Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa
bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura ). Kadangkadang mimisan, BAB berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan
(Shock). (Kemenkes, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit viral dengan demam
yang akut, ditandai oleh serangan yang mendadak, demam antara 3-5 hari sakit
kepala yang sangat, myalgia , arthralgia , retro-orbital pain, anorexia . Bintik/ruam
maculopapular

biasanya timbul, dan perdarahan kecil seperti mimisan,

perdarahan pada gusi terjadi pada masa demam (Sarudji, 2010).
2.1.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang dapat
menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari genus
Flavivirus. Infeksi oleh satu serotipe virus dengue menyebabkan terjadinya


kekebalan yang lama terhadap serotipe virus tersebut. Pada waktu terjadi epidemi
di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari satu serotipe virus
dengue. Dengue ditularkan oleh genus Aedes, nyamuk yang tersebar luas di
daerah

tropis dan subtropis di seluruh dunia. Virus dengue ditularkan dari

seorang penderita ke orang lain melalui giitan nyamuk Aedes (Soedarto, 2012).

6
Universitas Sumatera Utara

7

Menurut CDC (2003) yang dikutip dari Sembel (2009), endemik demam
dengue pertama dilaporkan terjadi secara simultan pada 1779-1780 di Asia,
Afrika, dan Amerika Utara. Hal ini menunjukkan bahwa virus dan vektor penyakit
ini memiliki penyebaran yang luas di daerah tropis selama lebih dari 200 tahun.
Distribusi penderita DBD dapat digolongkan menjadi:

1. Distribusi menurut umur, jenis kelamin dan ras :
Berdasarkan data kejadian DBD yang dikumpulkan di Ditjen PP & PL
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran. Dari
tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah
kelompok umur 20 %

3.

Leukopeni dengan limfositosis relatif terjadi pada akhir fase demam

4.

Albuminuri kadang-kadang ditemukan

5.

Tinja berdarah

6.


Hipoproteinemi

7.

Hiponatremi

8.

Aminotransferase aspartat serum meningkat

Universitas Sumatera Utara

22

9.

Asidosis metabolik sering di jumpai pada syok berkepanjangan

10. Nitrogen urea darah meningkat
2.1.13 Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue

2.1.13.1 Pengendalian Demam Berdarah Dengue
Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes
No. 581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam
bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain
dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama
dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kemenkes
RI, 2010).
Penegendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor resiko penularan
oleh vektor dengan meminimalkan habitat potensial perkembangbiakan vektor,
menurunkan kepadatan dan umur vektor serta mengurangi kontak vektor dengan
manusia. Ada beberapa cara pengendalian vektor DBD yaitu:
1.

Secara Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida.

Sasaran insektisida berupa stadium dewasa maupun stadium pradewasa.
Insektisida merupakan racun bersifat toksik, maka penggunaannya harus
memepertimbangkan dampak lingkungan dan organisme yang bukan sasaran.

Didalam pelaksanaannya penentuan jenis insektisida, dosis dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian
vektor.

Universitas Sumatera Utara

23

2.

Secara Biologi
Penggunaan vektoer secara biologi dilakukan dengan menggunakan agent

biologi seperti predator,/pemangsa, parasit, dan bakteri. Jenis predator yang
digunakan yaitu ikan pemakan larva seperti ikan guppy, cupang, tampalo, dan
ikan gabus.
3.

Secara Manajemen Lingkungan
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan, sehingga


tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk seperti 3M plus yaitu
menguras, menutup dan mengubur serta diikuti dengan memelihara ikan predator
dan menabur larvasida, disamping melakukan penghambatan dalam pertumbuhan
vektor seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mengurangi tempat
yang gelap dan lembab di lingkungan tempat tinggal (Sarudji, 2010).
2.1.13.2 Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Pencegahan terutama diarahkan pada pemberantasan nyamuk yang
menjadi vektor penular dengue, dan membersihkan sarang-sarangnya (breeding
places). Tindakan pencegahan harus dilakukan sebelum terjadinya masa penularan
(yaitu selama dan sesudah musim hujan) dan pada saat terjadi epidemi. Untuk
menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan mengenakan pakaian yang
menutupi seluruh bagian dan anggota badan, mengoleskan pengusir nyamuk
(repellent), menggunakan kelambu pada saat tidur, menggunakan kain yang
dipasang di jendela (Soedarto, 2012).

Universitas Sumatera Utara

24


2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Demam Berdarah Dengue
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah
Dengue, antara lain:
1. Faktor Fisik Lingkungan Rumah
Adapun faktor fisik lingkungan rumah berkaitan sekali dengan kejadian
DBD adalah:
1. Kawat kasa pada ventilasi
Ventilasi yang di pasang kawat kasa akan mengurangi jalan bagi nyamuk
Aedes aegypti untuk masuk kedalam rumah dan kontak langsung dengan penghuni

di dalamnya.
2. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya cahaya
yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping
kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit-bibit penyakit. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat
hinggap dan beristirahat di tempat-tempat yang agak gelap, oleh karena itu cahaya
yang masuk ke dalam ruangan rumah terutama cahaya matahari haruslah cukup.
Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 10% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam

ruangan rumah. Perlu diperhatikan didalam membuat jendela diusahakan agar
sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh
bangunan lain. Disamping sebagai ventilasi, jendela juga berfungsi sebagai jalan
masuk cahaya (Notoatmodjo, 2011).

Universitas Sumatera Utara

25

3. Kelembaban
Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat hinggap dan beristirahat di dalam
ruang relatif lembab dengan intensitas cahaya yang rendah (agak gelap). Pengaruh
buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar gas CO2, adanya bau
pengap, suhu udara ruang naik dan kelembaban udara ruang bertambah.
4. Langit-langit/Plafon
Langit-langit/Plafon rumah adalah area yang membatasi antara lantai dan
atap. Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat menahan
debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka atap serta
mudah dibersihkan. Tinggi dari lantai minimal 2,5 meter. Ketinggian langit-langit
rumah harus perlu diperhatikan jika terlalu pendek dapat menyebabkan ruangan

terasa panas sehingga mengurangi kenyamanan.
5. Kerapatan dinding.
Pembatas rumah yang terbuat dari pasangan batu bata atau papan. Kokoh
dan kuat sehingga tidak mudah runtuh. Apabila sebagian dinding menggunakan
papan maka susunannya harus rapat agar nyamuk tidak mudah masuk kedalam
rumah. Dinding harus tegak lurus, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan
kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah,
lembab dan tampak bersih.
6. Keberadaan jentik dan tempat penampungan air.
Keadaan tempat penampungan air bersih yang tidak memenuhi syarat
mendukung terjadinya penyakit DBD, dimana tempat-tempat penampungan air
bersih yang tidak menutup rapat, merupakan tempat yang potensial untuk
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti karena nyamuk bebas keluar masuk

Universitas Sumatera Utara

26

untuk hidup dan menetes telur-telur di dalam air. Agar tidak menjadi media
pertumbuhan nyamuk, maka tempat penyimpanan air hendaknya berupa wadah

yang tertutup, mudah dibersihkan minimal seminggu sekali dan diberikan bubuk
abate minimal 2-3 bulan. Sistem penyimpanan air merupakan metoda dasar dalam
mengendalikan

nyamuk

Aedes

terutama

Aedes

aegypti.

Wadah-wadah

penyimpanan air di tong, bak mandi, dan pada tempat cadangan air harus diberi
penutup yang rapat karena dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk
Aedes.


2. Karakteristik Penderita
1. Pendidikan
Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih
mengetahui cara-cara mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue, misalnya
dengan melakukan PSN, program 3M, dan pemberian bubuk abate.
2.Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit diantaranya
pekerjaan yang banyak terdapat di luar rumah pada pagi maupun sore hari akan
beresiko terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sebaliknya jenis pekerjaan yang
banyak terdapat di dalam rumah akan mengurangi risiko terkena gigitan nyamuk
Aedes aegypti.

3. Perilaku
Upaya pencegahan penyakit DBD salah satunya adalah melalui pendidikan
kesehatan masyarakat, dan tujuan akhir dari pendidikan kesehatan masyarakat
adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat, artinya
perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

27

yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan menggunakan
strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan permasalahan
kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup metode/cara,
pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi faktor
predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi perilaku. Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat
menerima pesan diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indra
yang digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula
pengetahuan yang diperoleh.
Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk
DBD adalah:
a. Kebiasaan menggunakan kelambu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara
teratur dapat mengurangi kejadian DBD.
b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk
Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles
atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk.
Menggunakan pakaian pelindung dari gigitan nyamuk dengan menggunakan
pakaian cukup tebal atau longgar, baju lengan panjang dan celana panjang, dengan
kaus kaki, dapat melindungi tangan dan dan kaki dari gigitan nyamuk (Anis,
2006).
Perilaku hidup sehat yang mencakup faktor internal dan eksternal akan
mempengaruhi standar hidup. Ada empat faktor yang mempengaruhi hidup sehat
yaitu motivasi, kemampuan, persepsi dan kepribadian. Motivasi adalah suatu

Universitas Sumatera Utara

28

kekuatan yang mendorong orang berperilaku tertentu, kemampuan menunjukkan
kapasitas seseorang, persepsi adalah bagaimana seseorang menafsirkan informasi
secara seksama, sehingga perilakunya sesuai dengan yanga diinginkan, sedangkan
kepribadian adalah karakteristik seseorang yang meliputi pengetahuan, sikap,
keterampilan dan kemauan (Chiras, 1990).
Menurut Bloom (1908) yang dikutip dari Notoatmodjo (2011) membagi
perilaku dalam tiga faktor yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk
mengukur hasil dari pengukuran pendidikan maka ketiga faktor tersebut diukur
dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, maka ia
harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau
keluarganya. Orang akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk
mencegah DBD apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan atau
keluarganya dan apa bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut.
b. Sikap (Attitude)
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling
dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang atau objek lain.

Universitas Sumatera Utara

29

Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu
tindakan nyata. Banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu
perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau
latar belakang yang berbeda-beda. Misalnya seseorang melakukan gerakan 3M
karena ada salah satu anggota keluarganya yang sakit karena DBD. Di lain pihak,
seseorang ikut melakukan gerakan 3M karena mengetahui teman/kerabatnya
pernah mempunyai pengalaman dengan DBD dan melakukan pencegahan DBD
dengan keinginan agar tidak terkena penyakit tersebut.
c. Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan. Misalnya dengan adanya fasilitas
kesehatan. Selain itu juga diperlukan faktor pendukungnya dari pihak lain.
Misalnya dari orang tua, teman, guru, petugas kesehatan, media cetak, media
elektronik dan lain-lain.
2.3 Perumahan
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.
Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami
perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua,
kemudiana berkembang, dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan
dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun
rumah bertingkat dan dilengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak
zaman dahulu manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka

Universitas Sumatera Utara

30

masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat
setempat (Notoatmodjo, 2011).
2.3.1 Rumah Sehat
Rumah yang sehat menurut WHO dan American Public Health Asosiation
(APHA) yang dikutip oleh Sarudji (2010) harus memenuhi persyaratan antara
lain:
1.

Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini meliputi pencahayaan, ventilasi, kebisingan dan ruangan yang
cukup untuk kegiatan tempat bermain anak, untuk belajar, ruang tamu, ruang
makan, ruang tidur, dan sebagainya.

2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis
Rumah menjamin ketenangan, ketentraman serta kenyamanan secara
psikologis, diantaranya:
a. Tiap anggota keluarga terjamin ketenangan dan kebebasannya, sehingga
tidak terganggu baik oleh anggota keluarga yang lain, tetangga maupun
orang yang kebetulan lewat di luar rumah
b. Tersedianya ruang keluarga
Ruang keluarga sangat penting untuk saling melepaskan kerinduan atau
masalah psikologis serta untuk menjalin hubungan sosial.
c. Lingkungan yang sesuai
Lingkungan permukiman yang tidak sesuai dengan keadaan sosial
penghuninya akan menimbulkan masalah secara psikologis.
d. Tersedianya sarana seperti kamar mandi dan kloset sendiri.
e. Jumlah kamar tidur yang cukup.

Universitas Sumatera Utara

31

f. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan atau tumbuhan
taman
g. Hewan peliharaan dibuatkan kandang tersendiri terpisah dari rumah.
3.

Mencegah Penularan Penyakit
Persyaratan ini meliputi persediaan air bersih/air minum yang memenuhi
persyaratan kesehatan, bebas dari vektor atau binatang pengerat, tersedianya
tempat pembuangan tinja dan air limbah, luas/ukurann kamar yang harus
cukup luasnya, serta fasilitas untuk pengolahan makanan/memasak dan
penyimpanan makanan yang terbebas dari pencemaran meupun jangkauan
vektor maupun binatang pengerat.

4.

Mencegah Terjadinya Kecelakaan
Persyaratan agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan meliputi konstruksi
lemah dan material yang digunakan harus cukup kuat (berkualitas baik),
diusahakan agar tidak mudah terbakar, pada bangunan bertingkat perlu dibuat
tangga darurat yang terletak diluar bangunan, perlu adanya alat pemadam
kebakaran dan dapat dihindari timbulnya kecelakaan lalu lintas.
Kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan antara lain:

1.

Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun.

2.

Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.

3.

Dapat mencegah terjadi perkembangbiakan vektor penyakit, seperti nyamuk,
lalat, tikus, dan sebagainya.

4.

Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (misalnya, kawasan industri)
dengan jarak minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau
daerah hijau (green belt) dan bebas banjir (Chandra, 2009).

Universitas Sumatera Utara

32

2.3.2 Persyaratan Rumah Sehat
1. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bagunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan berjubel (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping
menyebabkan kekurangan O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas
bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 x 3m untuk setiap
orang (tiap anggota keluarga) (Notoatmodjo, 2011).
2. Ventilasi
Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak
yang buruk terhadap kesehatan penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan
sirkulasi udara sangat diperlukan. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang
permanen minimal 10% dari luas lantai. Ventilasi rumah mempunyai banyak
fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tetap segar. Sehingga keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam
rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan
kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteribakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi
adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri

Universitas Sumatera Utara

33

pathogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk
menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban yang optimum
(Notoatmodjo, 2011).
Ada 2 macam ventilasi, yakni :
a. Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan terjadi secara
alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding
dan sebagainya.
b.

Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap
udara (Notoatmodjo, 2011).

3.

Lantai
Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi

oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya
hanya berupa tanah atau batu – batu yang langsung diletakkan di atas tanah,
sehingga kelembabannya sangat tinggi.
Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan
belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya
hanya berupa tanah saja.
Lantai dari tanah atau batu bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah
sehingga menjadi lembab. Oleh karena itu perlu suatu lapisan kedap yang air,
seperti semen, susunan tegel, dan lain-lain. Lantai yang tidak memenuhi syarat
dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga
kotoran yang melekat padanya (Notoatmodjo, 2011).

Universitas Sumatera Utara

34

4. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu
banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat
merusak mata. Karena itu pencahayaan ruangan minimal intensitasnya 60 lux.
Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
1. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu,
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 10 % sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di
dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela
diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam
ruangan,tidak terhalang oleh bangunan lain. Di samping sebagai ventilasi,
jendela juga berfungsi sebagai jalan masuk cahaya.
2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah
seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya (Notoatmodjo,
2011).
Intensitas cahaya yang di butuhkan di dalam ruangan rumah tangga
berkisar antara 50-100 Lux. Yang perlu diperhatikan dalam merancang letak
lampu adalah jangan sampai menyilaukan mata. Kesilauan ini disebabkan
beberapa hal yaitu karena pantulan sinar yang datang, kontras antara gelap dan
terang, dan sinar yang langsung ke mata. Di samping itu penyinaran tidak tertutup

Universitas Sumatera Utara

35

oleh bayangan, baik oleh bayangan benda tertentu atau oleh bayangan anggota
badan sendiri. Sumber cahaya yang bergerak atau berkedip akan menyebabkan
mata tidak nyaman. Warna cahaya untuk membaca atau menulis adalah putih atau
tidak berwarna. Sedangkan untuk ruang tidur atau ruang tamu dapat dipilih sesuai
selera, warna yang lembut, misalnya hijau atau biru (Sarudji, 2010).
5. Kerapatan dinding
Pembatas rumah yang terbuat dari pasangan batu bata atau papan. Kokoh
dan kuat sehingga tidak mudah runtuh. Apabila sebagian dinding menggunakan
papan maka susunannya harus rapat agar serangga tidak mudah masuk kedalam
rumah. Dinding harus tegak lurus, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan
kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah,
lembab dan tampak bersih.
6. Langit-langit/Plafon rumah
Langit-langit/Plafon rumah adalah area yang membatasi antara lantai dan
atap. Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat menahan
debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka atap serta
mudah dibersihkan. Tinggi dari lantai minimal 2,5 meter. Ketinggian langit-langit
rumah harus perlu diperhatikan jika terlalu pendek dapat menyebabkan ruangan
terasa panas sehingga mengurangi kenyamanan.
7. Keberadaan jentik dan tempat penampungan air.
Sistem penyimpanan air merupakan metoda dasar dalam mengendalikan
nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti. Wadah-wadah penyimpanan air di tong,
bak mandi, dan pada tempat cadangan air harus diberi penutup yang rapat karena
dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes.

Universitas Sumatera Utara

36

2.4 Kerangka Konsep
Faktor Fisik Lingkungan Rumah
a. Kawat kasa pada ventilasi
b. Pencahayaan
c. Kelembaban
d. Langit-langit/Plafon
e. Kerapatan dinding
f. Keberadaan jentik
g. Tempat Penampungan air
Karakteristik dan Perilaku
Penderita

Kejadian
DBD

Karakteristik Penderita
a. Pendidikan
b. Pekerjaan

Perilaku Penderita


Pengetahuan



Sikap



Tindakan

Gambar 2.4 Skema Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

37

2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
2.5.1 Hipotesis Mayor
Ho:

Ada hubungan faktor fisik lingkungan rumah (kawat kasa pada ventilasi
pencahayaan, kelembaban, langit-langit/plafon rumah, kerapatan dinding
dan tempat penampungan air (bak mandi, vas bunga, dan kontainer
lainnya) dan karakteristik penderita (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan,
sikap, dan tindakan) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

2.5.2 Hipotesis Minor
a. Ada hubungan antara karakteristik penderita (pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan, sikap dan tindakan) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.
b. Ada hubungan antara kawat kasa pada ventilasi terhadap kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun
2015.
c. Ada hubungan antara pencahayaan terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.
d. Ada hubungan antara kelembaban terhadap kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.
e. Ada hubungan antara langit-langit/plafon rumah terhadap Demam Berdarah
Dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

38

f. Ada hubungan antara kerapatan dinding terhadap Demam Berdarah Dengue
(DBD) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.
g. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap demam berdarah dengue (DBD)
di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.
h. Ada hubungan antara sikap terhadap demam berdarah dengue (DBD) di
wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.
i. Ada hubungan antara tindakan terhadap demam berdarah dengue (DBD) di
wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

1 59 132

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dirawat Inap di RSUD Lubuk Pakam Tahun 2011

3 72 90

Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2011

11 97 145

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Yang Dirawat Inap di RSU Tembakau Deli Medan Tahun 2001-2005

0 38 85

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap di RSUD Dr, Pirngadi Medan Tahun 2002-2003

0 30 113

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap di RSU dr. Pirngadi Medan Tahun 2004

0 64 92

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Dan Kegiatan Pemberantasannya Tahun 2003-2007

1 40 88

Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan

4 48 140

Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan

0 2 3

Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah dan Karakteristik Penderita terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan

0 1 36