Potensi Jamur Endofit dalam Mengendalikan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) pada Tanaman Cabai (Capsicum annum)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cabai (Capsicum annum)
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran
yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu. Menurut Cronquist (1981),
tanaman cabai merah mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Sub division

: Angiospermae

Klas

: Dicotyledonae

Ordo

: Solanales


Famili

: Solanaceae

Genus

: Capsicum

Species

: Capsicum annuum L

Tanaman cabai merah termasuk tanaman semusim yang tergolong ke
dalam suku Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memilki rasa pedas
dan dapat merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak
kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).
Tanaman cabai dapat tumbuh dan berproduksi baik pada iklim A, B, C,
dan D (tipe iklim menurut Schmid & Ferguson). Curah hujan yang diperlukan

adalah 1500-2500 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga
tidak terserbuki dan banyak rontok. Curah hujan yang tinggi menyebabkan
penggenangan air pada lahan penanaman, sehingga aerasi tanah menjadi buruk

5
Universitas Sumatera Utara

6

dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan akar tanaman (Alviana & Anas,
2009).
Tanah yang paling sesuai untuk tanaman cabai merah adalah tanah yang
bertekstur remah, gembur tidak terlalu liat, dan tidak terlalu poros serta kaya
bahan organik. Tanah yang terlalu liat kurang baik karena sulit diolah,
drainasenya jelek, pernafasan akar tanaman dapat terganggu dan dapat
menyulitkan akar dalam mengabsorbsi unsur hara. Tanah yang terlalu
poros/banyak pasir juga kurang baik, karena mudah tercucinya pupuk oleh air
(Sunaryono, 2003).
Biologi Penyebab Penyakit
Klasifikasi jamur C. capsici menurut Alexopoulous, Mims & Blackwell

(1996), yaitu:
Kerajaan

: Fungi

Filum

: Ascomycota

Kelas

: Ascomycetes

Bangsa

: Melanconiales

Suku

: Melanconiaceae


Marga

: Colletotrichum

Jenis

: Colletotrichum capsici
Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus

dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 μm. Seta
menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa
septa dan ukuran +150μm. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia nampak

Universitas Sumatera Utara

7

berwarna hitam. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin,
ukuran 17-18 x 3-4 μm. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang

hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium
(Singh, 1998).
Pertumbuhan awal jamur C. capsici membentuk koloni miselium yang
berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan, kemudian secara
perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus.
Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya
adalah massa konidia (Rusli et al., 1997).
Gejala Serangan
Gejala serangan penyakit antraknosa pada buah ditandai dengan buah
busuk berwarna kuning-cokelat, seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh
busuk basah yang terkadang muncul jelaga berwarna hitam, sedangkan pada biji
dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah
dapat menimbulkan rebah kecambah. Serangan pada tanaman dewasa dapat
menyebabkan kematian pucuk yang berlanjut dengan kematian bagian tanaman
lainnya, seperti ranting dan cabang yang mengering berwarna cokelat kehitaman.
Pada batang cabai, aservulus jamur terlihat seperti tonjolan (Herwidyarti et al.,
2013).
Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang
belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam
pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa

spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang

Universitas Sumatera Utara

8

konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan
kelihatan. Jika diraba, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan
tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan
berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan
kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan
bintik yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah
tua gelap (Ivey & Miller, 2004). Patogen dapat juga menyerang pada buah yang
sudah dipetik. Penyakit akan berkembang dalam pengangkutan dan penyimpanan
sehingga hasil panen akan membusuk (Efri, 2010).
Daur Penyakit
Tahap awal dari infeksi konidia C. capsici yang berada di permukaan kulit
buah cabai merah akan berkecambah dan membentuk tabung perkecambahan.
Setelah tabung perkecambahan berpenetrasi ke lapisan epidermis kulit buah cabai
merah maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra dan interseluler

menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai (Photita et al., 2005). Spora C.
capsici dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan
berkembang dengan cepat (Dickman, 2000).
Infeksi terjadi setelah apresorium dihasilkan, kemudian hifa mempenetrasi
kutikula yang ditandai dengan pertumbuhannya di bawah dinding kutikula serta
dinding

periklinal

dari

sel

epidermis.

Selanjutnya

hifa

tumbuh


dan

menghancurkan dinding sel utama. Hal ini terjadi karena matinya sel yang
berdampingan secara ekstensif. Ketika jaringan membusuk, hifa masuk ke

Universitas Sumatera Utara

9

pembuluh sklerenkim dan langsung tumbuh menembus dinding sklerenkim (Pring
et al., 1995).
Faktor yang Mempengaruhi Colletotrichum capsici
Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang cabai di
Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif tinggi.
Penyakit antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai
tanaman cabai berbuah, dan merupakan masalah utama pada buah masak, serta
berakibat serius terhadap penurunan hasil dan penyebaran penyakit (Syamsuddin,
2007).
Penyakit antraknosa lebih banyak menyerang pada buah cabai yang sudah

masak karena pada buah cabai masak mengandung glukosa, sukrosa, dan fruktosa,
sedangkan buah yang masih hijau hanya sukrosa dan glukosa (Tenaya, 2001).
Suryaningsih & Hadisoeganda (2007) menyatakan bahwa C. capsici ditemukan
hanya menginfeksi pada buah cabai yang berwarna merah atau sudah masak saja.
Diduga penyakit antraknosa mempunyai kolerasi dengan gula fruktosa. Sehingga
fruktosa dapat dijadikan karakter seleksi ketahanan cabai terhadap penyakit
antraknosa (Tenaya, 2001).
Untuk pertumbuhan jamur C. capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, salah satunya adalah pH. pH sangat penting dalam mengatur
metabolisme dan sisitem-sistem enzim, bila terjadi penyimpangan pH, maka
proses metabolisme jamur dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan maksimal
jamur diperlukan pH yang optimum. pH optimum untuk pertumbuhan jamur C.
capsici yang baik adalah pH 5–7 (Yulianty, 2006). Periode inkubasi

Universitas Sumatera Utara

10

Colletotrichum antara 5–7 hari setelah terinfeksi, suhu optimum untuk
pertumbuhan jamur antara 24–30⁰C dengan kelembaban relatif tinggi 80–90%

(Chala et al., 2009).
Jamur Endofit
Mikroba endofit adalah salah satu golongan mikroba di alam yang hidup
berasosiasi dengan tumbuhan tanpa menimbulkan efek merugikan bagi
tumbuhannya (Bacon & White, 2000). Endofit merupakan mikroorganisme yang
berasosiasi

dengan

jaringan

tanaman

sehat

yang

bersifat

netral


atau

menguntungkan. Hampir setiap tanaman tingkat tinggi memiliki beberapa
mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau
metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan
lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang
besar sebagai senyawa bioaktif (Tan & Zou, 2001). Bahan aktif yang dihasilkan
mikroorganisme endofit ini diperkirakan memiliki kemampuan yang sama dengan
bahan aktif yang dihasilkan oleh tanaman induknya.
Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara sebagai
penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan agens
hayati. Magnani et al. (2010) menemukan Enterobacter, Kluyvera ascorbata
SUD165 yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan resisten terhadap
logam berat. Endofit merupakan mikroorganisme yang terdapat pada jaringan
tanaman inang sehat tanpa menimbulkan gejala penyakit untuk seluruh atau
sebagian siklus hidupnya (Puspita et al., 2013). Jamur endofit yang berada di

Universitas Sumatera Utara

11

dalam jaringan tanaman merupakan mikroorganisme yang masih belum
tereksplorasi keberadaannya. Diperkirakan bahwa terdapat paling tidak satu juta
spesies jamur endofit (Bharathidasan & Panneerselvam, 2011).
Berbagai jenis alkaloid dan metabolit sekunder lainnya yang dibiosintesis
oleh jamur endofit membantu tanaman untuk lebih tahan terhadap serangan
nematoda, serangga herivora, dan hewan ternak. Van Bael et al. (2012),
melaporkan terdapat asosiasi daun Manihot esculenta dengan jamur endofit
Colletotrichum tropical. Adanya jamur endofit C. tropical menyebabkan semut
(serangga pemakan daun) tidak menyukai rasa daun.
Endofit umumnya berasal dari golongan jamur ataupun bakteri. Sekitar
300.000 spesies tanaman diketahui merupakan inang endofit (Strobel et al., 2004).
Ditinjau dari segi taksonomi dan ekologi, jamur endofit merupakan organisme
yang sangat heterogen. Jamur endofit tergolong pada Ascomycotina atau
Deuteromycotina. Jamur endofit dapat mengkolonisasi tumbuhan dan hidup
secara simbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya. Dalam simbiosis ini,
jamur endofit dapat memperoleh nutrisi untuk melengkapi siklus hidupnya dari
tumbuhan inangnya, sebaliknya tumbuhan inang memperoleh proteksi terhadap
patogen tumbuhan dari senyawa yang dihasilkan jamur endofit (Prihatiningtyas,
2006).
Jamur endofit dalam tanaman diketahui dapat menyebabkan berkurangnya
kerusakan pada sel atau pada jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan
bertahan hidup dan fotosintesis sel jaringan tanaman yang terinfeksi patogen tular
tanah (Istikorini, 2008). Mekanisme kerja senyawa antimikroba jamur endofit

Universitas Sumatera Utara

12

dalam melawan mikroorganisme patogen dengan cara merusak dinding sel,
mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis sel mikoba,
mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, menghambat sintesis protein
dan asam nukleat sel mikroba (Dolakatabadi et al., 2012).
Jamur endofit berpotensi sebagai agens hayati, antara lain karena
keberadaan jamur endofit ini sangat beragam dan berlimpah, dapat ditemukan
baik

pada

tanaman

pertanian

maupun

tanaman

rumput-rumputan.

Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti keanekaragaman senyawa
kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan tingkat kompetisi yang tinggi
menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Hal ini menyebabkan tanaman menghasilkan senyawa-senyawa yang unik secara
biologi dan strukturnya. Keanekaragaman yang tinggi menyebabkan endofit juga
menghasilkan produk alami aktif yang lebih banyak. Strobel & Daisy (2003),
endofit di daerah tropis dengan jumlah yang tinggi menghasilkan senyawa
metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan
dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah subtropis.
Jamur endofit dapat membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa
membahayakan inangnya. Hubungan yang terjadi antara inang dan jamur endofit
bukan merupakan hubungan patogenitas. Jamur endofit yang terdapat dalam
tanaman memacu perkecambahan, untuk bertahan dalam kondisi yang kurang
menguntungkan, mempercepat pertumbuhan, ketahanan terhadap patogen lemah,
dan beberapa kasus yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
tekanan lingkungan. Dengan adanya jamur endofit di dalam jaringan tanaman

Universitas Sumatera Utara

13

akan memberikan keuntungan bagi tanaman, yaitu meningkatnya toleransi
tanaman terhadap logam berat, meningkatnya ketahanan terhadap kekeringan,
menekan serangan hama, dan resistensi sistemik terhadap patogen (Arnold et al.,
2003).

Universitas Sumatera Utara