Kajian Morfologis dan Kelimpahan Ikan Sili (Famili : Mastacembelidae) di Sungai Seruai Desa NamuSuro Provinsi Sumatera Utara Chapter III IV
69
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 di Sungai
Seruai Desa Namu Suro Kecamatan Biru-biru Kabupaten Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara.Peta lokasi Penelitian disajikan pada Gambar
4.Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 4. Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global
Positioning System), pH meter, jarum suntik, bola duga, termometer, Secchi
Disk , meteran, penggaris, jala, bubu, ember, sterofom, jarum pentul, buku
identifikasi ikan, alat tulis dan kamera digital.
Universitas Sumatera Utara
70
Bahan yang digunakan adalah larutan Alkohol 70%, MnSO 4 ,
KOHKI, H 2 SO 4 , Na 2 S 2 O 3 , amilum, akuades (Metode Winkler), Ikan sili dan
sampel air. Metode Pengukuran DO dengan Metode Winkler dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Ikan
Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun pengambilan sampel
ikan adalah “Purposive Random Sampling”. Terdapat 3 stasiun penelitian
dengan deskripsi tiap stasiun sebagai berikut :
Stasiun 1
Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°37'58" LU dan 98°44'05" BT.
Merupakan daerah sungai yang memiliki karakteristik bebatuan yang banyak,
dengan perairan relatif dangkal.Bebatuan merupakan salah satu habitat Ikan Sili
dalam mencari makan dan berlindung.Lokasi pengambilan sampel ikan di Stasiun
1 disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Stasiun 1
Universitas Sumatera Utara
71
Stasiun 2
Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°34'03" LU dan 98°56'56" BT.
Merupakan daerah sungai yang memiliki karakteristik perairan dalam atau lubuk
sungai serta bebatuan.Kedalaman sungai mengidentifikasikan kemungkinan
banyaknya ikan yang menempati areal tersebut.Lokasi pengambilan sampel ikan
di Stasiun 2 disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°11'25" LU dan 98°56'02" BT.
Merupakan daerah sungai dengan karakteristik arus yang lebih tenang dan
dijumpai bebatuan serta tumbuhan-tumbuhan di pinggiran sungai. Tumbuhan di
pinggiran sungai juga merupakan habitat ikan dalam mencari makan.Lokasi
pengambilan sampel ikan di Stasiun 3 disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Stasiun 3
Gambar 7. Stasiun 3
Universitas Sumatera Utara
72
Pengambilan sampel Ikan
Pengambilan sampel ikan menggunakan alat tangkap Jala (mesh size 3
cm).dan Bubu (mesh size 1 cm). Terdapat 6 plot penangkapan per stasiun dengan
3 kali ulangan dalam waktu satu bulan (30 hari). Penangkapan dilakukan pada
hari ke-1, hari ke-15, dan hari ke-30.Penebaran jala dilakukan pada sore hari
(Pukul 15.00 WIB) dengan menyisiri sungai yang berpotensi terdapat Ikan Sili
pada tiap stasiunnya dengan bantuan nelayan setempat. Pemasangan bubu
dilakukan pada waktu yang sama kemudian didiamkan dan di angkat esok pagi
(Pukul 07.00 WIB) karena Ikan Sili merupakan ikan nokturnal. Jumlah bubu yang
dipasang per stasiun sebanyak 6 unit.Umpan bubu adalah usus ayam yang
dibungkus dengan kain jaring untuk menghindari hilangnya umpan karena arus.
Bau amis pada usus ayam yang akan memancing masuknya ikan ke dalam
perangkap bubu. Ikan Sili yang didapat kemudian di foto di atas wadah yang
terang (sterofom warna) agar morfologi ikan terlihat jelas.Ikan dicuci, ditiriskan
kemudian dimasukkan ke dalam wadah spesimen dengan menambahkan alkohol
70% untuk tujuan pengawetan spesimen. Pengidentifikasian ciri morfometrikmeristik dilakukan segera mungkin di lapangan dan apabila waktu tidak cukup
akan dilanjutkan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu
dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat dkk., (1993). Aktifitas selama
melakukan penelitian disajikan pada Lampiran 5.
Universitas Sumatera Utara
73
Pengamatan Karakter Morfologis
Pengamatan karakter morfologis meliputi karakter morfometrik dan
meristik.Karakter morfometrik dan meristik Ikan Sili yang di ukur seperti pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.Karakter morfometrik yang diukur.
No. Karakter Morfometrik
Keterangan
1.
Panjang total
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan
dengan sirip kaudal yang paling belakang
2.
Panjang standart
Jarak antara ujung bagian kepala yang paling
depan dengan pelipatan pangkal sirip kaudal
3. Panjang kepala
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan
dengan ujung terbelakang dari keping tutup
insang (operculum)
4. Tinggi kepala
Panjang garis tegak antara pangkal kepala
bagian atas dengan pangkal kepala bagian
bawah
5.
Tinggi badan
Jarak tertinggi antara dorsal dengan ventral
6.
Tinggi batang ekor
Diukur pada bagian batang ekor pada tempat
yang terendah
7.
Tinggi sirip dorsal
Jarak tegak yang tertinggi antara pangkal
sampai ujung sirip dorsal
8.
Tinggi sirip anal
Jarak tegak yang tertinggi antara pangkal
sampai ujung sirip anal
9.
Panjang batang ekor
Jarak miring antara ujung dasar sirip dengan
pangkal jari-jari tengah sirip caudal
10. Panjang Moncong
Panjang antara ujung mulut ikan ke pangkal
dekat mata
11. Diameter mata
Panjang garis tengah rongga mata
12. Panjang hidung
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan
dengan lubang hidung
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 1.Lanjutan.
No. Karakter Morfometrik
Keterangan
13. Panjang dasar sirip dorsal
Jarak antara pangkal jari-jari pertama dengan
tempat selaput sirip dibelakang jari-jari
terakhir sirip dorsal
14. Panjang dasar sirip anal
Jarak antara pangkal jari-jari pertama dengan
tempat selaput sirip dibelakang jari-jari
terakhir sirip anal
15. Panjang sirip ventral
Jarak antara pangkal sirip hingga ujung
terpanjang dari sirip ventral
16. Panjang sirip pectoral
Jarak antara pangkal sirip hingga ujung
terpanjang dari sirip pectoral
Tabel 2. Karakter meristik yang diukur
No. Karakter Meristik
Keterangan
1.
Jumlah jari-jari sirip
dorsal
Banyaknya jari-jari sirip dorsal
2.
Jumlah jari-jari sirip
anal
3.
Jumlah jari-jari sirip
ventral
Banyaknya jari-jari sirip ventral
4.
Jumlah jari-jari sirip
pektoral
Banyaknya jari-jari sirip pektoral
5.
Jumlah jari-jari sirip
kaudal
Banyaknya jari-jari sirip anal
Banyaknya jari-jari sirip kaudal
Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan
Parameter fisika kimia yang diukur meliputi suhu , pH, DO, kecerahan,
kedalaman dan arus. Adapun parameter, satuan, alat yang digunakan dan tempat
pengukuran faktor Fisika-kimia perairan disajikan pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 3.Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur.
Parameter SatuanAlat
Fisika
0
C
Suhu
Kecerahan
meter
Kedalaman
meter
Arus
meter
Kimia
pH
Oksigen
mg/l
terlarut
Tempat Pengukuran
Termometer
Secchidisc
Tali dan pemberat
Tali dan bola
pH meter
Metode winkler
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu
Analisis Data
Perhitungan
kelimpahan
dilakukan
berdasarkan
luasan
area
alat
tangkap.Data ikan yang diproleh dihitung nilai kelimpahan populasi, kelimpahan
relatif dan frekuensi kehadiran dengan persamaan sebagai berikut.
Kelimpahan Populasi (KP)
Kelimpahan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang
terdapat dalam suatu satuan luas atau volume.Perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus Menurut Odum (1994).
KP =
Jumlah individu suatu jenis/Ulangan
Luas area (Alat tangkap)
Kelimpahan Relatif (KR)
Menurut Odum (1994), perhitungan kelimpahan relatif dihitung dengan
menggunakan rumus :
KR =
Kepadatan suatu jenis
x 100%
Jumlah kepadatan seluruh jenis
Universitas Sumatera Utara
76
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu
organisme apabila nilai KR > 10%.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Menurut Odum (1994), frekuensi kehadiran merupakan nilai yang
menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies sampling plot yang dihitung dengan
menggunakan rumus :
FK =
Jumlah plot yang ditempati suatu spesies
x 100%
Jumlah total plot
Keterangan nilai FK :
25 - 50%
50 - 75%
>75%
0 - 25% = Sangat jarang
= Jarang
= Sering
= Sangat sering
Universitas Sumatera Utara
77
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakter Morfologis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perairan Sungai Seruai Desa
Namo Suro Kabupaten Deli serdang Provinsi Sumatera Utara di dapatkan 2 jenis
Ikan Sili yang memiliki perbedaan karakter morfologis. Perbedaan karakter
morfologis dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
1.
Mastacembelus unicolor
Gambar 8.Mastacembelus unicolor
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Synbranchiformes
Famili
: Mastacembelidae
Genus
: Mastacembelus
Spesies
: Mastacembelus unicolor (Kotelat dkk., 1993).
Universitas Sumatera Utara
78
Ikan Sili (Mastacembelus unicolor) bagi masyarakat setempat biasa disebut
sebagai Ikan Belung Poula.Secara kasat mata Mastacembelus unicolor dapat
ditandai dengan adanya pola warna berbentuk bulat-bulat warna kuning pada
tubuhnya, memanjang sejajar dari belakang overkulum sampai pangkal
ekor.Kemudian
sirip
dubur.Mastacembelus
ekor
terpisah
unicolormemiliki
dengan
duri-duri
sirip
tajam
punggung
pada
dan
bagian
punggungnya, duri ini melidungi dirinya dari bahaya yang mengancam hidupnya.
Duri punggung pada Mastacembelus unicolor sebanyak 33 duri dan 2 duri pada
sirip anal, Kemudian memiliki jari-jari sirip halus pada dorsal sebanyak 80, jari
sirip halus pada anal 62, sirip halus pektoral 21, pada caudal 20 dan tidak
memiliki sirip ventral.
2.
Mastacembelus notophthalmus
Gambar 9.Mastacembelusnotophthalmus
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Universitas Sumatera Utara
79
Ordo
: Synbranchiformes
Famili
: Mastacembelidae
Genus
: Mastacembelus
Spesies
: Mastacembelus notophthalmus (Kotelat dkk., 1993).
Ikan Sili (Mastacembelus notophthalmus) bagi masyarakat setempat biasa
disebut sebagai Ikan Mirik. Secara kasat mata Mastacembelus notophthalmus
dapat ditandai dengan adanya corak-corak warna kuning pada bagian sirip dorsal ,
sirip caudal dan sirip anal. Kemudian adanya garis hitam tegak yang terdapat pada
bagian bawah moncong yaitu pada sekitar daerah mata ikan.Mastacembelus
notophthalmus juga memiliki duri-duri tajam pada punggungnya. Dari hasil
pengamatan terhadap ikan sili (Mastacembelus notophtalmus) terdapat 37 duri
pada dorsal dan 2 duri pada daerah anal, tidak terdapat sirip ventral. Memiliki jarijari sirip halus pada dorsal sebanyak 74, jari-jari halus sirip anal 70, sirip halus
pektoral 16, sirip halus kaudal 20 dan tidak memiliki sirip ventral.
Adapun ciri Morfologis (Morfometrik dan Meristik) Ikan Sili secara lebih
jelas dari hasil pengamatan dilapangan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Karakter Morfometrik
Karakter
Mastacembelus Mastacembelus
rfometrik
unicolor
notophthalmus
1.
Panjang Total
40 cm
15,2 cm
2.
Panjang staandart
38 cm
14,6 cm
3.
Panjang kepala
6 cm
2 cm
Universitas Sumatera Utara
80
4.
Tinggi kepala
Tabel 4. Lanjutan
Karakter
orfometrik
5. Tinggi badan
2,5 cm
1 cm
Mastacembelus
Mastacembelus
unicolor
notophthalmus
6,8 cm
1,6 cm
6. Tinggi batang ekor
1,4 cm
0,3 cm
7.
Tinggi sirip dorsal
1,5 cm
0,4 cm
8.
Tinggi sirip anal
1,2 cm
0,2 cm
2 cm
0,5 cm
9.
Panjang batang ekor
10.
Panjang moncong
2,5 cm
0,8 cm
11.
Diameter mata
0.3 cm
0,2 cm
12.
Panjang hidung
2 cm
0,4 cm
13.
Panjang dasar sirip dorsal
15 cm
5,3 cm
14.
Panjang dasar sirip anal
14 cm
5 cm
15.
Panjang sirip ventral
-
-
2 cm
0,7 cm
16.
Panjang sirip pektoral
Tabel 5. Pengamatan Karakter Meristik
Karakter Mastacembelus
Mastacembelus
Meristik
unicolor notophthalmus
1.
Jumlah jari-jari
80
74
sirip dorsal
2.
Jumlah jari-jari
anal
62
70
3.
Jumlah jari-jari
sirip ventral
-
-
4.
Jumlah jari-jari
sirip pektoral
21
16
5.
Jumlah jari-jari
sirip caudal
20
20
Universitas Sumatera Utara
81
Tabel 5. Pengamatan Karakter Meristik
Karakter Mastacembelus
Mastacembelus
Meristik
unicolor notophthalmus
6.
Jumlah Duri didepan
33
37
sirip dorsal
7.
Jumlah Duri didepan
sirip anal
2
2
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil
tangkapan sebanyak 8 ekor Ikan Sili yang terbagi atas 3 ekor dari jenis
Mastacembelus unicolor dan 5 ekor dari jenis Mastacembelus notophthalmus.
Penggunaan jala hanya didapatkan Ikan Sili dari jenis Mastacembelus
unicolorsebanyak 3 ekor ikan yaitu pada stasiun 1 dan 3, sedangkan penggunaan
bubu
hanya
didapatkan
Ikan
Sili
dari
jenis
Mastacembelus
notophthalmussebanyak 5 ekor ikan yaitu pada stasiun 2. Hasil tangkapan tiap
stasiun disajikan pada Tabel 6.Adapun untuk data hasil tangkapan lebih jelasnya
disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 6. Hasil Tangkapan Ikan Sili
No. Stasiun
Jumlah ikan
yang didapat tangkap
1. Pertama
2
Alat
Spesies
Jala
2.
Kedua
5
Bubu
3.
Ketiga
1
Jala
Mastacembelus
unicolor
Mastacembelus
Notophthalmus
Mastacembelus
unicolor
Ket : √ menandakan adanya ikan yang didapat
Adapun Perhitungan Kelimpahan populasi (KP), Kelimpahan Relatif (KR)
dan Frekuensi Kehadiran (FK) ikan sili dipisahkan berdasarkan luasan masingmasing alat tangkap yaitu Jala dan Bubu.Perhitungan analisis data kelimpahan
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
82
Penggunaan Jala
Kelimpahan Populasi (KP)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik kelimpahan Populasi Ikan
Sili tiap stasiun dengan menggunakan Jala dapat dilihat pada Gambar 10.
Kelimpahan Populasi (KP)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
0,3
0,2
0,15 Ind/m²
0,1
0,07 Ind/m²
0,00 Ind/m²
0
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 10. Grafik Kelimpahan Populasi Ikan Sili Menggunakan Jala
Berdasarkan gambar 10 Kelimpahan Populasi Ikan Sili menggunakan jala
hanya didapatpada stasiun 1 sebesar 0,15 ind/m² dan pada stasiun 3 sebesar 0,07
ind/m², sedangkan pada stasiun 2 tidak didapatkan atau Kelimpahan Populasi
sama dengan 0,00 ind/m².
Kelimpahan Relatif (KR)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata kelimpahan
relatif Ikan Sili menggunakan Jala tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 11.
Kelimpahan Relatif (KR)
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
68,2 %
31,8 %
0,00 %
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Universitas Sumatera Utara
83
Gambar 11. Grafik Kelimpahan Relatif Ikan Sili Menggunakan Jala
Berdasarkan gambar 11 Kelimpahan Relatif Ikan Sili menggunakan jala
hanya didapatpada stasiun 1 sebesar 68,2 % dan pada stasiun 3 sebesar 31,8 %,
sedangkan pada stasiun 2 tidak didapatkan atau Kelimpahan Relatif sama dengan
0,00 %.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata Frekuensi
Kehadiran Ikan Sili tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 12.
Frekuensi Kehadiran (KR)
50%
40%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
33,3 %
30%
16,6 %
20%
10%
0,00 %
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 12. Grafik Frekuensi Kehadiran Ikan Sili Menggunakan Jala
Berdasarkan gambar 12 Frekuensi Kehadiran Ikan Sili menggunakan jala
hanya didapatpada stasiun 1 sebesar 33,3 % dan pada stasiun 3 sebesar 16,6 %,
sedangkan pada stasiun 2 tidak didapatkan atau Frekuensi Kehadiran sama dengan
0,0 %.
Penggunaan Bubu
Kelimpahan Populasi (KP)
Universitas Sumatera Utara
84
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Kelimpahan Populasi Ikan Sili
tiap stasiun dengan menggunakan Bubu dapat dilihat pada Gambar 13.
Keplimpahann Populasi (KP)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
3
2,13 Ind/m²
2
1
0,00 Ind/m²
0,00 Ind/m²
0
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 13. Grafik Kelimpahan Populasi Ikan Sili Menggunakan Bubu
Berdasarkan Gambar 13 Kelimpahan Populasi Ikan Sili dengan
menggunakan bubu hanya didapat pada stasiun 2 sebesar 2,13 ind/m² Sedangkan
pada stasiun 1 dan 3 tidak didapatkan atau kelimpahan populasi sama dengan 0,00
ind/m².
Kelimpahan Relatif (KR)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata kelimpahan
relatif Ikan Sili tiap stasiun menggunakan Bubu dapat dilihat pada Gambar 14.
Kelimpahan Relatif (KR)
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
100 %
0,00 %
0,00 %
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 14. Grafik Kelimpahan Relatif Ikan Sili Menggunakan Bubu
Universitas Sumatera Utara
85
Berdasarkan Gambar 14 Kelimpahan Relatif Ikan Sili terbesar terdapat
pada stasiun 2 yaitu 100 % dan pada satasiun 1 dan 3 tidak didapatkan atau
kelimpahan relatif sama dengan 0,00 %.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata Frekuensi
Kehadiran Ikan Sili tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 15.
Frekuensi Kehadiran (KR)
50%
40%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
33,3 %
30%
20%
10%
0,00 %
0,00 %
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 15. Grafik Frekuensi Kehadiran Ikan Sili Menggunakan Bubu
Rata-rata Frekuensi Kehadiran Ikan Sili hanya terdapat pada stasiun 2
sebesar 33,3 %. Pada stasiun 1 dan 2 tidak diproleh atau rata-rata Frekuensi
Kehadiran yaitu 0,00 %.
Faktor Fisika-Kimia Perairan
Berdasarkan hasil penelitian faktor fisika-kimia perairan Sungai Seruai
Desa Namo Suro dapat dilihat pada Tebel 3.
Tabel 5.Hasil Pengukuran Parameter fisika-kimia perairan
Parameter Satuan
Fisika
0
C
Suhu
Kecerahan
cm
Kedalaman
m
Arus
m/s
Kimia
Alat
Termometer
Secchidisc
Tali dan Pemberat
Tali dan Bola
Stasiun
1
2
29
30
50
45
1
2
1,4
1,1
Rata-rata
3
31
27
0,8
0,6
30
40,6
1,2
1
Universitas Sumatera Utara
86
pH
DO
mg/l
pH Meter
Metode Winkler
8,1
3,6
7,9
3,4
7,6
3,1
7,8
3,3
Pembahasan
Karakter Morfologis
Berdasarkan hasil analisis karakter Morfologis, didapatkan dua jenis ikan
Sili dari Famili Mastacembelidae yang berbeda karakter morfologisnya.Perbedaan
ini dapat dilihat jelas secara kasat mata seperti perbedaan pola warna, bentuk
tubuh dan model sirip ekor.Masyarakat setempat menjelaskan bahwa hanya ada
dua jenis Ikan Sili (Ditandai dengan adanya belalai yang memanjang kebawah
pada moncongnya) di Sungai Seruai tersebut. Hasil tangkapan yang didapat
adalah kedua jenis ikan yang biasa didapat oleh masyarakat setempat, mereka
menyebutnya ikan Belung Poula yang bebadan besar (Gambar 8) dan Ikan Mirik
yang tubuhnya lebih kecil (Gambar 9).
Hasil analisis studi literatur Ikan Belung Poula adalah sepesies
Mastacembelus unicolor. Menurut data www.fishbase.org (1832) Mastacembelus
unicolor tersebar diwilayah Indonesia Kapuas dan Kalimantan barat. Secara kasat
mata dari hasil pengamatan langsung dilapangan bahwa Ikan Belung poula
(Mastacembelus unicolor) dapat ditandai dengan pola warna berbentuk bulat-bulat
warna kuning pada tubuhnya, memanjang sejajar dari belakang overkulum sampai
pangkal ekor.Kemudian sirip ekor terpisah dengan sirip punggung dan
dubur.Kottelat dkk(1993) menjelaskan Mastacembelus unicolor memiliki jari-jari
sirip ekor yang agak terpisah dengan jari-jari sirip punggung dan sirip dubur.
Mastacembelus
unicolormemiliki
duri-duri
tajam
pada
bagian
Universitas Sumatera Utara
87
punggungnya, duri ini melidungi dirinya dari bahaya yang mengancam
hidupnya.Didapat duri punggung pada Mastacembelus unicolor sebanyak 33 duri
dan 2 duri pada sirip anal. Kemudian memiliki jari-jari sirip halus pada dorsal
sebanyak 80, jari sirip halus pada anal 62, sirip halus pektoral 21, pada caudal 20
dan tidak memiliki sirip ventral. Kottelat dkk (1993) mengatakan yang
membedakan antara macrognathus dan mastacembelus adalah pada jumlah
durinya.pada Genus Mastacembelus memiliki duri sirip punggung 33-40 duri.
Sedangkan Genus Macrognathus memiliki 14-31 duri.Jari-jari halus sirip
punggung 79-90, jari-jari halus sirip anal 73-86 dan jari halus sirip ekor 19-21.
Menurut data www.ffish.asia.com (1989) Ikan mirik yang dikatakan
masyarakat setempat adalah spesies Mastacembelus notophthalmus.Hal ini dapat
ditandai dengan adanya corak-corak warna kuning pada bagian sirip dorsal , sirip
caudal dan sirip anal. Kemudian adanya garis hitam tegak yang terdapat pada
bagian bawah moncong yaitu pada sekitar daerah mata ikan.Kottelat dkk
(1993)menyebutkan juga terdapat pita warna gelap tegak di bawah mata pada
Mastacembelus notophthalmus.
Mastacembelus notophthalmus juga memiliki duri-duri yang tajam pada
punggungnya. Dari hasil pengamatan terhadap ikan sili (Mastacembelus
notophtalmus) yang terdapat di Sungai Seruai, terdapat 37 duri pada dorsal dan 2
pada daerah anal, tidak terdapat sirip ventral. Memiliki jari-jari sirip halus pada
dorsal sebanyak 74, jari-jari halus sirip anal 70, sirip halus pektoral 16, sirip halus
caudal 20 dan tidak memiliki sirip ventral. Kottelat dkk (1993)menyebutkan duri
yang terdapat pada dorsal Mastracembelus notophthalmus adalah 37-39.Memiliki
sirip halus dorsal sebanyak 73-86 dan sirip halus pada anal 69-85.
Universitas Sumatera Utara
88
Ikan Sili memiliki sisik pada tubuhnya, tetapi sisik tersebut Sangat halus
serta tertutupi oleh lendir yang tebal dan merekat erat pada tubuhnya.Pengamatan
sisik tidak bisa dilakukan secara langsung, perlu perlakuan khusus. Pengeringan
ikan telah dilakukan diharapkan dapat mempermudah pengamatan sisik tetapi
tetap tidak bisa perlu bantuan tambahan lagi seperti loop atau kaca pembesar.
Ikan sili memiliki posisi mulut kebawah (inferior) dimana rahang atas
lebih panjang dari pada rahang bawah dan memiliki linea lateralis garis
lurus.Bentuk dan tipe mulut merupakan penyesuaian terhadap makanan yang
menjadi kesukaannya.Menurut Eka (2009) diacu oleh Nurudin (2013) Bentuk
posisi mulut merupakan pola adaptasi ikan dalam bersaing untuk mendapatkan
makanan.Pada ikan inferior memungkinkan mencari makan di dasar sungai, misal
ikan Famili Claridae yang mampu mencari organisme kecil yang bersembunyi di
dasar sungai.
Kelimpahan Populasi
Sedikitnya jumlah ikan yang di dapat memang dikarenakan menurunnya
kelimpahan populasi Ikan Sili di Sungai Seruai pada saat sekarang. Masyarakat
setempat juga membenarkan akan hal ini. Dikatakan dahulu sekali menangkap
ikan di sungai bisa mendapatkan 8 sampai 10 ekor ikan sili tetapi sekarang 1 saja
sudah susah. Penangkapan sudah dilakukan semaksimal mungkin dengan
menggunakan dua alat tangkap yaitu jala dan bubu.Penebaran Jala dilakukan
dengan menyisiri sungai yang berpotensi terdapat Ikan Sili pada tiap
stasiunnya.Kemudian pemasangan bubu dilakukan pada sore hari kemudian di
malamkan dan di angkat esok pagi karena Ikan Sili merupakan ikan
Universitas Sumatera Utara
89
nokturnal.Umpan yang di gunakan adalah usus ayam kemudian usus di bungkus
dengan kain jaring untuk menghindari usus hilang terbawa oleh arus. Aroma amis
yang terdapat pada usus ayam yang akan memikat ikan untuk masuk kedalam
perangkap bubu.
Pada stasiun 1 didapatkan 2 ekor Ikan Sili dari jenis Mastacembelus unicolor.
Ikan ini didapatkan dengan menggunakan jala yaitu di daerah pinggiran
sungai yang di tumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan atau semak belukar dan pada
daerah bebatuan. Pada stasiun 2 didapat Ikan Saili jenis Mastacembelus
notophthaalmus sebanyak 5 ekor dengan alat tangkap bubu.ikan ini didapatkan
dibawah pohon rindang yang di aliran sungainya terdapat ranting-ranting pohon
yang menyangkut. Pada stasiun 3 didapatkan 1 ekor ikan sili dari jenis
Mastacembelus unicolor.Ikan ini didapatkan pada daerah bebatuan sungai.Semak
belukar dan bebatuan di sungai merupakan tempat berlindung dan habitat bagi
organisme-organisme
kecil
seperti
udang,
kerang,
kepiting
dan
larva
serangga.organisme-organisme tersebut merupakan makanan bagi Ikan Sili karena
ikan sili adalah ikan karnivora. Menurut Nurdawati dan Yuliani (2009) dari hasil
penelitian yang dilakukannya di Sungai Musi mengenai kebiasaan makan ikan
tilan atau sili, didapatkan bahwa ikan sili memakan udang, kepiting, kerang, larva
serangga serta kelompok pisces.
Perhitungan Kelimpahan Populasi ikan sili dilakukan berdasarkan luasan
dan jenis alat tangkap yang digunakan. Didapatkan Kelimpahan Populasi ikan sili
menggunakan Jala pada stasiun 1 sebesar 0,15 ind/m², pada stasiun 2 sebesar 0,00
ind/m² atau sama dengan tidak didapatkan Ikan Sili dan pada stasiun 3 sebesar
0,07 ind/m². Sedangkan Perhitungan kelimpahan populasi menggunakan
Universitas Sumatera Utara
90
Bubuhanya didapat pada stasiun 2 sebesar 0,15 ind/m². Pada stasiun 1 dan 3 tidak
didapatkan atau kelimpahan populasi sama dengan 0,00 ind/m². Perhitungan
berdasarkan luasan alat tangkap juga di maksudkan untuk dapat menggambarkan
seberapa besar masyarakat dapat menangkap ikan sili (Famili : Mastacembelidae)
di Sungai Seruai yang di jadikan ikan konsumsi maupun diperdagangkan bagi
maasyarakat setempat.
Menurunnya populasi ikan sili (Famili : Mastacembelidae) di Sungai
Seruai dapat di sebabkan oleh adanya kegiatan penambangan pasir di beberapa
segmen aliran Sungai Seruai. Penambangan pasir menyebabkan air menjadi keruh
karena partikel-partikel tanah naik kepermukaan akibat pengerukan pasir di dasar
perairan.Penambangan pasir juga menyebabkan perubahan habitat secara darastis
dan tidak sesuai dengan alamiahnya yaitu yang biasa menjadi habitat bagi ikan di
sungai.Menurut Sentosa dan Adisukma (2009) Ikan Berod (Mastacembelus sp.)
banyak di temukan di perairan sungai dengan dasar berpasir dan berlumpur
kemudian di tepian sungai yang banyak ditemukan tumbuhan air.
Kelimpahan Relatif
Menurut Odum (1994) Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi
perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10%. Mengacu dari pernyataan
odum diatas bahwa kelimpahan relatif ikan sili menggunakan alat tangkap bubu
yang masih sesuai habitatnya yaitu hanya pada stasiun 2 sebesar 100 % hal ini
karena hanya pada stasiun tersebut yang didapatkan Ikan Sili sedangkan pada
stasiun 1 dan 3 tidak didapatkan sama sekali. kelimpahan relatif ikan sili ( Famili :
Mastacembelidae) menggunakan alat tangkap jala yang masih sesuai habitatnya
Universitas Sumatera Utara
91
terdapat pada stasiun 1 sebesar 68,2 % dan stasiun 3 sebesar 31,8 % sedangkan
pada stasiun 2 tidak didapatkan.Perbandingan besaranya jumlah ulangan dan plot
penangkapan dengan hasil tangkapan mempengaruhi besarnya Kelimpahan
Relatif. Didapatnya beberapa Ikan Sili pada saat penelitian merupakan suatu hal
yang sudah jarang karena biasanya masyarakat sudah jarang sekali mendapatkan
ikan tersebut dalam menangkap ikan di Sungai Seruai.
Menurut Sentosa dan Adisukma (2009) dari hasil penelitian yang dilakukan
mengenai upaya konservasi sumberdaya Ikan Berod (Mastacembelus sp.) di
Sungai Cimanuk menjelaskan bahwa Ikan Berod (Mastacembelus sp.) memijah
pada saat musim penghujan dengan selang waktu pemijahan yang pendek dan
bersifat partial spawner. Pada bulan penelitian yang saya lakukan sering juga
terjadi hujan atau awal musim penghujan.Hal ini juga yang menyebabkan
dapatnya sejumlah Ikan Sili yang kami tangkap karena ikan tersebut keluar untuk
melakukan pemijahan.Masyarakat setempat juga membenarkan bahwa Ikan Sili
tersebut biasa keluar ketika terjadi hujan atau pada musim hujan. Ketika hujan
terjadi maka debit dan volume air semakin bertambah terjadilah pengadukan yang
menyebabkan air menjadi keruh. kekeruhan tersebut membuat ikan lebih leluasa
keluar karena ia juga takut kalau dilihat oleh manusia.
Frekuensi kehadiran
Frekuensi kehadiran ikan sili dengan menggunakan Jala Pada stasiun 1
dikatakan jarang ditemukan dengan nilai sebesar 33,3% dan pada stasiun 2 dan 3
frekuensi kehadiran ikan sili dikatakan sangat jarang ditemukan dengan nilai FK
dibawah 25 %. Menurut Odum (1994) jika nilai frekuensi kehadiran adalah 25 –
Universitas Sumatera Utara
92
50 % maka dapat dikatakan bahwa keberadan ikan Sili tersebut adalah jarang
ditemukan dan apabila frekuensi kehadiran 0 – 25 % dikatakan kehadiran sangat
jarang. Sedangkan penggunaan bubu frekuensi kehadiran ikan sili pada stasiun 2
dikatakan jarang ditemukan dengan nilai sebesar 33,3 % selanjutnya pada stasiun
1 dan 3 kehadiran ikan sili tidak ditemukan dengan nilai sebesar 0,00 %.
keberadaan ikan di sungai dipengaruhi oleh kondisi habitat yang sesuai
dengan pola hidupnya. Ketika suatau lingkungan tejadi perubahan suatu
organisme tidak akan langsung mati ada proses adaptasi yang dilakukan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Proses adaptasi juga dapat
membuat perubahan morfologis pada ikan. Nurudin (2013) mengatakan adaptasi
merupakan suatu proses evolusi yang menyebabkan organisme mampu hidup
lebih baik dibawah kondisi lingkungan tertentu. Sifat genetik juga membuat
organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup. Ikan di sungai juga
mengalami proses adaptasi yang berpengaruh pada perubahan sifat genetik
yangmembuat ikan mengalami perubahan morfologi sesuai dengan kondisi
lingkungan sekitarnya.
Kualitas Air
Hasil penelitian didapatkan rata-rata suhu perairan di Sungai Seruai adalah
30°C.Menurut Nurudin (2013) organisme perairan seperti ikan maupun udang
mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C.Secara keseluruhan suhu perairan
di Sungai Seruai masih dikatakan baik dan dapat ditolerir oleh suatu
organime.Perubahan
fluktuasi
suhu
perairan
yang
drastis
baru
dapat
mempengaruhi suatu organisme bahkan sampai mengakibatkan kematian.Huet
Universitas Sumatera Utara
93
(1971) diacu oleh Suriati (2002) menyatakan, ikan merupakan organisme yang
bersifat poikilotermal yaitu suhu tubuh ikan sesuai dengan suhu perairan.Fluktuasi
harian suhu perairan sangat mempengaruhi organisme didalamnya, fluktuasi suhu
air yang terlalu besar dapat mematikan organisme perairan.
Perairan sungai seruai dilihat secara langsung berwarna kuning
kecoklatan. Didapatkan tingkat kecearahan Pada stasiun 1 kecerahan 50 cm,
stasiun 2 kecerahan 45 cm dan pada stasiun 3 kecerahan sebesar 27 cm. Pada
stasiun 3 kecerahan semakin menurun. Didapatkan pada daerah stasiun tiga
terdapat aktivitas masyarakat yaitu persawahan (padi), perkebunan (sawit) dan
tambak ikan.Aktifitas masyarakat tersebut membuang limbah kesungai hal ini
juga berpengaruh terhadap kecerahan air.
Ciri khusus suatu sungai adalah memiliki arus. Didapatkan besaran arus pada
stasiun 1 sebesar 1,4 m/s, stasiun 2 sebesar 1,1 m/s dan stasiun 3 sebesar 0,6 m/s.
Kecepatan arus dalam suatu badan sungai tidak dapat ditentukan dengan pasti
karena arus pada suatu sungai sangat mudah berubah. Menurut Barus (2004)
sangat sulit membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus karena di suatu
ekosistem air sangat berfluktuasi dari periode ke periode tergantung dari fluktuasi
aliran air serta kondisi substrat yang ada. Pada musim penghujan akan
mempengaruhi kecepatan arus.
Kedalaman suatu sungai sangat berfluktuatif karena bentuk tofografi dasar
perairan yang tidak sama. Didapatkan pada stasiun 1 tingkat kedalaman 1 m,
satasiun 2 kedalaman 2m dan stasiun 3 kedalaman 0,82 m. Kedalaman merupakan
salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas
cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman sungai juga dapat
Universitas Sumatera Utara
94
mengambarkan banyaknya kemungkinan ikan di perairan tersebut. Kottelat et al
(1993) mengatakan Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik
yang berhubungan dengan banyak air yang masuk kedalam suatu sistem perairan,
karena semakin dalam suatu sungai akan semakin banyak pula jumlah ikan yang
menempati.
Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 3, yaitu 3,1mg/l, untuk
stasiun 2 yaitu 3,4 mg/l, sedangkan untuk nilai oksigen terlarut tertinggi berada
pada stasiun 1, yaitu 3,6mg/l. Rendahnya DO pada stasiun 3 karena karakteristik
perairan ini lebih tenang di bandingkan stasiun 1 dan 2. Pergolakan (arus) air yang
deras juga mempengaruhi nilai DO. Nilai DO yang semakin besar pada air,
mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai
DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar.
Hasil pengukuran pH air menunjukkan pH tertinggi berada pada stasiun 1, yaitu
sebesar 8,1 pada stasiun 2 sebesar 7,9 dan stasiun 3 sebesar 7,6.pH ideal untuk
ikan hidup berkisar 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
Tingkat kecerahan perairan di Sungai Seruai terbilang rendah didapatkan kisaran
kecerahan antara 27-50 cm dengan kedalaman 1-2 m. Keruhnya air mebuat
intensitas cahaya yang masuk ke perairan semakin rendah. Intensitas cahaya yang
masuk berguna untuk proses fotosintesis fitoplankton untuk dapan menghasilkan
oksigaen di perairan. Keruhnya air disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir
di beberapa sub aliran sungai seruai.
Universitas Sumatera Utara
95
Dari hasil pengamatan dilapangan menurunnya kelimpahan ikan sili di Sungai
Seruai lebih di sebabkan pada rusaknya habitat ikan yang tidak sesuai lagi dengan
biasanya. Hal ini disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir yang dilakukan
dibeberapa sub aliran Senguai Seruai. Selanjutnya penurunan kelimpahan pada
saat sekarang juga disebabkan
oleh aktifitas penangkapan dimasa lampau.
Dikatakan dahulu masyarakat setempat sering melakukan pengracunan ikan.
Kegiatan pengracunan ikan dapat mematikan hampir semua biota yang ada di
Sungai Seruai sehingga mengganggu proses perkembangbiakan dan pertumbuhan
ikan secara optimal. Tapi pada saat sekarang masyarakat sudah sadar dan
melarang apabila ada warga yang melakukan pengracunan lagi karna akan
berdampak pada menurun bahkan hilangnya suatu organisme.
Potensi Ekonomis
Berdasarkan hasil penelitian Ikan Sili yang terdapat di Sungai Seruai
hanya dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi saja.Harga Ikan Sili berkisar
Rp.40.000,-/kg. Menurut Olgunoglu (2011) diacu oleh Handayani (2015) Ikan Sili
mengandung nutrisi dan mineral yang cukup tinggi yaitu Cu, Zn, Fe, vitamin A
dan E yang dibutuhkan oleh manusia. Bismark dan sawitri (2014) mengatakan
harga ikan sili yang terdapat di Sungai Sangata adalah 60.000,-/kg.
Ikan Sili dapat dikembangkan sebagai ikan hias, karena memiliki bentuk
badan dan warna yang menarik.Dari hasil pengamatan, yang lebih berpotensi
untuk dijadikan ikan hias adalah mastacembelus unicolor.tetapi tidak menutup
kemungkinan juga untuk mastacembelus notophthalmus karena keduanya samasama memiliki bentuk yang unik. Mastacembelus unicolor lebih berpotensi untuk
Universitas Sumatera Utara
96
menjadi ikan hias karena memiliki corak warna pada tubuh yang lebih menarik.
Pemanfaatan ikan sili sebagai ikan hias di Indonesia masih jarang
terdengar. Hal ini karena ketidak tahuan masyarakat akan potensi tersebut dan
juga bagaimana pemeliharaan yang baik agar mengikuti habitat aslinya. Untuk
kisaran harga ikan sili sebagai ikan hias di Indonesia masih belum dapat di
ketahui secara jelas.Menurut (Yuli, 2014) Ikan Sili atau Mastacembelus armatus
merupakan salah satu ikan hias air tawar yang cukup populer di Negeri Paman
Sam.Ikan ini memiliki motif batik zig zag dengan bentuk pipih memanjang sangat
digemari oleh penggemar ikan hias. Mereka bisa dibandrol dengan harga hingga
$16.5 untuk ikan ukuran 9 cm atau setara dengan Rp.164.000,- per ekor.
Universitas Sumatera Utara
97
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Berdasarkan Pengamatan Karakter Morfologis Ikan sili (Famili :
Mastacembelidae) yang terdapat di Sungai Seruai Desa Namu Suro Provinsi
Sumatera Utara adalah dari sepesies Mastacembelus unicolor dan
Mastacembelus notophthalmus. Mastacembelus unicolorsecara langsung
dapat ditandai dari corak warna pada tubuh yaitu bulat-bulat sejajar bewarna
kuning. Mastacembelus notophthalmus terdapat garis tegak berwarna hitam
pada daerah moncong dekat mata dan sirip caudal yang menyatu dengan
sirip dorsal dan anal serta memiliki corak pola warrna kuning.
2.
Kelimpahan Ikan Sili di Sungai Seruai Desa Namu Suro sudah sangat
sedikit dengan nilai kelimpahan penggunaan jala sebesar 0,15 ind/ m² dan
0,07 ind/ m² terdapat pada stasiun 1dan 3. Nilai kelimpahan penggunaan
bubu sebesar 2,13 ind/m² terdapat hanya pada stasiun 2. Tingkat kehadiran
Ikan Sili dapat dikatakan sudah jarang untuk dapat ditemukan dengan
mengunakan jala dan bubu.
Saran
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 di Sungai
Seruai Desa Namu Suro Kecamatan Biru-biru Kabupaten Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara.Peta lokasi Penelitian disajikan pada Gambar
4.Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 4. Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global
Positioning System), pH meter, jarum suntik, bola duga, termometer, Secchi
Disk , meteran, penggaris, jala, bubu, ember, sterofom, jarum pentul, buku
identifikasi ikan, alat tulis dan kamera digital.
Universitas Sumatera Utara
70
Bahan yang digunakan adalah larutan Alkohol 70%, MnSO 4 ,
KOHKI, H 2 SO 4 , Na 2 S 2 O 3 , amilum, akuades (Metode Winkler), Ikan sili dan
sampel air. Metode Pengukuran DO dengan Metode Winkler dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Ikan
Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun pengambilan sampel
ikan adalah “Purposive Random Sampling”. Terdapat 3 stasiun penelitian
dengan deskripsi tiap stasiun sebagai berikut :
Stasiun 1
Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°37'58" LU dan 98°44'05" BT.
Merupakan daerah sungai yang memiliki karakteristik bebatuan yang banyak,
dengan perairan relatif dangkal.Bebatuan merupakan salah satu habitat Ikan Sili
dalam mencari makan dan berlindung.Lokasi pengambilan sampel ikan di Stasiun
1 disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Stasiun 1
Universitas Sumatera Utara
71
Stasiun 2
Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°34'03" LU dan 98°56'56" BT.
Merupakan daerah sungai yang memiliki karakteristik perairan dalam atau lubuk
sungai serta bebatuan.Kedalaman sungai mengidentifikasikan kemungkinan
banyaknya ikan yang menempati areal tersebut.Lokasi pengambilan sampel ikan
di Stasiun 2 disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun ini secara geografis terletak pada 03°11'25" LU dan 98°56'02" BT.
Merupakan daerah sungai dengan karakteristik arus yang lebih tenang dan
dijumpai bebatuan serta tumbuhan-tumbuhan di pinggiran sungai. Tumbuhan di
pinggiran sungai juga merupakan habitat ikan dalam mencari makan.Lokasi
pengambilan sampel ikan di Stasiun 3 disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Stasiun 3
Gambar 7. Stasiun 3
Universitas Sumatera Utara
72
Pengambilan sampel Ikan
Pengambilan sampel ikan menggunakan alat tangkap Jala (mesh size 3
cm).dan Bubu (mesh size 1 cm). Terdapat 6 plot penangkapan per stasiun dengan
3 kali ulangan dalam waktu satu bulan (30 hari). Penangkapan dilakukan pada
hari ke-1, hari ke-15, dan hari ke-30.Penebaran jala dilakukan pada sore hari
(Pukul 15.00 WIB) dengan menyisiri sungai yang berpotensi terdapat Ikan Sili
pada tiap stasiunnya dengan bantuan nelayan setempat. Pemasangan bubu
dilakukan pada waktu yang sama kemudian didiamkan dan di angkat esok pagi
(Pukul 07.00 WIB) karena Ikan Sili merupakan ikan nokturnal. Jumlah bubu yang
dipasang per stasiun sebanyak 6 unit.Umpan bubu adalah usus ayam yang
dibungkus dengan kain jaring untuk menghindari hilangnya umpan karena arus.
Bau amis pada usus ayam yang akan memancing masuknya ikan ke dalam
perangkap bubu. Ikan Sili yang didapat kemudian di foto di atas wadah yang
terang (sterofom warna) agar morfologi ikan terlihat jelas.Ikan dicuci, ditiriskan
kemudian dimasukkan ke dalam wadah spesimen dengan menambahkan alkohol
70% untuk tujuan pengawetan spesimen. Pengidentifikasian ciri morfometrikmeristik dilakukan segera mungkin di lapangan dan apabila waktu tidak cukup
akan dilanjutkan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu
dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat dkk., (1993). Aktifitas selama
melakukan penelitian disajikan pada Lampiran 5.
Universitas Sumatera Utara
73
Pengamatan Karakter Morfologis
Pengamatan karakter morfologis meliputi karakter morfometrik dan
meristik.Karakter morfometrik dan meristik Ikan Sili yang di ukur seperti pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.Karakter morfometrik yang diukur.
No. Karakter Morfometrik
Keterangan
1.
Panjang total
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan
dengan sirip kaudal yang paling belakang
2.
Panjang standart
Jarak antara ujung bagian kepala yang paling
depan dengan pelipatan pangkal sirip kaudal
3. Panjang kepala
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan
dengan ujung terbelakang dari keping tutup
insang (operculum)
4. Tinggi kepala
Panjang garis tegak antara pangkal kepala
bagian atas dengan pangkal kepala bagian
bawah
5.
Tinggi badan
Jarak tertinggi antara dorsal dengan ventral
6.
Tinggi batang ekor
Diukur pada bagian batang ekor pada tempat
yang terendah
7.
Tinggi sirip dorsal
Jarak tegak yang tertinggi antara pangkal
sampai ujung sirip dorsal
8.
Tinggi sirip anal
Jarak tegak yang tertinggi antara pangkal
sampai ujung sirip anal
9.
Panjang batang ekor
Jarak miring antara ujung dasar sirip dengan
pangkal jari-jari tengah sirip caudal
10. Panjang Moncong
Panjang antara ujung mulut ikan ke pangkal
dekat mata
11. Diameter mata
Panjang garis tengah rongga mata
12. Panjang hidung
Jarak antara ujung bagian kepala terdepan
dengan lubang hidung
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 1.Lanjutan.
No. Karakter Morfometrik
Keterangan
13. Panjang dasar sirip dorsal
Jarak antara pangkal jari-jari pertama dengan
tempat selaput sirip dibelakang jari-jari
terakhir sirip dorsal
14. Panjang dasar sirip anal
Jarak antara pangkal jari-jari pertama dengan
tempat selaput sirip dibelakang jari-jari
terakhir sirip anal
15. Panjang sirip ventral
Jarak antara pangkal sirip hingga ujung
terpanjang dari sirip ventral
16. Panjang sirip pectoral
Jarak antara pangkal sirip hingga ujung
terpanjang dari sirip pectoral
Tabel 2. Karakter meristik yang diukur
No. Karakter Meristik
Keterangan
1.
Jumlah jari-jari sirip
dorsal
Banyaknya jari-jari sirip dorsal
2.
Jumlah jari-jari sirip
anal
3.
Jumlah jari-jari sirip
ventral
Banyaknya jari-jari sirip ventral
4.
Jumlah jari-jari sirip
pektoral
Banyaknya jari-jari sirip pektoral
5.
Jumlah jari-jari sirip
kaudal
Banyaknya jari-jari sirip anal
Banyaknya jari-jari sirip kaudal
Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan
Parameter fisika kimia yang diukur meliputi suhu , pH, DO, kecerahan,
kedalaman dan arus. Adapun parameter, satuan, alat yang digunakan dan tempat
pengukuran faktor Fisika-kimia perairan disajikan pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 3.Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur.
Parameter SatuanAlat
Fisika
0
C
Suhu
Kecerahan
meter
Kedalaman
meter
Arus
meter
Kimia
pH
Oksigen
mg/l
terlarut
Tempat Pengukuran
Termometer
Secchidisc
Tali dan pemberat
Tali dan bola
pH meter
Metode winkler
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu
Analisis Data
Perhitungan
kelimpahan
dilakukan
berdasarkan
luasan
area
alat
tangkap.Data ikan yang diproleh dihitung nilai kelimpahan populasi, kelimpahan
relatif dan frekuensi kehadiran dengan persamaan sebagai berikut.
Kelimpahan Populasi (KP)
Kelimpahan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang
terdapat dalam suatu satuan luas atau volume.Perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus Menurut Odum (1994).
KP =
Jumlah individu suatu jenis/Ulangan
Luas area (Alat tangkap)
Kelimpahan Relatif (KR)
Menurut Odum (1994), perhitungan kelimpahan relatif dihitung dengan
menggunakan rumus :
KR =
Kepadatan suatu jenis
x 100%
Jumlah kepadatan seluruh jenis
Universitas Sumatera Utara
76
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu
organisme apabila nilai KR > 10%.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Menurut Odum (1994), frekuensi kehadiran merupakan nilai yang
menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies sampling plot yang dihitung dengan
menggunakan rumus :
FK =
Jumlah plot yang ditempati suatu spesies
x 100%
Jumlah total plot
Keterangan nilai FK :
25 - 50%
50 - 75%
>75%
0 - 25% = Sangat jarang
= Jarang
= Sering
= Sangat sering
Universitas Sumatera Utara
77
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakter Morfologis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perairan Sungai Seruai Desa
Namo Suro Kabupaten Deli serdang Provinsi Sumatera Utara di dapatkan 2 jenis
Ikan Sili yang memiliki perbedaan karakter morfologis. Perbedaan karakter
morfologis dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
1.
Mastacembelus unicolor
Gambar 8.Mastacembelus unicolor
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Synbranchiformes
Famili
: Mastacembelidae
Genus
: Mastacembelus
Spesies
: Mastacembelus unicolor (Kotelat dkk., 1993).
Universitas Sumatera Utara
78
Ikan Sili (Mastacembelus unicolor) bagi masyarakat setempat biasa disebut
sebagai Ikan Belung Poula.Secara kasat mata Mastacembelus unicolor dapat
ditandai dengan adanya pola warna berbentuk bulat-bulat warna kuning pada
tubuhnya, memanjang sejajar dari belakang overkulum sampai pangkal
ekor.Kemudian
sirip
dubur.Mastacembelus
ekor
terpisah
unicolormemiliki
dengan
duri-duri
sirip
tajam
punggung
pada
dan
bagian
punggungnya, duri ini melidungi dirinya dari bahaya yang mengancam hidupnya.
Duri punggung pada Mastacembelus unicolor sebanyak 33 duri dan 2 duri pada
sirip anal, Kemudian memiliki jari-jari sirip halus pada dorsal sebanyak 80, jari
sirip halus pada anal 62, sirip halus pektoral 21, pada caudal 20 dan tidak
memiliki sirip ventral.
2.
Mastacembelus notophthalmus
Gambar 9.Mastacembelusnotophthalmus
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Universitas Sumatera Utara
79
Ordo
: Synbranchiformes
Famili
: Mastacembelidae
Genus
: Mastacembelus
Spesies
: Mastacembelus notophthalmus (Kotelat dkk., 1993).
Ikan Sili (Mastacembelus notophthalmus) bagi masyarakat setempat biasa
disebut sebagai Ikan Mirik. Secara kasat mata Mastacembelus notophthalmus
dapat ditandai dengan adanya corak-corak warna kuning pada bagian sirip dorsal ,
sirip caudal dan sirip anal. Kemudian adanya garis hitam tegak yang terdapat pada
bagian bawah moncong yaitu pada sekitar daerah mata ikan.Mastacembelus
notophthalmus juga memiliki duri-duri tajam pada punggungnya. Dari hasil
pengamatan terhadap ikan sili (Mastacembelus notophtalmus) terdapat 37 duri
pada dorsal dan 2 duri pada daerah anal, tidak terdapat sirip ventral. Memiliki jarijari sirip halus pada dorsal sebanyak 74, jari-jari halus sirip anal 70, sirip halus
pektoral 16, sirip halus kaudal 20 dan tidak memiliki sirip ventral.
Adapun ciri Morfologis (Morfometrik dan Meristik) Ikan Sili secara lebih
jelas dari hasil pengamatan dilapangan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Karakter Morfometrik
Karakter
Mastacembelus Mastacembelus
rfometrik
unicolor
notophthalmus
1.
Panjang Total
40 cm
15,2 cm
2.
Panjang staandart
38 cm
14,6 cm
3.
Panjang kepala
6 cm
2 cm
Universitas Sumatera Utara
80
4.
Tinggi kepala
Tabel 4. Lanjutan
Karakter
orfometrik
5. Tinggi badan
2,5 cm
1 cm
Mastacembelus
Mastacembelus
unicolor
notophthalmus
6,8 cm
1,6 cm
6. Tinggi batang ekor
1,4 cm
0,3 cm
7.
Tinggi sirip dorsal
1,5 cm
0,4 cm
8.
Tinggi sirip anal
1,2 cm
0,2 cm
2 cm
0,5 cm
9.
Panjang batang ekor
10.
Panjang moncong
2,5 cm
0,8 cm
11.
Diameter mata
0.3 cm
0,2 cm
12.
Panjang hidung
2 cm
0,4 cm
13.
Panjang dasar sirip dorsal
15 cm
5,3 cm
14.
Panjang dasar sirip anal
14 cm
5 cm
15.
Panjang sirip ventral
-
-
2 cm
0,7 cm
16.
Panjang sirip pektoral
Tabel 5. Pengamatan Karakter Meristik
Karakter Mastacembelus
Mastacembelus
Meristik
unicolor notophthalmus
1.
Jumlah jari-jari
80
74
sirip dorsal
2.
Jumlah jari-jari
anal
62
70
3.
Jumlah jari-jari
sirip ventral
-
-
4.
Jumlah jari-jari
sirip pektoral
21
16
5.
Jumlah jari-jari
sirip caudal
20
20
Universitas Sumatera Utara
81
Tabel 5. Pengamatan Karakter Meristik
Karakter Mastacembelus
Mastacembelus
Meristik
unicolor notophthalmus
6.
Jumlah Duri didepan
33
37
sirip dorsal
7.
Jumlah Duri didepan
sirip anal
2
2
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil
tangkapan sebanyak 8 ekor Ikan Sili yang terbagi atas 3 ekor dari jenis
Mastacembelus unicolor dan 5 ekor dari jenis Mastacembelus notophthalmus.
Penggunaan jala hanya didapatkan Ikan Sili dari jenis Mastacembelus
unicolorsebanyak 3 ekor ikan yaitu pada stasiun 1 dan 3, sedangkan penggunaan
bubu
hanya
didapatkan
Ikan
Sili
dari
jenis
Mastacembelus
notophthalmussebanyak 5 ekor ikan yaitu pada stasiun 2. Hasil tangkapan tiap
stasiun disajikan pada Tabel 6.Adapun untuk data hasil tangkapan lebih jelasnya
disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 6. Hasil Tangkapan Ikan Sili
No. Stasiun
Jumlah ikan
yang didapat tangkap
1. Pertama
2
Alat
Spesies
Jala
2.
Kedua
5
Bubu
3.
Ketiga
1
Jala
Mastacembelus
unicolor
Mastacembelus
Notophthalmus
Mastacembelus
unicolor
Ket : √ menandakan adanya ikan yang didapat
Adapun Perhitungan Kelimpahan populasi (KP), Kelimpahan Relatif (KR)
dan Frekuensi Kehadiran (FK) ikan sili dipisahkan berdasarkan luasan masingmasing alat tangkap yaitu Jala dan Bubu.Perhitungan analisis data kelimpahan
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
82
Penggunaan Jala
Kelimpahan Populasi (KP)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik kelimpahan Populasi Ikan
Sili tiap stasiun dengan menggunakan Jala dapat dilihat pada Gambar 10.
Kelimpahan Populasi (KP)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
0,3
0,2
0,15 Ind/m²
0,1
0,07 Ind/m²
0,00 Ind/m²
0
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 10. Grafik Kelimpahan Populasi Ikan Sili Menggunakan Jala
Berdasarkan gambar 10 Kelimpahan Populasi Ikan Sili menggunakan jala
hanya didapatpada stasiun 1 sebesar 0,15 ind/m² dan pada stasiun 3 sebesar 0,07
ind/m², sedangkan pada stasiun 2 tidak didapatkan atau Kelimpahan Populasi
sama dengan 0,00 ind/m².
Kelimpahan Relatif (KR)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata kelimpahan
relatif Ikan Sili menggunakan Jala tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 11.
Kelimpahan Relatif (KR)
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
68,2 %
31,8 %
0,00 %
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Universitas Sumatera Utara
83
Gambar 11. Grafik Kelimpahan Relatif Ikan Sili Menggunakan Jala
Berdasarkan gambar 11 Kelimpahan Relatif Ikan Sili menggunakan jala
hanya didapatpada stasiun 1 sebesar 68,2 % dan pada stasiun 3 sebesar 31,8 %,
sedangkan pada stasiun 2 tidak didapatkan atau Kelimpahan Relatif sama dengan
0,00 %.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata Frekuensi
Kehadiran Ikan Sili tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 12.
Frekuensi Kehadiran (KR)
50%
40%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
33,3 %
30%
16,6 %
20%
10%
0,00 %
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 12. Grafik Frekuensi Kehadiran Ikan Sili Menggunakan Jala
Berdasarkan gambar 12 Frekuensi Kehadiran Ikan Sili menggunakan jala
hanya didapatpada stasiun 1 sebesar 33,3 % dan pada stasiun 3 sebesar 16,6 %,
sedangkan pada stasiun 2 tidak didapatkan atau Frekuensi Kehadiran sama dengan
0,0 %.
Penggunaan Bubu
Kelimpahan Populasi (KP)
Universitas Sumatera Utara
84
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Kelimpahan Populasi Ikan Sili
tiap stasiun dengan menggunakan Bubu dapat dilihat pada Gambar 13.
Keplimpahann Populasi (KP)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
3
2,13 Ind/m²
2
1
0,00 Ind/m²
0,00 Ind/m²
0
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 13. Grafik Kelimpahan Populasi Ikan Sili Menggunakan Bubu
Berdasarkan Gambar 13 Kelimpahan Populasi Ikan Sili dengan
menggunakan bubu hanya didapat pada stasiun 2 sebesar 2,13 ind/m² Sedangkan
pada stasiun 1 dan 3 tidak didapatkan atau kelimpahan populasi sama dengan 0,00
ind/m².
Kelimpahan Relatif (KR)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata kelimpahan
relatif Ikan Sili tiap stasiun menggunakan Bubu dapat dilihat pada Gambar 14.
Kelimpahan Relatif (KR)
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
100 %
0,00 %
0,00 %
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 14. Grafik Kelimpahan Relatif Ikan Sili Menggunakan Bubu
Universitas Sumatera Utara
85
Berdasarkan Gambar 14 Kelimpahan Relatif Ikan Sili terbesar terdapat
pada stasiun 2 yaitu 100 % dan pada satasiun 1 dan 3 tidak didapatkan atau
kelimpahan relatif sama dengan 0,00 %.
Frekuensi Kehadiran (FK)
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, Grafik rata-rata Frekuensi
Kehadiran Ikan Sili tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 15.
Frekuensi Kehadiran (KR)
50%
40%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
33,3 %
30%
20%
10%
0,00 %
0,00 %
0%
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Gambar 15. Grafik Frekuensi Kehadiran Ikan Sili Menggunakan Bubu
Rata-rata Frekuensi Kehadiran Ikan Sili hanya terdapat pada stasiun 2
sebesar 33,3 %. Pada stasiun 1 dan 2 tidak diproleh atau rata-rata Frekuensi
Kehadiran yaitu 0,00 %.
Faktor Fisika-Kimia Perairan
Berdasarkan hasil penelitian faktor fisika-kimia perairan Sungai Seruai
Desa Namo Suro dapat dilihat pada Tebel 3.
Tabel 5.Hasil Pengukuran Parameter fisika-kimia perairan
Parameter Satuan
Fisika
0
C
Suhu
Kecerahan
cm
Kedalaman
m
Arus
m/s
Kimia
Alat
Termometer
Secchidisc
Tali dan Pemberat
Tali dan Bola
Stasiun
1
2
29
30
50
45
1
2
1,4
1,1
Rata-rata
3
31
27
0,8
0,6
30
40,6
1,2
1
Universitas Sumatera Utara
86
pH
DO
mg/l
pH Meter
Metode Winkler
8,1
3,6
7,9
3,4
7,6
3,1
7,8
3,3
Pembahasan
Karakter Morfologis
Berdasarkan hasil analisis karakter Morfologis, didapatkan dua jenis ikan
Sili dari Famili Mastacembelidae yang berbeda karakter morfologisnya.Perbedaan
ini dapat dilihat jelas secara kasat mata seperti perbedaan pola warna, bentuk
tubuh dan model sirip ekor.Masyarakat setempat menjelaskan bahwa hanya ada
dua jenis Ikan Sili (Ditandai dengan adanya belalai yang memanjang kebawah
pada moncongnya) di Sungai Seruai tersebut. Hasil tangkapan yang didapat
adalah kedua jenis ikan yang biasa didapat oleh masyarakat setempat, mereka
menyebutnya ikan Belung Poula yang bebadan besar (Gambar 8) dan Ikan Mirik
yang tubuhnya lebih kecil (Gambar 9).
Hasil analisis studi literatur Ikan Belung Poula adalah sepesies
Mastacembelus unicolor. Menurut data www.fishbase.org (1832) Mastacembelus
unicolor tersebar diwilayah Indonesia Kapuas dan Kalimantan barat. Secara kasat
mata dari hasil pengamatan langsung dilapangan bahwa Ikan Belung poula
(Mastacembelus unicolor) dapat ditandai dengan pola warna berbentuk bulat-bulat
warna kuning pada tubuhnya, memanjang sejajar dari belakang overkulum sampai
pangkal ekor.Kemudian sirip ekor terpisah dengan sirip punggung dan
dubur.Kottelat dkk(1993) menjelaskan Mastacembelus unicolor memiliki jari-jari
sirip ekor yang agak terpisah dengan jari-jari sirip punggung dan sirip dubur.
Mastacembelus
unicolormemiliki
duri-duri
tajam
pada
bagian
Universitas Sumatera Utara
87
punggungnya, duri ini melidungi dirinya dari bahaya yang mengancam
hidupnya.Didapat duri punggung pada Mastacembelus unicolor sebanyak 33 duri
dan 2 duri pada sirip anal. Kemudian memiliki jari-jari sirip halus pada dorsal
sebanyak 80, jari sirip halus pada anal 62, sirip halus pektoral 21, pada caudal 20
dan tidak memiliki sirip ventral. Kottelat dkk (1993) mengatakan yang
membedakan antara macrognathus dan mastacembelus adalah pada jumlah
durinya.pada Genus Mastacembelus memiliki duri sirip punggung 33-40 duri.
Sedangkan Genus Macrognathus memiliki 14-31 duri.Jari-jari halus sirip
punggung 79-90, jari-jari halus sirip anal 73-86 dan jari halus sirip ekor 19-21.
Menurut data www.ffish.asia.com (1989) Ikan mirik yang dikatakan
masyarakat setempat adalah spesies Mastacembelus notophthalmus.Hal ini dapat
ditandai dengan adanya corak-corak warna kuning pada bagian sirip dorsal , sirip
caudal dan sirip anal. Kemudian adanya garis hitam tegak yang terdapat pada
bagian bawah moncong yaitu pada sekitar daerah mata ikan.Kottelat dkk
(1993)menyebutkan juga terdapat pita warna gelap tegak di bawah mata pada
Mastacembelus notophthalmus.
Mastacembelus notophthalmus juga memiliki duri-duri yang tajam pada
punggungnya. Dari hasil pengamatan terhadap ikan sili (Mastacembelus
notophtalmus) yang terdapat di Sungai Seruai, terdapat 37 duri pada dorsal dan 2
pada daerah anal, tidak terdapat sirip ventral. Memiliki jari-jari sirip halus pada
dorsal sebanyak 74, jari-jari halus sirip anal 70, sirip halus pektoral 16, sirip halus
caudal 20 dan tidak memiliki sirip ventral. Kottelat dkk (1993)menyebutkan duri
yang terdapat pada dorsal Mastracembelus notophthalmus adalah 37-39.Memiliki
sirip halus dorsal sebanyak 73-86 dan sirip halus pada anal 69-85.
Universitas Sumatera Utara
88
Ikan Sili memiliki sisik pada tubuhnya, tetapi sisik tersebut Sangat halus
serta tertutupi oleh lendir yang tebal dan merekat erat pada tubuhnya.Pengamatan
sisik tidak bisa dilakukan secara langsung, perlu perlakuan khusus. Pengeringan
ikan telah dilakukan diharapkan dapat mempermudah pengamatan sisik tetapi
tetap tidak bisa perlu bantuan tambahan lagi seperti loop atau kaca pembesar.
Ikan sili memiliki posisi mulut kebawah (inferior) dimana rahang atas
lebih panjang dari pada rahang bawah dan memiliki linea lateralis garis
lurus.Bentuk dan tipe mulut merupakan penyesuaian terhadap makanan yang
menjadi kesukaannya.Menurut Eka (2009) diacu oleh Nurudin (2013) Bentuk
posisi mulut merupakan pola adaptasi ikan dalam bersaing untuk mendapatkan
makanan.Pada ikan inferior memungkinkan mencari makan di dasar sungai, misal
ikan Famili Claridae yang mampu mencari organisme kecil yang bersembunyi di
dasar sungai.
Kelimpahan Populasi
Sedikitnya jumlah ikan yang di dapat memang dikarenakan menurunnya
kelimpahan populasi Ikan Sili di Sungai Seruai pada saat sekarang. Masyarakat
setempat juga membenarkan akan hal ini. Dikatakan dahulu sekali menangkap
ikan di sungai bisa mendapatkan 8 sampai 10 ekor ikan sili tetapi sekarang 1 saja
sudah susah. Penangkapan sudah dilakukan semaksimal mungkin dengan
menggunakan dua alat tangkap yaitu jala dan bubu.Penebaran Jala dilakukan
dengan menyisiri sungai yang berpotensi terdapat Ikan Sili pada tiap
stasiunnya.Kemudian pemasangan bubu dilakukan pada sore hari kemudian di
malamkan dan di angkat esok pagi karena Ikan Sili merupakan ikan
Universitas Sumatera Utara
89
nokturnal.Umpan yang di gunakan adalah usus ayam kemudian usus di bungkus
dengan kain jaring untuk menghindari usus hilang terbawa oleh arus. Aroma amis
yang terdapat pada usus ayam yang akan memikat ikan untuk masuk kedalam
perangkap bubu.
Pada stasiun 1 didapatkan 2 ekor Ikan Sili dari jenis Mastacembelus unicolor.
Ikan ini didapatkan dengan menggunakan jala yaitu di daerah pinggiran
sungai yang di tumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan atau semak belukar dan pada
daerah bebatuan. Pada stasiun 2 didapat Ikan Saili jenis Mastacembelus
notophthaalmus sebanyak 5 ekor dengan alat tangkap bubu.ikan ini didapatkan
dibawah pohon rindang yang di aliran sungainya terdapat ranting-ranting pohon
yang menyangkut. Pada stasiun 3 didapatkan 1 ekor ikan sili dari jenis
Mastacembelus unicolor.Ikan ini didapatkan pada daerah bebatuan sungai.Semak
belukar dan bebatuan di sungai merupakan tempat berlindung dan habitat bagi
organisme-organisme
kecil
seperti
udang,
kerang,
kepiting
dan
larva
serangga.organisme-organisme tersebut merupakan makanan bagi Ikan Sili karena
ikan sili adalah ikan karnivora. Menurut Nurdawati dan Yuliani (2009) dari hasil
penelitian yang dilakukannya di Sungai Musi mengenai kebiasaan makan ikan
tilan atau sili, didapatkan bahwa ikan sili memakan udang, kepiting, kerang, larva
serangga serta kelompok pisces.
Perhitungan Kelimpahan Populasi ikan sili dilakukan berdasarkan luasan
dan jenis alat tangkap yang digunakan. Didapatkan Kelimpahan Populasi ikan sili
menggunakan Jala pada stasiun 1 sebesar 0,15 ind/m², pada stasiun 2 sebesar 0,00
ind/m² atau sama dengan tidak didapatkan Ikan Sili dan pada stasiun 3 sebesar
0,07 ind/m². Sedangkan Perhitungan kelimpahan populasi menggunakan
Universitas Sumatera Utara
90
Bubuhanya didapat pada stasiun 2 sebesar 0,15 ind/m². Pada stasiun 1 dan 3 tidak
didapatkan atau kelimpahan populasi sama dengan 0,00 ind/m². Perhitungan
berdasarkan luasan alat tangkap juga di maksudkan untuk dapat menggambarkan
seberapa besar masyarakat dapat menangkap ikan sili (Famili : Mastacembelidae)
di Sungai Seruai yang di jadikan ikan konsumsi maupun diperdagangkan bagi
maasyarakat setempat.
Menurunnya populasi ikan sili (Famili : Mastacembelidae) di Sungai
Seruai dapat di sebabkan oleh adanya kegiatan penambangan pasir di beberapa
segmen aliran Sungai Seruai. Penambangan pasir menyebabkan air menjadi keruh
karena partikel-partikel tanah naik kepermukaan akibat pengerukan pasir di dasar
perairan.Penambangan pasir juga menyebabkan perubahan habitat secara darastis
dan tidak sesuai dengan alamiahnya yaitu yang biasa menjadi habitat bagi ikan di
sungai.Menurut Sentosa dan Adisukma (2009) Ikan Berod (Mastacembelus sp.)
banyak di temukan di perairan sungai dengan dasar berpasir dan berlumpur
kemudian di tepian sungai yang banyak ditemukan tumbuhan air.
Kelimpahan Relatif
Menurut Odum (1994) Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi
perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10%. Mengacu dari pernyataan
odum diatas bahwa kelimpahan relatif ikan sili menggunakan alat tangkap bubu
yang masih sesuai habitatnya yaitu hanya pada stasiun 2 sebesar 100 % hal ini
karena hanya pada stasiun tersebut yang didapatkan Ikan Sili sedangkan pada
stasiun 1 dan 3 tidak didapatkan sama sekali. kelimpahan relatif ikan sili ( Famili :
Mastacembelidae) menggunakan alat tangkap jala yang masih sesuai habitatnya
Universitas Sumatera Utara
91
terdapat pada stasiun 1 sebesar 68,2 % dan stasiun 3 sebesar 31,8 % sedangkan
pada stasiun 2 tidak didapatkan.Perbandingan besaranya jumlah ulangan dan plot
penangkapan dengan hasil tangkapan mempengaruhi besarnya Kelimpahan
Relatif. Didapatnya beberapa Ikan Sili pada saat penelitian merupakan suatu hal
yang sudah jarang karena biasanya masyarakat sudah jarang sekali mendapatkan
ikan tersebut dalam menangkap ikan di Sungai Seruai.
Menurut Sentosa dan Adisukma (2009) dari hasil penelitian yang dilakukan
mengenai upaya konservasi sumberdaya Ikan Berod (Mastacembelus sp.) di
Sungai Cimanuk menjelaskan bahwa Ikan Berod (Mastacembelus sp.) memijah
pada saat musim penghujan dengan selang waktu pemijahan yang pendek dan
bersifat partial spawner. Pada bulan penelitian yang saya lakukan sering juga
terjadi hujan atau awal musim penghujan.Hal ini juga yang menyebabkan
dapatnya sejumlah Ikan Sili yang kami tangkap karena ikan tersebut keluar untuk
melakukan pemijahan.Masyarakat setempat juga membenarkan bahwa Ikan Sili
tersebut biasa keluar ketika terjadi hujan atau pada musim hujan. Ketika hujan
terjadi maka debit dan volume air semakin bertambah terjadilah pengadukan yang
menyebabkan air menjadi keruh. kekeruhan tersebut membuat ikan lebih leluasa
keluar karena ia juga takut kalau dilihat oleh manusia.
Frekuensi kehadiran
Frekuensi kehadiran ikan sili dengan menggunakan Jala Pada stasiun 1
dikatakan jarang ditemukan dengan nilai sebesar 33,3% dan pada stasiun 2 dan 3
frekuensi kehadiran ikan sili dikatakan sangat jarang ditemukan dengan nilai FK
dibawah 25 %. Menurut Odum (1994) jika nilai frekuensi kehadiran adalah 25 –
Universitas Sumatera Utara
92
50 % maka dapat dikatakan bahwa keberadan ikan Sili tersebut adalah jarang
ditemukan dan apabila frekuensi kehadiran 0 – 25 % dikatakan kehadiran sangat
jarang. Sedangkan penggunaan bubu frekuensi kehadiran ikan sili pada stasiun 2
dikatakan jarang ditemukan dengan nilai sebesar 33,3 % selanjutnya pada stasiun
1 dan 3 kehadiran ikan sili tidak ditemukan dengan nilai sebesar 0,00 %.
keberadaan ikan di sungai dipengaruhi oleh kondisi habitat yang sesuai
dengan pola hidupnya. Ketika suatau lingkungan tejadi perubahan suatu
organisme tidak akan langsung mati ada proses adaptasi yang dilakukan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Proses adaptasi juga dapat
membuat perubahan morfologis pada ikan. Nurudin (2013) mengatakan adaptasi
merupakan suatu proses evolusi yang menyebabkan organisme mampu hidup
lebih baik dibawah kondisi lingkungan tertentu. Sifat genetik juga membuat
organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup. Ikan di sungai juga
mengalami proses adaptasi yang berpengaruh pada perubahan sifat genetik
yangmembuat ikan mengalami perubahan morfologi sesuai dengan kondisi
lingkungan sekitarnya.
Kualitas Air
Hasil penelitian didapatkan rata-rata suhu perairan di Sungai Seruai adalah
30°C.Menurut Nurudin (2013) organisme perairan seperti ikan maupun udang
mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C.Secara keseluruhan suhu perairan
di Sungai Seruai masih dikatakan baik dan dapat ditolerir oleh suatu
organime.Perubahan
fluktuasi
suhu
perairan
yang
drastis
baru
dapat
mempengaruhi suatu organisme bahkan sampai mengakibatkan kematian.Huet
Universitas Sumatera Utara
93
(1971) diacu oleh Suriati (2002) menyatakan, ikan merupakan organisme yang
bersifat poikilotermal yaitu suhu tubuh ikan sesuai dengan suhu perairan.Fluktuasi
harian suhu perairan sangat mempengaruhi organisme didalamnya, fluktuasi suhu
air yang terlalu besar dapat mematikan organisme perairan.
Perairan sungai seruai dilihat secara langsung berwarna kuning
kecoklatan. Didapatkan tingkat kecearahan Pada stasiun 1 kecerahan 50 cm,
stasiun 2 kecerahan 45 cm dan pada stasiun 3 kecerahan sebesar 27 cm. Pada
stasiun 3 kecerahan semakin menurun. Didapatkan pada daerah stasiun tiga
terdapat aktivitas masyarakat yaitu persawahan (padi), perkebunan (sawit) dan
tambak ikan.Aktifitas masyarakat tersebut membuang limbah kesungai hal ini
juga berpengaruh terhadap kecerahan air.
Ciri khusus suatu sungai adalah memiliki arus. Didapatkan besaran arus pada
stasiun 1 sebesar 1,4 m/s, stasiun 2 sebesar 1,1 m/s dan stasiun 3 sebesar 0,6 m/s.
Kecepatan arus dalam suatu badan sungai tidak dapat ditentukan dengan pasti
karena arus pada suatu sungai sangat mudah berubah. Menurut Barus (2004)
sangat sulit membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus karena di suatu
ekosistem air sangat berfluktuasi dari periode ke periode tergantung dari fluktuasi
aliran air serta kondisi substrat yang ada. Pada musim penghujan akan
mempengaruhi kecepatan arus.
Kedalaman suatu sungai sangat berfluktuatif karena bentuk tofografi dasar
perairan yang tidak sama. Didapatkan pada stasiun 1 tingkat kedalaman 1 m,
satasiun 2 kedalaman 2m dan stasiun 3 kedalaman 0,82 m. Kedalaman merupakan
salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas
cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman sungai juga dapat
Universitas Sumatera Utara
94
mengambarkan banyaknya kemungkinan ikan di perairan tersebut. Kottelat et al
(1993) mengatakan Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik
yang berhubungan dengan banyak air yang masuk kedalam suatu sistem perairan,
karena semakin dalam suatu sungai akan semakin banyak pula jumlah ikan yang
menempati.
Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 3, yaitu 3,1mg/l, untuk
stasiun 2 yaitu 3,4 mg/l, sedangkan untuk nilai oksigen terlarut tertinggi berada
pada stasiun 1, yaitu 3,6mg/l. Rendahnya DO pada stasiun 3 karena karakteristik
perairan ini lebih tenang di bandingkan stasiun 1 dan 2. Pergolakan (arus) air yang
deras juga mempengaruhi nilai DO. Nilai DO yang semakin besar pada air,
mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai
DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar.
Hasil pengukuran pH air menunjukkan pH tertinggi berada pada stasiun 1, yaitu
sebesar 8,1 pada stasiun 2 sebesar 7,9 dan stasiun 3 sebesar 7,6.pH ideal untuk
ikan hidup berkisar 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
Tingkat kecerahan perairan di Sungai Seruai terbilang rendah didapatkan kisaran
kecerahan antara 27-50 cm dengan kedalaman 1-2 m. Keruhnya air mebuat
intensitas cahaya yang masuk ke perairan semakin rendah. Intensitas cahaya yang
masuk berguna untuk proses fotosintesis fitoplankton untuk dapan menghasilkan
oksigaen di perairan. Keruhnya air disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir
di beberapa sub aliran sungai seruai.
Universitas Sumatera Utara
95
Dari hasil pengamatan dilapangan menurunnya kelimpahan ikan sili di Sungai
Seruai lebih di sebabkan pada rusaknya habitat ikan yang tidak sesuai lagi dengan
biasanya. Hal ini disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir yang dilakukan
dibeberapa sub aliran Senguai Seruai. Selanjutnya penurunan kelimpahan pada
saat sekarang juga disebabkan
oleh aktifitas penangkapan dimasa lampau.
Dikatakan dahulu masyarakat setempat sering melakukan pengracunan ikan.
Kegiatan pengracunan ikan dapat mematikan hampir semua biota yang ada di
Sungai Seruai sehingga mengganggu proses perkembangbiakan dan pertumbuhan
ikan secara optimal. Tapi pada saat sekarang masyarakat sudah sadar dan
melarang apabila ada warga yang melakukan pengracunan lagi karna akan
berdampak pada menurun bahkan hilangnya suatu organisme.
Potensi Ekonomis
Berdasarkan hasil penelitian Ikan Sili yang terdapat di Sungai Seruai
hanya dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi saja.Harga Ikan Sili berkisar
Rp.40.000,-/kg. Menurut Olgunoglu (2011) diacu oleh Handayani (2015) Ikan Sili
mengandung nutrisi dan mineral yang cukup tinggi yaitu Cu, Zn, Fe, vitamin A
dan E yang dibutuhkan oleh manusia. Bismark dan sawitri (2014) mengatakan
harga ikan sili yang terdapat di Sungai Sangata adalah 60.000,-/kg.
Ikan Sili dapat dikembangkan sebagai ikan hias, karena memiliki bentuk
badan dan warna yang menarik.Dari hasil pengamatan, yang lebih berpotensi
untuk dijadikan ikan hias adalah mastacembelus unicolor.tetapi tidak menutup
kemungkinan juga untuk mastacembelus notophthalmus karena keduanya samasama memiliki bentuk yang unik. Mastacembelus unicolor lebih berpotensi untuk
Universitas Sumatera Utara
96
menjadi ikan hias karena memiliki corak warna pada tubuh yang lebih menarik.
Pemanfaatan ikan sili sebagai ikan hias di Indonesia masih jarang
terdengar. Hal ini karena ketidak tahuan masyarakat akan potensi tersebut dan
juga bagaimana pemeliharaan yang baik agar mengikuti habitat aslinya. Untuk
kisaran harga ikan sili sebagai ikan hias di Indonesia masih belum dapat di
ketahui secara jelas.Menurut (Yuli, 2014) Ikan Sili atau Mastacembelus armatus
merupakan salah satu ikan hias air tawar yang cukup populer di Negeri Paman
Sam.Ikan ini memiliki motif batik zig zag dengan bentuk pipih memanjang sangat
digemari oleh penggemar ikan hias. Mereka bisa dibandrol dengan harga hingga
$16.5 untuk ikan ukuran 9 cm atau setara dengan Rp.164.000,- per ekor.
Universitas Sumatera Utara
97
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Berdasarkan Pengamatan Karakter Morfologis Ikan sili (Famili :
Mastacembelidae) yang terdapat di Sungai Seruai Desa Namu Suro Provinsi
Sumatera Utara adalah dari sepesies Mastacembelus unicolor dan
Mastacembelus notophthalmus. Mastacembelus unicolorsecara langsung
dapat ditandai dari corak warna pada tubuh yaitu bulat-bulat sejajar bewarna
kuning. Mastacembelus notophthalmus terdapat garis tegak berwarna hitam
pada daerah moncong dekat mata dan sirip caudal yang menyatu dengan
sirip dorsal dan anal serta memiliki corak pola warrna kuning.
2.
Kelimpahan Ikan Sili di Sungai Seruai Desa Namu Suro sudah sangat
sedikit dengan nilai kelimpahan penggunaan jala sebesar 0,15 ind/ m² dan
0,07 ind/ m² terdapat pada stasiun 1dan 3. Nilai kelimpahan penggunaan
bubu sebesar 2,13 ind/m² terdapat hanya pada stasiun 2. Tingkat kehadiran
Ikan Sili dapat dikatakan sudah jarang untuk dapat ditemukan dengan
mengunakan jala dan bubu.
Saran
Universitas Sumatera Utara