelingan
itu adalah tindakan-tindakan yang berhubungan langsung dengankejahatan yang
dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya. Pembentuk Undangundang tidak bermaksud untuk menjelaskan lebih lanjut tentang batas-batas antara
Uitvoeringshandelingen seperti yang dimaksud di atas.
Pompe, perbuatan pelaksanaan adalah perbuatan itu mampu untuk menimbulkan
kejahatan atau mempunyai potensi/strekking untuk mendatangkan delik
Menurut teori ini, seseorang yang melakukan suatu percobaan itu dapat
dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum.
Ajaran yang objektif menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal
53 KUHPidana lebih sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan dan karena itu
bertolak dari berbahayanya perbuatan bagi tertib hukum, dan menamakan
perbuatan pelaksanaan sebagai tiap perbuatan yang membahayakan kepentingan
hukum.

Dilihat dari keempat pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
percobaan itu membuktikan adanya niat dan perbuatan dalam melakukan tindak
kejahatan. Namun, percobaan ini lebih dominan kepada perbuatan karena harus
adanya delik yang tidak selesai dikarenakan keadaan diluar si pelaku.