Impor Beras yang Memiskinkan pdf

Im por Beras yang Mem iskinkan
Mulai bulan Oktober sam pai dengan Novem ber 20 0 6, pem erintah m elakukan
im por beras bertahap sebanyak 210 .0 0 0 ton. Im por yang dilakukan dari Thailand dan
Vietnam bertujuan m encukupi stok beras nasional sehingga harga beras bisa stabil.
Kebijakan im por beras ditentang banyak pihak. Paling keras bersuara adalah para
petani karena dengan im por tersebut bisa dipastikan m ereka tidak akan bisa
m enikm ati kenaikan harga gabah dan beras. Alih-alih m engalam i kenaikan, harga
gabah dan beras produksi m ereka justru m eram bat turun.
Penurunan harga gabah dan beras m em bawa akibat penurunan penghasilan dan
daya beli petani bersangkutan. Lebih jauh, petani m engalam i penurunan standar
kehidupan. Beberapa diantaranya, yang sebelum nya telah berada sedikit di atas
am bang garis kem iskinan, dengan sedikit penurunan penghasilan akan terjerem bab
dalam kubangan kem iskinan.
Im por beras m em iliki pengaruh signifikan terhadap terciptanya kem iskinan
petani. Signifikansi pengaruh tersebut akan dijelaskan dalam m akalah ini. Sistem atika
yang dipergunakan adalah m enyajikan selintas m engenai kem iskinan serta teori-teori
kem iskinan; kem udian dijelaskan tentang petani serta karakteristiknya; dilanjutkan
pem bahasan hubungan im por beras dengan kem iskinan petani; terakhir ditutup
dengan kesim pulan serta saran kebijakan pertanian yang sebaiknya dilakukan untuk
m engentaskan petani dari jerat kem iskinan.
Ke m is kin a n

Mendefinisikan kem iskinan sangat dipengaruhi oleh dim ensi yang kita
pergunakan. Nam un apapaun dim ensi yang dipakai, pada dasarnya kem iskinan dapat
dipilah dalam dua jenis berikut. Pertam a, kem iskinan dalam arti absolut. Yaitu kondisi
riil m anusia tidak m am pu m em enuhi kebutuhan hidup m inim um nya. Kem iskinan
absolut m erupakan kem iskinan yang diukur dengan (m enggunakan param eter) garis
kem iskinan, yaitu suatu batas/ besaran nilai (diukur dengan uang atau pangan – beserta
kandungannya-) yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup.
Merujuk pada kriteria kem iskinan yang diajukan oleh United Nation s
Developm ent Program (UNDP), US $ 1 per hari per kepala adalah batas antara m iskin
dan tidak m iskin.1 Artinya, jika seseorang berpenghasilan dibawah US$ 1 per hari m aka
dia akan digolongkan ke dalam kriteria m iskin.
Berbeda dengan kriteria yang disusun UNDP, m eskipun sebenarnya
pertim bangan yang m endasarinya sam a, Badan Pusat Statistik Indonesia m enyodorkan
kriteria kem iskinan dengan satuan rum ah tangga sebagai basis pengukuran. Kriteria
rum ah tangga m iskin yang dirum uskan BPS adalah sebagai berikut: 2
1 www.undp.org/ m dg/ basics.shtm l
2

------, “Orang Miskin Bertambah” dalam Kom pas, 2 Septem ber 20 0 6.
Terlepas dari konteks penulisan m akalah ini, perlu disam paikan sedikit kritik terhadap kriteria

kem iskinan yang dirum uskan oleh UNDP m aupun BPS. Mengutip pendapat seorang penulis Afrika,
Vandana Shiva m engatakan bahwa kem iskinan dapat dibedakan dalam dua m acam kem iskinan. “Ada
gunanya membedakan konsep budaya m engenai kem iskinan sebagai hidup sesuai dengan kebutuhan,

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

1

1. Luas lantai bangunan tem pat tinggal kurang dari 8 m 2 ,
2. lantai tem pat tinggal terbuat dari tanah/ bam bu/ kayu m urahan,
3. jenis dinding tem pat tinggal terbuat dari bam bu/ rum bia/ kayu berkualitas
rendah/ tem bok tanpa diplester,
4. tidak m em iliki fasilitas buang air besar/ bersam a-sam a dengan rum ah tangga
lain,
5. penerangan rum ah tangga tidak m enggunakan listrik,
6. sum ber air m inum berasal dari sum ur/ m ata air tidak terlindung/ sungai/ air
hujan,
7. bahan bakar untuk m em asak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ m inyak
tanah,
8. hanya m engonsum si daging/ susu/ ayam satu kali dalam sem inggu,

9. hanya m em beli satu setel pakaian baru dalam setahun,
10 . hanya sanggup m akan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari,
11. tidak sanggup m em bayar biaya pengobatan di puskesm as/ poliklinik,
12. sum ber penghasilan kepala rum ah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0 ,5
ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 60 0 .0 0 0 per bulan,
13. pendidikan tertinggi kepala rum ah tangga: tidak sekolah/ tidak tam at SD/ hanya
SD,
14. tidak m em iliki tabungan/ barang yang m udah dijual dengan nilai m inim al Rp
50 0 .0 0 0 , seperti sepeda m otor (kredit/ non kredit), em as, ternak, kapal m otor,
atau barang m odal lainnya.
Kriteria kem iskinan di atas, yang dipergunakan untuk m elakukan Survei Sosial
Ekonom i Nasional (Susenas) Maret 20 0 6, m enunjukkan jum lah penduduk m iskin di
Indonesia sebesar 39,0 5 juta penduduk dari 222 juta total penduduk Indonesia. Atau
dalam prosentase, 17,75% penduduk Indonesia adalah m iskin. J um lah penduduk
m iskin tahun 20 0 6 m engalam i peningkatan signifikan dibanding jum lah penduduk
m iskin 20 0 5. Hasil Susenas Februari 20 0 5 m enunjukkan jum lah penduduk m iskin
35,10 juta 220 juta total penduduk Indonesia, atau sebesar 15,97%.3
Konsep kem iskinan yang kedua adalah kem iskinan dalam arti relatif. Kem iskinan
relatif adalah kondisi m iskin yang disandang seseorang jika dibandingkan terhadap

orang lain. Orang yang m engalam i kem iskinan relatif belum tentu tidak bisa hidup jika
berada dalam kondisi ini.
Sem entara terjadinya kem iskinan disebabkan oleh salah satu atau kom binasi dari
ketiga hal, yaitu; penyebab alam iah yang m eliputi kondisi bawaan m anusia dan kondisi

dengan kemelaratan sebagai serba kekurangan dari sudut m aterial atau kebendaan akibat peram pasan dan
kekurangan.” Konsep kem iskinan budaya adalah kondisi dianggap m iskin karena tidak m engkonsum si
m akanan olahan yang dihasilkan dan diedarkan oleh jaringan agribisnis dunia (barang-barang yang
dihasilkan untuk dan diedarkan m elalui pasar). Selengkapnya m engenai kondep ini bisa dilihat dalam
Vandana Shiva, 1997, Bebas Dari Pem bangunan: Perem puan, Ekologi, dan Perjuangan Hidup di India,
J akarta, Yayasan Obor Indonesia, hal. 13-18.
3 Ibid.

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

2

alam ; kebudayaan m asyarakat atau individu bersangkutan; serta kem iskinan
struktural.
Penyebab alam iah antara lain berupa kondisi lingkungan tem pat tinggal.

Seseorang yang tinggal di daerah tandus, relatif besar peluangnya untuk m enjadi
m iskin karena ketidakm am puan daya dukung lingkungan dalam m em enuhi kebutuhan
hidup m inim al orang bersangkutan.
Faktor penyebab kem iskinan yang kedua adalah kebudayaan. Edward Burnett
Tylor m endefinisikan kebudayaan sebagai kom pleks keseluruhan yang m eliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum , m oral, kebiasaan, dan lain-lain
kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh m anusia sebagai anggota m asyarakat.4
Sem entara m enurut Koentjaraningrat terdapat tujuh unsur budaya universal yang
dapat ditem ukan pada berbagai bangsa di dunia. Ketujuh unsur tersebut terdiri dari
bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,
sistem m ata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.5
Mengapa kebudayaan bisa m em iskinkan? Hal ini tidak terlepas dari kedudukan
kebudayaan sebagai w ay of life m anusia yang selalu diwariskan turun tem urun.
Sehingga kebudayaan yang tidak m em iliki sem angat m encapai kem akm uran akan terus
m engekang m anusia ke dalam ketidakm akm uran. Contoh riil bisa dilihat pada kondisi
m asyarakat suku Anak Dalam di Tam an Nasional Bukit Dua Belas dan Tam an Nasional
Bukit Tiga Belas, J am bi, yang terasing dan m engasingkan (baca: m enutup diri) dari
pergaulan dengan dunia luar.
Kem am puan berhitung (sistem pengetahuan) m asyarakat suku anak dalam
sangat buruk. Bahkan bisa dibilang m ereka tidak m em iliki kem am puan berhitung,

sehingga sering (bahkan ham pir selalu) ditipu jika m enjual dam ar hutan kepada
m asyarakat desa sekitar.6
Kebudayaan suku Anak Dalam tidak m ewariskan sistem pengetahuan yang cukup
sehingga kualitas kehidupan sehari-hari suku anak dalam tidak bisa lepas dari
kem iskinan. Tidak adanya sistem pengetahuan yang bisa diwariskan diperparah
dengan perilaku m ereka yang serba m enutup diri dari dunia luar.
Dengan m enelaah contoh di atas, bisa kita tarik kesim pulan dari perspektif
kebudayaan, m em erangi kem iskinan (m elakukan social m ovem ent) adalah sebuah
proses budaya. Wujud kebudayaan yang tidak m endukung pencapaian kem akm uran
harus bertransform asi m enuju wujud yang lebih m endukung kem akm uran.
Penyebab kem iskinan yang ketiga adalah struktur m asyarakat. Kem iskinan yang
ditim bulkan atau dibentuk oleh struktur m asyarakat disebut sebagai kem iskinan
struktural. Struktur disini diartikan sebagai ter-stratifikasi-nya m asyarakat baik secara
vertikal m aupun horizontal. Kelas-kelas (sebagai bagian stratifikasi) dalam m asyarakat
m em iliki fungsi m asing-m asing, sehingga stratifikasi tersebut berusaha dilanggengkan

4

William A. Haviland, tanpa tahun, Antropologi, J ilid 1 Edisi Keem pat, Erlangga, hal. 332-333.
Koentjaraningrat, 1990 , Pengantar Ilm u Antropologi, J akarta, PT Rineka Cipta, hal. 20 3-20 4.

6 Lihat Butet Manurung dalam Sejarah Pengem bangan Pendidikan Alternatif “Sokolah” Orang Rim ba di
Tam an Nasional Bukit Dua Belas dan Bukit Tiga Puluh, J am bi. ----------, 20 0 3, On/ Off N ew sletter, Edisi
Khusus 19/ II/ 20 0 3, Yogyakarta, Sindikat Kerja Orang Biasa.
5

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

3

dengan berbagai cara. Salah satunya dengan diciptakannya regulasi/ pengaturan oleh
pihak yang m em iliki kekuasaan dalam m asyarakat.
Revrisond Baswir m em berikan definisi kem iskinan struktural sebagai kem iskinan
yang dibuat m anusia seperti distribusi aset produktif yang tidak m erata, kebijakan
ekonom i tidak adil, korupsi dan kolusi, serta tatanan perekonom ian dunia yang
cenderung m enguntungkan kelom pok m asyarakat tertentu.
Contoh kem iskinan struktural ialah kondisi petani yang selalu tidak bisa m enjual
gabah dan berasnya dengan harga m ahal. Karena pasar (dengan intervensi
pem erintah) m engkondisikan harga jual gabah dan beras selalu dalam tataran relatif
m urah. Disini petani m em ang dikondisikan untuk m enjadi warga negara pelengkap,
yang sem ata-m eta bertugas m enyediakan pangan sebagai sarana kem akm uran anggota

m asyarakat lain, sem entara dirinya sendiri harus puas dengan kondisi yang serba
kekurangan.
Artinya, kem iskinan petani adalah produk/ ciptaan/ hasil (dalam derajat yang
lebih rendah adalah im bas 7) dari sebuah tindakan/ narasi besar negara. Dengan asum si
ini, m aka bagi orang-orang tertentu (yang m iskin), kem iskinan adalah suatu
pengkondisian yang ditim pakan kepadanya baik dia (petani tersebut) sadari atau tidak.
Keterlibatan negara dalam upaya m engkondisikan kem iskinan petani inilah yang akan
dipaparkan lebih jauh dalam m akalah.
Siap akah Pe tan i?
Perspektif sosiologi m enyebut petani kecil dengan istilah peasant. Dalam konsep
ini, peasant bukanlah seorang petani dengan lahan kecil, nam un seorang petani yang
berjiwa subsisten. J iwa subsisten seorang petani m endorongnya hanya untuk
m elakukan usaha pertanian sekedar m encukupi kebutuhan m inim al hidupnya.
Sem entara petani yang m em iliki jiwa wirausaha dan cenderung m engejar keuntungan
dalam setiap usaha pertaniannya, dia tidak bisa disebut sebagai peasant, m elainkan
agricultural entrepreneur ‘petani m odern’.8
Raym ond Firth (1956) seperti dikutip Raharjo, m em berikan definisi peasant
dalam konteks keekonom ian. Menurut Firth, ekonom i peasant adalah sistem berskala
kecil, dengan teknologi dan peralatan yang sederhana, seringkali hanya m em produksi
untuk m ereka sendiri yang hidupnya subsisten. Usaha pokok untuk hidup dengan

m engolah tanah.9
Definisi Belshaw (1965) lebih lugas; m enyebut m asyarakat peasant sebagai
m asyarakat yang w ay of life-nya berorientasi pada tradisionalitas; terpisah dari pusat

7

Mengandung m akna bahwa ada kesadaran tindakan (diketahui dengan pasti bahwa ada beberapa
tindakan yang ternyata bisa m engakibatkan kem iskinan terhadap orang lain) untuk m encitakan
kem iskinan. Terlepas dari apakah pihak pem buat (penyebab) kem iskinan tersebut m elakukan tindakannya
dengan sengaja atau tidak dengan sengaja.
8 Bandingkan dengan dwi fungsi petani yang dikem ukakan oleh J .F. Warouw bahwa petani berproduksi
untuk m em enuhi kebutuhan sendiri (used value) dan berproduksi untuk m em enuhi kebutuhan orang lain
(exchanged value). J .F. Warouw, 20 0 6, Diktat kuliah Teori Sosial Pem bangunan, J akarta, Magister
Adm inistrasi dan Kebijakan Publik, FISIP UI.
9 Raharjo, 20 0 4, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, hal. 69.

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

4


perkotaan tetapi m em iliki keterkaitan dengannya; m engkom binasikan kegiatan pasar
dengan produksi subsisten.10
Lalu apa yang dim aksud dengan subsistensi? Secara sederhana subsistensi
diartikan sebagai cara hidup yang cenderung m inim alis. Clifton R. Wharton (1963)
m engklasifikasikan subsistensi dalam dua jenis, yaitu subsistensi produksi dan
subsistensi hidup. Subsistensi produksi berkenaan dengan derajat kom ersialisasi dan
m onetisasi yang rendah. Sem entara subsistensi hidup berkenaan dengan pem enuhan
kebutuhan m inim al sekedar untuk bertahan hidup.11
Wharton m engem ukakan bahwa pertanian subsisten m urni m erupakan pertanian
yang berdiri sendiri dan m encukupi diri sendiri. Sem ua produksi dikonsum si sendiri
tanpa ada yang dijual. Selain hal itu, tidak ada pengaruh luar, seperti produsen barang
atau jasa pelayanan berkait pertanian, yang m asuk atau m em pengaruhi pertanian.
Ko n d is i So s ial-Eko n o m i Pe tan i
Rata-rata, kondisi petani di Indonesia jauh dari gam baran kem akm uran.
Pertanian di Indonesia sebenarnya adalah sektor m enentukan bagi kehidupan
m asyarakat, nam un sayangnya selalu diposisikan m arginal, sekedar pelengkap derita.
Beras adalah m akanan pokok yang selalu dibutuhkan (dikonsum si) m ayoritas
m asyarakat Indonesia. Dengan dem ikian, sudah m enjadi hukum alam jika petani
m enjadi pihak yang m em egang m onopoli. Kondisi pasar m onopolis seharusnya

m em bawa petani kepada kesejahteraan yang lebih baik. Tetapi kondisi tersebut tidak
terjadi karena adanya intervensi negara m elalui “politik pangan m urah”. Secara garis
besar politik pangan m urah m enekan biaya produksi pertanian sehingga harga jual
m enjadi lebih m urah.12
Menjadi pertanyaan besar m engapa petani nyaris selalu m iskin padahal m ereka
berperan sebagai produsen yang m enghasilkan barang kebutuhan pokok m asyarakat.
Beberapa faktor penyebabnya antara lain sebagai berikut:
Pe rtam a , petani tidak m em iliki cukup lahan untuk m enghasilkan beras sam pai
tingkat surplus. Sehingga m ayoritas petani di negara ini adalah peasant atau petani
yang m em produksi beras hanya sekedar m em enuhi kebutuhan hidup. Dalam kelom pok
ini beras belum m enjadi kom oditi.
Tidak tercapainya surplus produksi antara lain disebabkan lahan yang dikuasai
petani sangatlah sem pit. Luas lahan pertanian dari tahun ke tahun tidak m engalam i
peningkatan, sem entara jum laha anggota keluarga petani terus bertam bah.
Konsekuensi pertam bahan jum lah anggota keluarga petani adalah dipecahnya lahan
pertanian yang sem pit tersebut untuk diwariskan kepada anak-anak petani. Dengan
dem ikian lahan pertanian sem akin terpecah-pecah lebih kecil. Belum lagi m araknya

10

Ibid., hal. 70 .
hal. 70 -71.
12 Kebijakan beras m urah m erupakan kebijakan yang diam bil pem erintah (bahkan sebenarnya sudah
diterapkan pula oleh pem erintah kolonial) sejak awal kem erdekaan Indonesia. Tahun 1949-1959
pem erintah m enerapkan “politik pangan m urah” dengan cara m enekan serendah m ungkin biaya produksi
beras. Tahun 1959-1966 diterapkan “politik upah natura” yang m engganti sebagian upah pegawai negeri
dalam wujud beras. Tentang politik pertanian (politik pangan/ beras) dapat dilihat dalam Mubyarto, 1994,
Politik Pertanian dan Pem bangunan Pedesaan, J akarta, Sinar Harapan, hal. 140 -144.
11 Ibid.,

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

5

konversi (pengalihan fungsi) lahan pertanian. Surplus m acam apa yang bisa
diharapkan dari lahan pertanian yang sem akin m engecil?
Sensus Pertanian tahun 20 0 3 m enunjukkan selam a periode 1993-20 0 3, rata-rata
luas penguasaan lahan pertanian turun dari 0 ,80 ha m enjadi 0 ,72 ha. Kondisi lebih
parah terjadi di J awa yang rata-rata luas lahan pertanian turun dari 0 ,47 ha m enjadi
0 ,38 ha. Kondisi ini m eningkatkan jum lah petani gurem , yang m enguasai lahan kurang
dari 0 ,5 ha, m eningkat 2,17% per tahun. Petani gurem di Indonesia m encapai jum lah
13,3 juta rum ah tangga pada tahun 20 0 3 atau sebesar 55% dari total petani Indonesia.13
Ke d u a , petani-petani yang m em iliki cukup lahan untuk m encapai tahap surplus
produksi pada kenyataannya tetap tidak bisa m enguasai/ m enentukan harga pasar
karena m ereka (petani-petani tersebut) tidak terorganisir. Tanpa diorganisir, petani
beras akan kesulitan m elakukan m onopoli, dalam arti m engatur di tingkat harga
berapa m ereka boleh m elepas beras ke pasar. Sehingga kecenderungannya m asingm asing petani justru m enentukan harga m ereka sendiri-sendiri yang acapkali lebih
m urah dari harga sesam a petani.
Ke tiga, intervensi pem erintah m elalui kebijakan im por beras. Dalam
pem bahasan di m uka telah disinggung tentang politik pangan. J ika pada m asa
kolonialism e Belanda dan dekade awal 60 -an dan 70 -an politik pangan dilakukan
dengan m enekan biaya produksi, kecenderungan yang dilakukan pem erintah saat ini
adalah m elakukan im por beras. Im por beras m enjadi pilihan karena lebih m udah
dilakukan daripada harus m enekan biaya produksi beras.
Im p o r Be ras
Pem erintah (sebagai representasi negara) m em iliki kewajiban m enjam in
pem enuhan kebutuhan pangan m asyarakat, baik dari segi jum lah beras m aupun
keterjangkauan harga beras. Dengan kata lain pem erintah harus m enjam in bahwa
jum lah beras di pasar cukup m em enuhi kebutuhan sem ua m asyarakat dengan harga
terjangkau.
Pem enuhan kebutuhan beras, dari segi jum lah, bisa dilakukan m elalui dua cara,
yaitu m enaikkan produksi pertanian dalam negeri, atau cara kedua dengan m elakukan
im por beras. Dalam hal ini pem erintah cenderung m em ilih m elakukan im por daripada
harus m eningkatkan produksi dalam negeri. Menaikkan produksi pertanian
m erupakan kegiatan yang relatif sulit serta m em butuhkan waktu lam a. Sulit karena
m eliputi berbagai kegiatan seperti penyediaan pupuk m urah, peningkatan teknologi
pertanian, sarana penyim panan yang m em adai, saluran distribusi, dan banyak hal lain.
Kom pleksitas m asalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi pertanian
m enjadikan peningkatan produksi sebagai proyek jangka panjang serta berbiaya tinggi.
Peningkatan produksi pangan tidak bisa dicapai dengan cepat, m elainkan secara
bertahap. Apalagi sebagai sebuah proyek jangka panjang, peningkatan produksi
pertanian m em erlukan ketersam bungan (kontinuitas) kebijakan pem erintahan.
13 Kecuk Suhariyanto, “Kem iskinan dan Konversi Lahan” dalam Kom pas, 16 Oktober 20 0 6. Sebagai
catatan, perhitungan penguasaan lahan pertanian dalam Sensus Pertanian berbasis satuan keluarga.
Artinya penguasaan lahan yang dim aksud adalah penguasaan lahan per keluarga petani (terlepas dari
berarpun jum lah anggota keluarga petani tersebut).

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

6

Artinya, pem erintah yang akan datang harus rela dan m em iliki kom itm en untuk
m eneruskan kebijakan pem erintah sebelum nya (yang m encanangkan proyek
peningkatan produksi pertanian).14
Sedangkan jika m em ilih jalan im por, perm asalahan yang dihadapi pem erintah
lebih sederhana. Im por adalah cara instan karena begitu pem erintah m engeluarkan
uang, sejum lah beras akan diterim a pem erintah. Lebih gam pang lagi, im por tidak
m em erlukan perencanaan lintas sektoral (apalagi lintas generasi) serum it
dibandingkan proyek peningkatan hasil produksi.
Dalam kondisi norm al, di pasar berlaku hukum penawaran dan perm intaan.
Kelangkaan beras serta m erta m enaikkan harga beras. Untuk m engontrol harga beras
pada level yang diinginkan, pem erintah m elakukan intervensi pasar. Saat harga beras
di pasaran m ulai m eram bat naik pem erintah m elakukan operasi pasar, yaitu m enjual
dalam jum lah besar beras-beras persediaan pem erintah. Setelah harga berangsur
turun, pem erintah m enghentikan operasi pasar. Dengan dem ikian harga beras akan
selalu stabil pada level yang diinginkan pem erintah.
Di sini dapat dilihat bahwa ketersediaan (stok) beras pem erintah sangat
m enentukan kem am puan intervensi terhadap pasar. Untuk m enjam in ketersediaan
stok beras, pem erintah m elakukan im por beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak
210 .0 0 0 ton dengan harga pada kisaran Rp 3.0 0 0 .15 Beras im por direncanakan m asuk
Indonesia dalam bulan Oktober dan Novem ber.
Rencana im por beras langsung disam but m erosotnya harga dasar gabah di
pasaran dalam negeri Indonesia, dari Rp 2.20 0 m enjadi Rp 1.70 0 per-kg.16 Harga
gabah m erosot karena pasar dalam negeri m em iliki kelebihan stok gabah. Produksi
gabah petani m encapai 54 juta ton gabah kering giling (GKG). J ika dijadikan beras
akan m encapai jum lah 35 juta ton beras. Sem entara kebutuhan konsum si hanya 33 juta
ton. Kelebihan stok sebanyak 2 juta ton yang harusnya dicarikan solusi pem asaran,
justru diperparah pem erintah dengan m em asukkan 210 .0 0 0 ton beras im por.
Alasan pem erintah m engim por beras sebagai antisipasi kebutuhan konsum si
m em ang bijaksana. Tetapi sebenarnya Bulog, sebagai kepanjangan tangan pem erintah

14 Kontinuitas program -program atau kebijakan-kebijakan pem erintahan benar-benar sesuatu yang sulit
diharapkan terjadi di Indonesia. Kecenderungan yang terjadi, m asing-m asing rezim pem erintahan
m em iliki daftar kebijakan m asing-m asing dan terlalu som bong untuk m engakui bahwa beberapa
program / kebijakan pem erintahan terdahulu adalah baik, sehingga tidak m au m eneruskannya. Maka salah
satu kunci m em benahi sektor pem erintahan adalah m engupayakan good w ill pem erintah berkuasa untuk
m enjadi m artir (contoh) dalam adopsi kebijakan pemerintahan sebelum nya. Dengan m em utus tradisi
“gengsi”, bisa diharapkan pem erintahan generasi berikutnya mengekor dengan m em buang gengsi ketika
m ereka berhadapan dengan program bagus peninggalan pem erintahan terdahulu.
Menyinggung m asalah kontinuitas dan diskontinuitas kebijakan, kita tentu bertanya-tanya m engapa
Indonesia yang pada tahun 1984 berhasil m elakukan swasem bada beras, sekarang justru m enjadi
pengim por beras?
15 Padahal beras yang sam a di negara asalnya (Thailand dan Vietnam ) dijual seharga Rp. 5.0 0 0 . --------,
“Beras Im por Mulai Masuk 1 Oktober” dalam Media Indonesia Online, Kam is 7 Septem ber 20 0 6, dan -------, “Siswono: Im por Beras Rugikan Petani” dalam Media Indonesia Online, Selasa 5 Septem ber 20 0 6. Hal
ini m enunjukkan bahwa pemerintah Thailand dan Vietnam m elakukan politik harga yang berlawanan
dengan politik pem erintah Indonesia. Pem erintah Thailand dan Vietnam m enyubsidi produksi beras
untuk im por, sem entara pada saat yang sama m em biarkan harga dalam negeri relatif tinggi agar petani
cukup m endapat untung. Sem entara yang dilakukan pem erintah Indonesia justru sebaliknya; m enekan
harga jual beras dalam negeri tanpa m em berikan subsidi.
16 Ibid.

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

7

dalam penyediaan beras, tidak harus m engim por dari luar negeri. Lebih bijak jika
Bulog m em beli surplus beras petani pada waktu panen. Kongkretnya dengan m em beli
stok beras petani yang disebut di m uka sebanyak 2 juta ton.
Surplus beras petani biasanya dijual m urah kepada tengkulak/ pedagang karen a
petani tidak m em iliki sarana penyim panan yang m em adai. Dengan dibelinya beras
oleh Bulog, petani akan m endapat harga yang wajar serta Bulog sendiri akan m em iliki
stok yang cukup untuk operasi pasar jika terjadi peningkatan harga beras (yang
acapkali disebabkan perm ainan harga oleh tengkulak).
Setelah penguasaan lahan yang sem akin m enyem pit, kebijakan im por beras
adalah pukulan m em atikan yang kedua. Tidak berlebihan jika petani-petani (terutam a
terkait kem iskinan petani) tersebut sering diilustrasikan sebagai orang-orang yan g
berdiri terendam air sebatas lehernya, sehingga sekecil apapun riak m engalun telah
cukup m enenggelam kan m ereka.
Penyem pitan lahan pertanian telah m enenggelam kan para petani sam pai batas
leher m ereka, sem entara im por adalah riak kecil yang akan seutuhnya
m enenggelam kan petani. Secara sederhana im por dan kem iskinan petani akan
berkelindan dalam lingkaran setan sebagai berikut:

Asum si pem erintah bahwa akan terjadi kekurangan pangan m enjadi dasar
kebijakan m elakukan im por beras. Im por yang dilakukan berhasil m enurunkan harga
beras di pasaran. Tetapi turunnya harga beras (yang tidak diim bangi subsidi bagi
petani) m em buat petani rugi. Kerugian (dalam arti harga jual lebih rendah dari biaya
produksi yang dikeluarkan) m em buat pertanian bangkrut.
Akhirnya (sebagian) petani m em utuskan beralih profesi dan/ atau m engkonversi
lahan m ereka ke bidang lain yang dianggap lebih m enguntungkan secara finansial.
Pada m usim tanam berikutnya, berkurangnya petani serta terjadinya konversi lahan
m enim bulkan kekurangan pangan. Dem i m enutup kekurangan pangan, pem erintah
kem bali m elakukan im por beras. Tentunya jum lah beras yang diim por m enjadi lebih
besar dari sebelum nya.
Lingkaran setan yang terjadi m enim bulkan akibat sangat serius terhadap petani.
Petani-petani yang beralih profesi dan m engkonversi lahannya kebanyakan adalah

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

8

petani gurem . Mengapa dem ikian? Dari logika ekonom i, sem akin besar skala keluasan
pertanian, biaya produksi yang dikeluarkan secara rata-rata justru sem akin rendah.
Nam un sem akin kecil skala produksi, biaya produksi yang dikeluarkan justru sem akin
tinggi.17
Dengan dem ikian petani gurem m enjadi pihak yang paling rentan terhadap
kebijakan im por beras. Menurut data Sensus Pertanian 20 0 3, sekitar 70 % penduduk
m iskin di pedesaan ada di sektor pertanian.18 Tentu dapat dibayangkan apa yang
terjadi jika kebijakan im por beras terus dilanjutkan.
So lu s i: Me n ggan ti Im p o r d e n gan Su bs id i
Menurunkan harga beras untuk m enjam in kebutuhan m asyarakat luas tidak bisa
dilakukan dengan m enekan kesejahteraan petani. Petani adalah juga rakyat yang
m em iliki hak sam a untuk sejahtera dan m endapat untung dari usaha yang m ereka
lakukan. Artinya, harga beras yang relatif tinggi (terdapat selisih positif antara biaya
produksi dengan harga pasaran) dan m enguntungkan petani seharusnya tidak dilihat
sebagai faktor yang m erugikan kepentingan m asyarakat lain.
Pem erintah harus bersikap adil, di satu sisi m elindungi ketersediaan dan
keterjangkauan beras bagi m asyarakat luas, sem entara di sisi lain juga harus m enjaga
kesejahteraan (tingkat keuntungan jual beli) petani. Maka yang harus dilakukan adalah
m em berikan subsidi kepada petani lokal. Subsidi yang diberikan, akan m enguntungkan
dan m engurangi biaya produksi yang harus dikeluarkan petani. Serta, di sisi lain akan
m em buat harga beras di pasaran relatif rendah. Dengan dem ikian m asyarakat luas
dapat m enikm ati beras dengan harga terjangkau tanpa harus m engorbankan petani.
Bukankah tujuan negara m em ang m encapai bonum publicum ?
Kebijakan im por harus segera dihentikan dan diganti dengan kebijakan jangka
panjang peningkatan hasil pertanian. Peralihan dari kebijakan im por m enuju kebijakan
peningkatan hasil produksi tidak sem udah m em balik telapak tangan. Perubahan ini
hanya bisa dilakukan secara bertahap. Untuk sem entara, sebelum benar-benar
ditem ukan form at pem bangunan pertanian yang tepat, subsidi harus diberikan kepada
petani. Subsidi ditujukan untuk m engurangi biaya produksi yang m eliputi penyediaan
bibit padi, pupuk, serta peralatan pendukung lainnya.
Masih dalam Sensus Pertanian 20 0 3, sejum lah 25% dari petani m engaku
kesulitan m endapat sarana produksi, seperti pupuk dan pestisida. Sensus juga
m enunjukkan bahwa kesulitan tersebut diakibatkan m ahalnya harga (59%), lokasi
terpencil (17%), sarana produksi tidak tersedia (13%), dan sisanya karena alasan lainlain.
Dengan adanya subsidi sarana produksi (yang didukung penghentian im por
beras) petani (gurem ) akan m endapat keuntungan dari hasil pertaniannya. Meskipun
keuntungannya relatif kecil, dengan pengelolaan yang tepat akan bisa dipergunakan
17 Variabel biaya produksi terdiri dari biaya tetap ditam bah biaya m arginal. Berapapun barang diproduksi,
biaya tetap adalah sam a. Nam un biaya m arginal berbeda-beda; sem akin banyak barang diproduksi, akan
sem akin rendah rata-rata biaya m arginalnya. Sehingga secara alam iah keuntungan petani berlahan luas
akan relatif lebih tinggi dibanding keuntungan yang diperoleh petani berlahan sempit.
18 Kecuk Suhariyanto, Ibid.

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

9

untuk m em atahkan siklus kem iskinan petani. Pem atahan siklus kem iskinan petani
dilakukan dengan m engarahkan penggunaan keuntungan tersebut ke dalam sektor
yang paling strategis, yaitu (pem biayaan) pendidikan.
Sebagai ilustrasi tentang intervensi pendidikan dalam m em atahkan kem iskinan
dan m eningkatkan kesejahteraan keluarga petani, bisa disim ak bagan berikut:

Kita am bil contoh keluarga petani berlahan o,5 ha yang m em iliki tiga orang anak.
Kewajiban petani (sebagai orang tua) adalah m ewariskan sawah seluas 0 ,5 ha dengan
adil kepada ketiga anaknya. J ika dilakukan, pewarisan ini akan m engakibatkan luas
lahan yang dikuasai m asing-m asing anak hanya 0 ,166 ha. Penguasaan yang sem akin
m enyem pit, m engakibatkan m ereka sem akin terpuruk dalam kem iskinan karena tidak
m encukupinya penghasilan pertanian untuk bertahan hidup.
Dengan cam pur tangan pem erintah dalam subsidi pertanian (apalagi jika
diim bangi dengan subsidi pendidikan), keluarga petani tersebut dapat m engirim kan
anak kedua dan anak ketiga ke sekolah. Dengan asum si bahwa sekolah m am pu
m eningkatkan ketram pilan m urid-m uridnya, m aka kedua anak petani akan m am pu
bersaing di luar sektor pertanian. Mereka akan m endapatkan pekerjaan yang lebih
baik, dan tentu saja m engalam i peningkatan penghasilan.
Di sisi lain, karena anak kedua dan anak ketiga bekerja di sektor non-pertanian,
m aka lahan pertanian keluarga seluas 0 ,5 ha dikelola sepenuhnya oleh anak pertam a
saja. Dengan dem ikian pem ecahan lahan pertanian tidak terjadi. Meskipun luas lahan
yang sam a tidak m em buat anak pertam a m enjadi lebih sejahtera, nam un setidaknya
dia tidak terpuruk m enjadi lebih m iskin.
Sem entara pada anak kedua dan ketiga yang bekerja di sektor non-pertanian,
tentu m em iliki penghasilan yang (relatif) lebih besar. Penghasilan ini bisa diarahkan
sebagai investasi pertanian di lahan keluarga m ereka. Investasi yang dilakukan
terutam a dalam bidang peningkatan teknologi pertanian.
Dengan teknologi yang bagus, bisa diperoleh peningkatan hasil produksi padi dari
lahan seluas 0 ,5 ha. Peningkatan produksi padi dari lahan 0 ,5 ha bisa berarti dua hal:
Pe rtam a , jika kita asum sikan m ayoritas petani di Indonesia m elakukan hal yang
sam a, m aka peningkatan produksi padi akan m enciptakan surplus beras nasional. Stok
berkelim pahan akan m enjam in kecukupan pangan m asyarakat.

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

10

Ke d u a , bagi keluarga petani itu sendiri, peningkatan produksi m em berikan
keuntungan finansial. Keuntungan ini bisa diinvestasikan kem bali kepada sektor
pendidikan. Dengan dem ikian siklus peningkatan kualitas pendidikan dan ketersediaan
pangan akan terus berulang dengan derajat hasil yang sem akin m em besar.
Sebagai penutup m akalah ini perlu ditegaskan; sem ua kajian yang berupaya
m enem ukan cara m em utus lingkaran kem iskinan petani tidak ada artinya tanpa
keinginan serius dari pem erintah untuk m enjalankan. Yang paling dibutuhkan dari
pem erintah adalah keberpihakan ideologis kepada petani. Pem erintah harus m em iliki
good w ill untuk m elepaskan petani dari jeratan kem iskinan struktural, bukannya
justru m engabaikan m ereka dem i m em enuhi sopan-santun hubungan perdagangan
internasional.19
Dalam Piram ida Kurban Manusia, Peter L. Berger m engatakan, “Biaya-biaya
m anusiawi yang paling m enekan adalah yang berkenaan dengan kekurangan dan
penderitaan fisik. Tuntunan m oral yang paling m endesak dalam pengam bilan
kebijaksanaan politik adalah suatu perhitungan kesengsaraan.”20
D aftar Pu s taka
Bu ku :
--------, 20 0 6, Beberapa Indikator Penting Sosial-Ekonom i Indonesia, Edisi J uli 20 0 6,
J akarta, Direktorat Disem inasi Statistik-Badan Pusat Statistik.
J .F. Warouw, 20 0 6, Diktat kuliah Teori Sosial Pem bangunan, J akarta, Magister
Adm inistrasi dan Kebijakan Publik, FISIP UI.
Koentjaraningrat, 1990 , Pengantar Ilm u Antropologi, J akarta, PT Rineka Cipta.
Mubyarto, 1994, Politik Pertanian dan Pem bangunan Pedesaan, J akarta, Sinar
Harapan.
Peter L. Berger, 20 0 5, Piram ida Kurban Manusia: Etika Politik dan Perubahan Sosial,
J akarta, LP3ES.
Raharjo, 20 0 4, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.
Vandana Shiva, 1997, Bebas Dari Pem bangunan: Perem puan, Ekologi, dan
Perjuangan Hidup di India, J akarta, Yayasan Obor Indonesia.
William A. Haviland, tanpa tahun, Antropologi, J ilid 1 Edisi Keem pat, Erlangga.

Su rat kaba r d an in te rn e t:
Kecuk Suhariyanto, “Kem iskinan dan Konversi Lahan” dalam Kom pas, 16 Oktober
20 0 6.

19

Menteri Pertanian Anton Apriyantono, terkait m asalah im por beras, m em berikan pernyataan kepada
Kom pas bahwa "Selam a ini Indonesia pun tidak pernah swasem bada beras 10 0 persen. Kalau im pornya
hanya 1 persen dari total kebutuhan, seperti rencana sekarang, tidak m asalah. Kalau kita sam a sekali tidak
m elakukan impor, kita bisa disalahkan Organisasi Perdagangan Dunia. J adi, pengertian swasem bada itu
harus diredefinisi kem bali.” --------, “Daerah Menolak Beras Im por” dalam Kom pas, Senin 4 Septem ber
20 0 6. Dalam pernyataan tersebut, kita m elihat sebenarnya salah satu faktor im por beras adalah dem i
m em enuhi kewajiban yang dicanangkan WTO bagi negara-negara anggotanya.
Betapa kesejahteraan warga negara sendiri tidak lebih penting dari kewajiban m elakukan basa-basi politik
internasional. Basa-basi yang m elenceng dari tujuan sem ula diciptakannya negara – m elindungi (to
respect), m enghorm ati (to protect), dan m em enuhi (to fulfill) hak-hak dasar dem i kesejahteraan hidup.
20 Peter L. Berger, 20 0 5, Piram ida Kurban Manusia: Etika Politik dan Perubahan Sosial, J akarta, LP3ES,
hal. xv.

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

11

--------, “Butet Manurung dalam Sejarah Pengem bangan Pendidikan Alternatif
‘Sokolah’ Orang Rim ba di Tam an Nasional Bukit Dua Belas dan Bukit Tiga Puluh,
J am bi” dalam On/ Off N ew sletter, Edisi Khusus 19/ II/ 20 0 3, Yogyakarta, Sindikat
Kerja Orang Biasa.
--------, “Beras Im por Mulai Masuk 1 Oktober” dalam M edia Indonesia Online, Kam is 7
Septem ber 20 0 6.
--------, “Siswono: Im por Beras Rugikan Petani” dalam Media Indonesia Online, Selasa
5 Septem ber 20 0 6.
--------, “Daerah Menolak Beras Im por” dalam Kom pas, Senin 4 Septem ber 20 0 6.
--------, “Orang Miskin Bertam bah” dalam Kom pas, 2 Septem ber 20 0 6.
www.undp.org/ m dg/ basics.shtm l

m ardian wibowo/ 0 60 60 17593/ m agister adm inistrasi dan kebijakan publik/ fisip/ un iversitas indonesia

12