Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas

6

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai dan atau
pulau-pulau kecil dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial.
Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat
rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan,
melestarikan dan pengelolaannya (Waryono, 2009).
Hutan mangrove juga merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan
khas, serta memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan sekitarnya
terutama sebagai penyokong sumber makanan alami di perairan melalui
serasah yang jatuh di dasar perairan. Komunitas mangrove menyokong secara
nyata terhadap produksi makanan di daerah tropis. Hubungan antara produksi
primer daun mangrove dan alga terhadap produksi ikan ekonomis penting dan
kerang sangat nyata (Hab, 2013).
Ekosistem mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik.
Vegetasi mangrove tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan
gelombang bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan

sempurna dan menjatuhkan akarnya. Pantai-pantai ini terdapat di sepanjang sisi
pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau
dengan massa daratan di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung
(Wardhani, 2011).
Karakteristik mangrove yang menarik, merupakan hasil adaptasi terhadap
lingkungan dan atau habitatnya. Tapak mangrove bersifat anaerobik bila dalam

Universitas Sumatera Utara

7

keadaan terendam, oleh karena itu beberapa jenis mangrove mempunyai sistem
perakaran udara yang spesifik. Akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada genus
Rhizopora, akar napas (pneumatophores) pada genus Avicennia dan sonneratia,
akar lutut (knee roots) pada genus Bruguiera dan akar papan (plank roots) yang
dijumpai pada genus Xylocarpus (Waryono, 2009).
Menurut Arief (2003) Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan
jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah laut kedataran berturut-turut sebagai
berikut:
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada

zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia
ini banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh dibibir
laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan
dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner,
karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran
tumbuhan jenis-jenis ini.
2. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam
pasang naik dua kali sebulan.
4. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini
sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir
(sungai) ke laut.

Universitas Sumatera Utara

8


Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat

baik

untuk

tegakan

R. mucronata dan A. marina. Jenis-jenis lain seperti R. stylosa tumbuh dengan
baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat
berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda. Avicennia
merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas
yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan
baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 ‰ (Hafish, 2013).
Peranan Mangrove
Menurut Kamal (2006), Hutan mangrove suatu ekosistem yang unik dan
mempunyai 3 (tiga) fungsi pokok yakni :
1. Fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari
gempuran ombak dan abrasi, menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan
air laut (intrusi) dan sebagai filter pencemaran yang masuk ke laut.

2. Fungsi biologis, sebagai daerah asuhan dan tempat pemijahan (nursery ground
dan spawning ground) bagi ikan, udang, kepiting, kerang dan biota perairan
lainnya (nursery ground), tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi
serta tempat habitat alami berbagai jenis biota flora (anggrek) dan fauna
lainnya.
3. Fungsi ekonomis, sebagai sumber bahan bakar (arang dan kayu bakar), bahan
bangunan (balok, atap rumah dan tikar), perikanan, pertanian, tekstil (serat
sintetis), makanan, obat-obatan, minuman (alkohol), bahan mentah kertas,
bahan pembuat kapal (gading-gading) dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

9

Produksi Serasah
Salah satu proses yang terjadi pada ekosistem mangrove yang memberikan
kontribusi paling besar terhadap kesuburan perairan adalah proses dekomposisi
atau penghancuran serasah mangrove. Penghancuran serasah merupakan bagian
dari tahap proses dekomposisi, yang dapat menghasilkan bahan organik yang
penting dalam rantai makanan, memberikan kesuburan dan produktivitas perairan

disekitarnya. Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan dan berbagai
sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan
masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur dan
juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Variasi produktivitas Serasah antara
lain ditentukan oleh musim, jenis pohon, kerapatan, perbedaan temperatur udara
siang dan malam, kekurangan unsur hara dan serangan hama penyakit. Faktor
iklim dan jarak dari garis pantai juga akan mempengaruhi produktivitas serasah
(Galaxy, 2014).
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
dan menyediakan makanan bagi konsumen serta mempunyai kontribusi penting
bagi rantai makanan di wilayah pesisir melalui daun yang mati dan gugur.
Guguran daun diartikan sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh beberapa
parameter fisika kimia yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu,
embun/kelembaban, ketersediaan nutrien. Ada beberapa jenis dari serasah
mangrove. Lebih dari setengah jumlah serasah terdiri dari daun dan biasanya daun
yang telah tua (berwarna kuning). Selama satu tahun mangrove dapat
memproduksi 800-1000 g bobot kering serasah per m2. Mangrove mempunyai
pengembalian serasah yang tinggi (Sa’ban, dkk., 2013).

Universitas Sumatera Utara


10

Guguran daun, biji, batang dan bagian lainnya dari mangrove sering
disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang
didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik yang berupa
serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari
tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi
terus menerus dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, yang
merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos
(Taqwa, 2010).
Dekomposisi Serasah
Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan
organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses
dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove
dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong
kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini
dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa
lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi dan siklus
nutrisi


di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam

produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari
nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove
akan terpelihara (Mahmudi, 2010).
Serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan
oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan
hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi

Universitas Sumatera Utara

11

makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang
bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil,
yang

kemudian


akan

dilanjutkan

oleh

organisme

yang

kecil,

yakni

mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi
protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat
proses dekomposisi (Arief, 2003).
Pendugaan biomasa ikan di ekosistem hutan mangrove secara khusus
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelepasan nutrien dari serasah

daun mangrove yang dihasilkan. Dari produksi serasah daun mangrove yang
dihasilkan, setelah mengalami proses grazing, ekspor dan dekomposisi, serasah
daun akan menghasilkan nutrien (N, P) ke lingkungan perairan kemudian
diperoleh nilai produktivitas primer dari serasah. Produktivitas primer tersebut
pada akhirnya akan menentukan stok ikan di perairan. Selama ini penelitian
sejenis yang banyak dilakukan hanya sebatas hubungan antara data produksi ikan,
luasan mangrove dan kondisi lingkungan perairannya. Peran riil mangrove itu
sendiri melalui penelusuran serasah yang dihasilkan dalam luasan tertentu dengan
potensi ikan yang ada belum pernah dilakukan (Mahmudi, 2010).
Avicennia marina
Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari genus Avicennia, famili
Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari
komunitas hutan bakau. A. marina memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian
dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram. Di antaranya: akar nafas
serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal
batangnya, daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya, daun

Universitas Sumatera Utara

12


A. marina berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah
kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut, biji A. marina
berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di rantingnya. Dengan
demikian biji ini dapat segera tumbuh begitu terjatuh atau tersangkut di lumpur.
Morfologi daun A. marina dapat dilihat pada Gambar 2 (Dewi, 2009).

Gambar 2. Morfologi daun Avicennia marina
Pohonnya dapat mencapai tinggi 12 m. Daun A.marina dilihat dari sisi
sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu
keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang daun yang berkisar 5-11
cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm dan
berwarna hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau,
akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk pernafasan (Indriani, 2008).
Menurut Wetlands International Indonesia Programme (2012) dari segi
ekologinya berada di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin
di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang
garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya membantu
pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan


Universitas Sumatera Utara

13

terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana
sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon.
Zona Avicennia sp. terletak paling luar dan berhadapan langsung dengan
laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur dan kadar salinitas tinggi. Zona
ini merupakan zona pionir karena jenis tumbuhan ini memiliki perakaran yang
kuat untuk menahan gelombang dan mampu membantu dalam proses penimbunan
sedimen (Sari, 2014)
Fisika Perairan
Suhu
Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air
merupakan hal yang mutlak dilakukan.Hal ini disebabkan karena kelarutan
berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam
ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t
Hoffs kenaikan suhu sebesar 100C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir)
akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar
2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh ditepi (Barus, 2004).
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahan yang
terkandung dalam benda. Suhu merupakan parameter yang penting karena
berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan di laut dalam hal laju
fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya aktivitas
metabolisme dan siklus reproduksi. Di perairan Indonesia terdapat dua kali nilai

Universitas Sumatera Utara

14

maksimum dari suhu, yang masing-masing terjadi pada musim pancaroba I sekitar
bulan April-Mei dan pada musim pancaroba II sekitar bulan November. Ini terjadi
karena pada musim-musim pancaroba angin biasanya lemah dan laut sangat
tenang sehingga proses pemanasan di permukaan terjadi dengan lebih kuat
(Rahmawati, 2004).
Kimia Perairan
a. pH
Nilai pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
kegiatan fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation. Pada umumnya pH
perairan laut lebih stabil, namun di perairan pinggir pantai, nilai pH ditentukan
oleh kuantitas bahan organik yang masuk ke perairan tersebut. Toksisitas dan
daya racun diperairan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pH. pH 5-9 pengaruh
bahan beracun sangat kecil, pH air 7 bersifat netral, pH air ≥ 7 basa, pH air ≤ 7
asam (Sulardiono, 1997).
b. Salinitas
Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan
perkembangan organisme. Salinitas merupakan kandungan garam dalam air laut
yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram garam dalam satu kilogram air laut.
Kandungan air laut terbanyak adalah NaCl dengan ion Cl- terlarut rata-rata
sebanyak 55% dari jumlah garam (Wijiyono, 2009).
Faktor yang mempengaruhi hingga berbedanya nilai salinitas adalah cuaca
dan angin. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. mengatakan bahwa
perbeda-an nilai salinitas air laut dapat disebab-kan terjadinya pengacauan

Universitas Sumatera Utara

15

(mixing) akibat gelombang laut ataupun gerakan massa air yang ditimbulkan oleh
tiupan angin. Dilihat dari sebaran, maka salinitas sekitar pantai lebih rendah dari
pada salinitas laut lepas. Hal ini disebabkan karena air laut yang berada dekat daratan masih memiliki pengaruh dari air darat hingga menyebabkan salinitas di
daerah ini kecil. Sebaliknya, salinitas di perairan laut lepas sudah tidak memiliki
pengaruh dari darat, sehingga Salinitasnya pun besar (Simon dan Patty, 2013).
Letak mangrove alam yang dekat dengan laut sehingga lebih banyak
mendapat suplai air laut pada saat pasang. Vegetasi mangrove dapat tumbuh subur
di lokasi dengan kisaran salinitas 10-30%0, sedangkan setiap jenis biota perairan
mempunyai ambang batas toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas
(Bonita, 2016).
Tempat tumbuh hutan mangrove adalah tempat yang memiliki salinitas
(0% dengan sedikit dipengaruhi pasang surut sampai salinitas 10-30% dengan
digenangi 1-2 kali/hari) dan tempat yang digenangi (kadang-kadang digenangi
oleh air pasang tertinggi sampai tempat digenangi air pasang dengan genangan 5662 kali/bulan) (Syah, 2011).
c. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting
sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu
air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun
dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada

Universitas Sumatera Utara

16

tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap
penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010).
Unsur Hara yang Terkandung dalam Serasah Daun Avicennia marina
Karbon (C)
Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui
proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi
karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer
melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis
makhluk hidup (Effendi, 2003).
Nitrogen (N)
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen
sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang
merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan
mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi
horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi
biasanya ditemukan di perairan muara (Dewi, 2009).
Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman maupun binatang. Pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat)
dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman
tergantung pada laju proses dekomposisi (Prabudi, 2013).

Universitas Sumatera Utara

17

Serasah yang memiliki kandungan N tinggi cenderung disukai oleh
dekomposer karena lebih mudah dicerna. Nilai nutrisi serasah juga berperan
terhadap laju dekomposisi serasah.Nilai nutrisi dapat ditentukan dengan rasio C :
N, dimana nilai rasio C : N yang lebih rendah menunjukkan konsentrasi N yang
lebih tinggi serta kualitas nutrisi yang juga lebih tinggi. Kualitas nutrisi yang
tinggi umumnya akan mengakibatkan proses dekomposisi yang lebih cepat
(Yulma, 2012).
Fosfor (P)
Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks
dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap
pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang
terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah
mati (Effendi, 2003).
Ketersediaan fosfat dalam substrat mangrove berasal dari kolom air dan
adsorbsi oleh sedimen sebagai ferri-fosfat yang tak larut. Dalam kondisi anaerob,
ferri-fosfat diubah menjadi ferro-fosfat. Proses ini dilakukan oleh aktivitas
metabolisme bakteri dan bukan dari proses kimia atau fisik. Hilangnya fosfat
bergantung pada porositas tanah, pada tanah liat pertukaran antara air tanah dan
kolom air lebih sedikit, oleh karena itu tanah seperti itu lebih kaya fosfat dan
menyebabkan pertumbuhan mangrove menjadi lebih subur (Taqwa, 2010).
Peran Mikroorganisme dalam Proses Dekomposisi Serasah
Serasah yang jatuh akan mengalami dekomposisi yang melibatkan peran
mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Dekomposisi akan berjalan lebih cepat

Universitas Sumatera Utara

18

jika terdapat penambahan mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, dengan
penambahan fungi pada serasah daun tersebut,diharapkan proses dekomposisi
akan lebih cepat. Dekomposisi merupakan proses perubahan secara fisik maupun
secara kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah dan terkadang disebut
mineralisasi. Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang
dilakukan oleh serangga kecil terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati
menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi
yang dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel
organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer dibantu
oleh enzim yang dapat menguraikan bahan organik seperti protein, karbohidrat
dan lain-lain (Hanum dan Nengah, 2014).
Untuk dapat dimanfaatkan oleh organisme yang terdapat dalam hutan
mangrove, serasah tersebut perlu didekomposisi terlebih dahulu menjadi bahan
lain yang dapat menjadi sumber makanan bagi organisme tersebut. Faktorfaktor
yang berperan dalam dekomposisi serasah adalah iklim, kondisi lingkungan
tempat tumbuh dan organisme. Faktor iklim mencakup curah hujan, kelembaban
nisbi, intensitas cahaya matahari, suhu udara dan lain-lain. Faktor kondisi
lingkungan tempat tumbuh yang berperan adalah suhu air, pH air, salinitas air dan
lain-lain. Adapun jenis organisme yang terdapat dalam ekosistem mangrove
terdiri atas organisme baik yang cukup besar seperti kepiting, serangga maupun
yang kecil seperti bakteri dan fungi. Dalam proses dekomposisi, semua faktor
tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Yunasfi, 2006).

Universitas Sumatera Utara