Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

(1)

SENSITIVITAS INDERA PENGECAPAN RASA

MANIS, ASAM, ASIN, PAHIT DAN UMAMI

PADA PENDERITA DIABETES

MELLITUS TIPE 2

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

TELLIA SILALAHI NIM. 090600085

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Tellia Silalahi

Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

xiii + 65 halaman

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Berdasarkan sekresi insulin DM dibagi menjadi 2 kategori utama, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita DM terbanyak ke-4 di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat dimana DM tipe 2 merupakan DM yang paling umum terjadi. Peningkatan kadar glukosa darah DM umumnya menyebabkan mikroangiopati dan neuropati diabetik yang merusak saraf-saraf perifer, salah satu manifestasinya terdapat pada rongga mulut berupa penurunan sensitivitas indera pengecapan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat penurunan sensitivitas pengecapan pada penderita DM tipe 2 dengan tingkat konsentrasi larutan uji yang berbeda. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik. Jumlah sampel 120 orang penderita DM Tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan, terdiri dari DM tipe 2 dengan HbA1C baik, sedang dan buruk masing-masing 40 orang. Setiap kelompok HbA1C dibagi atas 8 orang untuk setiap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami. Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan taste strips. Data yang diperoleh dianalisa dengan uji Chi-Square untuk membandingkan perbedaan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 pada HBA1C baik, sedang dan buruk. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat penurunan sensitivitas yang signifikan untuk rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita DM tipe 2 HbA1C baik, sedang dan buruk dengan p<0,05, tetapi tidak terdapat perbedaan yang


(3)

signifikan pada penderita DM tipe 2 antar HbA1C baik, sedang dan buruk pada masing-masing konsentrasi rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan p>0,05. Kata kunci : Diabetes Mellitus, HbA1C, Saraf Perifer, Lidah


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 9 Oktober 2014

Pembimbing: Tanda tangan

Rehulina Ginting, drg., MSi ………


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 9 Oktober 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Rehulina Ginting, drg., M.Si ANGGOTA : 1. Yendriwati, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku Kepala Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, kritik, saran serta waktu yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Lisna Unita R, drg., M.Kes., Dr.Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Yendriwati, drg., M.Kes., Minasari, drg., MM., dan Yumi Lindawati., drg., selaku staf pengajar Departemen Biologi Oral. Dani Irma Suryani dan Ngaisah selaku pegawai Biologi Oral yang telah membantu dalam penelitian, memberikan saran, arahan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dra. Maya Fitria M.Kes., yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam penentuan sampel dan pengolahan data.

4. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) selaku Ketua Komisi Etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran USU.

5. Dr Purnamasari, MARS selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan saya ijin untuk melakukan penelitian.

6. Direktur Utama, Kepala Instalasi Litbang beserta staf, Kepala Instalasi Rawat Jalan, khususnya bagian Endokrin RSUP Haji Adam Malik yang telah banyak membantu selama penelitian ini berlangsung.


(7)

7. Terkhusus kepada ayahanda (Mangihut Silalahi), ibunda (Saulina Naibaho), kakak (Riris), serta adik (Adventina, Ogi, Yuni) yang telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dan semangat selama penyelesaian skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis Lisna, Debora, Rachel, Talen, Yulisha, Nona, Noni, Neni, Ami yang telah banyak membantu dan memotivasi selama penyelesaian skripsi ini. Serta teman-teman yang mengerjakan skripsi di Departemen Biologi Oral Sri, Anita, Femy, Shalini, Wanda, Indira, Dimas, Aulia, Sherly, Novelya, Beactris, May, Yosua, Michelle, Cindy, Aryani, yang memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi Fakultas, perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Medan, 9 Oktober 2014 Penulis,

(……….) Tellia Silalahi


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Diabetes Mellitus ... 6

2.1.1 Patofisiologi DM tipe 2 ... 6

2.1.2 Test DM ... 9

2.1.3 Komplikasi DM tipe 2 ... 13

2.1.4 Patogenesis Penurunan Sensitivitas Pengecapan pada DM Tipe 2 ... 16

2.2 Lidah ... 20

2.2.1 Anatomi Lidah ... 20

2.2.2 Pembuluh Darah dan Persarafan Lidah ... 22


(9)

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas Pengecapan ... 25

2.3 Metode Uji Sensitivitas Rasa ... 26

2.4 Kerangka Teori ... 29

2.5 Kerangka Konsep... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.3 Polpulasi Dan Sampel Penelitian ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.3.2.1 Besar Sampel ... 32

3.4 Kriteria Pemilihan Sampel ... 33

3.5 Variabel Penelitian ... 33

3.6 Defenisi Operasional ... 34

3.7 Alat dan Bahan ... 35

3.7.1 Alat ... 35

3.7.2 Bahan ... 35

3.8 Cara Kerja ... 35

3.8.1 Pembuatan Larutan Uji ... 35

3.8.2 Prosedur Penelitian ... 37

3.9 Analisis Data ... 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39

BAB 5 PEMBAHASAN ... 53

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus... 10

2 Daftar Konversi A1C dalam Rata-rata Glukosa Darah ... 11

3 Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan

HbA1C Buruk ... 40

4 Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan

HbA1C Buruk ... 41

5 Penurunan Sensitvitas Indera Pengecapan Penderita DM Tipe 2

Dapat Mengecap Rasa Manis... 43

6 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Manis Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C

Sedang dan HbA1C Buruk ... 44

7 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2

Dapat Mengecap Rasa Asam ... 45

8 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Asam Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C

Sedang dan HbA1C Buruk ... 46

9 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2

Dapat Mengecap Rasa Asin... 47

10 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Asin Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C


(11)

11 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2

Dapat Mengecap Rasa Pahit ... 49

12 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Pahit Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C

Sedang dan HbA1C Buruk ... 50

13 Penurunan Sensitvitas Insera Pengecapan Penderita DM Tipe 2

Dapat Mengecap Rasa Umami ... 51

14 Perbandingan Penurunan Sensitivitas Pengecapan Rasa Umami Pada Penderita DM Tipe 2 Dengan Kadar HbA1C Baik, HbA1C


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Sensitivitas Normal Insulin ... 8

2 Resistensi Insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2 ... 9

3 Taste Pore dan Papilla ... 21

4 Taste Bud ... 22

5 Jaras Pengecapan ... 23

6 Reseptor Rasa Umami, Manis, Pahit, dan Asam ... 25

7 Elektrogustometri ... 26


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Skema Alur Pikir

2. Ethical Clearance 3. Informed Consent

4. Kuesioner

5. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya dan merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21.1,2 Penyakit ini sangat penting karena jumlah penderitanya semakin meningkat.3 Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita DM ke-4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Berdasarkan laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa terdapat sekitar 230 juta penderita DM di seluruh dunia dan angka ini terus meningkat hingga 3% atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya.4 Keanekaragaman etnik, ras dan gaya hidup dari populasi penduduk Indonesia yang hidup pada lebih dari 13.000 kepulauan merupakan faktor yang turut mempengaruhi.5

Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 kategori utama berdasarkan sekresi insulin endogen untuk mencegah munculnya ketoasidosis, yaitu DM tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 atau noninsulin dependent mellitus (NIDDM).6 Maka DM tipe 1 disebut juga DM tergantung insulin, DM tipe 1 dapat timbul pada usia muda (anak-anak atau remaja). Pada DM tipe 2 selain kekurangan insulin, juga terjadi resistensi insulin yaitu adanya insulin tidak dapat mengatur kadar gula darah untuk keperluan tubuh secara optimal, sehingga ikut berperan terhadap meningkatnya kadar gula darah.3 DM tipe 2 merupakan bentuk diabetes mellitus yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dan sekitar 90%-95% dari total penderita diabetes mellitus merupakan penderita DM tipe 2.7,8 DM tipe 2 ini merupakan hasil interaksi dari faktor genetik dan gaya hidup.9,10 Insidensi DM tipe 2 semakin mendunia, terutama akibat peningkatan prevalensi gaya hidup dan obesitas, biasanya muncul setelah usia 40 tahun.11 Manifestasi utama DM mencakup gangguan


(15)

metabolisme lipid, karbohidrat dan protein yang kemudian akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi diabetes mellitus dengan berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi.6 Tindakan pengendalian DM sangat diperlukan khususnya dengan mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal, hal ini merupakan salah satu usaha pencegahan yang terbaik terhadap kemungkinan berkembangnya komplikasi DM. Kriteria pengendalian DM yang baik diantaranya adalah tidak terdapat atau minimal glukosaria, tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketoasidosis, jarang sekali terjadi hipoglikemia, glukosa pp normal dan HbA1C (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin) normal. Kendali glikemik yang baik berhubungan dengan menurunnya komplikasi DM, studi menunjukkan bahwa menurunkan angka HbA1C dapat menunda atau mencegah komplikasi kronis dan menurunkan kadar hemoglobin HbA1C agar tetap dalam kadar normal dapat meningkatkan peluang seseorang untuk hidup sehat. Bahkan hasil dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% HbA1C akan menurunkan resiko komplikasi sebesar 35%.4

DM menyebabkan berbagai komplikasi sebagai akibat dari tingginya kadar gula dalam darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketoasidosis, sedangkan komplikasi kronik terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ sehingga mengakibatkan nefropati, retinopati, neuropati dan penyakit vaskular perifer.11 Manifestasi DM di dalam rongga mulut seperti karies gigi, disfungsi kelenjar saliva, penyakit mukosa oral dan infeksi oral lainnya, serta gangguan pengecapan dan neurosensori.12 Penelitian Peroos dkk (1996) menunjukkan bahwa penderita yang baru didiagnosa terkena DM tipe 2 mengalami respon pengecapan yang tumpul terhadap rasa, terutama untuk rasa manis. Dengan menggunakan alat elektrik pendeteksi ambang rasa, penderita yang baru didiagnosa terkena DM tipe 2 mengalami peningkatan ambang rasa terhadap rasa manis dan asin dibandingkan


(16)

dengan subjek kontrol nondiabetik.Penyebab utama dari gangguan pengecapan pada penderita DM masih belum diketahui, tetapi bisa merupakan akibat dari gangguan reseptor pengecapan, neuropati perifer atau kelainan dari mekanisme yang mendasari pusat pengartian rasa dalam otak.13 Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Gondivkar dkk (2009) dimana dari 40 penderita DM tipe 2 terkontrol dan 40 penderita DM tipe 2 tidak terkontrol, 50 orang diantaranya mengalami penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis, asam dan asin serta 6 orang penderita DM tipe 2 tidak terkontrol tidak dapat mengecap. Abnormalitas indera pengecapan ini akan mempengaruhi pemenuhan nutrisi penderita DM tipe 2, dimana penderita lebih cenderung memilih makanan yang lebih manis sehingga akan memperburuk keadaan hiperglikemia.14

Penurunan sensitivitas pengecapan merupakan perubahan yang umum terjadi pada ibu hamil dan menopause. Kebersihan gigi dan mulut yang buruk, xerostomia, sindrom sjogren, defisiensi zat besi, kerusakan pada ginjal dan hati, depresi, pembedahan di sekitar chorda timpani atau saraf glossoparingeal, trauma kepala, epilepsi dan diabetes mellitus juga merupakan penyebab penurunan sensitivitas pengecapan.15 Gangguan indera pengecapan merupakan pengamatan yang umum pada penderita DM tipe 2.13 Penyebab utama gangguan indera pengecapan masih belum dapat dipastikan, tetapi bisa jadi akibat kerusakan bawaan reseptor indera pengecapan, neuropati perifer, atau abnormalitas mekanisme pada pusat pendeteksian rasa di otak. Telah diamati bahwa terdapat hubungan langsung antara peningkatan kadar glukosa darah dengan indera pengecapan dimana neuropati perifer akan mempengaruhi saraf-saraf indera pengecapan atau mikroangiopati akan mempengaruhi taste bud, kedua hal ini kemungkinan merupakan penyebab dari gangguan indera pengecapan.13,14 Sebagai tambahan, obat yang digunakan dalam penanganan DM tipe 2 juga telah dinyatakan turut mempengaruhi kerusakan indera pengecapan.16

Penderita DM tipe 2 semakin meningkat setiap tahun dan salah satu manifestasinya terdapat pada lidah berupa penurunan sensitivitas indera pengecapan. Penurunan sensitivitas indera pengecapan ini akan menyebabkan penderita lebih


(17)

cenderung mengonsumsi makanan lebih banyak untuk memperoleh kenikmatan rasa yang sama dengan nondiabetik, sehingga hal tersebut akan memperburuk keadaan penderita dan menyebabkan berbagai komplikasi. Berdasarkan hal diatas mengenai adanya penurunan sensitivitas indera pengecapan pada penderita DM tipe 2 dan penelitian ini juga belum pernah dilakukan khususnya di kota Medan, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perubahan sensitivitas indera pengecapan pada penderita DM tipe 2 di kota Medan Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada HbA1C baik, sedang dan buruk.

2. Apakah terdapat penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes Mellitus tipe 2 untuk sensitivitas rasa manis, asam, asin, pahit dan umami antara HbA1C baik, sedang dan buruk.

1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes mellitus tipe 2 terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada HbA1C baik, sedang dan buruk.

b. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui penurunan sensitivitas pengecapan penderita Diabetes mellitus tipe 2 antara HbA1C baik, sedang dan buruk untuk sensitivitas rasa manis, asam, asin, pahit dan umami antara HbA1C baik, sedang dan buruk.


(18)

1.4 Hipotesis Penelitian

1. H0 : Tidak terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa

manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk

2. Hα : Terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dengan HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk

1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1. Sebagai data dan informasi mengenai penurunan sensitivitas pengecapan pada penderita DM tipe 2 terhadap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami.

2. Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Biologi Oral dan Ilmu Penyakit Dalam.

b. Manfaat praktis

Memberikan informasi kepada dokter dan dokter gigi mengenai penurunan sensitivitas rasa pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi, berasal dari kata diabere yang artinya siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain dan kemudian ditambahkan dengan kata mellitus yang artinya adalah madu.17,18 Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes behubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1

Diabetes mellitus (DM) disebut juga the silent killer karena merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21 dan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes ke-4 terbanyak di dunia.4 DM dibagi menjadi 2 kategori utama berdasarkan sekresi insulin endogen untuk mencegah munculnya ketodiasis, yaitu DM tergantung insulin (IDDM = insulin dependent diabetes mellitus) atau tipe 1 dan DM tidak tergantung insulin (NIDDM = noninsulin dependent diabetes mellitus) atau tipe 2.6 Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling banyak ditemukan. Sekitar 90% - 95% dari total penderita diabetes mellitus merupakan penderita DM tipe 2.8

2.1.1 Patofisiologi DM tipe 2

Insidensi DM tipe 2 semakin mendunia dan merupakan bentuk diabetes yang paling sering.6,8 Secara epidemiologis seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat terjadi perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor


(20)

risiko yang berubah secara epidemiologis diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.18

Diagnosis klinis DM umumnya akan ditegakkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM , hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah sewaktu pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca makan ≥ 200 mg/dl.1

Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan bakar untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu badan juga memerlukan energi supaya sel dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin, pada manusia bahan bakar itu berasal dari makanan yang kita makan sehari-hari yaitu karbohidrat yang diubah menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah terbentuknya energi dan proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk


(21)

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel β pankreas.17,18

Sebagian besar DM tipe 2 diawali dengan obesitas dan sebagai kompensasi sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).6 Pengelolaan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan makanan tersebut akan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Dalam keadaan normal jumlah insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga sehingga kadar glukosa dalam darah normal.17

Gambar 1. Sensitivitas Normal Insulin 17

Pada diabetes, didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulin tidak baik (resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri maka pintu sel tetap tidak dapat terbuka (tetap tertutup) hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk


(22)

dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat.17

Gambar 2. Resistensi Insulin Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 17

Pada individu yang telah lama menderita DM tipe 2 telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal.6 Jadi hiperglikemia yang terjadi pada DM tipe 2 tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tetapi pada saat yang bersamaan juga terjadi karena rendahnya respon jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin).1

2.1.2 Test DM

Tindakan pengendalian DM sangat diperlukan, khususnya dengan mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal, merupakan salah satu usaha pencegahan yang terbaik terhadap kemungkinan berkembangnya komplikasi dalam jangka panjang. Adapun kriteria untuk menyatakan pengendalian yang baik diantaranya; tidak terdapat atau minimal glukosaria, tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketodiasis, jarang sekali terjadi hipoglikemia, glukosa pp nomal,


(23)

dan HbA1C (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin).4 Dari keenam kriteria tersebut, maka hasil pemeriksaan HbA1C merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM.4,17

Tabel 1. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus 2

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah (mg/dl) • Puasa

• 2 jam postprandial A1c (%)

Kol. total (mg/dl) Kol. LDL (mg/dl) Kol. HDL (mg/dl) Trigliserida (mg/dl) IMT (kg/m2)

Tekanan darah (mmHg)

80 – 100 80 – 144 < 6,5 < 200 < 100 > 45 < 150 18,5 – 23 ≤ 130/80

100 – 125 145 – 179 6,5 – 8 200 – 239 100 – 129 150 – 199 23 – 25

130–140 / 80–90

≥ 126 ≥180 ≥ 8 ≥ 240 ≥ 130 ≥ 200 > 25 > 140/90

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2, Perkeni 2006 2

Sekitar 5% hemoglobin (Hb) darah terikat secara kovalen dengan glukosa. HbA1 terdiri atas HbA1A, HbA1B dan HbA1C. HbA1C merupakan bagian terbesar dari HbA1 dan termasuk komponen yang penting serta merupakan ikatan nonenzimatik dan bersifat permanen antara glukosa dengan N terminal valine dari rantai beta Hb. Proses ini berlangsung seumur eritrosit sekitar 120 hari. HbA1C pada DM meningkat dan sesuai dengan kadar gula darah panderita dalam kurun waktu 8-10 minggu.18 Studi menunjukkan bahwa menurunkan angka HbA1C dapat menunda atau mencegah komplikasi kronis.3 HbA1C biasanya dinyatakan sebagai persentase dari total hemoglobin. Korelasi antara nilai A1C dengan perkiraan rata-rata glukosa plasma dapat dilihat pada tabel 2 berdasarkan hitungan formula konversi yang merupakan hasil studi multinasional ADAG (A1C Derived Averange Glucose) yang


(24)

didukung oleh American Diabetes Association (ADA), European Assocition for the study of Diabetes (EASD) dan International Diabetes Federation (IDF), dengan rumus konversi korelasi HbA1C terhadap rata-rata glukosa plasma: 19

Rata-rata glukosa plasma (mg/dl) = 28,7 x HbA1C – 46,7 Rata-rata glukosa plasma (mmol/L) = 1,59 x HbA1C -2,59

Tabel 2. Daftar Konversi A1C Dalam Rata-rata Glukosa Darah

A1C (%) Estimasi rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl)

5 5,5

6 6,5

7 7,5

8 8,5

9 9,5

10 10,5

11 11,5

97 111 126 140 154 169 183 197 212 226 240 255 269 283 Sumber : Soegondo, dkk. 2009 17

Walau pemeriksaan HbA1C menggambarkan kondisi glikemik penderita DM dalam jangka waktu ± 3 bulan, perlu kriteria pengendalian dalam merawat DM setiap harinya untuk mencegah kadar glukosa terus meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006, bahwa pengendalian DM dengan pemeriksaan selain HbA1C perlu dilakukan dan dapat saling melengkapi. Tingkat HbA1C yang buruk mencerminkan ketidakpatuhan penderita DM menjalani terapi diabetik. Terapi diabetik merupakan terapi yang diberikan kepada penderita DM untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai


(25)

pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah senormal mungkin.4

Beberapa faktor yang menjadi alasan utama yang mendukung penggunaan HbA1C sebagai alat untuk skrining dan diagnosis diabetes:19

1. Tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja.

2. Dapat memperkirakan keadaan glukosa darah dalam waktu yang lebih lama serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek.

3. Variabilitas biologisnya dan instabilitas preanalitiknya lebih rendah dibandingkan glukosa plasma puasa.

4. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor nonglikemik yang dapat

mempengaruhi nilai HbA1C sangat jarang ditemukan dan dapat diminimalisasi dengan melakukan pemeriksaan konfirmasi diagnosis dengan glukosa plasma.

5. Relatif tidak dipengaruhi oleh gangguan akut misalnya stress. 6. Lebih stabil dalam suhu kamar dibanding glukosa plasma puasa. 7. Lebih direkomendasikan untuk monitoring pengendalian glukosa. 8. Level HbA1C sangat berkorelasi dengan komplikasi diabetes.

Kadar HbA1C tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kadar gula darah sewaktu, penebalan membran basalis, makanan yang baru saja dimakan, olahraga dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi penderita.20 Pada penderita DM tipe 1 pemeriksaan ini dilakukan 4 kali setahun, sedangkan pada penderita DM tipe 2 dianjurkan 2 kali setahun. Selain itu pemeriksaan HbA1C dilakukan jika memang terdapat keluhan dari pasien, gula darah sewaktu dan 2 jam pp terus meningkat, sehingga dokter pun menganjurkan untuk pemeriksaan HbA1C.4 Pemeriksaa HbA1C merupakan suatu cara yang dapat diandalkan untuk mengamati metabolisme gula darah dalam waktu yang lama, hal ini disebabkan karena HbA1C menunjukkan fluktuasi gula darah pasien selama 3 bulan terakhir.1,20 Berdasarkan hasil penelitian dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% dari HbA1C akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35%. Jika HbA1C tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak semakin tingginya


(26)

hiperglikemia yang berakibat pada terjadinya komplikasi diabetik, mikrovaskular dan makrovaskular.4

2.1.3 Komplikasi DM Tipe 2

DM menyebabkan berbagai komplikasi akibat dari tingginya kadar gula darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketodiasis, sedangkan komplikasi kronik terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ sehingga mengakibatkan nefropati, retinopati, neuropati, dan penyakit vaskular perifer.21

- Retinopati 1. Komplikasi Mikrovaskular

- Nefropati

- Neuropati a. Retinopati diabetika

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.2 Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dari gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati nonproliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat, dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada stadium lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.22


(27)

b. Nefropati diabetika

Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetik dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5gr/24jam ), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.22

- Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia 2. Komplikasi Makrovaskular

- Penyakit pembuluh darah perifer

- Hipertensi

Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak di dalam pembuluh darah.22 Kadar gula darah yang tidak terkontrol cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya arterosklerosis.18 Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular, berupa:22

a. Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor resiko penyakit jantung koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau


(28)

angina pectoris (nyeri dada paroksismal seperti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktivitas atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, dimana nyeri menetap, lebih hebat dan tidak mereda dengan pemberian nitrat.22 Tetapi karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa dan disebut silent myocard infarction atau silent heart attack.16 Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada penderita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.22

b. Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran arteri karotis interna dan arteri vertebralis sehingga timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:22

- Pusing, sinkop

- Hemiplegia: parsial atau total - Afasia sensorik dan motorik - Keadaan pseudo-dementia

c. Penyakit pembuluh darah

Proses awal terjadinya kelainan vaskular adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronal, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokardium, dan pada akhirnya terjadi serangan jantung.22 Penyandang DM mempunyai resiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar dan 5 kali lebih mudah menderita ulkus.17 Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes dibanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obesitas, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah


(29)

mencapai fase IV. Faktor-faktor neuropati, makroangiopati, dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya proses gangreen diabetik. Pada penderita dengan gangreen dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai faktor pencetus koma ataupun kematian.22

DM menyebabkan berbagai komplikasi sebagai akibat dari tingginya kadar glukosa dalam darah. Komplikasi diabetes dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut berupa hipoglikemia dan ketodiasis, sedangkan komplikasi kronis terjadi melalui adanya perubahan pada sistem vaskular 3. Neuropati

Umumnya berupa polineuropati diabetika, komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensorik, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif dimana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal, biasanya menyerang serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur saraf akibat adanya peningkatan jalur poliol, penurunan pembentukan mioinositol, penurunan Na/K Adenosine triphosphatase (ATP-ase), sehingga menimbulkan kerusakan struktur saraf, demielinisasi segmental, atau atrofi axonal.22

Terdapat sejumlah gangguan dan penyakit rongga mulut yang memiliki hubungan dengan diabetes seperti karies, infeksi mukosa oral, halitosis, penyakit periodontal, pengecapan dan gangguan neurosensori.12 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum pada penderita DM tipe 2.14 Lidah sering membesar dan atau terasa tebal pada penderita diabetes, kadang timbul gangguan pengecapan sehingga rasa dan kenikmatan makanan terganggu.18 Neuropati perifer memiliki hubungan yang erat dengan gangguan pengecapan dan ditambah lagi bahwa obat sulfonilurea yang dikonsumsi oleh penderita DM tipe 2 juga turut mengganggu pengecapan.13,14,16


(30)

berupa mikroangiopati dan makroangiopati. Baik makroangiopati maupun mikroangiopati akan menyebabkan hambatan aliran darah ke seluruh organ tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya nefropati, retinopati, dan neuropati diabetik.20

Neuropati diabetik adalah salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada penderita DM dan merupakan keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi akibat kerusakan seluler ataupun molekuler yang etiologinya karena penyakit diabetes mellitus (DM).1 Neuropati diabetik merupakan gangguan yang dapat terlihat baik secara klinis maupun nonklinis, meliputi sistem saraf perifer dan juga sistem saraf otonom. Kerusakan sistem saraf perifer (Peripheral Neuropati Diabetic) termasuk polineuropati, fokal neuropati, multifokal neuropati.23 Gangguan indera pengecapan merupakan salah satu akibat dari neuropati perifer diabetik dimana tejadi penumpulan saraf sensorik yang akan menyebabkan penurunan sensitivitas indera pengecapan.14,20

Sama seperti komplikasi mikroangiopati diabetik lainnya, misalnya retinopati dan nefropati, neuropati perifer diabetik juga merupakan efek abnormalitas dari plyol pathway serta gangguan metabolisme dari mioniositol dan protein kinase.24 Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya neuropati diabetik, namun semuanya masih diperdebatkan dan belum dapat memuaskan semua pihak. Teori-teori tersebut adalah: 20

1.

Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia memiliki hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang efeknya menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran basalis; trombosis pada arteriol intaneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati


(31)

yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor resiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok, dan hipertensi.2

2.

Terjadinya penyulit kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada penderita DM tipe 2.17 Terdapat hubungan yang sangat erat antara kontrol gula darah penderita DM dengan komplikasi neuropati perifer diabetik, dimana kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan: 20

Hipotesis Metabolik

1. Alur metabolik dibelokkan ke polyol pathway sehingga akan terdapat timbunan sorbitol dan fruktosa dalam jaringan. Dengan terjadinya hiperglikemi yang terus- menerus maka glukosa akan direduksi oleh enzim aldose reduktase dan akan menghasilkan sorbitol. Sorbitol akan diubah oleh enzim sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Sorbitol akan diakumulasikan pada sel schwann yang karena sifat osmotiknya tinggi maka akan terjadi pembengkakan sel schwann. Lebih lanjut akan terjadi iskemia.

2. Menurunnya kadar mioinositol dalam plasma. Keadaan ini disebabkan karena pada DM eksresi mioinositol meningkat, sedangkan sintesa fosfatidil inositol terhambat. Disamping itu, kadar gula darah yang tinggi menghambat mioinositol ke jaringan saraf. Karena mioinositol merupakan komponen fosfolipid membran yang antara lain berfungsi dalam transmisi impuls saraf, akibatnya akan terjadi gangguan hantaran saraf baik motorik maupun sensorik.

3. Glikolisasi nonenzimatik. Bila kadar glukosa darah meningkat, molekul-molekul glukosa akan melekat pada semua protein tubuh termasuk saraf tepi dan mielin, sesuai dengan peningkatan kadar glukosa. Pada saraf tikus yang dibuat menderita DM, kadar mielin-glikosilatnya meningkat 5x lipat. Mielin-glikosilat memiliki reseptor spesifik dan akan difagositas oleh sel-sel makrofag. Serangan sel-sel makrofag tersebut akan menambah hilangnya mielin pada saraf tepi.

4. Berkurangnya sodium-potasium ATP-ase dalam jaringan saraf. Keadaan ini cenderung berakibat terjadinya neuropati.20


(32)

3.

Hipotesis ini dikembangkan dari hipotesis vaskular dan hipotesis metabolik, dimana perubahan metabolik dan perubahan vaskular saling terkait satu sama lain. Hiperglikemia kronik menyebabkan perubahan-perubahan metabolik, yaitu:

Hipotesis Hipoksia

- Perubahan pelepasan oksigen

- Perubahan pola aliran darah mikrovaskular

- Perubahan pada mikrovaskular itu sendiri

Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang mempengaruhi perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf. Aliran darah menuju ke saraf perifer tikus yang dibuat menderita DM, berkurang akibat terjadinya mikroangiopati dan hiperviskositas. Keadaan tersebut mengakibatkan tekanan oksigen dalam endoneuron menurun, yang selanjutnya menyebabkan terganggunya kerja enzim sodium-potasium ATP-ase.20

4.

Terdapat 3 hormon yang mempengaruhi saraf perifer pada neuropati diabetik, yaitu tiroksin, testosteron, dan insulin. Pada tikus DM ternyata pemberian tiroksin dapat memperbaiki hantaran saraf motorik dan memperbaiki konsentrasi inositol. Demikian juga tikus DM, dengan dikastrasi akan mencegah berkurangnya kelarutan kolagen dan menambah permeabilitas vaskuler, namun cara tersebut tidak mungkin dilakukan pada manusia.20

Hipotesis Endokrin

5.

Dengan alat-alat magnetic resonance proton imaging dan magnetic resonance spectroscopy yang sangat sensitif terhadap keadaan hidrasi jaringan, didapatkan bahwa neuropati DM pada pemeriksaan n.suralis invivo didapatkan nerve hidration lebih tinggi daripada kontrol. Hasil ini mendukung teori bahwa pada neuropati perifer terdapat tanda edema saraf tepi.20


(33)

2.2 Lidah

Rongga mulut merupakan tempat awal masuknya makanan dan rasa makanan yang ditentukan oleh indera pengecap, yaitu reseptor indera pengecap yang terdapat pada rongga mulut terutama pada lidah.25 Indera pengecapan memiliki peran penting dalam kehidupan dan status nutrisi manusia, dapat merusak kesehatan individu melalui perubahan dalam hal kecenderungan memilih makanan dan kebiasaan makan seseorang.26

2.2.1 Anatomi Lidah

Lidah adalah organ yang berperan sangat penting dan berguna dalam menentukan fungsi pengecapan melalui reseptor pengecapan.27 Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah dan permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla. Pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak tedapat papilla, maka lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa.28

Reseptor pengecapan ditemukan pada taste bud yang banyak terdapat pada lidah dan juga palatum, faring, epiglotis dan laring.29,30 Taste bud tertanam pada epitel lidah dan terbuka pada bagian ujungnya yang disebut dengan taste pore. Memiliki sel pendukung serta sejumlah sel pengecap yang memanjang dan berakhir pada mikrovilli.29 Setiap taste bud terdiri dari 50-100 sel yang termodifikasi, beberapa diantaranya disebut sel sustentakuler dan yang lainnya disebut sel pengecap.28 Dari ujung setiap sel pengecap, beberapa mikrovilli menjulur ke arah taste pore.31 Terdapat sekitar 10.000 taste bud yang kita miliki dan tersebar luas di dalam rongga mulut, memiliki diameter sekitar 1/30 milimeter dan panjang sekitar 1/16

millimeter.31,32 Pada usia 75-90 tahun, jumlah taste bud akan berkurang lebih dari 50%. 33 Taste bud terdapat pada tiga jenis papilla yang terletak di lidah, yaitu:31

1. Papilla circumvallata : Sejumlah besar taste bud terdapat pada papilla circumvallata, berbentuk huruf V dan terletak pada permukaan posterior lidah. 2. Papilla fungiform : Sebagian kecil taste bud terdapat pada papilla fungiform


(34)

3. Papilla folliata : Sebagian kecil taste bud terdapat pada papilla filliata yang terletak pada lipatan sepanjang permukaan lateral lidah.

Gambar 3. Taste Pore dan Papilla 34

Pada manusia telah ditentukan 4 pengecapan (rasa) dasar: manis, asam, asin, dan pahit. Meskipun terdapat tumpang tindih yang cukup luas, rasa pahit terutama dikecap di belakang lidah, rasa asam di sepanjang tepi lidah, rasa manis di ujung lidah dan rasa asin di dorsum anterior lidah. Selain itu diduga ada modalitas pengecap tambahan yaitu umami. Modalitas ini mengindrai rasa glutamat dan glutamat monosodium yang banyak digunakan dalam masakan Asia.30 Sensasi rasa pada indera pengecapan timbul akibat deteksi zat kimia oleh taste bud dan hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor.28 Mikrovilli mengandung reseptor protein yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia, ketika molekul terikat dengan reseptor protein, impuls saraf yang dihasilkan berikatan dengan serabut saraf sensorik selanjutnya akan diteruskan ke otak.29


(35)

Gambar 4. Taste Bud 35

2.2.2 Pembuluh Darah dan Persarafan Lidah

Lidah menerima suplai darah dari arteri lingual yang merupakan cabang dari arteri karotid eksternal. Warna merah muda yang tampak pada lidah disebabkan karena lapisan epitel pada lidah lebih tipis dibandingkan dengan lapisan epitel pada bagian tubuh lain dan arteri yang sangat dekat dengan permukaan lidah.36

Sistem pengecapan merupakan sistem yang sangat unik, dimana reseptor tersebar luas sepanjang orofaring dan saraf perifer melalui tiga cabang saraf kranial yang berbeda. Cabang korda timpani nervus fasialis (N.VII) menginervasi taste bud yang terdapat pada papilla fungiform di anterior lidah dan juga lekukan anterior papilla folliata. Taste bud yang terdapat pada papilla circumvallata dan lekukan posterior papilla folliata diinervasi oleh cabang lingual nervus glossopharingeal (N.IX) dan taste bud yang terdapat pada epiglotis diinervasi oleh cabang superior laryngeal nervus vagus (N.X).33

Serabut saraf sensorik dari taste bud pada dua per tiga anterior lidah berjalan melalui cabang korda timpani nervus fasialis dan serabut saraf dari sepertiga posterior lidah mencapai batang otak melalui nervus glossopharingeal. Serabut saraf dari daerah lain selain lidah mencapai otak melalui nervus vagus. Ketiga nervus


(36)

bersatu di nukleus traktus solitarius medulla oblongata dan bersinapsis dengan neuron-neuron ordo kedua, yang aksonnya melintasi garis tengah dan bertemu dengan lemniskus medialis, kemudian berakhir di nukleus-nukleus relai sensorik spesifik pada thalamus bersama serabut saraf untuk kesan raba, nyeri dan suhu. Berikutnya impuls dihantarkan ke daerah proyeksi pengecapan pada korteks cerebrum di kaki girus postsentralis.30

Gambar 5. Diagram Pengecapan 35

2.2.3 Modalitas Pengecapan Dasar

Rasa adalah sensasi yang diterima oleh alat pengecapan dan ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa (trigeminal) pada rongga mulut. Saat ini ada 5 rasa dasar yang dapat dikenali oleh lidah manusia yaitu manis, pahit, asam, asin, dan umami.37 Ada 3 jenis tipe sel pengecap yaitu tipe I, tipe II dan tipe III yang merupakan neuron sensorik yang merespon rangsangan rasa atau tastan.35

Rasa manis dapat dihasilkan oleh berbagai golongan senyawa baik dari kelompok gula, protein asam amino peptida, amida siklis, turunan benzene, bahkan


(37)

kloroform.37 Zat yang memiliki rasa manis akan berperan melalui protein G gustducin. T1R3 yang merupakan kelompok reseptor G protein-coupled dinyatakan oleh sekitar 20% dari sel-sel rasa, beberapa di antaranya juga merupakan gustducin. Gula memiliki rasa manis, tapi senyawa seperti sakarin juga memiliki rasa yang sama meskipun memiliki struktur yang sangat berbeda. Hal ini terjadi karena gula alami seperti sukrosa dan sintetis pemanis bertindak melalui reseptor yang berbeda pada gustducin. Seperti reseptor pahit-responsif, reseptor manis-responsif bertindak melalui nukleotida siklik dan metabolisme inositol fosfat.35

Rasa asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada pengecap lebih bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Oleh sebab itu tidak semua produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam atau asam organik memberikan kesan rasa asam lebih kuat daripada asam in-organik terkait dengan pHnya. Rasa asam terutama dihasilkan oleh garam-garam organik yang tidak terdisosiasi seperti asam malat, tartarat, asam sitrat, dan lainnya.37 Rasa asam dipicu oleh proton (ion H+). Ion H+ juga dapat mengikat dan memblokir saluran sensitif K+. Penurunan permeabilitas K+ dapat mendepolarisasi membran.35

Rasa asin dihasilkan oleh ion sodium (Na+) yang menyentuh ujung apikal dari sel pengecap melalui saluran ion pada mikrovilli akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Pada dasarnya semua kation dapat memberikan rasa asin namun ukuran diameter ion akan sangat menentukan. Semakin besar ukuran garam akan mengubah rasa asin ke arah pahit.37 Beberapa rasa senyawa organik yang menghasilkan rasa asin misalnya dipeptida lisiltaurin dan ornitiltaurin.30

Rasa pahit umumnya disosiasikan dengan kelompok komponen fenolik dan alkaloid seperti naringin pada grapefruit dan anggur, limonin pada sitrus, kafein pada kopi dan sebagainya.37 Kebanyakan rasa pahit adalah racun dan rasa pahit berfungsi sebagai peringatan untuk menghindari mereka. Beberapa senyawa pahit mengikat dan memblok saluran selektif K+. Banyak G reseptor protein-linked di genom manusia adalah reseptor rasa (kelompok T2R) dan dirangsang oleh zat pahit seperti strychnine. Gustducin menurunkan cAMP dan meningkatkan pembentukan fosfat inositol yang


(38)

dapat menyebabkan depolarisasi. Beberapa senyawa pahit adalah membran permeabel dan mungkin tidak melibatkan protein G, contohnya adalah quinin.35

Rasa umami sama seperti rasa manis dan rasa pahit, senyawa pemberi rasa umami akan berperan melalui protein G yang mengkait pada reseptor dan mengaktifkan pembawa peasan kedua (second messenger).37 Rasa umami terjadi karena aktivasi metabotropik reseptor glutamat terpotong, mGluR4 pada taste bud. Cara aktivasi reseptor menghasilkan depolarisasi tidak pasti. Glutamat dalam makanan juga dapat mengaktifkan ionotropik glutamat reseptor untuk depolarisasi reseptor umami.35

Gambar 6. Reseptor rasa umami, manis, pahit dan asam.34

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Pengecapan

Pada umumnya indera pengecapan dianggap kurang penting dibandingkan dengan indera lainnya, karena penurunan fungsi atau gangguan pengecapan jarang berakibat fatal.28 Gangguan indera pengecapan dapat diakibatkan oleh suatu keadaan dimana akses tastant terganggu pada sel reseptor taste bud (transport loss), rusaknya sel reseptor (sensory loss), atau rusaknya nervus afferent dan jalur pusat rangsangan (neural loss).38 Suatu kondisi dimana indera pengecapan sama sekali tidak dapat mendeteksi rasa disebut dengan ageusia, jika fungsi indera pengecapan agak berkurang disebut dengan hypogeusia dan jika indera pengecapan salah mendeteksi rasa atau terganggu disebut dysguesia.15,39

Transport loss merupakan akibat dari xerostomia yang disebabkan oleh radioterapi, sindrom sjogren, dan obat-obatan seperti methotrexate, dexamethasone,


(39)

antihipertensi, antimikroba, dan antipoliferatif.Sensory loss terjadi akibat penuaan, oral candidiasis, obat-obatan seperti antitiroid dan antineoplastik, penyakit endokrin, oral neoplasma, pemphigus, radio terapi, infeksi virus terutama virus herpes. Disfungsi indera pengecapan merupakan hal yang umum terjadi pada usia lanjut sebagai akibat dari penuaan, penyakit, obat-obatan, dan malnutrisi.38 Oral higiene yang buruk merupakan penyebab umum gangguan pengecapan.15 Neural loss terjadi sebagai akibat dari diabetes mellitus, oral neoplasma, oral surgery, radioterapi.38 Gangguan pengecapan merupakan pengamatan yang umum yang terjadi pada penderita DM tipe 2, terutama dalam mendeteksi rasa manis.14 Gangguan pengecapan ini dapat mempengaruhi asupan nutrisi, penderita cenderung memilih makanan yang lebih manis, hal ini akan memperburuk keadaan hiperglikemia.13

2.3 Metode Uji Sensitivitas Rasa

Ada dua cara utama mengukur rasa, yaitu dengan kemogustometri dan elektrogustometri. Kemogustometri melibatkan penerapan tastants kimia terhadap mukosa mulut, sedangkan elektrogustometri melibatkan penerapan arus anodal langsung sebagai rangsangan untuk membangkitkan respon gustatori. Kedua tes ini pada dasarnya bersifat subjektif. Kemogustometri membutuhkan ketersediaan tastants kimia yang berbeda di berbagai konsentrasi. Hal ini juga membutuhkan proses pembersihan mukosa mulut sebelum penerapan stimulus. Teknik pengukuran rasa dapat menentukan baik kualitas dan kuantitas rasa.36


(40)

Gambar 7. Elektrogustometri 36

Kemogustometri contohnya adalah penggunaan strip filter, cotton buds direndam dalam stimulan yang berbeda dan dengan menggunakan pipet tetes larutan diteteskan pada daerah tertentu di lidah. Sejumlah metode telah dikembangkan untuk menentukan metode yang memungkinkan untuk mendeteksi berbagai stimulant untuk dapat membantu mendeteksi perubahan halus dalam pengecapan. Untuk mengatasi kelemahan kemogustometri dan untuk membuat pengukuran rasa mudah dan umum dalam pengaturan klinis, elektrogustometri muncul.36


(41)


(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu

Tempat : RSUP H. Adam Malik Medan

Waktu : Bulan Maret - Mei 2014

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 yang memeriksa HbA1C dengan rentang usia 40-74 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian diperoleh dari populasi penderita DM tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan yang memeriksa kadar HbA1C, dengan lama menderita minimal 1 tahun, rentang usia penderita antara 40-74 tahun dan hasil pemeriksaan HbA1C sedang dan buruk. Sampel dipilih dengan cara purposive sampling. Pasien DM tipe 2 yang datang ke poliklinik penyakit dalam RSUP H. Adam Malik dan memeriksa HbA1C diminta persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam penelitian setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti.


(43)

3.3.2.1 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :

( 1,96 �0,5 (1−0,5) + 1,282 �0,6 (1−0,6) )2 n =

(0,18)2

= ( 1,96 �0,5 (0,5) + 1,282 �0,6 (0,4) )2 (0,18)2

= 79,802

Keterangan :

Zα = derajat kepercayaan 95%, maka Z = 1,96 Zβ = Power = 10%, maka Zβ = 1,282

Po = Proporsi penderita DM Tipe 2 yang mengalami penurunan pengecapan pada penelitian sebelumnya = 62,5% (Gondivkar SM dkk, 2009 14)

Pα = Proporsi penderita DM Tipe 2 yang mengalami penurunan pengecapan yang diharapkan 70,5%

Pα – Po = 70,5% - 62,5% =18%

Maka berdasarkan perhitungan rumus, didapat besar sampel minimal sebanyak 80 orang. Sehingga pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah 120 orang, dengan klasifikasi 40 orang HbA1C baik, 40 orang HbA1C sedang dan 40 orang HbA1C buruk.

( ���0 (1− �0) + �� ���(1− ��) )2

n =


(44)

3.4 Kriteria Pemilihan Sampel Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu : 1. Lama menderita DM tipe 2 minimal 1 tahun 2. Rentang usia 40 - 74 tahun

3. Penderita DM tipe 2 dengan hasil pemeriksaan HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk

Kriteria Eksklusi

Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu: 1. Alkoholism

2. Penyirih 3. Perokok

4. Terdapat lesi pada lidah 5. Tonsilektomi

6. Sedang dan pernah menjalani radioterapi 7. Sedang menjalani hemodialisa

3.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas

• Diabetes Mellitus tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk buruk.

Variabel terkendali

• Penderita DM tipe 2 usia 40-74 tahun

• Minimal menderita DM tipe 2

selama 1 tahun • Larutan uji

Variabel tak terkendali • Faktor diet

• Suku

• Berat badan • Aktivitas fisik • Oral higiene

• Penyakit sistemik lain Variabel tergantung

• Sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis, asam, asin, pahit, dan umami


(45)

3.6 Defenisi Operasional

a. Penderita DM tipe 2 adalah orang yang didiagnosa menderita diabetes mellitus tipe 2 akibat hiperglikemia yang terjadi akibat terjadinya defisiensi insulin dan resistensi insulin.

b. HbA1C buruk adalah penderita yang memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C dalam < 6,5% (<140mg/dl)

c. HbA1C sedang adalah penderita yang memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C dalam rentang 6,5-8% (140mg/dl – 183mg/dl)

d. HbA1C buruk adalah penderita yang memiliki hasil pemeriksaan kadar HbA1C dalam > 8% (>183mg/dl)

e. Sensitivitas pengecapan penderita DM tipe 2 adalah tingkat kepekaan lidah penderita DM tipe 2 untuk dapat mendeteksi rasa manis, asam, asin, pahit dan umami.

f. Penurunan sensitivitas pengecapan adalah suatu kondisi dimana penderita tidak dapat mendeteksi rasa manis / asam / asin / pahit saat diberikan uji taste strip dengan konsentrasi larutan uji baik dari yang terendah sampai tertinggi. g. Lama menderita DM tipe 2 adalah kondisi sejak penderita didiagnosa

menderita DM tipe 2 pertama kali hingga penelitian dilakukan (dalam hitungan tahun).

h. Taste strips adalah potongan kertas saring whatman dengan ukuran 8 x 2 cm yang dicelupkan ke dalam konsentrasi larutan uji dan kemudian diletakkan pada lidah penderita DM tipe 2 untuk menguji tingkat sensitivitas lidah penderita.

i. Merasa adalah kemampuan sensitivitas lidah seseorang mendeteksi rasa manis, asam, asin, dan pahit secara spontan, < 1menit, atau 1-2 menit.

j. Tidak merasa adalah ketidakmampuan sensitivitas lidah seseorang terhadap rasa manis, asam, asin, dan pahit setelah waktu > 2 menit dalam penelitian ini. k. Manis adalah rasa yang dibentuk oleh golongan substansi kimia sukrosa. l. Asam adalah rasa yang dibentuk oleh golongan substansi kimia asam sitrat.


(46)

m. Asin adalah rasa yang dibentuk oleh golongan substansi kimia sodium klorida.

n. Pahit adalah rasa yang dibentuk oleh golongan substansi kimia quinine hidroklorida.

o. Umami adalah rasa yang rasa gurih dan enak yang dibentuk oleh golongan substansi kimia monosodium glutamat.

3.7 Alat dan Bahan 3.7.1 Alat

1. Kertas saring Whatman 2. Cotton roll

3. Plastic cup 4. Tissue 5. Alat tulis

3.7.2 Bahan 1. Aquadest

2. Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 20%, 40% 3. Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 5%, 9%, 16,5%, 30% 4. Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 1,6%, 4%, 10%, 25% 5. Larutan quinine hidroklorida dengan konsentrasi larutan 0,04%, 0,09%,

0,24%, 0,6%

6. Larutan monosodium glutamat dengan konsentrasi larutan 25%, 10%, 4%, 1,6%

3.8 Cara Kerja

3.8.1 Pembuatan Larutan Uji

1. Larutan uji dibuat terlebih dahulu di FMIPA Kimia USU. Larutan uji dibuat untuk rasa manis, asam, asin, dan pahit. Masing-masing jenis rasa terdiri dari empat konsentrasi yang berbeda, yaitu 41;


(47)

• Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 5%, 10%, 20%, 40% • Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 5%, 9%, 16,5%, 30% • Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 1,6%, 4%, 10%, 25% 2. Taste Stips dibuat dari filter paper beukuran 8 x 2 cm. Area sepanjang 2 x 2 cm pada taste strips akan dicelupkan ke dalam larutan uji.

• 8 orang rasa manis Glukosa; 5%, 10%, 20%, 40%

• 8 orang rasa asam Asam sitrat; 5%, 9%, 16,5%, 30%

• 8 orang rasa asin Sodium klorida; 1,6%, 4%, 10%, 25%

• 8 orang rasa pahit Quinin Hidroklorida; 0,04%, 0,09%, 0,24%, 0,6%

• 8 orang rasa umami Monosodium Glutamat; 1,6%, 4%, 10%, 25%

• 8 orang rasa manis Glukosa; 5%, 10%, 20%, 40%

• 8 orang rasa asam Asam sitrat; 5%, 9%, 16,5%, 30%

• 8 orang rasa asin Sodium klorida; 1,6%, 4%, 10%, 25%

• 8 orang rasa pahit Quinin Hidroklorida; 0,04%, 0,09%, 0,24%, 0,6%

• 8 orang rasa umami Monosodium Glutamat; 1,6%, 4%, 10%, 25%

• 8 orang rasa manis Glukosa; 5%, 10%, 20%, 40%

• 8 orang rasa asam Asam sitrat; 5%, 9%, 16,5%, 30%

• 8 orang rasa asin Sodium klorida; 1,6%, 4%, 10%, 25%

• 8 orang rasa pahit Quinin Hidroklorida; 0,04%, 0,09%, 0,24%, 0,6%

• 8 orang rasa umami Monosodium Glutamat; 1,6%, 4%, 10%, 25% Taste Strips terbuat

dari filter paper berukuran 8 x 2 cm Pembuatan Taste

Strips dilakukan di FMIPA USU

Area sepanjang 2 cm2 pada Taste strips dicelupkan ke

dalam larutan uji

Kadar HbA1C


(48)

3.8.2 Prosedur Penelitian

1. Penelitian dilakukan pada sampel yang menderita DM tipe 2

2. Sampel diintruksikan untuk bekumur-kumur dengan air mineral sebanyak 60 ml selama kurang lebih 60 detik.

3. Lidah sampel dibersihkan dengan cotton roll.

4. Sampel dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1C, yaitu HbA1C sedang dan HbA1C buruk.

5. Masing-masing rasa terdiri dari 4 konsentrasi.

6. Untuk kelompok rasa manis, uji pengecapan dilakukan di daerah anterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi.

7. Untuk kelompok rasa asam, uji pengecapan dilakukan di daerah lateral posterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi. 8. Untuk kelompok rasa asin, uji pengecapan dilakukan di daerah lateral

anterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi.

9. Untuk kelompok rasa pahit, uji pengecapan dilakukan di daerah posterior lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi.

10.Untuk kelompok rasa umami, uji pengecapan dilakukan di seluruh permukaan lidah dimulai dari konsentasi terendah sampai tertinggi. 11.Data dimasukkan ke dalam tabel kemudian dianalisa.

Sampel berkumur-kumur dengan air mineral sebanyak 60 ml selama kurang lebih 60 detik

Lidah dibersihkan dengan cotton roll

Taste Strips dicelupkan ke dalam larutan uji. Pengujian dimulai dari konsentrasi yang paling rendah.

Penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C sedang dan buruk


(49)

3.9 Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode Chi-Square untuk

membandingkan perbedaan sensitivitas indera pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit, dan umami pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk.


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel pada penelitian ini merupakan penderita DM tipe 2 yang telah melakukan pemeriksaan HbA1C di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 120 orang yang terdiri dari 40 orang HbA1C baik, 40 orang HbA1C sedang dan 40 orang HbA1C buruk. Setiap kelompok HbA1C terdiri dari lima kelompok rasa yaitu rasa manis, asam, asin, pahit dan umami. Sehingga didapat 24 orang untuk setiap kelompok rasa yang terdiri dari 8 orang HbA1C baik, 8 orang HbA1C sedang dan 8 orang HbA1C buruk. Setiap subjek yang diteliti terlebih dahulu diberikan pertanyaan berdasarkan kuesioner dan harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Setiap rasa manis, asam, asin, pahit dan umami terdiri dari 4 konsentrasi yang berbeda. Uji sensitivitas dilakukan mulai dari konsentrasi terendah sampai konsentrasi tertinggi dengan menggunakan taste strips. Untuk rasa manis, uji sensitivitas rasa dilakukan pada daerah anterior ujung lidah pada papilla fungiformis. Untuk rasa asam, uji pengecapan dilakukan di daerah lateral posterior lidah pada papilla fungiformis dan folliata. Untuk rasa asin, uji pengecapan dilakukan di daerah lateral anterior lidah pada pada papilla fungiformis. Untuk rasa pahit, uji pengecapan dilakukan di daerah posterior lidah pada papilla circumvallate. Untuk rasa umami, ujin pengecapan dilakukan di daerah sentral lidah pada papilla fungiformis dan circumvallate. Kemudian data dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square.


(51)

4.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapatkan beberapa karakteristik umum subjek yang diteliti dengan kadar HbA1C baik, sedang, dan buruk.

Tabel 3a. Persentase distribusi frekuensi karakteristik umum subjek yang diteliti dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk

Karakteristik HbA1C Baik N (%) HbA1C Sedang N (%) HbA1C Buruk N (%) Total N (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total 16 (13,33%) 24 (20,00%) 40 (33,30%) 29 (24,16%) 11 (9,170%) 40 (33,33%) 17 (14,17%) 23 (19,16%) 40 (33,33%) 62 (51,66%) 58 (48,33%) 120 (100%) Umur 40-64 tahun 65-74 tahun Total 27 (22,50%) 13 (10,83%) 40 (33,33%) 31 (25,83%) 9 (7,500%) 40 (33,33%) 32 (26,66%) 8 (6,670%) 40 (33,33%) 90 (75,00%) 30 (25,00%) 120 (100,0%) Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Tidak Bekerja Total 11 (9,170%) 2 (1,700%) 7 (5,830%) 20 (16,70%) 40 (33,33%) 30 (25,00%) 3 (2,500%) 5 (4,170%) 2 (1,666%) 40 (33,33%) 18 (15,00%) 6 (5,000%) 6 (5,000%) 10 (8,333%) 40 (33,33%) 59 (49,16%) 11 (9,170%) 18 (15,00%) 32 (26,66%) 120 (100,0%) Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Total 2 (1,666%) 3 (2,500%) 12 (10,00%) 23 (19,17%) 40 (33,33%) 1 (0,833%) 1 (0,833%) 4 (3,333%) 34 (28,33%) 40 (33,33%) 0 (0,000%) 4 (3,333%) 14 (11,66%) 22 (18,33%) 40 (33,33%) 3 (2,500%) 8 (6,677%) 30 (25,00%) 79 (65,83%) 120 (100,0%)


(52)

Tabel 3b. Persentase distribusi frekuensi karakteristik penyakit DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk

Tabel 3a menunjukkan karakteristik umum penderita DM tipe 2 dimana jumlah subjek telah ditentukan sebanyak 120 orang yang terdiri dari 40 HbA1C baik, 40 HbA1C sedang dan 40 HbA1C buruk. Berdasarkan jenis kelamin frekuensi terbanyak penderita DM tipe 2 adalah laki-laki (51,66%) yang terdiri dari 16 orang HbA1C baik, 25 orang HbA1C sedang dan 21 orang HbA1C buruk. Umur penderita

Karakteristik HbA1C Baik N (%) HbA1C Sedang N (%) HbA1C Buruk N (%) Total N (%) Lama Menderita 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun Total 12 (10,00%) 13 (10,83%) 10 (8,333%) 5 (4,177%) 40 (33,33%) 13 (10,83%) 9 (7,500%) 12 (10,00%) 6 (5,000%) 40 (33,33%) 8 (6,677%) 9 (7,500%) 6 (5,000%) 17 (14,16%) 40 (33,33%) 33 (27,50%) 31 (25,83%) 28 (23,33%) 28 (23,33%) 120 (100,0%) Frekuensi Makan Makanan Utama

2 kali/hari 3 kali/hari 4 kali/hari > 4 kali/hari Total 3 (2,500%) 37 (30,83%) 0 (0,000%) 0 (0,000%) 40 (33,33%) 3 (2,500%) 37 (30,83%) 0 (0,000%) 0 (0,000%) 40 (33,33%) 8 (6,677%) 32 (26,66%) 0 (0,000%) 0 (0,000%) 40 (33,33%) 14 (11,66%) 106 (88,33%) 0 (0,000%) 0 (0,000%) 120 (100,0%) Frekuensi Olahraga Fisik

Setiap Hari Tidak Pernah Lainnya Total 16 (13,33%) 15 (12,50%) 9 (7,500%) 40 (33,33%) 8 (6,677%) 17 (14,16%) 15 (12,50%) 40 (33,33%) 18 (15,00%) 12 (10,00%) 10 (8,333%) 40 (33,33%) 42 (35,00%) 44 (36,66%) 34 (28,33%) 120 (100,0%) Komplikasi Hipertensi Jantung Kanker, dll Tanpa Komplikasi Total 8 (6,67%) 6 (5,00%) 3 (2,50%) 23 (19,17) 40 (33,3%) 15 (12,5%) 3 (2,50%) 2 (1,67%) 20 (16,67) 40 (33,3%) 16 (13,3%) 6 (5,00%) 0 (0,00%) 18 (15,0%) 40 (33,3%) 39 (32,5%) 15 (12,5%) 5 ( 4,17%) 61 (50,83%) 120 (100,0%) Lama Mengonsumsi Obat-obatan <1thn >1thn Total 3 (2,500%) 37 (30,83%) 40 (33,33%) 4 (3,333%) 36 (30,00%) 40 (33,33%)

5 ( 4,16%) 35 (29,17%) 40 (33,33%)

12 (10,00%) 46 (90,00%) 120 (100,0%)


(53)

DM tipe 2 telah ditentukan dari usia 40-74 tahun dan frekuensi terbanyak terdapat pada kelompok umur 40-64 tahun (75%) yang terdiri dari 27 orang HbA1C baik, 31 orang HbA1C sedang dan 32 orang HbA1C buruk. Pekerjaan sebagian besar penderita DM tipe 2 merupakan pegawai negeri (49,16%) yang terdiri dari 11 orang HbA1C baik, 30 orang HbA1C sedang dan 18 orang HbA1C buruk. Berdasarkan tingkat pendidikan, penderita DM tipe 2 didominasi oleh sarjana (65,83%) yang terdiri dari 23 orang HbA1C baik, 34 orang HbA1C sedang dan 22 orang HbA1C buruk.

Tabel 3b menunjukkan karakteristik penyakit DM tipe 2 pada penderita berdasarkan kadar HbA1C. DM tipe 2 didominasi oleh subjek yang telah menderita selama 1-5 tahun (27,5%). Frekuensi makan makanan utama setiap hari kebanyakan penderita subjek makan sebanyak 3x1 hari (88,33%). Berdasarkan frekuensi olahraga kebanyakan penderita DM tipe 2 tidak pernah melakukan olahraga (36,66%). Berdasarkan penyakit komplikasi, kebanyakan penderita DM tipe 2 memiliki komplikasi berupa penyakit hipertensi (32,5%) dan rata-rata sudah mengonsumsi obat >1 tahun (90%), termasuk obat diabetes.


(54)

4.2 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk Terhadap Penurunan Sensitivitas Indera Pengecapan Penderita DM Tipe 2

4.2.1 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk Terhadap Penurunan Rasa Manis

Tabel 4. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa manis Kadar HbA1C Konsentrasi Larutan sukrosa Merasa N (%) Tidak Merasa N (%) Asym. Sig. (2-sided) Baik 40% 20% 10% 5% 8 (100) 8 (100) 6 (75,0) 3 (37,5) 0 (0,00) 0 (0.00) 2 (25,0) 5 (62,5) 0,007* Sedang 40% 20% 10% 5% 8 (100) 6 (75,0) 5 (62,5) 2 (25,0) 0 (0,00) 2 (25,0) 3 (37,5) 6 (75,0) 0,020* Buruk 40% 20% 10% 5% 7 (87,5) 4 (50,0) 3 (37,5) 1 (12,5) 1 (12,5) 4 (50,0) 5 (62,5) 7 (87,5) 0,024*

Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05

Tabel 4 menunjukkan penurunan sensitivitas rasa manis terhadap larutan sukrosa 40%, 20%, 10% dan 5% pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sukrosa terhadap penurunan sensitivitas rasa manis dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sukrosa terhadap penurunan sensitivitas rasa manis dengan p = 0,020. Untuk HbA1C buruk terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sukrosa terhadap penurunan sensitivitas rasa manis dengan p = 0,024. Ini berarti H0 ditolak, artinya terdapat

penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa manis pada HbA1C baik, HbA1C dan HbA1C buruk.


(55)

Tabel 5. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa manis pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk

Konsentrasi Larutan Uji Rasa Manis

(Sukrosa) Kadar HbA1C Merasa N (%) Tidak Merasa N (%) Total N (%) Asym. Sig. (2-sided) 5% Baik Sedang Buruk 3 (12,50) 2 (8,333) 1 (4,167) 5 (20,83) 6 (25,00) 7 (29,16) 8 (33,33) 8 (33,33) 8 (33,33) 0,364

Total 24 (100,0)

10% Baik Sedang Buruk 6 (25,00) 5 (20,83) 3 (12,50) 2 (8,333) 3 (12,50) 5 (20,83) 8 (33,33) 8 (33,33) 8 (33,33) 0,309

Total 24 (100,0)

20% Baik Sedang Buruk 8 (33,33) 6 (25,00) 4 (16,66) 0 (0,000) 2 (8,333) 4 (16,66) 8 (33,33) 8 (33,33) 8 (33,33) 0,069

Total 24 (100,0)

40% Baik Sedang Buruk 8 (33,33) 6 (25,00) 7 (29,16) 0 (0,000) 2 (8,333) 1 (4,167) 8 (33,33) 8 (33,33) 8 (33,33) 0,580

Total 24 (100,0)

Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05

Tabel 5 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa manis. Untuk larutan sukrosa 5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang, dan buruk terhadap penurunan rasa manis dengan p = 0,364. Untuk larutan sukrosa 10% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang, dan buruk terhadap penurunan rasa manis dengan p = 0,309. Untuk larutan sukrosa 20% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang, dan buruk terhadap penurunan rasa manis dengan p = 0,069. Begitu juga dengan rasa manis dengan larutan sukrosa 40%, tidak terdapat perbedaan signifikan yaitu p = 0,580. Ini berarti H0 diterima, artinya tidak terdapat penurunan sensitivitas

pengecapan terhadap rasa manis 5%, 10%, 20% dan 40% antara HbA1C baik, sedang dan buruk.


(56)

4.2.2 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk Terhadap Penurunan Rasa Asam

Tabel 6. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa asam Kadar HbA1C Konsentrasi Larutan Asam Sitrat Merasa N (%) Tidak Merasa N (%) Asym. Sig. (2-sided) Baik

30 % 16,5 % 9 % 5 %

8 (100) 8 (100) 8 (100) 4 (50,0) 0 (0,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 4 (50,0) 0,003* Sedang

30 % 16,5 % 9 % 5 %

8 (100) 8 (100) 6 (75,0) 3 (37,5) 0 (0,00) 0 (0,00) 2 (25,0) 5 (62,5) 0,007* Buruk

30 % 16,5 % 9 % 5 %

8 (100) 6 (75,0) 4 (50,0) 3 (37,5) 0 (0,00) 0 (0,00) 4 (50,0) 5 (62,5) 0,003*

Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05

Tabel 6 menunjukkan penurunan sensitivitas rasa asam terhadap larutan asam sitrat 30%, 16,5%, 9% dan 5% pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi asam sitrat terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi asam sitrat terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi asam sitrat terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Ini berarti H0 ditolak, artinya terdapat

penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa asam pada HbA1C baik, HbA1C dan HbA1C buruk.


(57)

Tabel 7. Perbandingan penurunan sensitivitas pengecapan rasa asam pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk

Konsentrasi Larutan Uji Rasa Asam (As. Sitrat) Kadar HbA1C Merasa N (%) Tidak Merasa N (%)

Total Asym. Sig.

(2-sided) 5% Baik Sedang Buruk 4 (16,66) 3 (12,50) 3 (12,50) 4 (16,66) 5 (20,83) 5 (20,83) 8 (33,3) 8 (33,3) 8 (33,3) 0,842

Total 24 (100)

9% Baik Sedang Buruk 8 (33,33) 6 (8,333) 6 (8,333) 0 (0,000) 2 (8,333) 2 (8,333) 8 (33,3) 8 (33,3) 8 (33,3) 0,171

Total 24 (100)

16,5% Baik Sedang Buruk 8 (33,33) 8 (33,33) 6 (25,00) 0 (0,000) 0 (0,000) 2 (8,333) 8 (33,33) 8 (33,33) 8 (33,33) 0,113

Total 24 (100)

30% Baik Sedang Buruk 8 (33,33) 8 (33,33) 8 (33,33) 0 (0,000) 0 (0,000) 0 (0,000) 8 (33,3) 8 (33,3) 8 (33,3) -

Total 24 (100)

Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05

Tabel 7 menunjukkan frekuensi DM tipe 2 terhadap penurunan sensitivitas rasa asam. Untuk larutan asam sitrat 5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asam dengan p = 0,842. Untuk larutan asam sitrat 9% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asam dengan p = 0,171. Untuk larutan asam sitrat 16,5% tidak terdapat perbedaan signifikan antara HbA1C baik, sedang dan buruk terhadap penurunan rasa asam dengan p = 0,113. Begitu juga dengan rasa asam dengan larutan asam sitrat 30% tidak terdapat perbedaan. Ini berarti H0 diterima,

artinya tidak terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa asam 5%, 9%, 16,5% dan 30% antara HbA1C baik, sedang dan buruk.


(58)

4.2.3 Hubungan Kadar HbA1C Baik, HbA1C Sedang dan HbA1C Buruk Terhadap Penurunan Rasa Asin

Tabel 8. Penurunan sensitivitas indera pengecapan penderita DM tipe 2 terhadap rasa asin Kadar HbA1C Konsentrasi Larutan Sodium Klorida Merasa N (%) Tidak Merasa N (%) Asym. Sig. (2-sided) Baik

25 % 10 % 4 % 1,6 % 8 (100) 8 (100) 7 (87,5) 3 (37,5) 0 (0,00) 0 (0,00) 1 (12,5) 5 (62,5) 0,003* Sedang

25 % 10 % 4 % 1,6 % 8 (100) 8 (100) 6 (75,0) 3 (37,5) 0 (0,00) 0 (0,00) 2 (25,0) 5 (62,5) 0,007* Buruk

25 % 10 % 4 % 1,6 % 8 (100) 8 (100) 6 (75,0) 3 (37,5) 0 (0,00) 0 (0,00) 4 (50,0) 5 (62,5) 0,003*

Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05

Tabel 8 menunjukkan penurunan sensitivitas rasa asin terhadap larutan sodium klorida 25%, 10%, 4% dan 1,6% pada penderita DM tipe 2 dengan kadar HbA1C baik, sedang dan buruk. Untuk HbA1C baik terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,007. Untuk HbA1C sedang terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi sodium klorida terhadap penurunan sensitivitas rasa asin dengan p = 0,003. Ini berarti H0 ditolak,

artinya terdapat penurunan sensitivitas pengecapan terhadap rasa asin pada HbA1C baik, HbA1C dan HbA1C buruk.


(1)

pengecapan. Kadar gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan neuropati diabetik yang merusak saraf-saraf perifer indera pengecapan dan kadar gula darah yang tinggi ini juga akan menyebabkan mikroangiopati yang merusak taste bud, kedua hal ini merupakan penyebab dari gangguan indera pengecapan pada DM tipe 2.13,14 Tidak adanya perbedaan sensitivitas pengecapan antara HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yang pertama karena penelitian ini dilakukan secara manual, tidak seperti penelitian sebelumnya yang menggunakan elektrogustometer sehingga terdapat kemungkinan bahwa tidak adanya perbedaan ini disebabkan karena sampel lebih subjektif dalam memberitahukan rasa yang dikecap. Penyebab kedua karena jumlah sampel yang diteliti untuk setiap rasa terlalu sedikit sehingga kurang mewakili dan menyebabkan tidak terdapat perbedaan penurunan yang signifikan antar kelompok HbA1C. Penyebab terakhir karena proses menua dan penyakit komplikasi yang diderita oleh mayoritas penderita DM tipe 2 pada HbA1C baik, HbA1C sedang dan HbA1C buruk adalah sama yaitu penyakit hipertensi (tabel 3b) dimana diketahui bahwa obat antihipertensi menyebabkan transport loss yaitu gangguan akses tastant pada sel reseptor taste bud sehingga terjadi penurunan sensitivitas indera pengecapan.38


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Terdapat penurunan sensitivitas yang signifikan untuk rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada penderita DM tipe 2 HbA1C baik, sedang dan buruk dengan p<0,05.

2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penderita DM tipe 2 antar HbA1C baik, sedang dan buruk pada masing-masing konsentrasi rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan p>0,05.

6.2Saran

1. Perlu dilakukan survey lebih lanjut mengenai sensitivitas indera pengecapan pada penderita DM tipe 2 dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk setiap kelompok rasa dan diteliti dengan menggunakan elektrogustometer.

2. Perlu dilakukan penyuluhan terhadap DM untuk mengontrol kadar gula darah antara lain dengan melakukan check up rutin dan diet terkontrol agar sensitivitas lidah tetap berfungsi dengan baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Qilsi FRM, Ardiansyah M. Hubungan antara hiperglikemia, usia, dan lama menderita pasien diabetes dengan angka kejadian neuropati diabetika. FKIK 2012: 8-9.

2. Soegondo S, Gustaviani R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th., Jakarta : FKUI., 2006: 1871-83.

3. Widowati W. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. JKM 2008; 7(2): 1-10.

4. Kusniyah Y, Nursiswati, Rahayau U. Hubungan tingkat self care dengan tingkat HbA1C pada klien diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik endokrin RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Indian J Dent Rest 2009; 20(3): 282-7. 5. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, W Djoko, Tjokroprawiro

A. Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones 2010: 19(4): 235-44.

6. Nugroho AE. Hewan percobaan diabetes mellitus : Patologi dan mekanisme aksi diabetogenik. Biodiversitas 2006: 7(4) : 378-82.

7. Ellenberg, Rifkin’s. The Diabetes Mellitus Manual. 6th ed., Singapore : Mc Graw Hill, 2005: 23-9.

8. American Diabetes Assosiation. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. DiabCare 2006 ; 29(suppl 1): 43-8.

9. Steel C, Steel D, Waine C. Diabetes and the eye. China : Elsevier.,2008: 36-49.

10.Tuomilehto J, Lindstrom J, Erikkson JG, Valle TT, Hamalainen H, Ilanne-Prikka P, et al. Prevention of type 2 diabetes mellitus by changes in lifestyle among subjects with impaired glucose tolerance. N Eng J Med 2001 ; 344(18): 1343-50.


(4)

11.Carda C, Mosquera-Lioreda N, Salom L, Ferraris MEG, Peydro A. Structural and functional salivary disorders in type 2 diabetic patients. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11: 309-14.

12.Lamster IB, Lalla E, Borgnakke WS, Taylor GW. The relationship between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc 2008 ; 139(suppl 5): 19-24.

13.Peroos P, Macfarlane W, Counsell C, Frier B. Altered taste sensation in newly-diagnosed NIDDM. DiabCare 1996 ; 19(7): 768-70.

14.Gondivkar SM, Indurkar A, Degwekar S, Bhowate R. Evaluation of gustatory function in patients with diabetes mellitus type 2. Oral Surg Oral Med Oral Radiol Endod 2009 ; 108: 876-80.

15.Nelson GM. Biology of taste buds and the clinical problem of taste loss. Anat Rec 1998; 253: 70-8.

16.Floch JPL, Lievre GL, Sadoun J, Parlemuter L, Peynegre R, Hazard J. Taste Impairment and Related Factors in Type I Diabetes Mellitus. DiabCare 1989 ; 12(3): 173-8.

17.Soegondo S. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. 2th., Jakarta: FKUI., 2011: 111-22.

18.Fransisca K. Awas pankreas rusak penyebab diabetes. Jakarta: Cerdas Sehat., 2012: 1-5.

19.Setiawan M. Pre-diabetes dan peran HbA1C dalam skrining dan diagnosis awal diabetes mellitus. FKUMM 2011; 7(14): 57-64.

20.Subiyantoro B. Hubungan antara terkendalinya kadar gula darah dengan berat ringannya polineuropati pada penderita diabetes mellitus tipe II. Tesis. Semarang: Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK Undip, 2003: 1-21.

21.Laksmi, Agung IA, Mertha IM, Widianah NSL. Pengaruh foot massage terhadap ankle brachial index (ABI) pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas II Denpasar barat. FK Udayana, 2013: 1-5.


(5)

22.Permana H. Komplikasi kronik dan penyakit penyerta pada diabetes. FK Unpad, 2009: 1-5.

23.Maji D, Kolkata. Diabetic neuropathy. Med Update 2012; 22: 294-7.

24.Tanenberg RJ. Diabetic peripheral neuropathy: painful or painless. In: Hospital Physician. Greeneville, 2009: 1-8.

25.Sunariani J. Perubahan Konsentrasi IL-1 dan Gustducin terhadap rasa pengecap pahit pada demam. J Penelit 2009; 8(3): 159-67.

26.Khobragade RS, Wakode SL, Kale AH. Physiological Taste Threshold in Type I Diabetes Mellitus. Indian J Physiol Pharmacol 2012; 56(1): 42-7.

27.Sugiaman VK. Peningkatan ambang persepsi dan ambang identifikasi pengecapan akibat minuman dingin rasa manis. JKM 2010; 10(1): 55-60. 28.Sunariani J, Yuliati, Aflah B. Perbedaan persepsi pengacapan rasa asin antara

usia subur dan usia lanjut. Majalah Ilmu Faal 2007; 6(3): 182-91. 29.Mader SS. Human Biology. 7th ed., NY : McGraw-Hill, 2002: 276.

30.Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. 20th ed., Jakarta : EGC, 2001: 49-59.

31.Guyton AC. Textbook of Medical Physiology. 11th ed., China: Elvesier Saunders, 2006: 663-5.

32.Marieb EN. Essential of Human Anatomy & Physiology. 9th., US: Pearson, 2009: 302.

33.Mistretta CM. Aging effects on anatomy and neurophysiology of taste and smell. Gerodontology 1984; 3(2): 131-6.

34.Chandrashekar J, Hoon MA, Ryba NJP, Zuker CS. The receptors cells for mammalian taste. Nature 2006: 444: 288-94.

35.Barret K, Brooks H, Boitano S, Barman S. Ganong’s review of medical physiology. 23rd.,US: Mc.Grow Hill, 2010: 223-6.

36.Banerje A. Development of an automatic electrogustometer. Thesis. University of Sussex, 2011: 23-34.

37.Wijaya C.H. Sensasi rasa. FoodReview 2009: 6(10): 10-5.


(6)

39.Schiffman SS, Graham BG. Taste and smell perception affect appetite and immunity in the elderly. Europe J of Clinical Nutrition 2000: 54(suppl 3) : 554-63.

40.Anonymous. Taste experiment lab test strip.

Oktober 2013)

41.Mueler CA, Pintscher K, Renner B. Clinical Test of Gustatory Function Including Umami Taste. Annals PubCo 2011:120(6): 358-62.

42.Trisnawati S, Widarsa T, Suastika K. Faktor resiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat jalan di puskesmas wilayah kecamatan Denpasar Selatan. Public Health and Preventive Med Archive 2013 : 1(1): 1-6