Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS TANAMAN
CABAI (Capsicum annum L.) TERHADAP SERANGAN
PENYAKIT ANTRAKNOSA DENGAN
PEMAKAIAN MULSA PLASTIK

SKRIPSI

OLEH :
ERIK MELPIN GIRSANG
030302003
HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009


UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS TANAMAN
CABAI (Capsicum annum L.) TERHADAP SERANGAN
PENYAKIT ANTRAKNOSA DENGAN
PEMAKAIAN MULSA PLASTIK

SKRIPSI

OLEH :
ERIK MELPIN GIRSANG
030302003
HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar
sarjana Di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Fakultas pertanian , Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Hasanuddin, MS. )

Ketua

( Ir. Syamsinar Yusuf, MS. )
Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

ABSTRAK

Erik Melpin Girsang, Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman
Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa
Dengan Pemakaian Mulsa Plastik dibawah bimbingan Dr. Ir. Hasanuddin,
MS. selaku ketua dan Ir. Syamsinar Yusuf, MS. sebagai anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan beberapa varietas
tanaman cabai (Capsicum annum L.) terhadap serangan penyakit
antraknosa dan untuk mengetahui pemakaian mulsa plastik terhadap
penyakit antraknosa pada tanaman cabai (Capsicum annum L.).
Jenis penyakit yang merusak tanaman cabai adalah penyakit
antraknosa menyerang tanaman cabai dengan menginfeksi kulit buah
yang muda maupun tua sehingga buah akan mengerut, mengeriting,
warna buah berubah menjadi kehitaman dan membusuk dan keguguran,
akhirnya produksi menurun kalau serangannya dibiarkan maka tanaman
akan mati.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan, yaitu faktor varietas cabai
:V1 (Varitas TM-999), V2 (Varietas Hot Beauty), V3 (Varietas Laris), V4
(Varietas Lokal) dan faktor mulsa : M0 (tanpa Mulsa), M1 (Mulsa Plastik
Hitam Perak), M2 (Mulsa Plastik Hitam), dan diulang sebanyak 3 kali.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Merek, Kecamatan Merek, Kabupaten
Karo, dari bulan September 2007 sampai April 2008.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas
dengan mulsa berbeda nyata dalam persentase serangan pada buah,
dimana persentase serangan terendah dengan faktor mulsa terdapat pada

M1 (Mulsa Hitam Perak) pada pengamatan 17 MST yaitu sebesar 33,60
% dan persentase serangan tertinggi dengan faktor mulsa terdapat pada
M0 (tanpa mulsa) pada pengamatan 17 MST yaitu sebesar 41,38 % dan
persentase serangan terendah pada faktor varietas pada V1 (TM-999)
sebesar 30,60 % pada pengamatan 17 MST dan persentase serangan
yang tertinggi pada faktor varietas pada V3 (Varietas Laris) yaitu sebesar
41,83 %. Sedangkan persentase serangan terendah dengan interaksi
kedua faktor adalah pada perlakuan M1V1 (Mulsa Hitam Perak dengan
Varietas TM-999) yaitu sebesar 16,97 % pada pengamatan 17 MST dan
persentase serangan tertinggi pada perlakuan M0V3 (tanpa mulsa dengan
varietas Laris) yaitu sebesar 29,65 % pada pengamatan 17 MST.
Perlakuan berbagai varietas dengan mulsa berbeda nyata dalam produksi
buah, dimana produksi buah tertinggi dengan faktor mulsa terdapat pada
M1 (Mulsa Hitam Perak) pada pengamatan 20 MST yaitu sebesar 3,657
ton/ha dan produksi buah terendah dengan faktor mulsa terdapat pada M0
(tanpa mulsa) pada pengamatan 20 MST yaitu sebesar 2,733 ton/ha dan
produksi buah tertinggi pada faktor varietas pada V1 (TM-999) sebesar
3,605 ton/ha pada pengamatan 20 MST dan produksi buah yang terendah
pada faktor varietas pada V3 (Varietas Laris) yaitu sebesar 2,478 ton/ha.
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap

Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Sedangkan produksi buah tertinggi dengan interaksi kedua faktor adalah
pada perlakuan M1V1 (Mulsa Hitam Perak dengan Varietas TM-999) yaitu
sebesar 2,627 ton/ha pada pengamatan 20 MST dan produksi buah
terendah pada perlakuan M0V3 (tanpa mulsa dengan varietas Laris) yaitu
sebesar 1,400 ton/ha pada pengamatan 20 MST.

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

ABSTRACT

Erik Melpin Girsang, Resistence Test of Chilli Varieties
(Capsicum annum L.) on Attact of Antracnosa diseases Using Plastic
Mulsa Under Supervision of Dr. Ir. Hasanuddin, MS. As Chairman and
Ir. Syamsinar Yususf, MS. as member.
This research aims to test the resistence of any varieties of chilli

(Capsicum annum L.) on the attact of Antracnosa disease on chilli
(Capsicum annum L).
The disease damage the chilli crop is antracnosa by infect the
young or od fruit of chilli that make the chilli folded in black color, demaged
and fall and the production will decrease if the disease is not eliminated.
This research applies the Faktorial Group Random Sampling (RAK)
that consists of two treatments, i.e chilli variety factor : V1 ( Variety TM999), V2 (Variety Hot Beauty), V3 ( Variety of Laris), V4 (Local Variety)
and mulsa factors : M0 (Without mulsa), M1 (Silver Black plastic mulsa),
M2 (Black plastic mulsa) and repeated for 3 times. This reseach was
conducted at village of Merek, subdistrict of Merek, regency of Karo since
September 2007 up April 2008.
The results of research indicates that the treatment on varieties with
mulsa has a significant diference in attaction percentage on fruit in which
the lower attact percentage by mulsa factor found on M1 (silver black
mulsa) on observation 17 MST i.e 33,60 % and the higehr attact
percentage with mulse factor on M0 (without mulse) on observation of 17
MST i.e 41,38 %. And the lower attact on varicety factor on V1 (TM-999)
for 40,60 % on observation of 17 MST and the higher attact on variety
factor on V3 (Variety Laris) for 41.83 %. While the lower attact with
interaction of both factors is on treatment of M1V1 (Slver blackmulsa and

variety of TM-999) i.e 26,65 % on observatio of 17 MST. The treatment on
various varieties with mulsa has a significant different on fruit production,
in which the higher fruit production with mulsa factor on M1 (Silver black
mulsa on observation of 20 MST for 3,657 ton/ha and the lower production
with mulsa factor on M0 (without mulsa) on observation 20 MST for
2,733ton/ha and the higher fruit production on variety factor on V1 (TM999) for 3,605 ton/ha on observatio of 20 MST and the lower production
with variety factor on V3 (variety of Laris) for 2,478 ton/ha. While the
higher fruit production with interaction of the both factors on the treatment
of M1V1 (Silver black plastic mulsa with variety of TM-999) for 2,627
ton/ha on observation of 20 MST and the lower fruit production on
treatment of M0V3 (without mulsa with variety of Laris) for 1,400 ton/ha on
observation of 20 MST

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

RIWAYAT HIDUP

Erik Melpin Girsang, lahir pada tanggal 04 april 1985 di Medan,

anak ke 4 dari 5 bersaudara. Bapak Drs. St. Apul Girsang dan Ibu
Sarianna Br. Sembiring Meliala.
Pendidikan yang ditempuh :
Tahun 1997

: Lulus dari SD Negeri 064026 Ladang Bambu,
Medan Tuntungan.

Tahun 2000

: Lulus dari SLTP Negeri 1 Pancur Batu, Deli
Serdang.

Tahun 2003

: Lulus dari SMU Negeri 1 Pancur Batu, Deli
Serdang.

Tahun 2003


: Diterima di Departemen Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan

Fakultas

Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.
Juni – Juli 2007
Lapangan)

: Melaksanakan PKL (Praktek Kerja
di Desa Kerasaan, Kecamatan Kerasaan
Kabupaten Simalungun.

September 2007 April 2008

: Melaksanakan praktek skripsi di Desa Merek
Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.


Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “ UJI KETAHANAN
BEBERAPA VARIETAS TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)
TERHADAP

SERANGAN

PENYAKIT

ANTRAKNOSA

DENGAN


PEMAKAIAN MULSA PLASTIK ” yang disusun sebagai salah satu syarat
untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Penulis

mengucapkan

terima

kasih

kepada

bapak

Dr. Ir. Hasanuddin, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan ibu
Ir. Syamsinar Yusuf, MS. Selaku anggota yang telah banyak memberikan
saran dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu
penulis

mengharapkan

saran

dan

kritik

yang

membangun

demi

kesempurnaannya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

ABSTRAK……………………………………………………………………...…i
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………..………iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………vi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..……vii
PENDAHULUAN………………………………………………………………..1
Latar Belakang……………………………………………..……………1
Tujuan Penelitian……………………………………………………..…4
Hipotesa Penelitian..…………………………………………………….4
Kegunaan Penelitian…………………………………………………….5
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….6
Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)………………………………..6
Botani tanaman cabai………………………………………...…6
Morfologi tanaman cabai………………………………………..7
Penyakit Antraknosa…………………………………………………….8
Penyebab Penyakit………………………………………….…..8
Gejala Serangan……………………………………………….10
Daur Penyakit…………………………………………………..11
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit……………….12
Pengendalian………………………………………………...…13
Varietas Tahan…………………………………………………………15
Pengaruh Pemberian Mulsa…………………………………………..19
BAHAN DAN METODA………………………………………………………23
Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………..23
Bahan dan Alat…………………………………………………………23
Metode Penelitian…………………………………………………...…23
Pelaksanaan Penelitian……………………………………………….25
Parameter Pengamatan………………………………………………26
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………...28
Hasil……………………………………………………………………..28
1. Persentase Serangan Buah……………………………..28
2. Produksi Buah………………………………………………31
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Pembahasan……………………………………………………………34
1. Persentase Serangan Buah……………………………….34
2. Produksi Buah……………………………………………….39
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………44
Kesimpulan……………………………………………………………..44
Saran……………………………………………………………………45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Hal

1. Persentase serangan pada buah dengan uji jarak duncan

30

dengan faktor mulsa dan varietas
2. Persentase serangan pada buah dengan uji jarak duncan

30

dengan interaksi mulsa dan varietas
3. Produksi buah dengan uji jarak duncan

dengan

faktor

33

4. Produksi buah dengan uji jarak duncan dengan interaksi

33

mulsa dan varietas

varietas dengan mulsa

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

1. Gambar 1. Histogram Persentase serangan pada buah

Hal

34

dengan faktor mulsa
2. Gambar 2. Histogram Persentase serangan pada buah

35

dengan faktor varietas
3. Gambar 3. Histogram Persentase serangan pada buah

37

dengan interaksi faktor varietas dan mulsa
4. Gambar 4. Histogram produksi buah dengan faktor mulsa

39

5. Gambar 5. Histogram produksi buah dengan faktor

41

varietas
6. Gambar 6. Histogram Produksi buah dengan interaksi

42

faktor varietas dan mulsa

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai (Capsicum spp.) merupakan sayuran dan rempah paling
penting di dunia. Genus Capsicum berasal dari dunia baru, spesies
C. annum dari Meksiko dan spesies lain (C. frustescens, C. Baccatum,
C. Chinense, dan C. Pubescens) dari Amerika Selatan. Oleh pedagang
portugis dan Spanyol, cabai diintroduksikan ke Asia pada abad ke-16, dan
spesies

cabai

pedas

tersebar

paling

luas

di

Asia

Tenggara

(Sanjaya, dkk, 2002).
Aspek penting pertanian berkelanjutan antara lain, bagaimana
sistem budidaya pertanian tetap memelihara kesehatan tanaman dengan
kapasitas produksi maksimum, serta mengurangi dampak kegiatan
pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas
lingkungan hidup. Berbagai jenis organisme pengganggu tanaman (OPT)
dapat mengganggu kesehatan tanaman, yang mengakibatkan penurunan
hasil produksi dan penurunan kualitas produk ( Siwi, 2006).
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut telah dilakukan penanaman
secara intensif maupun ekstensif, tetapi produktivitas cabai merah sampai
saat ini belum mengembirakan. Beberapa kendala yang menyebabkan
rendahnya rata-rata hasil diantaranya faktor varietas yang berdaya hasil
rendah (Wardani dan Ratnawilis, 2002).

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Sekarang ini, sisa pestisida pertanian telah menjangkau air permukaan
dibanyak tempat di dunia, dan yang telah menjadi masalah internasional
sehingga memerlukan upaya detoksifikasi (penyehatan) air-air permukaan
terkontaminasi

tersebut.

Dalam

hal

ini

termasuk

teknik

yang

mengkombinasikan pengelolaan hama terpadu (PHT), praktik pengolahan
tanah sesuai kondisi, dan pengembangan tanaman lebih tahan hama
(Hanafiah, dkk, 2005).
Dewasa

ini

penggunaan

insektisida

sangat

tinggi

untuk

mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Diperkirakan 50 % dari biaya
produksi digunakan untuk membeli insektisida. Penggunaan insektisida
oleh para petani bawang-cabai dilapangan sudah sangat intensif, baik
jenis maupun dosis yang digunakan, serta interval penyemprotan yang
sudah sangat pendek tenggang waktunya. Keadaan ini akan menimbulkan
berbagai permasalahan serius karena insektisida dapat mencemari
lingkungan.

Oleh

karena

itu,

pada

sistem

pertanian

sekarang

diperkenalkan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yaitu suatu
sistem yang menggunakan berbagai cara selain insektisida agar populasi
hama/penyakit tetap berada dalam ambang toleransi (Sanjaya, 2004).
Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting dalam produksi
cabai di daerah tropis yang panas dan lembab, dan juga dikenal sebagai
penyakit busuk buah prapanen dan pasca panen. Serangan penyakit ini
disebabkan oleh cendawan Colletotrichum spp, dan dapat menurunkan
produksi sebesar 45-60 % dan kualitas cabai (Hidayat, dkk, 2004).

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Untuk mengatasi penyakit antraknosa pada tanaman cabai,
umumnya dilakukan pengendalian secara kimiawi. Cara ini memberikan
hasil yang memuaskan, tetapi akan mengakibatkan terjadinya kekebalan
penyebab penyakit terhadap fungisida. Selain itu berdampak negatif
terhadap

lingkungan,

terjadinya

resurgensi,

dan

kecenderungan

konsumen memilih produk yang bebas pestisida (Tenaya, 2001).
Tingkat keberhasilan suatu program perbenihan sangat ditentukan
oleh keunggulan benih yang tersedia bagi konsumen. Penggunaan benih
yang unggul dan bermutu tinggi merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan produksi tanaman yang menguntungkan secara ekonomis.
Sebaliknya, penggunaan benih yang bermutu rendah akan menghasilkan
persentase pemunculan bibit yang rendah dan kurang toleran terhadap
cekaman abiotik, lebih sensitif terhadap penyakit tanaman, serta
memberikan pengaruh negatif terhadap mutu dan hasil tanaman
(Syamsuddin, 2007).
Menurut Muhuria (2003) suatu varietas disebut tahan apabila :
(1) memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar, atau
pulih kembali dari serangan hama/penyakit pada keadaan yang akan
mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan,
(2) memiliki sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan
yang disebabkan oleh serangan hama,
(3) memiliki sekumpulan sifat yang dapat
mengurangi

kemungkinan

hama

untuk

diwariskan, yang dapat
menggunakan

tanaman

tersebut sebagai inang, atau
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

(4) mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik
dibandingkan

dengan

varietas

lain

pada

tingkat

populasi

hama/penyakit yang sama.
Penggunaan

mulsa

ditujukan

untuk

mencegah

terjadinya

pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas, mengurangi
fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung antara
buah

dengan

tanah

yang

dapat

menyebabkan

busuk

buah

(Wardjito, 2001).

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ketahanan beberapa varietas tanaman cabai
(Capsicum annum L.) terhadap serangan penyakit antraknosa.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemakaian mulsa plastik terhadap
serangan penyakit antraknosa.
3. Untuk mengetahui varietas tanaman cabai (Capsicum annum L.)
yang tahan dan pemakaian mulsa plastik yang sesuai untuk
menekan serangan penyakit antraknosa.

Hipotesa Penelitian

1. Varietas

tanaman

cabai

yang

berbeda

mempunyai

tingkat

ketahanan yang berbeda terhadap serangan penyakit antraknosa.
2. Dengan pemakaian mulsa plastik dapat mengurangi serangan
penyakit antraknosa.

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

3. Dengan tingkat ketahanan varietas cabai dengan

pemakaian

mulsa plastik dapat mengurangi serangan penyakit antraknosa.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di
Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan
untuk usaha pengendalian penyakit antraknosa tanaman cabai.

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

Botani Tanaman Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annum Linn) adalah merupakan
tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari
suku (famili) terong-terongan (Solanaceae). Menurut Tindall (1983)
tanaman ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub-divisio

: Angiospermae

Ordo

: Polemoniales

Famili

: Solanaceae

Genus

: Capsicum

Spesies

: Capsicum annum L.

Tanaman cabai termasuk tanaman semusim yang tergolong ke
dalam famili Solanaceae, buahnya sangat digemari, karena memiliki rasa
pedas dan merupakan perangsang bagi selera makan. Selain itu buah
cabai memiliki kandungan vitamin-vitamin, protein dan gula fruktosa. Di
Indonesia tanaman ini mempunyai arti ekonomi penting dan menduduki
tempat kedua setelah sayuran kacang-kacangan (Rusli dkk, 1997).
Cabai

(Capsicum

spp.)

merupakan

sayuran

dan

rempah

penting.Spesies C. annum berasal dari Meksiko, spesies yang lain seperti
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

spesies C. frustescens, C. baccatu, C. chinense, dan C. pubescens
berasal dari Amerika Selatan. Oleh pedagang Portugis dan spanyol, cabai
diintroduksikan ke Asia pada abad ke-16, dan spesies cabai pedas
tersebar paling luas di Asia Tenggara (Sanjaya, dkk, 2002).
Morfologi Tanaman Cabai
Secara umum cabai merah dapat di tanam di lahan basah (sawah)
dan lahan kering (tegalan) dan dapat di budidayakan di saat musim dan
kering. Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya
akan bahan organik dengan pH 6-7, tekstur tanah remah (Sudiono, 2006).
Cabai merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mempunyai
peranan penting dalam kehidupan manusia, karena selain sebagai
penghasil gizi, juga sebagai bahan campuran makanan dan obat-obatan.
Daerah pertanaman cabai di Indonesia tersebar di Pulau Jawa seperti
Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah, sedangkan kawasan luar
Jawa meliputi Lampung, Sumatera Barat dan Aceh bagian Timur
(Rompas, 2001).
Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya mencapai 1,5 – 2 m
dan lebar tajuk tanaman dapat mencapai 1,2 m. Daun cabai pada
umumnya berwarna hijau cerah pada saat masih muda dan akan berubah
menjadi hijau gelap bila daun sudah tua. Daun cabai ditopang oleh tangkai
daun yang mempunyai tulang menyirip. Bentuk daun umumnya bulat telur,
lonjong dan oval dengan ujung runcing, tergantung pada jenis dan
varietasnya. Bunga cabai berbentuk terompet atau campanulate, sama
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

dengan bentuk bunga keluarga solanaceae lainnya. Bunga cabai
merupakan bunga sempurna dan berwarna putih bersih, bentuk buahnya
berbeda-beda menurut jenis dan varietasnya (Tindall, 1983).
Buahnya bulat sampai bulat panjang, mempunyai 2-3 ruang yang
berbiji banyak. Letak buah cabai besar pada umumnya adalah bergantung
pada varietasnya. Tetapi buah yang telah tua (matang) umumnya kuning
sampai merah dengan aroma yang berbeda sesuai dengan varietasnya.
Bijinya kecil, bulat pipih seperti ginjal (buah pinggang) yang warnanya
kuning kecoklatan. Berat 1000 biji kering berkisar antara 3-6 gram. Proses
penuaan buah berlangsung antara 50-60 hari sejak bunga mekar
(Sunaryono, 1996).

Penyakit Antraknosa

Penyebab Penyakit
Menurut

Alexopoulus

(1952)

jamur

yang

disebut

Colletotrichum capsici dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Phylum

: Eumycophyta

Class

: Deuteromycetes (Fungi Imperfecti)

Ordo

: Melanconiales

Family

: Melanconiales

Genus

: Colletotrichum

Spesies

: Colletotrichum capsici (Sydow Butler dan Disbey)

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Salah satu kendala rendahnya produksi adalah adanya gangguan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), satu diantaranya penyakit
antraknosa. Penyebab penyakit antraknosa pada cabai adalah jamur
Colletotrichum capsici. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit
penting pada tanaman cabai karena dapat menyebabkan kerugian antara
20 – 50 % (Rompas, 2001).
Rendahnya

tingkat

produksi

diberbagai

daerah

disamping

disebabkan oleh faktor-faktor agronomis juga oleh adanya serangan
penyakit. Kerusakan oleh penyakit seringkali mencapai 80 % hingga 100
%. Dari hasil inventarisasi didapatkan bahwa antraknosa merupakan
penyakit yang sering menimbulkan kerugian. Penyakit disebabkan oleh
jamur Colletotrichum sp (Wiratma, dkk, 1983).
Serangan

antraknosa

ini

disebabkan

cendawan

genus

Colletotrichum. Cendawan ini mempunyai enam spesies utama yaitu C.
gloeosporiodes, C.acutatum, C.dematium, C.capsici dan C.acutatum.
Colletotrichum

gloeosporiodes

dan

C.acutatum

mengakibatkan

kerusakan buah dan kehilangan hasil paling besar. Lebih dari 90 persen
antraknosa

yang

gloeosporiodes.

menginfeksi

Namun

cabai

akhir-akhir

ini,

diakibatkan

Colletotrichum

Colletotrichum

acutatum

menggantikan 'posisi' gloeosporiodes (Syukur, 2007).
Ordo ini terdiri dari satu family khusus, yaitu Melanconiaceae.
Banyak spesies yang masuk family khusus ini merupakan parasit yang

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

menyebabkan penyakit tumbuhan yang dikenal dengan antraknosa
(Dwidjoseputro, 1978).
Ordo dari class Deuteromycetes ini mempunyai konidiofor yang
pendek dan beragrasi pada permukaan yang tipis dari parenkimoid dan
stroma (suatu aservulus) konidia dibentuk dalam aservulus (Djas, 1980).
Acervulus tersusun di bawah epidermis tumbuhan inang. Epidermis
pecah apabila konidia telah dewasa. Konidia keluar sebagai percikan
berwarna putih , kuning, jingga, hitam atau warna lain sesuai dengan
pigmen yang dikandung konidia. Diantara melanconiales yang konidianya
cerah

(hialin)

adalah

gleosporium

dan

colletrotichum,

keduanya

mempunyai konidia yang memanjang dengan penciutan di tengah
(Dwidjoseputro, 1978).
Colletotrichum mempunyai stroma yang terdiri dari massa miselium
yang berbentuk aservulus, bersepta, panjang antara 30-90 µm , umumnya
berkembang merupakan perpanjangan dari setiap aservulus. Konidia
berwarna hialin, bersel tunggal dan berukuran 5-15 µm (Daniel, 1972).
Gejala Serangan
Kehilangan hasil buah cabai merah yang disebabkan penyakit
antraknosa ini bervariasi antara 21 % - 65 %. Terdapat dua jamur yang
dapat

menyebabkan

penyakit

antraknosa

pada

tanaman

cabai

merah. Kedua patogen termasuk dalam ordo Melanconiales, yaitu :
Colletotrchum gloeosporioides dan Colletotrichum capsici (Pranoto, 2005).

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Penyakit antraknosa pada tanaman mudah kelihatan oleh ciri becak
yaitu bulat panjang, berwarna merah kecoklatan, dengan meninggalkan
sepanjang becak luka. Infeksi ini terjadi dalam lokasi potongan kecil
tersebar kemana-mana dan menyerang daun (Dehne, et all, 1997).
Gejala penyakit ini berupa bercak kecil pada buah cabai. Selama
musim hujan bercak ini berkembang cepat. Bahkan pada lingkungan
kondusif penyakit ini dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman
cabai (Syukur, 2007).
Serangan terjadi pada buah muda maupun yang sudah masak.
Gejala segera nampak berupa titik gelap, sedikit cekung dan bergaris
tengah 1 mm. Bercak akan segera berkembang hingga mencapai seluruh
permukaan buah. Patogen dapat masuk menginfeksi buah melalui luka
maupun secara langsung. Sedangkan keadaan yang basah dan adanya
air hujan sangat berperanan dalam penyebaran spora dari satu tanaman
ke tanaman lain (Wiratma, dkk, 1983).
Penyakit antraknosa ini menyerang buah cabai yang masih muda
melalui luka akibat lalat buah. Gejalanya ialah noda lekukan berwarna
hitam kelam pada buahnya, dan dapat pula pada batang serta rantingrantingnya. Penyakit ini dapat ditularkan melalui benih (biji) yang ditanam
(Seed borne). Pada serangan hebat dapat merusakkan tanaman sehingga
tidak dapat dipanen karena buahnya tidak dapat dijual. Biji cabai yang
terserang penyakit ini biasanya berkerut dan berwarna kehitaman hitaman
(Sunaryono, 1992).
Daur Penyakit
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Jamur menyerang daun dan batang, kelak dapat menginfeksi buahbuah. Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji.
Kelak jamur menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah sakit. Jamur
hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi
memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau.
Selain itu jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman
sakit. Seterusnya konidium disebarkan oleh angin (Semangun, 2004).
Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi, cabang ranting, daun dan
buah. Infeksi pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan
sudah tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna
kehitam-hitaman

dan

sedikit

melekuk.

Serangan

lebih

lanjut

mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh. Jamur dapat
terbawa biji dari buah sakit dan menginfeksi tanaman di persemaian
(Rusli, dkk, 1997).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Antraknosa adalah penyakit terpenting yang menyerang cabai di
Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif
tinggi. Penyakit antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari
persemaian sampai sampai tanaman cabai berbuah, dan merupakan
masalah utama pada buah masak, serta berakibat serius terhadap
penurunan hasil dan penyebaran penyakit (Syamsuddin, 2007).
Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau, di lahan yang
mempunyai drainase baik, dan gulmanya terkendali dengan baik.
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Perkembangan becak dari kedua penyakit tersebut paling baik terjadi
pada suhu 30 o C, sedang sporulasi jamur G. piperatum pada suhu 23 o C,
dan C. capsici pada suhu 30 o C. Buah yang muda cenderung lebih rentan
dari pada yang setengah masak. Tetapi perkembangan becak karena
C. capsici lebih cepat terjadi pada buah yang lebih tua, meskipun buah
muda lebih cepat gugur karena infeksi ini (Semangun, 2004).
Serangan penyakit antraknosa pada buah masak lebih parah
dibandingkan dengan buah yang belum masak (masih hijau). Buah cabai
yang masak, selain mengandung glukosa dan sukrosa, juga mengandung
fruktosa, sedangkan buah yang hijau hanya mengandung sukrosa dan
glukosa. Dengan demikian, diduga fruktosa merupakan jenis gula
mempunyai korelasi dengan penyakit antraknosa, sehingga fruktosa
dalam buah dapat dijadikan karakter seleksi ketahanan tanaman cabai
terhadap serangan antraknosa (Tenaya, 2001).
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan tidak menanam
biji yang terinfeksi. Buah-buah yang terinfeksi jangan diambil bijinya. Biji
dapat diobati dengan thiram 0,2 %. Jika diperlukan, penyakit dapat
dikendalikan

dengan

menggunakan

fungisida.

Bermacam-macam

fungisida dapat dipakai untuk keperluan ini, antara lain Antracol
(propineb), Velimek (maneb dan zineb), Delsene MX-200 (karbendazim
dan mankozeb), Benlate dan Manzate (benomyl dan maneb), DithaneZ-78
(zineb), dan fungisida tembaga (Semangun, 2004).

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Pada tanaman cabai secara in-vitro dan in-vivo menunjukkan
bahwa penggunaan ekstrak daun nimba dapat digunakan untuk
mengendalikan

patogen

Gloeosporium

piperatum

yang

juga

menyebabkan penyakit antraknosa pada cabai. Beberapa jenis tanaman
lain yang dapat menghasilkan produk baik dalam bentuk tepung, ekstrak
atau minyak atsiri yang memiliki potensi sebagai pengendali patogen
tanaman
(Kaempferia

adalah

cengkeh

galanga)

dan

(Syzgium
kunyit

aromaticum),
(Curcuma

kencur
domestica)

(Syamsuddin, 2007).
Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum capsici
dan Gloeosporium piperatum merupakan penyakit penting pada tanaman
cabai merah. Usaha pengendalian penyakit antraknosa salah satunya
adalah dengan menginduksi ketahanan tanaman cabai. Pengendalian
yang sering digunakan oleh petani adalah dengan menggunakan
fungisida. Prinsip penggunaan fungisida didasarkan pada prinsip antibiotik
terhadap tanaman. Prinsip lainnya yang berpotensi untuk mengendalikan
penyakit yaitu penggunaan bahan kimia sintetik yang mampu memicu
ketahanan tanaman (Hersanti, dkk, 2001).
Penyakit antraknosa buah cabai ditemukan menginfeksi buah cabai
diseluruh pertanaman cabai di Sumatera Barat. Penyebab penyakit
antraknosa buah cabai adalah jamur Colletotrichum capsici. Dengan
ditemukannya penyakit ini diseluruh pertanaman cabe Sumatera Barat,
maka usaha pengendalian penyakit dengan menggunakan varietas tahan
yang digemari konsumen perlu dikembangkan (Rusli, dkk, 1997).
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Usaha pengendalian penyakit antraknosa dengan cara biologis
adalah paling ekonomis yaitu dengan penanaman kultivar yang tahan.
Usaha pemuliaan untuk mendapatkan varietas cabai yang tahan dapat
dilakukan dengan cara persilangan antarspesies antara cabai rawit
dengan cabai merah (Tenaya, 2001).
Menurut Muhuria (2003) menggunakan varietas resisten dalam
pengendalian hama/penyakit antara lain :
(1) mengendalikan populasi hama/penyakit tetap di bawah ambang
kerusakan dalam jangka panjang,
(2) tidak berdampak negative,
(3) tidak membutuhkan alat dan teknik aplikasi tertentu, dan
(4) tidak membutuhkan biaya tambahan.
Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) bertujuan untuk memperbaiki
pertumbuhan tanaman dan mengurangi masalah-masalah hama dan
penyakit. Mulsa dapat menjadi salah satu komponen PTT. Penggunaan
mulsa sintetis dapat menjadi salah satu metode untuk menolak serangga
tertentu, untuk mengendalikan beberapa patogen yang ditularkan melalui
tanah dan rumput-rumputan, untuk memodifikasi suhu tanah, mengurangi
penguapan, mengendalikan pencucian unsur hara, untuk meningkatkan
hasil pane dan memperbaiki kualitas produk panen (Vos, 1994)

Varietas Tahan

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Banyak kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi
cabai di Indonesia, kendala produksi yang paling penting yaitu sebagai
berikut :
a. kurangnya kuantitas benih cabai yang tersedia dan bermutu tinggi
b. kehilangan hasil yang tinggi karena serangan hama penyakit di
pertanaman dan kehilangan hasil karena penanganan pasca panen
c. menurunnya tingkat kesuburan tanah karena penanaman cabai dan
sayuran lainnya secara terus menerus
(Duriat dan Sastrosiswojo, 1995).
Produksi cabai yang dipanen umumnya hasilnya rendah, ini
dikarenakan pertumbuhan tanaman kurang baik, kualitas benih rendah
dan pengetahuan petani yang kurang tentang aspek budidaya. Teknik
pembudidayaan
menurunkan

akan

dapt

kemampuan

mengubah

hidup

dan

lingkungan
virulensi

tanaman

jasad

dan

pengganggu

(Vos, 1994)
Peningkatan produksi cabai dapat dilakukan dengan menggunakan
varietas yang berdaya hasil tinggi. Varietas yang berdaya hasil tinggi yang
ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai, tentunya perlu didukung
dengan teknologi kultur teknis yang memadai (Hayati, 2001).
Jika kita membandingkan serangan suatu patogen terhadap
beberapa kultivar (varietas, klon) satu jenis tumbuhan tertentu, sering
tampak adanya reaksi yang berbeda-beda dari kultivar-kultivar itu, yang
berkisar antara sangat rentan, dan sangat tahan. Ketahanan dan
kerentanan adalah pengertian yang relatif, dengan tidak ada batasErik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

batasnya yang tajam. Jika suatu kultivar tumbuhan disebut tahan terhadap
serangan patogen tertentu, sedangkan kultivar lainnya dikatakan rentan,
maka ini berarti bahwa kultivar yang pertama mempunyai ketahanan lebih
tinggi dari pada kultivar kedua. Bahkan ketahanan dan kerentanan ini
dapat

bervariasi

karena

pengaruh

lingkungan

dan

ras

patogen

(Semangun, 1996).
Setiap spesies tanaman diganggu oleh hampir seratus jenis
cendawan, bakteri, molikut, virus dan nematoda yang berbeda-beda.
Seringkali, satu tanaman diserang oleh ratusan bahkan ribuan patogen.
Walaupun tanaman

mungkin menderita kerusakan ringan atau berat,

tetapi banyak diantaranya yang tetap dapat bertahan hidup dari semua
serangan itu, bahkan bukan tidak mungkin dapat membuatnya untuk
tumbuh

lebih

baik

dan

memberikan

hasil

yang

memuaskan

(Lisnawita, 2003).
Jenis ketahanan tanaman yang bersifat palsu atau sering disebut
dengan ketahanan fungsional, dimana tanaman akan terbebas dari
patogen karena pengaruh lingkungan yang belum mendukung patogen
tersebut melakukan infeksi terhadap tanaman tersebut (Fry, 1982).
Mekanisme resistensi pada tanaman yang resisten cepat terjadi
setelah patogen muncul, sehingga dapat menghambat atau mencegah
perkembangan

patogen,

sebaliknya

pada

tanaman

yang

rentan,

mekanisme tersebut lebih lambat terjadi sehingga patogen telah
berkembang terlebih dahulu. Keberhasilan patogen berkembang di dalam
inang sangat tergantung dari pengenalan inang terhadap patogen suatu
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

interaksi yang kompatibel antara inang dan patogen akan menyebabkan
patogen mampu menekan kemampuan tanaman untuk menghambat
inokulasi berikutnya dari patogen yang tidak kompatibel dan sebaliknya
interaksi yang tidak kompatibel dapat melidungi tanaman dari infeksi
patogen yang kompatibel
(Lisnawita, 2003).
Ketahanan suatu varietas tahan tidak berlangsung lama, karena
satu varietas yang semula tahan, kemudian menjadi rentan setelah
ditanam 2-3 musim berturut-turut. Dominasi populasi ras di suatu daerah
berbeda pada lokasi dan musim yang berbeda sehingga varietas yang
tahan disuatu daerah, di daerah lain rentan (Sudir, dkk, 1999).
Setiap varietas cabai memiliki ketahanan yang berbeda dengan
varietas lainnya terhadap penyakit. Ketahanan tanaman mempunyai
beberapa macam ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu ketahanan
mekanis, ketahanan kimiawi dan ketahanan fungsional. Ketahanan
mekanis dan ketahanan kimiawi dapat terdiri atas ketahanan pasif dan
ketahanan aktif. Pada ketahanan pasif atau statis sifat-sifat tersebut baru
terjadi setelah tumbuhan terinfeksi (Semangun, 1996).
Ketahanan mekanis pasif, yaitu ketahanan yang dimiliki oleh
tanaman karena memiliki suatu struktur-struktur morfologis yang sukar
diinfeksi oleh patogen, misalnya tanaman yang memiliki epidermis yang
tebal, adanya lapisan lilin, mempunyai mulut kulit yang sempit dan sedikit,
adanya bulu-bulu di permukaan daun dan sebagainya. Sedangkan
ketahanan mekanis aktif adalah ketahanan tumbuhan yang bekerja
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

setelah inang mengalami invasi patogen. Mekanisme ketahanan aktif
merupakan hasil interaksi antara sistem-sistem genetik tumbuhan inang
dengan patogen. Pertahanan mekanis yang aktif terutama terdiri atas
reaksi ketahanan yang bersifat histologis. Ini terjadi dengan pembentukan
lapisan sel yang membatasi bagian tumbuhan yang terinfeksi dan
terbentuknya bengkakan mirip kalus (kalosit) pada dinding sel. Di sekitar
bagian yang terinfeksi dapat terbentuk lapisan pemisah yang terdiri atas
lapisan gabus, sel-sel yang terisi gom (blendok), sel-sel absisi dan tilosis
(Semangun, 1996).
Ketahanan fungsional terjadi karena pertumbuhan tanaman yang
sedemikian

rupa

sehingga

tanaman

dapat

menghindari

penyakit,

meskipun tanaman itu sendiri rentan. Tumbuhan melewati fase rentannya
pada saat tidak ada patogen atau pada waktu lingkungan tidak cocok
untuk infeksinya. Karena itu ketahanan ini sering disebut ketahanan palsu
(Semangun, 1996).
Menurut Muhuria (2003) pemanfaatan varietas unggul dengan tipe
ketahanan vertikal hanya akan efektif bila :
(1) hama/penyakit yang dikendalikan merupakan satu-satunya hama yang
menyebabkan turunnya produksi (tidak ada hama lain)
(2) varietas ini tidak ditanam secara terus menerus tetapi harus
dirotasikan dengan tanaman lain
(3) tidak diusahakan secara besar-besaran dalam hamparan yang luas
(4). ditanam dengan sistem tumpang sari (multiple cropping).

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Penyerangan suatu penyakit meliputi tahapan inokulasi, penetrasi,
infeksi

sampai

berkembang

menjadi

penyakit

sehingga

tanaman

digolongkan sebagai tanaman peka (Utami, 1999).

Pengaruh Pemberian Mulsa

Mulsa adalah setiap bahan yang dapat diaplikasikan ke permukaan
tanah, terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik. Mulsa anorganik
(sintetis) misalnya plastik hitam perak digunakan untuk memodifikasi suhu
tanah, mengurangi penguapan, mengendalikan pencucian hara, memacu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk meningkatkan hasil
panen serta memperbaiki kualitas produk (Vos, 1994).
Berdasarkan

bahan

dan

cara

pembuatan,

mulsa

dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu mulsa organik, mulsa anorganik, dan
mulsa sintetis. Mulsa organik berasal dari bahan sisa pertanian seperti
jerami dan daun-daunan. Mulsa anorganik berasal dari bahan batu-batuan
dalam berbagai bentuk dan ukuran seperti batu kerikil, dan mulsa kimia
sintetis berasal dari bahan plastik seperti mulsa plastik hitam perak mulsa
jerami dapat dimanfaatkan untuk tiap jenis tanah dan tanaman. Karena
sifatnya yang mudah lapuk, mulsa jerami banyak diaplikasikan pada tanah
yang telah dieksploitasi berat agar kesuburan tanah pada jangka waktu
tertentu dapat dikembalikan melalui pelapukan mulsa jerami tersebut.
Dewasa ini mulsa plastik hitam perak telah diterapkan secara luas, karena
warna perak dapat memantulkan cahaya matahari sehingga energi
cahaya matahari yang diterima oleh tanaman lebih besar Energi matahari
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

yang diterima tanaman akan mempengaruhi aktivitas fotosintesis; makin
besar energi yang diterima tanamanmakin tinggi aktivitas fotosintesisnya
(Abdurahman, 2004).
Pengaruh mulsa organik dan mulsa sintetis terhadap beberapa
hama dan penyakit utama pada tanaman cabai diantaranya adalah busuk
buah antraknosa, bercak daun cercospora, lalat buah, trips, virus dan
tungau (Vos, 1994).
Untuk keberhasilan tanaman sayuran selain perlu dipenuhi
persyaratan tumbuh pokok, diperlukan teknik budidaya yang tepat.
Penggunaan

mulsa

sudah

dianggap

kebutuhan

karena

banyak

manfaatnya antara lain dapat meningkatkan produksi. Beberapa hasil
penelitian

menunjukkan

bahwa

mulsa

berperan

baik

dalam

mempertahankan suhu optimum dan kandungan air dalam tanah
sehingga tercipta kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman
(Asnawi dan Dwiwarni, 2000).
Penggunaan mulsa merupakan salah satu alternatif atau cara untuk
mengendalikan gulma dalam upaya peningkatan produksi. Pemulsaan
sangat berfaedah dalam hal mempertahankan kondisi lingkungan tanah
yang dapat menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal.
Adanya mulsa pada permukaan tanah dapat mengubah iklim mikroklimat
disekitar tanaman sehingga dapat memperbaiki perkembangan tanaman
pokok. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi penguapan,
dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan
persediaan air dapat terjaga (Wardjito, 2001).
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

Pemberian

mulsa

pada

tanaman,

selain

ditujukan

untuk

mempertahankan kelengasan tanah, menekan pertumbuhan gulma,
memantapkan agregat tanah, menekan terjadinya erosi juga untuk
menambahkan unsur hara kedalam tanah untuk dimanfaatkan oleh
tanaman (Priyambada, 2005).
Produksi cabai merah di Indonesia belum mencukupi kebutuhan
nasional,

karena

produktivitasnya

ditingkat

petani

masih

rendah.

Teknologi penggunaan mulsa dan pola tanam telah diuji untuk melihat
pengaruhnya terhadap produksi cabai merah. Lokasi percobaan terletak di
Kecamatan

Sumber

jaya,

kabupaten

Majalengka.

Percobaan

ini

menggunakan rancangan petak terpisah dengan ulangan empat kali.
Petak utama adalah perlakuan penggunaan mulsa plastik hitam perak
(MPHP)

dengan

anak

petak

perlakuan

pola

tanam.

Perlakuan

penggunaan MPHP menunjukkan tinggi tanaman, diameter kanopi dan
produksi lebih tinggi daripada tanpa MPHP. (Kusbiantoro, dkk, 2007).

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Merek. Kecamatan Merek,
Kabupaten Karo. Dengan ketinggian 1350 m dpl. Dimulai dari bulan
September 2007 sampai dengan April 2008.
Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
mulsa plastik , bibit dari 4 varietas cabai merah, pupuk kandang, pupuk
urea, SP-36 dan KCL.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cangkul, gembor,
plakat nama, timbangan, tali, pacak, gembor, label, alat tulis dan
kalkulator.
Metoda Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan, yaitu :
I. Varietas cabai, yaitu :
V1 = varietas TM-999
V2= Varietas Hot Beauty
V3 = Varietas Laris
V4 = Varietas Lokal
Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

II. Jenis Mulsa, yaitu :
M0 = Tanpa mulsa
M1 = Mulsa plastik hitam perak
M2 = Mulsa plastik hitam
Sehingga didapat 12 kombinasi perlakuan, yaitu :
M0V1

M1V1

M2V1

M0V2

M1V2

M2V2

M0V3

M1V3

M2V3

M0V4

M1V4

M2V4

Jumlah ulangan

:3

Jumlah plot

: 36

Jarak tanam

: 55 cm x 60 cm

Jumlah tanaman per plot

: 20 tanaman

Jumlah tanaman sampel

: 3 tanaman

Jarak antar plot

: 1 meter

Ukuran Plot

: 2 x 3 meter

Dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan
model linier sebagai berikut :
Yiijk = µ +

i

+

j

+

k+

(

)jk +

jk

dimana :
Yiijk

:

Hasil pengamatan dari plot yang mendapat perlakuan varietas
cabai taraf ke-j dan jenis mulsa taraf ke-k pada blok ke-i

µ

:

Rataan atau nilai tengah umum

Erik Melpin Girsang : Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik, 2008.
USU Repository © 2009

:

Pengaruh blok taraf ke-i

j

:

Pengaruh varietas cabai taraf ke-j

k

:

Pengaruh jenis mulsa taraf ke-k

i

)jk :

(

Pengaruh interaksi antara varietas cabai taraf ke-j dan jenis
mulsa taraf ke-k

jk

:

Pengaruh eror dari blok ke-i yang mendapat perlakuan varietas
cabai taraf ke-j dan jenis mulsa taraf ke-k

Bila dalam pengujian sidik ragam diperoleh pengaruh perlakuan
berbeda nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak
Duncan.

Pelaksanaan Penelitian

Pembibitan
Benih cabai disemaikan dalam media campuran tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1 : 1 dan tempat persemaian diberi
naungan. Persemaian disiram tiap hari pada pagi dan sore hari.
Persiapan lahan
Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Lahan yang
akan ditanam diolah sebanyak 2 kali, kemudian tanah dihaluskan. Tanah
dibagi menjadi 3 blok sebagai ulangan. Dalam setiap plot 2 x 3 m, jarak
antar blok 100 cm. Jumlah plot sebanyak 36 plot. Dalam setiap plot dibuat
lubang untu