Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi, berasal dari kata

diabere yang artinya siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke

tempat lain dan kemudian ditambahkan dengan kata mellitus yang artinya adalah madu.17,18 Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes behubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1

Diabetes mellitus (DM) disebut juga the silent killer karena merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21 dan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes ke-4 terbanyak di dunia.4 DM dibagi menjadi 2 kategori utama berdasarkan sekresi insulin endogen untuk mencegah munculnya ketodiasis, yaitu DM tergantung insulin (IDDM = insulin

dependent diabetes mellitus) atau tipe 1 dan DM tidak tergantung insulin (NIDDM = noninsulin dependent diabetes mellitus) atau tipe 2.6 Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling banyak ditemukan. Sekitar 90% - 95% dari total penderita diabetes mellitus merupakan penderita DM tipe 2.8

2.1.1 Patofisiologi DM tipe 2

Insidensi DM tipe 2 semakin mendunia dan merupakan bentuk diabetes yang paling sering.6,8 Secara epidemiologis seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat terjadi perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor


(2)

risiko yang berubah secara epidemiologis diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.18

Diagnosis klinis DM umumnya akan ditegakkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM , hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah sewaktu pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca makan ≥ 200 mg/dl.1

Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan bakar untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu badan juga memerlukan energi supaya sel dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin, pada manusia bahan bakar itu berasal dari makanan yang kita makan sehari-hari yaitu karbohidrat yang diubah menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah terbentuknya energi dan proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk


(3)

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang

dikeluarkan oleh sel β pankreas.17,18

Sebagian besar DM tipe 2 diawali dengan obesitas dan sebagai kompensasi

sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).6 Pengelolaan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan makanan tersebut akan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Dalam keadaan normal jumlah insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga sehingga kadar glukosa dalam darah normal.17

Gambar 1. Sensitivitas Normal Insulin 17

Pada diabetes, didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulin tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri maka pintu sel tetap tidak dapat terbuka (tetap tertutup) hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk


(4)

dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat.17

Gambar 2. Resistensi Insulin Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 17

Pada individu yang telah lama menderita DM tipe 2 telah terjadi penurunan

kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi

insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal.6 Jadi hiperglikemia yang terjadi pada DM tipe 2 tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tetapi pada saat yang bersamaan juga terjadi karena rendahnya respon jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin).1

2.1.2 Test DM

Tindakan pengendalian DM sangat diperlukan, khususnya dengan mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal, merupakan salah satu usaha pencegahan yang terbaik terhadap kemungkinan berkembangnya komplikasi dalam jangka panjang. Adapun kriteria untuk menyatakan pengendalian yang baik diantaranya; tidak terdapat atau minimal glukosaria, tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketodiasis, jarang sekali terjadi hipoglikemia, glukosa pp nomal,


(5)

dan HbA1C (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin).4 Dari keenam kriteria tersebut, maka hasil pemeriksaan HbA1C merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM.4,17

Tabel 1. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus 2

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah (mg/dl) • Puasa

• 2 jam postprandial A1c (%)

Kol. total (mg/dl) Kol. LDL (mg/dl) Kol. HDL (mg/dl) Trigliserida (mg/dl) IMT (kg/m2)

Tekanan darah (mmHg)

80 – 100 80 – 144 < 6,5 < 200 < 100 > 45 < 150 18,5 – 23

≤ 130/80

100 – 125 145 – 179 6,5 – 8 200 – 239 100 – 129

150 – 199 23 – 25

130–140 / 80–90

≥ 126 ≥180 ≥ 8 ≥ 240 ≥ 130 ≥ 200 > 25 > 140/90

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2, Perkeni 2006 2

Sekitar 5% hemoglobin (Hb) darah terikat secara kovalen dengan glukosa. HbA1 terdiri atas HbA1A, HbA1B dan HbA1C. HbA1C merupakan bagian terbesar dari HbA1 dan termasuk komponen yang penting serta merupakan ikatan nonenzimatik dan bersifat permanen antara glukosa dengan N terminal valine dari rantai beta Hb. Proses ini berlangsung seumur eritrosit sekitar 120 hari. HbA1C pada DM meningkat dan sesuai dengan kadar gula darah panderita dalam kurun waktu 8-10 minggu.18 Studi menunjukkan bahwa menurunkan angka HbA1C dapat menunda atau mencegah komplikasi kronis.3 HbA1C biasanya dinyatakan sebagai persentase dari total hemoglobin. Korelasi antara nilai A1C dengan perkiraan rata-rata glukosa plasma dapat dilihat pada tabel 2 berdasarkan hitungan formula konversi yang merupakan hasil studi multinasional ADAG (A1C Derived Averange Glucose) yang


(6)

didukung oleh American Diabetes Association (ADA), European Assocition for the

study of Diabetes (EASD) dan International Diabetes Federation (IDF), dengan

rumus konversi korelasi HbA1C terhadap rata-rata glukosa plasma: 19 Rata-rata glukosa plasma (mg/dl) = 28,7 x HbA1C – 46,7 Rata-rata glukosa plasma (mmol/L) = 1,59 x HbA1C -2,59

Tabel 2. Daftar Konversi A1C Dalam Rata-rata Glukosa Darah

A1C (%) Estimasi rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl) 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10 10,5 11 11,5 97 111 126 140 154 169 183 197 212 226 240 255 269 283

Sumber : Soegondo, dkk. 2009 17

Walau pemeriksaan HbA1C menggambarkan kondisi glikemik penderita DM dalam jangka waktu ± 3 bulan, perlu kriteria pengendalian dalam merawat DM setiap harinya untuk mencegah kadar glukosa terus meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006, bahwa pengendalian DM dengan pemeriksaan selain HbA1C perlu dilakukan dan dapat saling melengkapi. Tingkat HbA1C yang buruk mencerminkan ketidakpatuhan penderita DM menjalani terapi diabetik. Terapi diabetik merupakan terapi yang diberikan kepada penderita DM untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai


(7)

pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah senormal mungkin.4

Beberapa faktor yang menjadi alasan utama yang mendukung penggunaan HbA1C sebagai alat untuk skrining dan diagnosis diabetes:19

1. Tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja.

2. Dapat memperkirakan keadaan glukosa darah dalam waktu yang lebih lama serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek.

3. Variabilitas biologisnya dan instabilitas preanalitiknya lebih rendah dibandingkan glukosa plasma puasa.

4. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor nonglikemik yang dapat mempengaruhi nilai HbA1C sangat jarang ditemukan dan dapat diminimalisasi dengan melakukan pemeriksaan konfirmasi diagnosis dengan glukosa plasma.

5. Relatif tidak dipengaruhi oleh gangguan akut misalnya stress. 6. Lebih stabil dalam suhu kamar dibanding glukosa plasma puasa. 7. Lebih direkomendasikan untuk monitoring pengendalian glukosa. 8. Level HbA1C sangat berkorelasi dengan komplikasi diabetes.

Kadar HbA1C tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kadar gula darah sewaktu, penebalan membran basalis, makanan yang baru saja dimakan, olahraga dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi penderita.20 Pada penderita DM tipe 1 pemeriksaan ini dilakukan 4 kali setahun, sedangkan pada penderita DM tipe 2 dianjurkan 2 kali setahun. Selain itu pemeriksaan HbA1C dilakukan jika memang terdapat keluhan dari pasien, gula darah sewaktu dan 2 jam pp terus meningkat, sehingga dokter pun menganjurkan untuk pemeriksaan HbA1C.4 Pemeriksaa HbA1C merupakan suatu cara yang dapat diandalkan untuk mengamati metabolisme gula darah dalam waktu yang lama, hal ini disebabkan karena HbA1C menunjukkan fluktuasi gula darah pasien selama 3 bulan terakhir.1,20 Berdasarkan hasil penelitian dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% dari HbA1C akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35%. Jika HbA1C tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak semakin tingginya


(8)

hiperglikemia yang berakibat pada terjadinya komplikasi diabetik, mikrovaskular dan makrovaskular.4

2.1.3 Komplikasi DM Tipe 2

DM menyebabkan berbagai komplikasi akibat dari tingginya kadar gula darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketodiasis, sedangkan komplikasi kronik terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ sehingga mengakibatkan nefropati, retinopati, neuropati, dan penyakit vaskular perifer.21

- Retinopati 1. Komplikasi Mikrovaskular

- Nefropati

- Neuropati a. Retinopati diabetika

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.2 Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dari gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati nonproliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat, dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada stadium lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.22


(9)

b. Nefropati diabetika

Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetik dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5gr/24jam ), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.22

- Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia 2. Komplikasi Makrovaskular

- Penyakit pembuluh darah perifer

- Hipertensi

Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak di dalam pembuluh darah.22 Kadar gula darah yang tidak terkontrol cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya arterosklerosis.18 Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular, berupa:22

a. Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor resiko penyakit jantung koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau


(10)

angina pectoris (nyeri dada paroksismal seperti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktivitas atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, dimana nyeri menetap, lebih hebat dan tidak mereda dengan pemberian nitrat.22 Tetapi karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa dan disebut

silent myocard infarction atau silent heart attack.16 Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada penderita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.22

b. Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran arteri karotis interna dan arteri vertebralis sehingga timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:22

- Pusing, sinkop

- Hemiplegia: parsial atau total - Afasia sensorik dan motorik - Keadaan pseudo-dementia

c. Penyakit pembuluh darah

Proses awal terjadinya kelainan vaskular adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronal, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokardium, dan pada akhirnya terjadi serangan jantung.22 Penyandang DM mempunyai resiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar dan 5 kali lebih mudah menderita ulkus.17 Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes dibanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obesitas, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah


(11)

mencapai fase IV. Faktor-faktor neuropati, makroangiopati, dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya proses gangreen diabetik. Pada penderita dengan gangreen dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai faktor pencetus koma ataupun kematian.22

DM menyebabkan berbagai komplikasi sebagai akibat dari tingginya kadar glukosa dalam darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketodiasis, sedangkan komplikasi kronis terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular 3. Neuropati

Umumnya berupa polineuropati diabetika, komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensorik, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif dimana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal, biasanya menyerang serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur saraf akibat adanya peningkatan jalur poliol, penurunan pembentukan mioinositol, penurunan Na/K Adenosine triphosphatase (ATP-ase), sehingga menimbulkan kerusakan struktur saraf, demielinisasi segmental, atau atrofi axonal.22

Terdapat sejumlah gangguan dan penyakit rongga mulut yang memiliki hubungan dengan diabetes seperti karies, infeksi mukosa oral, halitosis, penyakit periodontal, pengecapan dan gangguan neurosensori.12 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum pada penderita DM tipe 2.14 Lidah sering membesar dan atau terasa tebal pada penderita diabetes, kadang timbul gangguan pengecapan sehingga rasa dan kenikmatan makanan terganggu.18 Neuropati perifer memiliki hubungan yang erat dengan gangguan pengecapan dan ditambah lagi bahwa obat sulfonilurea yang dikonsumsi oleh penderita DM tipe 2 juga turut mengganggu pengecapan.13,14,16


(12)

berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya nefropati, retinopati, dan neuropati diabetik.20

Neuropati diabetik adalah salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada penderita DM dan merupakan keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi akibat kerusakan seluler ataupun molekuler yang etiologinya karena penyakit diabetes mellitus (DM).1 Neuropati diabetik merupakan gangguan yang dapat terlihat baik secara klinis maupun nonklinis, meliputi sistem saraf perifer dan juga sistem saraf otonom. Kerusakan sistem saraf perifer (Peripheral Neuropati Diabetic) termasuk polineuropati, fokal neuropati, multifokal neuropati.23 Gangguan indera pengecapan merupakan salah satu akibat dari neuropati perifer diabetik dimana tejadi penumpulan saraf sensorik yang akan menyebabkan penurunan sensitivitas indera pengecapan.14,20

Sama seperti komplikasi mikroangiopati diabetik lainnya, misalnya retinopati dan nefropati, neuropati perifer diabetik juga merupakan efek abnormalitas dari plyol

pathway serta gangguan metabolisme dari mioniositol dan protein kinase.24 Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya neuropati diabetik, namun semuanya masih diperdebatkan dan belum dapat memuaskan semua pihak. Teori-teori tersebut adalah: 20

1.

Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia memiliki hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang efeknya menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran basalis; trombosis pada arteriol intaneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati


(13)

yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok, dan hipertensi.2

2.

Terjadinya penyulit kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada penderita DM tipe 2.17 Terdapat hubungan yang sangat erat antara kontrol gula darah penderita DM dengan komplikasi neuropati perifer diabetik, dimana kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan: 20

Hipotesis Metabolik

1. Alur metabolik dibelokkan ke polyol pathway sehingga akan terdapat timbunan sorbitol dan fruktosa dalam jaringan. Dengan terjadinya hiperglikemi yang terus- menerus maka glukosa akan direduksi oleh enzim aldose reduktase dan akan menghasilkan sorbitol. Sorbitol akan diubah oleh enzim sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Sorbitol akan diakumulasikan pada sel schwann yang karena sifat osmotiknya tinggi maka akan terjadi pembengkakan sel schwann. Lebih lanjut akan terjadi iskemia.

2. Menurunnya kadar mioinositol dalam plasma. Keadaan ini disebabkan karena pada DM eksresi mioinositol meningkat, sedangkan sintesa fosfatidil inositol terhambat. Disamping itu, kadar gula darah yang tinggi menghambat mioinositol ke jaringan saraf. Karena mioinositol merupakan komponen fosfolipid membran yang antara lain berfungsi dalam transmisi impuls saraf, akibatnya akan terjadi gangguan hantaran saraf baik motorik maupun sensorik.

3. Glikolisasi nonenzimatik. Bila kadar glukosa darah meningkat, molekul-molekul glukosa akan melekat pada semua protein tubuh termasuk saraf tepi dan mielin, sesuai dengan peningkatan kadar glukosa. Pada saraf tikus yang dibuat menderita DM, kadar mielin-glikosilatnya meningkat 5x lipat. Mielin-glikosilat memiliki reseptor spesifik dan akan difagositas oleh sel-sel makrofag. Serangan sel-sel makrofag tersebut akan menambah hilangnya mielin pada saraf tepi.

4. Berkurangnya sodium-potasium ATP-ase dalam jaringan saraf. Keadaan ini cenderung berakibat terjadinya neuropati.20


(14)

3.

Hipotesis ini dikembangkan dari hipotesis vaskular dan hipotesis metabolik, dimana perubahan metabolik dan perubahan vaskular saling terkait satu sama lain. Hiperglikemia kronik menyebabkan perubahan-perubahan metabolik, yaitu:

Hipotesis Hipoksia

- Perubahan pelepasan oksigen

- Perubahan pola aliran darah mikrovaskular

- Perubahan pada mikrovaskular itu sendiri

Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang mempengaruhi perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf. Aliran darah menuju ke saraf perifer tikus yang dibuat menderita DM, berkurang akibat terjadinya mikroangiopati dan hiperviskositas. Keadaan tersebut mengakibatkan tekanan oksigen dalam endoneuron menurun, yang selanjutnya menyebabkan terganggunya kerja enzim sodium-potasium ATP-ase.20

4.

Terdapat 3 hormon yang mempengaruhi saraf perifer pada neuropati diabetik, yaitu tiroksin, testosteron, dan insulin. Pada tikus DM ternyata pemberian tiroksin dapat memperbaiki hantaran saraf motorik dan memperbaiki konsentrasi inositol. Demikian juga tikus DM, dengan dikastrasi akan mencegah berkurangnya kelarutan kolagen dan menambah permeabilitas vaskuler, namun cara tersebut tidak mungkin dilakukan pada manusia.20

Hipotesis Endokrin

5.

Dengan alat-alat magnetic resonance proton imaging dan magnetic resonance

spectroscopy yang sangat sensitif terhadap keadaan hidrasi jaringan, didapatkan

bahwa neuropati DM pada pemeriksaan n.suralis invivo didapatkan nerve hidration lebih tinggi daripada kontrol. Hasil ini mendukung teori bahwa pada neuropati perifer terdapat tanda edema saraf tepi.20


(15)

2.2 Lidah

Rongga mulut merupakan tempat awal masuknya makanan dan rasa makanan yang ditentukan oleh indera pengecap, yaitu reseptor indera pengecap yang terdapat pada rongga mulut terutama pada lidah.25 Indera pengecapan memiliki peran penting dalam kehidupan dan status nutrisi manusia, dapat merusak kesehatan individu melalui perubahan dalam hal kecenderungan memilih makanan dan kebiasaan makan seseorang.26

2.2.1 Anatomi Lidah

Lidah adalah organ yang berperan sangat penting dan berguna dalam menentukan fungsi pengecapan melalui reseptor pengecapan.27 Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah dan permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla. Pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak tedapat papilla, maka lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa.28

Reseptor pengecapan ditemukan pada taste bud yang banyak terdapat pada lidah dan juga palatum, faring, epiglotis dan laring.29,30 Taste bud tertanam pada epitel lidah dan terbuka pada bagian ujungnya yang disebut dengan taste pore. Memiliki sel pendukung serta sejumlah sel pengecap yang memanjang dan berakhir pada mikrovilli.29 Setiap taste bud terdiri dari 50-100 sel yang termodifikasi, beberapa diantaranya disebut sel sustentakuler dan yang lainnya disebut sel pengecap.28 Dari ujung setiap sel pengecap, beberapa mikrovilli menjulur ke arah

taste pore.31 Terdapat sekitar 10.000 taste bud yang kita miliki dan tersebar luas di dalam rongga mulut, memiliki diameter sekitar 1/30 milimeter dan panjang sekitar 1/16 millimeter.31,32 Pada usia 75-90 tahun, jumlah taste bud akan berkurang lebih dari 50%. 33 Taste bud terdapat pada tiga jenis papilla yang terletak di lidah, yaitu:31

1. Papilla circumvallata : Sejumlah besar taste bud terdapat pada papilla circumvallata, berbentuk huruf V dan terletak pada permukaan posterior lidah. 2. Papilla fungiform : Sebagian kecil taste bud terdapat pada papilla fungiform


(16)

3. Papilla folliata : Sebagian kecil taste bud terdapat pada papilla filliata yang terletak pada lipatan sepanjang permukaan lateral lidah.

Gambar 3. Taste Pore dan Papilla 34

Pada manusia telah ditentukan 4 pengecapan (rasa) dasar: manis, asam, asin, dan pahit. Meskipun terdapat tumpang tindih yang cukup luas, rasa pahit terutama dikecap di belakang lidah, rasa asam di sepanjang tepi lidah, rasa manis di ujung lidah dan rasa asin di dorsum anterior lidah. Selain itu diduga ada modalitas pengecap tambahan yaitu umami. Modalitas ini mengindrai rasa glutamat dan glutamat monosodium yang banyak digunakan dalam masakan Asia.30 Sensasi rasa pada indera pengecapan timbul akibat deteksi zat kimia oleh taste bud dan hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor.28 Mikrovilli mengandung reseptor protein yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia, ketika molekul terikat dengan reseptor protein, impuls saraf yang dihasilkan berikatan dengan serabut saraf sensorik selanjutnya akan diteruskan ke otak.29


(17)

Gambar 4. Taste Bud 35

2.2.2 Pembuluh Darah dan Persarafan Lidah

Lidah menerima suplai darah dari arteri lingual yang merupakan cabang dari arteri karotid eksternal. Warna merah muda yang tampak pada lidah disebabkan karena lapisan epitel pada lidah lebih tipis dibandingkan dengan lapisan epitel pada bagian tubuh lain dan arteri yang sangat dekat dengan permukaan lidah.36

Sistem pengecapan merupakan sistem yang sangat unik, dimana reseptor tersebar luas sepanjang orofaring dan saraf perifer melalui tiga cabang saraf kranial yang berbeda. Cabang korda timpani nervus fasialis (N.VII) menginervasi taste bud yang terdapat pada papilla fungiform di anterior lidah dan juga lekukan anterior papilla folliata. Taste bud yang terdapat pada papilla circumvallata dan lekukan posterior papilla folliata diinervasi oleh cabang lingual nervus glossopharingeal (N.IX) dan taste bud yang terdapat pada epiglotis diinervasi oleh cabang superior

laryngeal nervus vagus (N.X).33

Serabut saraf sensorik dari taste bud pada dua per tiga anterior lidah berjalan melalui cabang korda timpani nervus fasialis dan serabut saraf dari sepertiga posterior lidah mencapai batang otak melalui nervus glossopharingeal. Serabut saraf dari daerah lain selain lidah mencapai otak melalui nervus vagus. Ketiga nervus


(18)

bersatu di nukleus traktus solitarius medulla oblongata dan bersinapsis dengan neuron-neuron ordo kedua, yang aksonnya melintasi garis tengah dan bertemu dengan lemniskus medialis, kemudian berakhir di nukleus-nukleus relai sensorik spesifik pada thalamus bersama serabut saraf untuk kesan raba, nyeri dan suhu. Berikutnya impuls dihantarkan ke daerah proyeksi pengecapan pada korteks cerebrum di kaki girus postsentralis.30

Gambar 5. Diagram Pengecapan 35

2.2.3 Modalitas Pengecapan Dasar

Rasa adalah sensasi yang diterima oleh alat pengecapan dan ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Saat ini ada 5 rasa dasar yang dapat dikenali oleh lidah manusia yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami.37 Ada 3 jenis tipe sel pengecap yaitu tipe I, tipe II dan tipe III yang merupakan neuron sensorik yang merespon rangsangan rasa atau tastan.35

Rasa manis dapat dihasilkan oleh berbagai golongan senyawa baik dari kelompok gula, protein asam amino peptida, amida siklis, turunan benzene, bahkan


(19)

kloroform.37 Zat yang memiliki rasa manis akan berperan melalui protein G gustducin. T1R3 yang merupakan kelompok reseptor G protein-coupled dinyatakan oleh sekitar 20% dari sel-sel rasa, beberapa di antaranya juga merupakan gustducin. Gula memiliki rasa manis, tapi senyawa seperti sakarin juga memiliki rasa yang sama meskipun memiliki struktur yang sangat berbeda. Hal ini terjadi karena gula alami seperti sukrosa dan sintetis pemanis bertindak melalui reseptor yang berbeda pada gustducin. Seperti reseptor pahit-responsif, reseptor manis-responsif bertindak melalui nukleotida siklik dan metabolisme inositol fosfat.35

Rasa asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada pengecap lebih bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Oleh sebab itu tidak semua produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam atau asam organik memberikan kesan rasa asam lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama dihasilkan oleh garam-garam organik yang tidak terdisosiasi seperti asam malat, tartarat, asam sitrat, dan lainnya.37 Rasa asam dipicu oleh proton (ion H+). Ion H+ juga dapat mengikat dan memblokir saluran sensitif K+. Penurunan permeabilitas K+ dapat mendepolarisasi membran.35

Rasa asin dihasilkan oleh ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel pengecap melalui saluran ion pada mikrovilli akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua kation dapat memberikan rasa asin namun ukuran diameter ion akan sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan mengubah rasa asin ke arah pahit.37 Beberapa rasa senyawa organik yang menghasilkan rasa asin misalnya dipeptida lisiltaurin dan ornitiltaurin.30

Rasa pahit umumnya disosiasikan dengan kelompok komponen fenolik dan alkaloid seperti naringin pada grapefruit dan anggur, limonin pada sitrus, kafein pada kopi dan sebagainya.37 Kebanyakan rasa pahit adalah racun dan rasa pahit berfungsi sebagai peringatan untuk menghindari mereka. Beberapa senyawa pahit mengikat dan memblok saluran selektif K+. Banyak G reseptor protein-linked di genom manusia adalah reseptor rasa (kelompok T2R) dan dirangsang oleh zat pahit seperti strychnine. Gustducin menurunkan cAMP dan meningkatkan pembentukan fosfat inositol yang


(20)

dapat menyebabkan depolarisasi. Beberapa senyawa pahit adalah membran permeabel dan mungkin tidak melibatkan protein G, contohnya adalah quinin.35

Rasa umami sama seperti rasa manis dan rasa pahit, senyawa pemberi rasa umami akan berperan melalui protein G yang mengkait pada reseptor dan mengaktifkan pembawa peasan kedua (second messenger).37 Rasa umami terjadi karena aktivasi metabotropik reseptor glutamat terpotong, mGluR4 pada taste bud. Cara aktivasi reseptor menghasilkan depolarisasi tidak pasti. Glutamat dalam makanan juga dapat mengaktifkan ionotropik glutamat reseptor untuk depolarisasi reseptor umami.35

Gambar 6. Reseptor rasa umami, manis, pahit dan asam.34

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Pengecapan

Pada umumnya indera pengecapan dianggap kurang penting dibandingkan dengan indera lainnya, karena penurunan fungsi atau gangguan pengecapan jarang berakibat fatal.28 Gangguan indera pengecapan dapat diakibatkan oleh suatu keadaan dimana akses tastant terganggu pada sel reseptor taste bud (transport loss), rusaknya sel reseptor (sensory loss), atau rusaknya nervus afferent dan jalur pusat rangsangan (neural loss).38 Suatu kondisi dimana indera pengecapan sama sekali tidak dapat mendeteksi rasa disebut dengan ageusia, jika fungsi indera pengecapan agak berkurang disebut dengan hypogeusia dan jika indera pengecapan salah mendeteksi rasa atau terganggu disebut dysguesia.15,39

Transport loss merupakan akibat dari xerostomia yang disebabkan oleh


(21)

antihipertensi, antimikroba, dan antipoliferatif.Sensory loss terjadi akibat penuaan,

oral candidiasis, obat-obatan seperti antitiroid dan antineoplastik, penyakit endokrin, oral neoplasma, pemphigus, radio terapi, infeksi virus terutama virus herpes. Disfungsi indera pengecapan merupakan hal yang umum terjadi pada usia lanjut sebagai akibat dari penuaan, penyakit, obat-obatan, dan malnutrisi.38 Oral higiene yang buruk merupakan penyebab umum gangguan pengecapan.15 Neural loss terjadi

sebagai akibat dari diabetes mellitus, oral neoplasma, oral surgery, radioterapi.38 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum yang terjadi pada penderita DM tipe 2, terutama dalam mendeteksi rasa manis.14 Gangguan pengecapan ini dapat mempengaruhi asupan nutrisi, penderita cenderung memilih makanan yang lebih manis, hal ini akan memperburuk keadaan hiperglikemia.13

2.3 Metode Uji Sensitivitas Rasa

Ada dua cara utama mengukur rasa, yaitu dengan kemogustometri dan elektrogustometri. Kemogustometri melibatkan penerapan tastants kimia terhadap mukosa mulut, sedangkan elektrogustometri melibatkan penerapan arus anodal langsung sebagai rangsangan untuk membangkitkan respon gustatori. Kedua tes ini pada dasarnya bersifat subjektif. Kemogustometri membutuhkan ketersediaan tastants kimia yang berbeda di berbagai konsentrasi. Hal ini juga membutuhkan proses pembersihan mukosa mulut sebelum penerapan stimulus. Teknik pengukuran rasa dapat menentukan baik kualitas dan kuantitas rasa.36


(22)

Gambar 7. Elektrogustometri 36

Kemogustometri contohnya adalah penggunaan strip filter, cotton buds direndam dalam stimulan yang berbeda dan dengan menggunakan pipet tetes larutan diteteskan pada daerah tertentu di lidah. Sejumlah metode telah dikembangkan untuk menentukan metode yang memungkinkan untuk mendeteksi berbagai stimulant untuk dapat membantu mendeteksi perubahan halus dalam pengecapan. Untuk mengatasi kelemahan kemogustometri dan untuk membuat pengukuran rasa mudah dan umum dalam pengaturan klinis, elektrogustometri muncul.36


(23)


(1)

bersatu di nukleus traktus solitarius medulla oblongata dan bersinapsis dengan neuron-neuron ordo kedua, yang aksonnya melintasi garis tengah dan bertemu dengan lemniskus medialis, kemudian berakhir di nukleus-nukleus relai sensorik spesifik pada thalamus bersama serabut saraf untuk kesan raba, nyeri dan suhu. Berikutnya impuls dihantarkan ke daerah proyeksi pengecapan pada korteks cerebrum di kaki girus postsentralis.30

Gambar 5. Diagram Pengecapan 35

2.2.3 Modalitas Pengecapan Dasar

Rasa adalah sensasi yang diterima oleh alat pengecapan dan ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Saat ini ada 5 rasa dasar yang dapat dikenali oleh lidah manusia yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami.37 Ada 3 jenis tipe sel pengecap yaitu tipe I, tipe II dan tipe III yang merupakan neuron sensorik yang merespon rangsangan rasa atau tastan.35

Rasa manis dapat dihasilkan oleh berbagai golongan senyawa baik dari kelompok gula, protein asam amino peptida, amida siklis, turunan benzene, bahkan


(2)

kloroform.37 Zat yang memiliki rasa manis akan berperan melalui protein G gustducin. T1R3 yang merupakan kelompok reseptor G protein-coupled dinyatakan oleh sekitar 20% dari sel-sel rasa, beberapa di antaranya juga merupakan gustducin. Gula memiliki rasa manis, tapi senyawa seperti sakarin juga memiliki rasa yang sama meskipun memiliki struktur yang sangat berbeda. Hal ini terjadi karena gula alami seperti sukrosa dan sintetis pemanis bertindak melalui reseptor yang berbeda pada gustducin. Seperti reseptor pahit-responsif, reseptor manis-responsif bertindak melalui nukleotida siklik dan metabolisme inositol fosfat.35

Rasa asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada pengecap lebih bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Oleh sebab itu tidak semua produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam atau asam organik memberikan kesan rasa asam lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama dihasilkan oleh garam-garam organik yang tidak terdisosiasi seperti asam malat, tartarat, asam sitrat, dan lainnya.37 Rasa asam dipicu oleh proton (ion H+). Ion H+ juga dapat mengikat dan memblokir saluran sensitif K+. Penurunan permeabilitas K+ dapat mendepolarisasi membran.35

Rasa asin dihasilkan oleh ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel pengecap melalui saluran ion pada mikrovilli akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua kation dapat memberikan rasa asin namun ukuran diameter ion akan sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan mengubah rasa asin ke arah pahit.37 Beberapa rasa senyawa organik yang menghasilkan rasa asin misalnya dipeptida lisiltaurin dan ornitiltaurin.30

Rasa pahit umumnya disosiasikan dengan kelompok komponen fenolik dan alkaloid seperti naringin pada grapefruit dan anggur, limonin pada sitrus, kafein pada kopi dan sebagainya.37 Kebanyakan rasa pahit adalah racun dan rasa pahit berfungsi sebagai peringatan untuk menghindari mereka. Beberapa senyawa pahit mengikat dan memblok saluran selektif K+. Banyak G reseptor protein-linked di genom manusia adalah reseptor rasa (kelompok T2R) dan dirangsang oleh zat pahit seperti strychnine. Gustducin menurunkan cAMP dan meningkatkan pembentukan fosfat inositol yang


(3)

dapat menyebabkan depolarisasi. Beberapa senyawa pahit adalah membran permeabel dan mungkin tidak melibatkan protein G, contohnya adalah quinin.35

Rasa umami sama seperti rasa manis dan rasa pahit, senyawa pemberi rasa umami akan berperan melalui protein G yang mengkait pada reseptor dan mengaktifkan pembawa peasan kedua (second messenger).37 Rasa umami terjadi karena aktivasi metabotropik reseptor glutamat terpotong, mGluR4 pada taste bud. Cara aktivasi reseptor menghasilkan depolarisasi tidak pasti. Glutamat dalam makanan juga dapat mengaktifkan ionotropik glutamat reseptor untuk depolarisasi reseptor umami.35

Gambar 6. Reseptor rasa umami, manis, pahit dan asam.34

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Pengecapan

Pada umumnya indera pengecapan dianggap kurang penting dibandingkan dengan indera lainnya, karena penurunan fungsi atau gangguan pengecapan jarang berakibat fatal.28 Gangguan indera pengecapan dapat diakibatkan oleh suatu keadaan dimana akses tastant terganggu pada sel reseptor taste bud (transport loss), rusaknya sel reseptor (sensory loss), atau rusaknya nervus afferent dan jalur pusat rangsangan (neural loss).38 Suatu kondisi dimana indera pengecapan sama sekali tidak dapat mendeteksi rasa disebut dengan ageusia, jika fungsi indera pengecapan agak berkurang disebut dengan hypogeusia dan jika indera pengecapan salah mendeteksi rasa atau terganggu disebut dysguesia.15,39

Transport loss merupakan akibat dari xerostomia yang disebabkan oleh radioterapi, sindrom sjogren, dan obat-obatan seperti methotrexate, dexamethasone,


(4)

antihipertensi, antimikroba, dan antipoliferatif.Sensory loss terjadi akibat penuaan,

oral candidiasis, obat-obatan seperti antitiroid dan antineoplastik, penyakit endokrin, oral neoplasma, pemphigus, radio terapi, infeksi virus terutama virus herpes. Disfungsi indera pengecapan merupakan hal yang umum terjadi pada usia lanjut sebagai akibat dari penuaan, penyakit, obat-obatan, dan malnutrisi.38 Oral higiene yang buruk merupakan penyebab umum gangguan pengecapan.15 Neural loss terjadi

sebagai akibat dari diabetes mellitus, oral neoplasma, oral surgery, radioterapi.38 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum yang terjadi pada penderita DM tipe 2, terutama dalam mendeteksi rasa manis.14 Gangguan pengecapan ini dapat mempengaruhi asupan nutrisi, penderita cenderung memilih makanan yang lebih manis, hal ini akan memperburuk keadaan hiperglikemia.13

2.3 Metode Uji Sensitivitas Rasa

Ada dua cara utama mengukur rasa, yaitu dengan kemogustometri dan elektrogustometri. Kemogustometri melibatkan penerapan tastants kimia terhadap mukosa mulut, sedangkan elektrogustometri melibatkan penerapan arus anodal langsung sebagai rangsangan untuk membangkitkan respon gustatori. Kedua tes ini pada dasarnya bersifat subjektif. Kemogustometri membutuhkan ketersediaan tastants kimia yang berbeda di berbagai konsentrasi. Hal ini juga membutuhkan proses pembersihan mukosa mulut sebelum penerapan stimulus. Teknik pengukuran rasa dapat menentukan baik kualitas dan kuantitas rasa.36


(5)

Gambar 7. Elektrogustometri 36

Kemogustometri contohnya adalah penggunaan strip filter, cotton buds direndam dalam stimulan yang berbeda dan dengan menggunakan pipet tetes larutan diteteskan pada daerah tertentu di lidah. Sejumlah metode telah dikembangkan untuk menentukan metode yang memungkinkan untuk mendeteksi berbagai stimulant untuk dapat membantu mendeteksi perubahan halus dalam pengecapan. Untuk mengatasi kelemahan kemogustometri dan untuk membuat pengukuran rasa mudah dan umum dalam pengaturan klinis, elektrogustometri muncul.36


(6)