Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KOTABARU KECAMATAN KERITANG KABUPATEN INDERAGIRI HILIR RIAU

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

NIM :101000393 ONI MOLINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KOTABARU KECAMATAN KERITANG KABUPATEN INDERAGIRI HILIR RIAU

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM : 101000393 ONI MOLINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini berkaitan erat dengan kondisi lingkungan dan dapat menyerang semua orang serta dapat mengakibatkan kematian.Penyakit demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat serotip virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi perumahan dengan angka kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau tahun 2012.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik, dengan rancangan penelitian Case Control,Pada penelitian ini jumlah sampel penelitian sebanyak 46 responden yang terdiri dari 23 responden kasus dan 23 responden kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru adalah jumlah habitat nyamuk (p = 0,022) dengan odd ratio = 5,1 dan yang tidak memiliki hubungan yaitu variabel pendidikan kepala keluarga responden ( p = 0,140) dengan odd ratio = 0,413, penghasilan kepala keluarga responden ( p = 0,234) dengan

odd ratio = 0,489, dan kondisi perumahan ( p = 0,546) dengan odd ratio = 0,693. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan kondisi perumahan dengan angka kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru. Disarankan bagi Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir perlu mengupayakan kesehatan lingkungan perumahan terutama masalah kebersihan tempat penampungan air terkait dengan penggunaan air hujan sebagai sumber air bersih dan melaksanakan program 3M (Mengubur barang bekas, menutup tempat penampungan air dan menguras tempat penampungan air). Kepada petugas Puskesmas Kotabaru agar lebihmeningkatkan pelayanan serta penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD.


(5)

ABSTRACT

Dengue hemorrhagic fever is an acute viral infectious disease caused by dengue virus and transmitted through the bite of the Aedes aegypti mosquito. The disease is closely related to environmental conditions and can affect anyone and can cause death. Dengue hemorrhagic fever is caused by one of the four serotypes virus of the genus Flavivirus, family Flaviviridae.

The purpose of research is to find out the relationship of housing conditions with the incidence raten of dengue hemorrhagic fever in Riau Downstream Keritang Inderagiri District in 2012.

The research was a descriptive analytic with Case Control study, in this research thetotalstudy sampleconsistedof46respondents23respondentsof casesand 23respondents control.

The results showed that a significant relationship with the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever in the working area Kotabaru Health Center is the number of mosquitoes habitats (p = 0.022) with odds ratio = 5,1 and the variable that does not have a relationshipis husbands education of respondents (p = 0.140) with odds ratio = 0.413, head of the family income of respondents (p = 0.234) with odds ratio = 0.489, and housing conditions (p = 0.546) with odds ratio = 0.693.

The conclusion from the results of this research was no association between housing conditions and the number of insidence of Dengue Hemorrhagic Fever in the Work Area of Kotabaru Health Center . recommended forpeoplewho resideinthe

working area ofthe DistrictHealth CenterKotabaruDistrictKeritangDownstreamInderagirineedto seekhousingin

particularthe issueof environmental healthsanitationwater reservoirsassociated withthe use ofrainwateras a source ofcleanwaterandcarry outprograms3M(Burying thrift, close thewater reservoirsanddrainwater reservoirs).Recommended for staff Kotabaru health center to improve the health service and the public education about dengue’s prevention.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Oni Molina

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/tanggal lahir : Kotabaru, 01 Oktober 1990 Status Perkawinan : Belum menikah

Jumlah Bersaudara : 2 orang

Alamat Rumah : Jl. Penunjang, Desa Pasar Kembang Kec. Keritang Kab. Inderagiri Hilir Riau

Riwayat Pendidikan

SD Negeri No. 030 Parit Kongsi Desa Pasar Kembang : 1995 – 2001

SLTP N 2 Pasir Penyu : 2001 – 2004

SLTA N 1 Pasir Penyu : 2004 – 2007

D3 Kebidanan Kholisatur Rahmi Binjai : 2007 – 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : 2010 – 2012


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kondisi Perumahan Dengan Angka Kejadian Demam Berdarah DengueDi Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan keritang kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan, saran dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(8)

3. dr. Surya Dharma, M.Ph sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu dan membimbing serta meluangkan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS sebagai Pembimbing II yang telah banyak membantu dan membimbing serta meluangkan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Para Dosen dan Staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan, pengajaran serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara

6. H. M.Razak, Amk selaku Kepala UPT Puskesmas Kotabaru yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian

7. Herman Tanjung, S.Sos selaku Ka. Subbag Tata Usaha UPT Puskesmas Kotabaru yang telah banyak membantu dalam hal data penelitian

8. Herland Suhendyana, SKM selaku petugas Puskesmas Kotabaru yang telah banyak membantu dalam proses penelitian

9. Teman – teman, dan kakanda seperjuangan di Departemen Kesehatan Lingkungan: Sukma, kak dina, kak diah, kak tina dan teman – teman lain yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini

10. Pengurus UKMI FKM : Sri Lestari, Rahmi, Winni, Sri Erlina, Isna, Defi, Hapni, Una, Suli, Anggi, Sovia, Fira, Dian, Nura, Atika, Dewi, Fitri, Sa’adah, Yolanda dan pengurus lainnya yang telah memberikan motivasi kepada penulis

11. Teman – Teman seperjuangan penulis : Lili, Rani, Maya, Titin, Hikmah, dan Bu Dil yang telah benyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

12. Kepada orang tua tercinta Ayahanda Syamsul Bahri dan Ibunda Yuniarti yang telah membimbing serta mendo’akan ananda. Selanjutnya kepada kakanda Yosi Endriani dan Dwi Wahyuni serta adinda Novella Rizka dan Syafrina Ulfah yang selalu memberikan semangat serta do’a dan dukungan kepada penulis.

13. Semua pihak yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Juli 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2PerumusanMasalah ... 4

1.3 TujuanPenelitian ... 4

1.3.2 Tujuan Umum ... 4

1.3.3 Tujuan Khusus...4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah ... 6

2.1.1 Definisi Demam Berdarah ... 6

2.1.2 Epidemiologi ... 7

2.1.3 Distribusi dan Bioekologi Vektor ... 7

2.1.3.1 Distribusi ... 7

2.1.3.2 Ekologi dan Bionomika ... 8

2.1.4 Tempat Perindukan ... 11

2.1.5 Tanda dan Gejala ... 12

2.1.6 Diagnosis ... 13

2.1.7 Patogenesis dan Patofisiologi ... 14

2.1.8 Pencegahan ... 14

2.1.9 Pengobatan ... 15

2.2 Perumahan ... 15

2.2.1 Definisi Perumahan ... 15

2.2.2 Kriteria Rumah Sehat ... 16

2.2.3Persyaratan Kesehatan Perumahan Dan Lingkungan Pemukiman Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 ... 19

2.2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keadan Perumahan ... 24

2.3 Pengertian Sanitasi ... 24


(11)

2.4.1 Penyediaan Air Bersih ... 25

2.4.2 Air Minum ... 32

2.4.2.1 Definisi Air Minum ... 32

2.4.2.2 Persyaratan Air Minum ... 33

2.4.2.3 Penyakit Yang Dapat Di Tularkan Melalui Air ... 36

2.4.3 Pembuangan Kotoran Manusia ... 37

2.4.3.1 Syarat Pembuangan Tinja ... 38

2.4.3.2 Syarat – Syarat Jamban ... 39

2.4.3.3 Jenis Jenis Jamban ... 39

2.4.4 Pembuangan Air Limbah ... 42

2.4.4.1 Sarana Pembuangan Air Limbah ... 42

2.4.4.2 Jenis Air Limbah ... 42

2.4.4.3 Pengolahan Air Limbah ... 43

2.4.5 Sampah ... 45

2.4.5.1 Pengertian Sampah ... 45

2.4.5.2 Sumber dan Jenis Sampah ... 46

2.4.5.3 Pengelolaan Sampah ... 47

2.4.5.4 Sistem Pembuangan/Pengelolaan Sampah ... 49

2.5 Kerangka Konsep ... 53

2.6 Hipotesa Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 54

3.2.2 Waktu Penelitian ... 55

3.2.3 Populasi Dan Sampel ... 55

3.2.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 56

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 57

3.3.1 Data Primer ... 57

3.3.2 Data Sekunder ... 57

3.4 Definisi Operasional ... 57

3.5 Aspek Pengukuran ... 59

3.6 Pengolahan Data ... 60

3.6.1 Editing ... 60

3.6.2 Coding ... 60

3.6.3 Procesing ... 61

3.6.4 Cleaning ... 61

3.7 Analisa Data ... 61

3.7.1 Univariat ... 61

3.7.2 Bivariat ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 62


(12)

4.2 Analisis Univariat Karakteristik Responden ... 62

4.2.1 Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Responden ... 62

4.2.2 Pekerjaan Kepala Keluarga Responden ... 63

4.2.3 Penghasilan Kepala Keluarga Responden ... 64

4.2.4 Tempat Perindukan Nyamuk ... 64

4.2.5 Kondisi Perumahan ... 65

4.3 Analisis Bivariat ... 65

4.3.1 Hubungan Kondisi Perumahan Dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 66

4.3.2 Hubungan Karakteristik Responden Dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 67

BAB V PEMBAHASAN ... 70

5.1 Karakteristik Responden ... 70

5.2 Kondisi Perumahan Responden ... 71

5.3 Tempat Perindukan Nyamuk ... 72

5.4 Hubungan Karakteristik Responden Dengan Angka Kejadian DBD 74 5.5 Hubungan Kondisi Perumahan Dengan Angka Kejadian DBD ... 75

5.6 Hubungan Jumlah Tempat Perindukan Nyamuk dengan Angka Kejadian DBD ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Kategori Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kepala

Keluarga... 63 Tabel 4.2. Kategori Responden Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga... 63 Tabel 4.3. Kategori Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan Kepala

Keluarga...64 Tabel 4.4. Kategori Jumlah Tempat Perindukan/habitat Nyamuk Responden Kasus

dan Kontrol ... 64 Tabel 4.5. Kategori Kondisi Perumahan Responden Kasus dan Kontrol...65 Tabel 4.6. Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru...66 Tabel 4.7. Hubungan Jumlah Tempat Perindukan/habitat Nyamuk dengan Angka

Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kotabaru ... 67 Tabel 4.8. Hubungan Karakterisik Responden dengan Kejadian Demam Berdarah


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi Penelitian Lampiran 2. Lembar Kuesioner Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru

Lampiran 4. Gambar/Dokumentasi Penelitian Lampiran 5. Hasil Pemgolahan Data


(15)

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini berkaitan erat dengan kondisi lingkungan dan dapat menyerang semua orang serta dapat mengakibatkan kematian.Penyakit demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat serotip virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi perumahan dengan angka kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau tahun 2012.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik, dengan rancangan penelitian Case Control,Pada penelitian ini jumlah sampel penelitian sebanyak 46 responden yang terdiri dari 23 responden kasus dan 23 responden kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru adalah jumlah habitat nyamuk (p = 0,022) dengan odd ratio = 5,1 dan yang tidak memiliki hubungan yaitu variabel pendidikan kepala keluarga responden ( p = 0,140) dengan odd ratio = 0,413, penghasilan kepala keluarga responden ( p = 0,234) dengan

odd ratio = 0,489, dan kondisi perumahan ( p = 0,546) dengan odd ratio = 0,693. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan kondisi perumahan dengan angka kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru. Disarankan bagi Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir perlu mengupayakan kesehatan lingkungan perumahan terutama masalah kebersihan tempat penampungan air terkait dengan penggunaan air hujan sebagai sumber air bersih dan melaksanakan program 3M (Mengubur barang bekas, menutup tempat penampungan air dan menguras tempat penampungan air). Kepada petugas Puskesmas Kotabaru agar lebihmeningkatkan pelayanan serta penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD.


(16)

ABSTRACT

Dengue hemorrhagic fever is an acute viral infectious disease caused by dengue virus and transmitted through the bite of the Aedes aegypti mosquito. The disease is closely related to environmental conditions and can affect anyone and can cause death. Dengue hemorrhagic fever is caused by one of the four serotypes virus of the genus Flavivirus, family Flaviviridae.

The purpose of research is to find out the relationship of housing conditions with the incidence raten of dengue hemorrhagic fever in Riau Downstream Keritang Inderagiri District in 2012.

The research was a descriptive analytic with Case Control study, in this research thetotalstudy sampleconsistedof46respondents23respondentsof casesand 23respondents control.

The results showed that a significant relationship with the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever in the working area Kotabaru Health Center is the number of mosquitoes habitats (p = 0.022) with odds ratio = 5,1 and the variable that does not have a relationshipis husbands education of respondents (p = 0.140) with odds ratio = 0.413, head of the family income of respondents (p = 0.234) with odds ratio = 0.489, and housing conditions (p = 0.546) with odds ratio = 0.693.

The conclusion from the results of this research was no association between housing conditions and the number of insidence of Dengue Hemorrhagic Fever in the Work Area of Kotabaru Health Center . recommended forpeoplewho resideinthe

working area ofthe DistrictHealth CenterKotabaruDistrictKeritangDownstreamInderagirineedto seekhousingin

particularthe issueof environmental healthsanitationwater reservoirsassociated withthe use ofrainwateras a source ofcleanwaterandcarry outprograms3M(Burying thrift, close thewater reservoirsanddrainwater reservoirs).Recommended for staff Kotabaru health center to improve the health service and the public education about dengue’s prevention.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue menjadi masalah kesehatan masyarakat di Asia Tenggara, setelah perang dunia II, ada kenaikan yang dramatis dalam jumlah dan frekuensi epidemi penyakit demam berdarah di Asia Tenggara. Di seluruh dunia, 2,5 hingga 3 juta orang diperkirakan beresiko terjangkit virus dengue. Penyakit ini paling banyak menyerang anak – anak dengan angka fatalitas kasus berkisar antara 1% hingga 10 % (rata – rata 5 %). Diperkirakan terjadi 50 hingga 100 juta kasus demam dengue per tahun, 500.000 kasus DBD perlu di rawat inap setiap tahunnya dengan persentase 90% pada anak – anak yang berusia di bawah 15 tahun rata – rata kematian mencapai 5% dari senua kasus DBD (WHO, 2005).

Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand merupakan negara peringkat pertama yang melaporkan banyaknya kasus demam berdarah dengue yang di rawat di rumah sakit, dan indonesia menempati peringkat ke dua berdasarkan kasus yang di laporkan, sejak tahun 1980 jumlah kasus yang dilaporkan lebih dari 10.000 kasus setiap tahunnya. Insiden DBD tertinggi di laporkan tahun 1987 dengan jumlah kasus 22.760 dengan 1039 kasus meninggal (CFR 4,6%). Dari tahun 1996 hingga tahun 2000 angka kesakitan terendah pada tahun 1999 dan tertinggi tahun 1996 (Soegijanto, 2006).


(18)

Jumlah kasus DBD Provinsi Riau tahun 2009 dilaporkan sebanyak 1.603 kasus denganangka kesakitan/ Incidence Rate (IR= 30,21 per 100.000 penduduk).Lima kabupaten di Riau memasuki status KLBdemam berdarah dengue (DBD) di tahun 2011. Kelima kabupaten berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus DBD itu adalah Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Kampar.Dari bulan Januari hingga November 2011, 50 orang korban meninggal dunia akibat wabah DBD, Jumlah korban ini termasuk tinggi. Sebab tahun 2011 ini jumlah kasus DBD di Riau sangat tinggi sekitar 1.270 kasus seiring dengan musim hujan yang melanda riau dalam waktu beberapa bulan.Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, jumlah kasus DBD terbesar ditemukan pada Oktober 2011, yakni dengan jumlah 679 kasus.Hal itu diakibatkan pada bulan Oktober tersebut musim penghujan melanda seluruh daerah di Riau. Pada saat itulah perkembangan jentik-jentik nyamuk aedes aegypti berkembang sangat cepat.

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit menular yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan perumahan termasuk kondisi sanitasi dasar.Rumah yang sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah. Manusia tidak pernah lepas dari segala masalah yang berhubungan dengan tempat dimana manusia itu tinggal dalam kehidupannya sehari – hari. Pada hakikatnya fungsi tempat tinggal bagi kehidupan manusia memang sangat penting. Tanpa tempat tinggal manusia tidak dapat hidup


(19)

dengan layak, terpenuhinya kebutuhan akan pangan dan sandang saja tidak cukup. Selain itu tempat tinggal juga tidak dapat dipisahkan dari unsur lingkungan sehingga unsur lingkungan juga harus dijaga agar mempunyai hubungan yang harmonis (Sastra, 2005).

Rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan beresiko menjadi sumber penularan berbagai jenis penyakit dan dapat mempengaruhi tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang dapat menularkan penyakit demam berdarah. Oleh karena itu, Standar arsitektur bangunan perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyedaikan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan serta fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat. Rumah atau tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat mendukung terjadinya penyakit dan berbagai gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, infeksi pada kulit, infeksi akibat infestasi tikus, kecelakaan mental (Chandra, 2007).

Wilayah kerja Puskesmas Kotabaru kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir termasuk daerah yang akses sanitasinya rendah, masih banyak masyarakat yang tidak memiliki rumah sehat, tidak memiliki jamban keluarga dan menjadikan sungai sebagai jamban umum, sehingga menimbulkan pencemaran terhadap air sungai yang di gunakan masyarakat untuk keperluan rumah tangga kecuali air minum. Selain itu pada tahun 2011 terdapat 23 penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas kotabaru kecamatan Keritang yang di dominasi oleh anak – anak, penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang dapat menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan pengendalian terhadap faktor lingkungan dan


(20)

penderita yang di diagnosa terserang demam berdarah harus secepatnya di bawa ke Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnnya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan survei awal Di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritangterdapat kasus penderita Demam Berdarah sebanyak 23 orang di akhir Tahun 2011,dan dari data profil kesehatan Provinsi Riau di ketahui bahwa masih banyak perumahan yang tidakmemenuhi syarat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas, oleh karena itu peneliti ingin melihat hubungan kondisi perumahan dengan angka kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Hubungan kondisi perumahandengan angka kejadian Demam Berdarah Di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kondisi Perumahan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau

2.Mengetahui karakteristik responden Di wilayah kerja Puskesmas KotabaruKecamatan Keritang kabupaten Inderagiri Hilir Riau


(21)

3. Mengetahui hubungan karakteristik responden dengan angka kejadian Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang

Kabupaten Inderagiri Hilir Riau

4. Mengetahui hubungan jumlah tempat perindukan/habitat nyamuk dengan angka kejadian Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru

Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau

1.4 Manfaat Penelitian

a. Sebagai masukan bagi pelaksana program kesehatan lingkungan pemukiman pada instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Inderagiri Hilir

b. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Inderagiri Hilir guna membuat kebijakan dalam pengelolaan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan KeritangKabupaten Inderagiri Hilir Riau

c. Bagi peneliti kegiatan ini merupakan sarana belajar untuk dapat membantu mencegah penyakit demam berdarah dengue yang ada di masyarakat serta dapat menerapkan ilmu dan pengalaman belajar selama di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

d. Bagi peneliti dapat dijadikan bahan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dan berhubungan dengan skripsi ini.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah

2.1.1 Definisi Demam Berdarah

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.

Penyakit ini dapat menyerang semua orang serta dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak – anak dan sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk aedes

aegypti menggigit penderita demam berdarah maka virus dengue akan masuk

kedalam tubuh bersama darah yang diisapnya kemudian virus dengue berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk dan sebagian besar berada di kelenjar liur, selanjutnya apabila nyamuk menggigit orang lain maka air liur bersama virus dengue akan dilepas terlebih dahulu agar darah yang akan di hisap tidak membeku dan pada saat yang bersamaan virus dengue ditularkan ke orang lain tersebut

(Soegijanto, 2006).

Demam berdarah merupakan penyakit febril (berkaitan dengan demam) akut yang di temukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat serotip virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Demam berdarah di tularkan kepada


(23)

2.1.2 Epidemiologi

Wabah pertama terjadi sekitar tahun 1780 secara bersamaan di Asia, Afrika dan Amerika Utara, penyakit ini kemudian di beri nama pada tahun 1779. Wabah besar dalam lingkup global terjadi pada tahun 1950 dan hingga tahun 1975 demam berdarah menjadi penyebab kematian utama terutama terjadi pada anak – anak di daerah tersebut (Rahayu, 2010).

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, jika di lihat dari distribusi umur jumlah penderita terbanyak dari golongan anak – anak berusia kurang dari 15 Tahun, namun pada wabah – wabah selanjutnya jumlah penderita yang tergolong usia dewasa meningkat.Di Indonesia demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, namun konfirmasi virologi di peroleh tahun 1970. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand (Hadinegoro, 2004).

2.1.3 Distribusi dan Bioekologi Vektor 2.1.3.1 Distribusi

Aedes Aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia tenggara, dan

terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes aegypti di pedesaan

relatif sering terjadi dikaitkan dengan pembangunan sistem penyediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi. Ketinggian juga merupakan faktor penting untuk membatasi penyebaran nyamuk, ketinggian yang rendah memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang sampai berat, sementara daerah pegunungan memiliki populasi nyamuk yang rendah (WHO, 2005).


(24)

2.1.3.2 Ekologi dan Bionomika

a. Telur

Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat diatas batas permukaan air, perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam dilingkungan yang hangat dan lembab. Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk elips atau oval

memanjang, berwarna hitam, ukuran 0,5 – 0,8 mm, tidak memiliki alat pelampung. b. Larva

Larva nyamuk Aedes aegypti memanjang tanpa kaki dengan bulu – bulu

sederhana tersusun bilateral simetris. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami pergantian kulit, dan larva yang terbentuk berturut – turut disebut larva instar I, II, III, IV. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri, dan alat – alat mulut tipe penguyah, bagian dada tampak paling besar, perut tersusun atas 8 ruas, larva berbentuk lansing dan bergerak sangat lincah, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegal lurus dengan bidang permukaan air.

c. Pupa

Pupa nyamuk aedes aegypti berbentuk bengkok dengan bagian kepala-dada

lebih besar bila dibandingkan dengan bagiann perutnya, pada bagian punggung dada terdapat alat bernapas seperti terompet. Pada ruas perut ke 8 terdapat sepasang alat


(25)

pengayuh yang berguna untuk berenang, pupa lebih lincah dari larva, waktu istirahat pupa sejajar dengan bidang permukaan air.

d. Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada

dan perut. Pada bagian kepala terdapat mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap dan termasuk lebih menyukai manusia, bagi nyamuk betina darah merupakan sumber protein essensial yang berguna untuk mematangkan telur, sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, nyamuk jantan tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (Soegijanto, 2006).

e. Prilaku Makan

Aedes aegypti sangat antropofilikwalaupun nyamuk ini juga bisa makan dari

hewan berdarah panas lainnya. Nyamuk betina memiliki dua periode altivitas menggigit, pertama dipagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit berggantung pada lokasi dan musim, jika masa makanannya terganggu Aedes aegypti dapat

menggigit lebih dari satu orang, perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemi.

f. Perilaku Istirahat

Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi


(26)

dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan atau tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, tempat istirahat yang mereka suka adalah dibawah furniture dan pakaian yang tergantung.

g. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa

faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi terbatas sampai 100 hingga 200 meter dari lokasi kemunculan demam berdarah. Namun penelitian di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter untuk mencari tempat bertelur.

h. Lama Hidup

Nyamuk aedes aegypti dewasa memiliki rata – rata lama hidup hanya 8 hari,

selama musim hujan, masa bertahan hidup biasanya lebih panjang. Resiko penyebaran virus makin besar (WHO, 2005).

i. Penyebaran Virus

Nyamuk sebagai vektor dapat terinfeksi jika ia mengisap darah pejamu yang mengandung virus dengue. Pada kasus DBD viraemia dalam tubuh pejamu (manusia)

dapat terjadi 1 – 2 hari sebelum penderita demam dan berlangsung kurang lebih selama lima hari setelah penderita demam. Setelah masa inkubasi intrinsik selama 10 – 12 hari virus berkembang menembus usus halus untuk menginfeksi jaringan lain didalam tubuh nyamuk, termasuk kelenjar ludah nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit tubuh orang yang rentan lainnya setelah kelenjar ludahnya terinfeksi,


(27)

nyamuk itu akan menularkan virus dengue ke orang tersebut melalui suntikan air

ludahnya (WHO, 2005).

2.1.4 Tempat Perindukan

1. Penyimpanan dan Drainase

Penggunaan tendon air banyak dilakukan keluarga untuk menyimpan persediaan air minum maupun air baku untuk keperluan sehari – hari, hal ini akan memperbanyak tempat – tempat perkembangbiakan nyamuk Aedea aegypti. Sebagian

besar wadah untuk menyimpan air yang digunakan memiliki ukuran besar dan berat seperti drum, gentong air, bak penampung yang sulit dibersihkan secara teratur, begitu juga tendon air yang sering diletakkan diatas bangunan rumah sehingga sulit untuk membersihkannya.selain itu sumur yang tidak digunakan lagi atau kadang – kadang hanya berupa kubangan yang tidak tercemar merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

2. Pot Bunga dan Jebakan Semut

Pot bunga atau vas bunga dan jebakan semut yang biasa di pasang di rumah merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti selain

itu container ataupun wadah tempat menyimpan air minum juga merupakan tempat yang strategis untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.


(28)

Genangan air terkadang kurang diperhitungkan dan jarang terpikirkan sebagai tempat perkembangbiakan nyamukAedes aegypti. Genangan air seperti ini misalnya

hasil kondensasi dibawah lemari es dan AC, selain itu pipa aliran dan talang atap yang sering tersumbat sering menjadi lokasi perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti.

4. Sampah Padat dan Ban Bekas

Sampah padat seperti kaleng, botol, ember, serta benda – benda lain yang tidak terpakai dan berserakan di sekeliling rumah juga merupakan tempat ideal bagi aedes aegypti terutama pada musim hujan. Ban bekas kendaraan juga merupakan tempat ideal untuk perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti (Anies, 2006).

2.1.5 Tanda dan Gejala

Penyakit ini di tandai melaui munculnya demam secara tiba – tiba yang disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot, serta terdapat ruam dengan ciri – ciri merah terang (berupa bintik – bintik merah pada tubuh), akhirnya menyebar hingga seluruh bagian tubuh. Selain itu radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah dan diare dan pilek disertai batuk.

Tanda dan gejala waspada ini perlu diketahui oleh penderita maupun keluarga dan harus segera di bawa ke tempat Pelayanan Kesehatan bila demam tinggi tiga hari berturut – turut. Banyak penderita yang tidak terdeteksi hingga menyebabkan kematian akibat terlambat mengetahui tanda dan gejala demam berdarah. Demam berdarah umumnya berlangsung sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam terkecil yaitu pada akhir masa demam.


(29)

Setelah masa inkubasi selama 3 – 15 hari, penderita yang tertular dapat mengalami penyakit ini dalam salah satu dari empat bentuk berikut ini :

1. Bentuk abortif, yaitu penderita tidak merasakan suatu gejala apapun

2. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi, selama 4 – 7 hari, nyeri

pada tulang, dan munculnya bintik – bintik perdarahan di bawah kulit.

3. Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah Dengue) gejalanya sama

dengan dengu klasik dan di tambah dengan terjadinya perdarahan di hidung (epitaksis/mimisan), mulut dan sebagainya

4. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD dan di tambah dengan

Syok dan sering berakibat kematian.

Angka kematian akibat DBD tergolong cukup tinggi karena sering terjadi perdarahan dan syok, oleh karena itu setiap penderita yang di duga menderita penyakit demam berdarah dalam tingkatan apa pun harus segera di bawa ke tempat pelayanan kesehatan (Rahayu, 2010).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis demam berdarah dapat dilakukan secara klinis, biasanya yang terjadi adalah demam tanpa adanya sumber infeksi, ruam dengan trombositopenia dan leukopenia relatif. Mendiagnosis demam berdarah secara dini dapat mengurangi resiko kematian (Rahayu, 2010).

Temuan laboratorium tentang Demam berdarah dengue meliputi :


(30)

2. Trombositopenia dan hemokonsentrasi, penurunan jumlah trombosit secara drastis sampai di bawah 100.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ketiga dan kedelapan terjadinya penyakit

3. Albuminuria ringan dan sementara terkadang muncul 4. Sering ditemukan darah dalam tinja

5. Asidosis metabolik juga sering ditemukan pada kasus yang mengalami syok cukup lama, kadar nitrogen urea darah meningkat pada tahap terminal kasus dengan syok yang berkepanjangan (WHO, 2005).

2.1.7 Patogenesis dan Patofisiologi

Terdapat dua perubahan patofisiologi yang terjadi yaitu ;

1. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia, dan syok. DHF memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum, selain itu periode kebocoran cukup singkat (24 – 28 jam).

2. Hemostatis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia, sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan (WHO, 2005).

2.1.8 Pencegahan

Pencegahan utama demam berdarah yaitu dengan cara modifikasi dan manipulasi lingkungan, menghilangkan tempat perindukan nyamuk.

Hal – hal yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit demam berdarah di antaranya dalah :

1. Melakukan kebiasaan pola hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan bergizi, olahraga secara teratur, dan istirahat yang cukup


(31)

2. Memperhatikan kebersihan lingkungan dengan gerakan 3M yaitu menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air dan mengubur barang bekas, yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

3. Fogging atau pengasapan apabila telah diketahui ada penderita demam berdarah di suatu daerah, dan menggunakan bubuk abate untuk membasmi jentik nyamuk pada tempat penampungan air, untuk memutus mata rantai perkembangbiakan nyamuk

4. Segera memberikan obat penurun panas apabila penderita mengalami demam atau panas tinggi

5. Jika terlihat penderita mengalami tanda – tanda syok segera bawa ke rumah sakit (Rahayu, 2010).

2.1.9 Pengobatan

Bagian terpenting dari pengobatan adalah terapi suportif. Pasien atau penderita di sarankan untuk menjaga penyerapan makanan terutama dalam bentuk cairan, selain itu dengan penambahan cairan infus untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan, pengobatan alternatif dengan mengkonsumsi jus jambu biji dan sari kurma untuk mengembalikan jumlah trombosit (Rahayu, 2010).

2.2 Perumahan

2.2.1 Definisi Perumahan

Berdasarkan Undang –Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang di lengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Marlina, 2005).


(32)

Dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi dan kebiasaan, suku, serta geografi dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan atau pemkiman di pengaruhi oleh beberapa faktor yang yang menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut antara lain fasilitas pelayanan perlengkapan dan peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2006).

2.2.2 Kriteria Rumah Sehat

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment dari WHO (1974), antara lain :

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat

2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi mencuci, jamban dan kamar mandi.

3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi. Kriteria rumah sehat menurut Winslow, antara lain : 1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis

2. Dapat memenuhi kebutuhan pikologis 3. Dapat menghindari terjadinya kecelakaan


(33)

4. Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit.

Di Indonesia terdapat kriteria untuk rumah sehat sederhana, yaitu : 1. Luas tanah antara 60 – 90 meter persegi

2. Luas bangunan antara 21 – 36 meter persegi

3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur 4. Berdinding batu bata dan diplester

5. Memiliki lantai dari ubin keramik, dan langit – langit dari triplek 6. Memiliki sumur atau air PAM

7. Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt

8. Memiliki bak sampah dan saluran air limbah (chandra, 2007).

Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM dan PL Tahun 2002, secara umum rumah di katakan sehat apabila memenuhi kriteria :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu

2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dan penghuni rumah

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, di samping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.


(34)

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul dari luar maupun dari dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, dan tidak mudah terbakar.

Selain – selain kriteria di atas, faktor – faktor kebutuhan yang perlu di perhatikan berkaitan dengan perumahan adalah :

a. Kebutuhan Fisiologis 1. Suhu Ruangan

Suhu ruangan sebaiknya tetap berkisar antara 18 – 20 0C, suhu ruangan dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, suhu benda – benda yang ada di sekitarnya

2. Penerangan

Rumah harus cukup mendapatkan penerangan pada siang hari maupun malam hari, idealnya penerangan di peroleh dengan bantuan listrik. Setiap ruangan di upayakan mendapat sinar matahari di pagi hari.

3. Ventilasi udara

Pertukaran udara yang cukup membuat hawa ruangan tetap segar ( cukup mengandung oksigen). Setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai, luas jendela keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka.


(35)

Jumlah ruangan atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni yang tinggal di rumah tersebut atau sekitar 5m2 per orang

b. Kebutuhan Psikologis

1. Keadaan rumah dan sekitarnya, harus memperhatikan unsur keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat. 2. Adanya kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal di

rumah keluarga tersebut

3. Untuk setiap anggota keluarga terutama yang mendekati dewasa harus memilikiruangan tersendiri sehingga privacynya tidak terganggu

4. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruangan untuk menerima tamu

b. Bahaya Kecelakaan atau Kebakaran

1. Konstruksi rumah dan bahan – bahan bangunan harus kuat sehingga tidak mudah runtuh

2. Memiliki sarana pencegah kecelakaan di sumur, kolam atau tempat lain terutama untuk anak – anak

3. Bangunan terbuat dari material yang tidak mudah erbakar

4. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas 5. Lantai kedap air dan tidak licin

c. Lingkungan

1. Memiliki sumber air bersih dan sehat yang tersedia sepanjang tahun

2. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah dan pembuangan air limbah yang baik


(36)

3. Dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyebab penyakit

4. Letak rumah jauh dari sumber pencemaran dengan jarak minimal sekitar 5 km dan bebas banjir (Chandra, 2007).

2.2.3 Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkunganpemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999

1. Lokasi

a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombangtsunami, daerah gempa, dan sebagainya;

b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir(TPA) sampah atau bekas tambang;

c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerahkebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.

2. Kualitas udara

Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas darigangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutulingkungan sebagai berikut :

a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;

b. Debu dengan diameter kurang dari 10 µg, maksimum 150µg/m3 c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;

d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari. 3. Kebisingan dan getaran


(37)

a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A; b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .

4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg 5. Prasarana dan sarana lingkungan

a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluargadengan konstruksi yang aman dari kecelakaan;

b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempatperindukan vektor penyakit; c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak

mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidakmembahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat,jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu peneranganjalan tidak menyilaukan mata

d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitasair yang memenuhi persyaratan kesehatan

e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tanggaharus memenuhi persyaratan kesehatan

f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,

tempat hiburan, tempat pendidikan,kesenian, dan lain sebagainya; h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya


(38)

i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidakterjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkankeracunan.

6. Vektor penyakit

a. Indeks lalat harus memenuhi syarat; b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%. 7. Penghijauan

Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukimanmerupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan,keindahan dan kelestarian alam.

Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggalmenurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagaiberikut :

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yangdapat membahayakan kesehatan, antara lain :debu totalkurang dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh danberkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruangan

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;

b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamarcuci kedap air dan mudah dibersihkan

c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir


(39)

f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidaklangsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitaspenerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

4. Kualitas udara

a. Suhu udara nyaman antara 18 – 30 0C b. Kelembaban udara 40 – 70 %

c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam; d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni; e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam; f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3. 5. Ventilasi

Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luaslantai. 6. Vektor penyakit

Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalamrumah. 7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitasminimal 60 liter/ orang/hari b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersihdan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 danKepmenkes 907 tahun 2002.

8. Sarana penyimpanan makanan


(40)

9. Pembuangan Limbah

a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemaripermukaan tanah;

b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidakmenimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan airtanah.

10. Kepadatan hunian

Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebihdari 2 orang tidur.Penyelenggara pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan kesehatanperumahan dan lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi pidanadan/atau sanksi administrasi sesuai dengan UU No. 4 /1992 tentangPerumahan dan Pemukiman, dan UU No. 23 /1992 tentangKesehatan, serta peraturan pelaksanaannya.

2.2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keadaan Perumahan

1. Faktor lingkungan di mana masyarakat tinggal, baik lingkngan fisik, biologi, maupun sosial. Daerah dengan lingkungan fisik berupa pegunungan perumahannya berbeda dengan perumahan di daerah pantai, begitu pula dengan perumahan di daerah beriklim panas akan berbeda dengan perumahan di daerah yang beriklim dingin, dan masyarakat yang tinggal di daerah yang banyak hewan buasnya akan mempunyai bentuk rumah yang berbeda dengan rumah yang berada di daerah yang tidak ada hewan buasnya.

2. Tingkat perekonomian masyarakat, dapat dilihat dengan pendapatan masyarakat, tersedianya bahan – bahan bangunan yang dapat di manfaatkan atau di beli.


(41)

Masyarakat yang makmur akan mempunyai perumahan yang lebih baik di bandingkan dengan masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian rendah

3. Kemajuan teknologi yang di miliki, terutama teknologi pembangunan. Masyarakat yang telah maju teknologinya mampu membangun perumahan yang lebih kompleks di bandingkan dengan masyarakat yang masih sederhana.

4. Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan yang menyangkut tata guna tanah, program perumahan yang dimiliki dan sebagainya (Azwar, 1996).

2.3 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi lebih mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dihindari (Azwar,1995).

2.4Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995).

Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah, saluran pembuangan air limbah dan perumahan sehat.


(42)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang dimaksud dengan air adalah semua air yang terdapat pada, diatas ataupun di bawah permukaa tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, air laut yang berada di darat. Definisi lain air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber- sumber air , baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut (UU No. 11 Tahun 1974).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam , tempat penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air, pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2002).


(43)

Sumber air berasal dari :

1. Air hujan atu air angkasa

2. Air permukaan

3. Air tanah

Ketiga sumber air tersebut merupakan suatu mata rantai yang terus menerus berkaitan sehingga merupakan siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi atau daur hidrologi (hidrology cycle). Di dalam urutan prioritas bagi kegunaan suplai air,

umumnya air tanah merupakan urutan pertama. Urutan kedua air permukaan dan terakhir air hujan. Urutan tersebut dipengaruhi oleh pertimbangan kualitas dan kuantitas, serta kebiasaan memberi pengaruh yang besar terutama di daerah pedesaan.

Meskipun air hujan berlebihan dan persediaannya besar, air hujan tidak akan dimanfaatkan selama air tanah dan air permukaaan tersedia dalam jumlah yang cukup. Air hujan digunakan sebagai sumber air bagi kepentingan sehari – hari apabila di suatu tempat langka air tanah dan air permukaan (Kodoatie, 2008).

b. Siklus Hidrologi 1. Siklus tertutup

a. Hujan yang jatuh kebumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah baik dipermukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir dilaut. Air berubah wujud menjadi gas/uap akibat panas matahari dan disebut proses penguapan atau evaporasi.

b. Uap air ini bergerak di atmosfir (udara), akibat perbedaan temperatur di atmosfir dari panas menjadi dingin akibat kondensasi air akan berubah


(44)

dari uap menjadi cairan. Bila temperatur berada di bawah titik beku maka kristal – kristal es akan terbentuk. Tetesan air kecil timbul oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir- butir air. Apabila jumlah butir – butir air sudah cukup banyak maka secara gravitasi butir – butir air itu akan turun kebumi dan proses turunnya butiran air ini disebut hujan. Bila temperatur udara turun di bawah 00C, maka butiran air ini akan berubah menjadi salju. Hujan jatuh kebumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman

(vegetasi ). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara.

Secara gravitasi air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah dan akhirnya bermuara ke laut.

c. Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi gas/uap dalam bentuk evaporasi dan bila melaui tanaman disebut transpirasi. Air akan diserap oleh tanaman melaui akar – akarnya yang digunakan untuk kebutuhan hidup tanaman tersebut, kemudian air dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat energi panas matahari, proses evaporasi yang lain juga dapat terjadi pada sistem sungai, waduk, danau maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Proses ini membentuk suatu pergerakan yang kemudian membentuk siklus dan disebut siklus hidrologi. Bila dilihat keseimbangan air secara menyeluruh maka air tanah dan air permukaan merupakan bagian – bagian dari


(45)

beberapa aspek yang menjadikan siklus hidrologi menjadi seimbang sehingga disebut dengan siklus hidrologi yang tertutup (Kodoatie, 2008). 2. Siklus Terbuka

Aliran air tanah bisa merupakan satu atau lebih subsistem dan tidak lagi tertutup, karena sistem tertutup itu dipoting pada suatu bagian tertentu dari seluruh sistem aliran. Transportasi aliran diluar bagian aliran tanah merupakan masukan dan keluaran dari subsistem aliran air tanah tersebut. Beberapa parameter hidrologi suatu badan air yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :

a. Kecepatan Arus (velocity)

Kecepatan arus (velocity/flow rate)suatu badan air sangat berpengaruh

terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan tentang kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran.

b. Debit

Debit (discharge) dinyatakan sebagai volume yang mengalir pada

selang waktu tertentu. Dengan meningkatnya debit kadar bahan – bahan alam yang terlarut ke suatu badan air akibat erosi meningkat secara eksponensial. Namun, konsentrasi bahan – bahan antropogenik yang memasuki badan air tersebut mengalami penurunan karena terjadi proses pengenceran. Jika suatu bahan pencemar masuk ke badan air dengan kecepatan konstan, kadar bahan


(46)

pencemar dapat ditentukan dengan membagi jumlah bahan pencemar yang masuk dengan debit badan air.

c. Tinggi Permukaan Air

Air dapat mengalir ke dan dari suatu saluran air bawah tanah (akifer) ke sungai, bergantung pada perbandingan relatif tinggi permukaan air pada akifer dan air sungai. Jika tinggi permukaaan air sungai lebih rendah, air pada akifer mengalir ke sungai dan sebaliknya. Kejadian serupa terjadi pada air tanah.

d. Erosi dan Sedimentasi

Peristiwa erosi mengangkut tanah lapisan atas yang subur, dan memindahkannya ke tempat lain yang lebih rendah. Bersama dengan lapisan tanah atas tersebut, terangkut pula unsur hara. Erosi tanah lapisan atas yang memasuki badan air dapat menimbulkan dampak positif, yakni peningkatan unsur hara di perairan. Namun di sisi lain, erosi tanah lapisan atas juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, antara lain penurunan nilai kecerahan serta peningkatan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi. Kekeruhan yang tinggi dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air dan secara langsung dapat mengakibatkan gangguan pada biota akuatik, tanah yang terlarut akibat erosi pada akhirnya akkan mengalami sedimentasi ( pengendapan ) di bagian hilir badan air sehingga mengakibatkan pendangkalan. Proses erosi dan sedimentasi ini perlu diperhitungkan dengan seksama, terutama pada pembuatan waduk yang


(47)

diperuntukkan bagi pembangkit tenaga listrik (PLTA), pelabuhan, dan saluran – saluran air pembuangan untuk mencegah terjadinya banjir (Effendi, 2003).

c. Sifat Air

Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut

1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00C (320F) – 1000C, air berwujud cair. Suhu 00C merupakan titik beku (freezing point) dan suhu

1000C merupaka titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air yang

terdapat di dalam jaringan tubuh makhluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau, dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel makhluk hidup adalah air.

2. Perubahan suhu air berlangsung lambat, sehingga air memiliki sifat tidak menjadi panas ataupun dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat mencegah terjadinya stres pada makhluk hidup karena adanya perubahan suhu yang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk hidup. Sifat ini juga menyebabkan air sangat baik digunakan sebagai pendingin mesin.

3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi ) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi ) melepaskan energi panas yang besar.


(48)

4. Air merupakan pelarut yang baik, air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang sangat sedikit. Sedangkan air laut dapat mengandung senyawa kimia hingga 35.000 mg/liter. Sifat ini memungkinkan unsur hara (nutrien) terlarut diangkut keseluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan memungkinkan bahan – bahan toksik yang masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup di larutkan untuk dikeluarkan kembali. Sifat ini juga memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer bahan pencemar (polutan) yang masuk kebadaan air.

5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Suatu cairan dikatakan memiliki tegangan permukaan yang tinggi jika tekanan antar molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik. Tegangan permukaan yang tinggi juga memungkinkan terjadinya sistem kapiler, yaitu kemampuan untuk bergerak dalam pipa kapiler (pipa dengan lubang yang kecil). Dengan adanya sistem kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, air dapt membawa nutrien dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan (akar, batang, daun )

6. Air merupakan satu – satunya senyawa yang dapat merenggang ketika membeku. Pada saat membeku air merenggang sehingga es memiliki nilai densitas (massa/volume) yang lebih rendah daripada air (Effendi, 2003).

2.4.2 Air Minum


(49)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 yang dimaksud denagn air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Standarisasi air minum yang diatur dalam Kepmenkes RI No. 907 tahun 2002 bertujuan untuk memelihara, melindungi dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat terutama dalam pengolahan air atau kegiatan usaha yang mengolah dan mendistribusikan air.

2.4.2.2Persyaratan Air Minum

Kualitas air yang digunakan sebagai air minum sebaiknya memenuhi persyaratan secara fisik, kimia dan mikrobiologi.

1. Persyaratan Fisik

1. Tidak berwarna

Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan – bahan berbahaya bagi kesehatan.

2. Temperaturnya normal

Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-26C). Air yang mempunyai temperatur di atas atu dibawah temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol yang terlarut dalaam air yang cukup banyak ) atau sedang terjadi proses tertentu (proses


(50)

dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi) yang mengeluarkan atau menyarap energi dalam air.

3. Rasanya Tawar

Air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan oleh adanya garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam disebabkan adanya asam organik maupun anorganik.

4.tidak berbau

Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme.

5. Jernih atau tidak keruh

Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran – butiran koloid dari abhan tanah liat. Semakin banyak kandunhgan koloid maka air semakin keruh. 6. Tidak mengandung Zat padatan

Air minumyang baik tidak boleh mengandung zat padatan, walaupun jernih air yang mengandung padatan yang terapung tidak baik digunakan sebagai air minum. Apabila air dididihkan, zat padatantersebut dapat larut sehingga menurunkan kualitas air minum (Kusnaedi, 2010).

2. Persyaratan Kimia

a. pH netral

Derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh bersifat asam maupun basa. Air yang mempunyai pH rendah akan terasa asam, air murni


(51)

mempunyai pH 7, apabila pH dibawah 7 berarti air bersifat asam, dan bila di atas 7 berarti bersifat basa.

b. Tidak Mengandung Bahan Kimia Beracun

Air yang berkualitas baik tidak mengandung abhan kimia beracun seperti sianida sulfida dan fenolik.

c. Tidak mengandung garam atau ion-ion logam

Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Mn, dan Cr.

c. Kesadahan Rendah

Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut dalam air terutama garam Ca dan Mg.

d. Tidak mengandung bahan organik

Kandungan bahan orgnaik dalam air dapat terurai menjadi zat-zat yangberbahaya bagi kesehatn. Bahanan - bahan organik itu seperti NH4,

H2S, SO4, dan NO3 (Kusnaedi, 2010). 3. Persyaratan Mikrobiologi

a. Tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan Coli, Salmonella Typhi, vibrio clothera. Kuman – kuman ini mudah tersebar melalui air (transmitted by water).

b. tidak mengandung bekteri non patogen seperti actinomichetes phytoplankton.


(52)

Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandunagan bakterinya menurut SK Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK pedoman kualitas air tahun 2000/2001, dapat dibedakan kedalam lima kategori sebagai berikut

1. Air bersih kelas A Kategori baik mengandung total Coliform kurang dari 50

2. Air bersih kelas B ketegori kurang baik mengandung total Coliform 51 – 100

3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung total Coliform 101 – 1000

4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung total Coliform 1001 –

2400

5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mnegandung total Coliform>

2400

Berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti bakteri, virus, protozoa dan parasit sering mencemari air. Kuman yang masuk kedalam air tersebut berasaldari buangan limabah rumah tangga maupun buangan dari industri peternakan, rumah sakit, tanah pertanian dan lain sebagainya. Pencemaran dari kuman penyakit ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit pada orang yang terinfeksi. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut water born disease dan

sering ditemukan pada penyakit tifus, kolera dan disentri (Darmono, 2001).

2.4.2.3 Penyakit Yang Dapat Ditularkan Melalui Air 1. Water Borne Disease

Water Borne Disease Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui air

minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit- penyakit tersebut antara lain adalah penyakit cholera, Thypoid, Hepatitis infektiosa, Dysentri dan Gastroentritis.


(53)

2. Water Washed Disease

Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air

untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-oral.

3. Water Based Disease

Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit

yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva schistoma

hidup di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi carcaria dan membus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut.

4.Water Related Insect Vectors

Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui vektor

yang hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis,

yellow fever dan sebagainya (Chandra, 2007).

2.4.3 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban Keluarga)

Sebagai akibat dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia maka terjadi pemisahan dan pembuangan zat – zat yang tidak di butuhkan oleh tubuh. Zat – zat yang tidak dibutuhkan tersebut antara lain berbentuk tinja(faeces) dan air seni (urine). Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kedua jenis kotoran manusia ini merupakan masalah yang amat penting, karena jika pembuangannya tidak baik tentu


(54)

dapat mencemari lingkungan. Yang dimaksud dengan kotoran manusia adalah segala benda atau zat yang yang dihasilkan oleh tubuh dan dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu di keluarkan untuk dibuang. Ditinjau dari pengertian ini , jelas bahwa yang dimaksud dengan kotoran manusia sebenarnya bidang yang amat luas. Karena terbentuknya CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan (respirasi), lendir atau getah

tubuh yang dihasilkan oleh kelenjar – kelenjar eksokrin dan lain sebagainya. Hanya saja dalam ilmu ilmu kesehatan lingkungan yang lebih dipentingkan adalah masalah tinja dan air seni, karena kedua jenis kotoran manusia ini memiliki karakteristik tersendiri yang dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai penyakit.

Karena mengandung zat – zat organik, kotoran manusia mengalami proses penguraian yang terjadi sebagai akibat bekerjanya bakteri – bakteri alam, baik yang bersifat aerob, anaerob dan fakultatif. Proses penguraian yang menghasilkan stabilisasi ini hanya mungkin terjadi jika beberapa syarat yang dibutuhkannya terpenuhi. Syarat – syarat tersebut ialah suhu yang sesuai, kelembaban yang sesuia tersedianya zat organik itu sendiri serta tidak ditemuinya zat - zat antiseptik ataupun desinfektan yang mungkin membunuh bakteri – bakteri yang bekerja. Proses penguraian akan terhenti, jika salah satu dari syarat diatas tidak terpenuhi (Azwar, 1996).

2.4.3.1 Syarat Pembuangan Tinja

Syarat pembuangan tinja ialah : 1. Tidak mengontaminasi tanah

2. Tidak mengontaminasi sumber air tanah 3. Tidak mengontaminasi air permukaan


(55)

4. Tidak dapat dicapai berbagai hewan seperti lalat, kecoa, tikus, dan lain – lain 5. Tidak menyebabkan bau yang mengganggu estetika

6. Pengangkutan dalam bentuk segar harus terpenuhi (Azwar, 1996).

2.4.3.2 Syarat – Syarat Jamban

1. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari pandangan orang lain, terlindung dari panas atau hujan, serta terjamin privacynya. Dalam kehidupan sehari – hari syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk jamban di rumah ataupun mendirikan rumah kakus dipekarangan.

2. Bangunan jamban ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor

3. Bangunan jamban mempunyai lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang kuat, yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan jamban cemplung 4. Mempunyai lubang closet yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan

pada sumur penampung atau sumur rembesan, yang terutama diisyaratkan jika mendirikan jamban model pemisahan bangunan jamban dengan tempat penampungan dan atau rembesan

5. Menyediakan alat pembersih (air ataupun kertas) yang cukup sedemikian rupa sehingga dapat segera dipakai setelah buang air (Azwar, 1996).

2.4.3.3 Jenis – Jenis Jamban


(56)

Jamban ini berupa lubang di dalam tanah. Diameter umumnya 60 – 120 cm. Kedalaman mulai dari 2,5 sampai beberapa meter. Dinding batu bata atau permanen. Bila mencapai ketinggian 50 cm, tinja ditimbun menggunakan tanah. Ditunggu sekitar 10 bulan, akan berubah komposisinya, sehingga dapat dijadikan pupuk. Untuk menghindari nyamuk tiap beberapa hari bisa disiram minyak tanah, dan kapur barus

(kamfer) dapat menghilangkan bau.

2. Aqua Privacy (jamban cubluk berair)

Proses pembusukan dalam jamban ini memakai air. Oleh karena itu harus banyak disiram air. Bila air hampir penuh dapat dialirkan ke sumur resapan. Pada sisitem ini harus dialirkan pada suatu terminal berupa sistem pengolahan limbah organik lembut, termasuk tinja, sehingga hasil prosesnya adalah gas metan dan pupuk.

3. Angsa – Trine

Yang penting pada bentuk jamban ini adalah closetnya, yang menyerupai leher angsa, sehingga air selalu menggenang di leher angsa ini. Guna air tersebut ialah menyumbat agar bau tidak menyebar. Meskipun di daerah pedesaan leher angsa masih dikombinasikan dengan jamban plung, namun sebaiknya leher angsa sebaiknya dikombinasikan dengan sistem septic-tank dan peresapan.


(57)

Tinja ditampung ditempat khusus semacam bejana untuk kemudian dibuang ketempat yang semestinya. Ini umum dilakukan di rumah sakit bagi pasien yang tidak bisa buang air ke jamban.

5. Bore – hole Latrine

Sama dengan jamban cubluk, tetapi lebih kecil karena hanya untuk sementara sekali pakai misalnya dipemukiman sementara.

6. Overhung Latrine

Jamban yang di buat di rawa, kolam, sungai dan lain – lain.

7. Trench Latrine

Tempat membuang tinja dengan menggali tanah sedikit, kemudian setelah dipakai ditimbun lagi.

8. Chemical Toilet

Tinja di tampung disebuah bejana terbuat dari logam yang telah diisi dengan coustic soda, NaOh. Jamban ini digunakan di tempat – tempat

yang sulit untuk menghubungkan dengan sisitem saluran air atau air yang terbatas. Pembersihnya memakai kertas toilet. Umumnya digunakan pada pesawat terbang, bus atau tempat lain yang khusus. Fungsi coustic soda

sebenarnya disamping panghancur juga desinfektan.

9. Jamban Vietnam, jamban di tempat langka air

Pada tahun 1956 Departemen Kesehatan Vietnam mengampanyekan pembuatan jamban untuk rakyatnya, karena banyak daerah kurang air maka jamban tersebut di sesuaikan untuk daerah kurang air (Machfoedz, 2008).


(58)

2.4.4 Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air kotor adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dan lazimnya muncul karena perbuatan manusia termasuk industrialisasi (Azrul, 1996).

Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit.

2.4.4.1 Sarana Pembuangan Air Limbah

Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut (DepKes RI, 1993) :

1. Tidak mencemari sumber air bersih

2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk 3. Tidak menimbulkan bau

4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak menyenangkan

2.4.4.2 Jenis Air Limbah

1. Air limbah yang berasal dari rumah tangga, baik dari kamar mandi, dapur, bekas cucian di sumur atau wastafel dan lain – lain ini disebut domestic sewage.

2. Berasal dari hotel, restoran, warung, kolam renang, perusahaan dan lain – lain yang disebut comercial waste.


(59)

3. Berasal dari industri, seperti pabrik kulit, pabrik cat, pabrik tinta dan lain-lain disebut industrial waste

4. Berasal dari sumber lain misalnya dari comberan bercampur air hujan dan banyak lagi (Machfoedz, 2008).

2.4.4.3 Pengolahan Air Limbah

Pengolahan air limbah pada dasarnya bertujuan untuk :

1. Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman terjangkitnya berbagai penyakit. Hal ini nmudah dipahami karena air limbah sering dipakai sebagai tempat berkembangbiaknya penyakit.

2. Melindungi timbulnya kerusakan tanaman terutama jika air limbah tersebut mengandung zat organik yang membahayakan kelangsungan hidup

3. Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan hidup sehari – hari terutama jika sulit ditemukan air yang bersih.

Dalam kehidupan sehari – hari pengolahan air limbah di lakukan dalam dua bentuk :

1. Menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya

2. Menyalurkan air limbah tersebut setelah diolah sebelumnya, dan kemudian dibuang ke alam. Pengolahan air limbah ini dilakukan secara individu ataupun terpusat misalnya melaui pabrik pengolahan air limbah.

Jika air limbah tersebut di buang begitu saja tanpa diolah sebelumnya maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu :


(60)

2. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyebab penyakit 3. Tidak mengganggu estetika

4. Tidak mencemari alam sekitarnya

Air yang dibuang tanpa diolah sebelumnya biasanya dilakukan oleh rumah tangga, dua cara yang biasa di gunakan adalah :

1. Sistem riol

Yaitu suatu jaringan air limabah yang dimulai dari perumahan masukke daerah permukiman dan kemudisn dialirkan ke tempat pembuangan akhir air limbah yang biasanya merupakan kali ataupun laut. Sistem ini cukup baik, asal saja riol tersebut dapat dipelihara hingga tidak tersumbat, tempat pembuangan akhir tidak dipergunakan untuk air minum, serta air limbah tidak mengandung zat – zat kimia berbahaya (Chandra, 2007).

2. Septic Tank

Adalah suatu unit penampungan dan penyaluran air limbah dan juga kotoran manusia yang dibuat permanen. Prinsip septic tank ialah :

a. Tersedianya bak penampung yang gunanya untuk memisahkan bahan padat dan air limbah, karena proses biologis pada tingkat pertama terjadi pembusukan bahan – bahan padat yang mengendap oleh bakteri pembusuk anaerobik. Bak penampung ini memberikan kesempatan penahanan air kotor dan bahan –bahan endapan selama 24 jam serta besarnya tidak kurang dari 2x3 meter,

b. Ruang rembesan ialah lubang atau sumur yang diisi lapisan pasir kasar atau kerikil, pasir halus, tanah liat campuran pasir, ijuk dan ditengahnya dialirkan


(61)

saluran pipa. Lubang rembesan ini umumnya merupakan pelengkap dari bak penampung. Di sini terjadi proses biologis tingkat kedua yakni penguraian bahan yang tersisa oleh bakteri aerobik. Ruang rembesan sekurang – kurangnya berjarak 35 meter dari sumber air serta 7 meter dari banguna rumah (Azwar, 1996).

2.4.5Sampah

2.4.5.1 Pengertian Sampah

Sampah atau limbah adalah segala sesuatu yang oleh pemiliknya dianggap tidak berguna lagi, dalam ilmu kesehatan lingkungan sampah adalah sebagian dari benda atau hal – hal yang dipandang tidak berguna, dan harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup (Azwar, 1996).

2.4.5.2 Sumber Dan Jenis Sampah

Secara umum dapat disimpulkanbahwa makin maju tingkat kebudayaan masyarakat makin kompleks pula sumber dan macam sampah yang ditemui. Dalam kehidupan sehari –hari dikenal beberapa sumber sampah misalnya dari rumah tangga, daerah pemukiman, daerah perdagangan, daerah industri, daerah peternakan, daerah pertanian, pertambangan dan dari tempat – tempat lain. Tergantung dari sumber ini maka jenis dan komposisi sampah beraneka ragam. Demikian pula jumlah yang dihasilkan, karena jumlah sampah pada umumnya ditentukan oleh :

1. Kebiasaan hidup masyarakat 2. Musim atau waktu

3. Standard hidup 4. Macam masyarakat


(62)

5. Cara pengelolaan sampah (Azwar, 1996).

Sedangkan jenis sampah dikenal dengan beberapa cara pembagian, sampah atas dasar pembentuk yaitu sampah organik dan non organik

Berdasarkan siftanya sampah dibagi atas: 1. Sampah yang mudah membusuk

2. Sampah yang tidak mudah membusuk 3. Sampah yang mudah terbakar

4. Sampah yang tidak mudah terbakar

Dalam ilmu kesehatan lingkungan pembagian jenis – jenis sampah merupakan gabungan dari pembagian diatas, sampah dibedakan atas :

a. Garbage, ialah sisa pengolahan atau sisa makanan yang mudah membusuk, misalnya sampah dari rumah tangga, restoran, hotel dan lain sebagainya

b. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mmudah membusuk yang dibedakan atas: yang mudah terbakar seperti kayu dan kertas, dan yang tidak mudah terbakar seperti kaleng, kaca dan lain – lain

c. Ashes, ialah segala jenis abumisalnya dari hasil pembakaran kayu, batubara ataupun hasil pembakaran industri

d. Dead animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti sapi, kuda, tikus, kucing dan lain- lain

e. Street sweeping, aialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di jalan karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat

f. Industrial waste, ialah benda – benda padat sisa yang merupakan hsampah hasil industri (Azwar, 1996).


(63)

2.4.5.3 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah meliputi tiga hal pokok yaitu; 1. Penyimpanan sampah (refuse storage)

2. Pengumpulan sampah (refused collection)

3. Pembuangan sampah (refuse disposal), didalamnya termasuk pengangkutan sampah dan sekaligus pemusnahan sampah.

1. Penyimpanan Sampah

Penyimpanan sampah maksudnya adalah tempat sampah sementara, sebelum sampah tersebut di kumpulkan untuk kemudian di angkut dan dibuang. Dalam penyimpanan sampah yang bersifat sementara ini sebaiknya disediakan tempat sampah yang berbeda untuk tiap jenis sampah tertentu. Syarat – syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah :

a. Konstruksinya kuat, tidak mudah bocor, penting untuk mencegah berserakannya sampah

b. Tempat sampah mempunyai tutup, tutup dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya serta di bersihkan. Tutup tempat sampah dapat di buka dan di tutup tanpa mengotori tangan

c. Ukuran tempat sedemikian rupa sehinggga mudah diangkat oleh satu orang 2. Pengumpulan Sampah

Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor ataupun restoran dan tempat – tempat lainnya, perlu di kumpulkan untuk dibuang. Karena jumlah sampah yang dikumpulkan cukup besar, perlu dibuat tempat


(64)

pengumpulan sampah. Tempat pengumpulan sampah ini harus memenuhi syarat kesehatan, syarat yaang dianjurkan ialah :

a. Di bangun diatas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah

b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang lain untuk mengeluarkannya

c. Perlu ada lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya lalat

d. Di dalam rumah sampah harus ada keran air untuk membersihkan lantai e. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan lalat dan tikus

f. Tempat tersebut mudah dicapai , baik oleh masyarakat maupun kendaraan pengangkut sampah

3. Pembuangan Sampah

Sampah yang telah dikumpulkan, selanjutnya perlu di buang untuk dimusnahkan. Di tinjau dari perjalanan sampah, pembuangan atau pemusnahan merupakan tahap akhir yang harus dilakukan terhadap sampah. Pembuangan sampah sampah biasanya di lakukan di daerah tertentu sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Syarat tempat pembuangan sampah adalah :

a. Tempat pembuangan sampah jauh dari sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan masyarakat untuk keperluan hidup sehari – hari

b. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir c. Di tempat yang jauh dari tempat tinggal penduduk


(65)

Jarak tempat pembuangan sampah akhir yaitu sekitar 2km dari perumahan penduduk, 15km dari laut dan sekitar 200m dari sumber air(Azwar, 1996).

2.4.5.4 Sistem Pembuangan/Pengelolaan Sampah

1. Open Dumping

Adalah cara pembuangan sampah dengan cara ditumpuk begitu saja di tanah, cara ini masih banyak di gunakan di negara – negara berkembang. Cara ini memiliki banyak kekurangan. Apabila TPA terletak di dekat pemukiman penduduk maka air lindi dari pembuangan sampah akan mencemari sumber air bersih penduduk, selain itu sistem open damping menyebabkan bertambahnya tempat perindukan vektor penyebab penyakit (Azwar, 1996).

2. Inceneration

Salah satu sarana yang mutlak dibutuhkan oleh Lembaga Pelayanan Kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas, dan semacamnya adalah insenerator. Fungsi dari insenerator ini adalah untuk membakar sampah/limbah padat klinis, yang dihasilkanoleh sarana pelayanan kesehatan.Pembakaran sampah/limbah klinis harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Antara lain pembakaran tidak boleh dilakukan diudara terbuka, karena jika dibakar di udara terbuka senyawa dioxin hasil pembakaran akan tersebar keudara sekitar. Syarat lain adalah limbah/sampah padat klinis mutlak harus dibakar pada suhu tinggi, lebih dari 8000C agar kuman dan bibit penyakit yang ada pada limbah habis terbakar.Jika hal – hal tersebut tidak dipenuhi, akibatnya akan timbul polusi dan tersebarnya bibit penyakit/kuman yang tidak mati karena pembakaran yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu sampah/limbah padat


(1)

[DataSet1] C:\Users\user\Documents\SPSS baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jumlah tempat perindukan nyamuk * kelompok

46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

jumlah tempat perindukan nyamuk * kelompok Crosstabulation

kelompok

Total

kasus kontrol

jumlah tempat perindukan nyamuk

>8 Count 20 13 33

% within jumlah tempat perindukan nyamuk

60.6% 39.4% 100.0%

% within kelompok 87.0% 56.5% 71.7%

% of Total 43.5% 28.3% 71.7%

<8 Count 3 10 13

% within jumlah tempat perindukan nyamuk


(2)

% within kelompok 13.0% 43.5% 28.3%

% of Total 6.5% 21.7% 28.3%

Total Count 23 23 46

% within jumlah tempat perindukan nyamuk

50.0% 50.0% 100.0%

% within kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.254a 1 .022

Continuity Correctionb 3.860 1 .049

Likelihood Ratio 5.473 1 .019

Fisher's Exact Test .047 .024

Linear-by-Linear Association 5.140 1 .023

N of Valid Cases 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,50. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jumlah tempat perindukan nyamuk (>8 / <8)


(3)

For cohort kelompok = kasus 2.626 .938 7.355

For cohort kelompok = kontrol .512 .305 .859

N of Valid Cases 46

CROSSTABS /TABLES=kondisiperumahan BY klp /FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK /CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL /COUNT

ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] C:\Users\user\Documents\SPSS baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kondisi perumahan * kelompok 46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

kondisi perumahan * kelompok Crosstabulation

Kelompok

Total

Kasus Kontrol

kondisi perumahan

rumah tidak sehat <=1068

Count 8 10 18

% within kondisi perumahan

44.4% 55.6% 100.0%

% within kelompok

34.8% 43.5% 39.1%

% of Total 17.4% 21.7% 39.1%

rumah sehat 1068 – 1200

Count 15 13 28

% within kondisi perumahan

53.6% 46.4% 100.0%

% within kelompok


(4)

% of Total 32.6% 28.3% 60.9%

Total Count 23 23 46

% within kondisi perumahan

50.0% 50.0% 100.0%

% within kelompok

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .365a 1 .546

Continuity Correctionb .091 1 .763

Likelihood Ratio .366 1 .545

Fisher's Exact Test .763 .382

Linear-by-Linear Association

.357 1 .550

N of Valid Cases 46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kondisi

perumahan (rumah tidak sehat <=1068 / rumah sehat 1068 - 1200)

.693 .211 2.279

For cohort kelompok = kasus .830 .446 1.544

For cohort kelompok = kontrol 1.197 .674 2.124


(6)

Dokumen yang terkait

Kepadatan Jentik Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) Antara Desa Endemis Dan Non Endemis Serta Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Tahun 2000

0 32 97

Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe Dan Kegiatan Pemberantasannya Tahun 2003-2007

1 40 88

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I.

0 0 7

(ABSTRAK) HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KESEHATAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPIRING KECAMATAN CEPIRING KABUPATEN KENDAL TAHUN 2009.

0 0 3

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KESEHATAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPIRING KECAMATAN CEPIRING KABUPATEN KENDAL TAHUN 2009.

0 7 154

c. Ada, luas ventilasi permanen >10 luas lantai - Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

0 0 33

Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

0 0 14

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KLIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I PURWOKERTO TIMUR KABUPATEN BANYUMAS

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - HUBUNGAN KARAKTERISTIK KLIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I PURWOKERTO TIMUR KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 16

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DAN UPAYA PENCEGAHAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GOMBONG II - Elib Repository

0 0 70