Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (Cod) Pada Air Limbah Rumah Sakit Di Kota Medan Di Balai Laboratorium Kesehatan Medan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah
2.1.1 Pengertian limbah
Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari
rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung
bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian lingkungan (Chandra, 2006).
2.1.2 Sumber air limbah
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber antara lain
a) Rumah tangga
Contoh : air bekas cucian, air memasak, air bekas mandi, dan sebagainya
b) Perkotaan
Contoh : air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan dan dari tempattempat ibadah
c) Industri
Contoh : air limbah dari pabrik baja, pabrik tinta, pabrik cat, dan pabrik karet

Universitas Sumatera Utara


2.2 Ciri-Ciri Air Limbah

2.2.1 Ciri-ciri fisik limbah

a. Bahan Padat Total

Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna
akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal.
Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak telarut atau bahan padat terapung serta
senyawa-senyawa yang terlarut dalam air (zat padat yang lolos filter kertas) dan bahan
tersuspensi (zat yang tidak lolos saringan filter)

b. Warna

Bahan buangan industri dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan
anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut didalam air. Apabila bahan buangan
dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air
dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna sehingga tampak bening dan
jernih. Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan terjadinya
perubahan warna air. Tingkat pencermaran tidak mutlak tergantung pada warna air,

karena bahan buangan industri yang memberikan warna belum tentu lebih berbahaya
dari bahan buangan yang tidak memberikan warna. Seringkali zat-zat yang beracun
justru terdapat didalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan
warna pada air sehingga air tetap tampak jernih

Universitas Sumatera Utara

c. Bau

Bau yang keluar dari dalam air dapat berlangsung berasal dari bahan buangan
atau limbah dari kegiatan industri atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan
buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat
organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan
makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba didalam
air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein secara degradasi
menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan
secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air
yang cukup tinggi.

d. Suhu


Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas
reaksi atau panas dari gerakan mesin. Penghilang panas dapat dilakukan dengan proses
pendinginan air. Air pendingin akan mengambil panas yang terjadi. air yang menjadi
panas tersebut kemudian dibuang kelingkungan. Apabila air yang panas tersebut
dibuang ke sungai maka air tersebut akan panas. Air sungai yang suhunya naik akan
menggangu kehidupan hewan air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air
akan turun bersamaan dengan kenaikkan suhu. Makin tinggi kenaikan suhu air makin
sedikit oksigen yang lar

2.3.2 Ciri-ciri kimia

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam air
limbah. Tes BOD dalam air limbah merupakan salah satu metode yang paling banyak
digunakan sampai saat ini. Metode pengukuran limbah dengan cara ini sebenarnya
merupakan pengukuran tidak langsung dari bahan organik. Pengujian dilakukan pada
temperatur 200o C selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia

maka seharusnya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300o C. Pengukuran
dengan COD lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara
biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD (Situmorang, 2007)

2.2.3. Ciri-ciri biologis

Ciri-ciri biologis limbah kadang-kadang merupakan hal yang penting. Karena ada
beribu-ribu bakteri per milimeter dalam air limbah yang belum diolah, maka
perhitungan keseluruhan jarang dilakukan. Walaupun demikian pengujian untuk
coliform pada buangan instalasi kadang-kadang dilakukan untuk mengkaji dapat
tidaknya di buang ke perairan yang dipakai untuk rekreasi. Tergantung pada persyaratan
pembuanganya mungkin diperlukan klorinasi air buangan untuk mengurangi jumlah
bakteri-bakteri tersebut
Berbagai jenis bakteri yang terdapat didalam air limbah sangat berbahaya karena
menyebabkan penyakit. Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air limbah merupakan
bantuan yang sangat penting bagi proses pembusukkan bahan organik. Proses
pengolahan biologis bertumpu pada percepatan siklus perusakan alamiah, sehingga
tujuan dari perencanaan instalansi pengolahan pada umumnya adalah untuk

Universitas Sumatera Utara


mempersiapkan suatu lingkungan yang baik untuk kegiatan bakteri yang menstabilkan
bahan organik dalam air limbah (Linsley, 1996)

2.3. Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang
berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis yang
kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif.
Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah rumah sakit dapat bermasalah baik dari
aspek pelayanan maupun estetika selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu
pengolahan limbah rumah sakit perlu mendapatkan perhatian yang serius dan memadai
agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi.

2.4 . Jenis limbah rumah sakit
Limbah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dibagi menjadi dua seperti berikut:
1. Limbah medis
a. Padat
b. Cair
c. Radioaktif

2. Limbah nonmedis
a. Padat
b. Cair

Universitas Sumatera Utara

Adapun yang meliputi limbah medis antara lain :
a. Limbah padat medis
Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan
diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga
kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah dan ruangan laboratorium.
b. Limbah cair medis.
Limbah cair medis adalah limbah cair yang mengandung zat beracun seperti
bahan-bahan kimia anorganik. Zat-zat organik yang berasal dari air bilasan ruang bedah
dan otopsi apabila tidak dikelola dengan baik atau langsung dibuang ke saluran
pembuangan umum akan sangat berbahaya dan dapat menimbulkan bau yang tidak
sedap serta mencemari lingkungan
Adapun yang meliputi limbah nonmedis antara lain :
a. Limbah padat nonmedis
Limbah padat nonmedis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis

yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti ruang tunggu, ruang inap, unit gizi dan
dapur
b. Limbah cair nonmedis
Limbah cair nonmedis merupakan limbah rumah sakit yang berupa :
1.

Kotoran manusia seperti tinja, dan air kemih yang berasal dari kloset dan
peturasan di dalam toilet atau kamar mandi

2.

Air bekas cucian yang berasal dari lavatory, kitchen sink, atau floor drain dari
ruangan-ruangan di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

Pengolahan limbah rumah sakit harus dilakukan dengan benar dan efektif dan
memenuhi persyaratan sanitasi. Adapun persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi antara
lain :
1. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air permukaan atau air tanah dan juga

udara
2.

Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus dan binatang lainnya

3.

Limbah tidak menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tidak baik.

4.

Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair lain dan harus
memiliki tempat penampungan sendiri (Chandra, 2006).

2.5 Metode Menangani Limbah

Penanganan limbah yang terlarut dapat menggunakan metode biologik dan dengan
menggunakan metode fisikokimia. Dengan berbagai kombinasi perlakuan penanganan
limbah maka BOD, partikel-pertikel dan juga mikroba patogen dapat dikurangi. Untuk
menghilangkan zat-zat padat yang terdapat pada limbah dapat dilakukan dengan

penyaringan ataupun pengendapan (sedimentasi). Sedangkan untuk menentralkan asam
atau basa dan menghilangkan bahan-bahan organik tertentu dapat digunakan metode
kimia. Sedangkan metode fisikokimia seperti adsorbsi, pertukaran ion, osmosis,
oksidasi kimia, dan pengendapan biasanya dilakukan untuk menghilangkan komponenkomponen kimia tertentu yang bersifat mencemari. Pada prinsipnya penanganan limbah
dikelompokkan menjadi empat tahapan tergantung dari jenis limbah dan tujuan
penanganan. Keempat tahapan tersebut adalah sebagi berikut :

2.5.1. Penanganan primer (Primary Treatment )

Universitas Sumatera Utara

Proses penanganan primer air buangan pada prinsipnya terdiri dari tahaptahapan untuk memisahkan air dari limbah padat yaitu dengan membiarkan padatan
tersebut mengandap atau dengan memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung
seperti

daun, plastik, kertas dan sebagainya. Pada dasarnya primary treatment

dilakukan dengan dua metode yaitu pengolahan secara fisik dan pengolahan secara
kimia. Pengolahan secara kimia yaitu mengendapkan bahan padatan dengan
penambahan zat kimia. Reaksi antara zat kimia dengan bahan yang akan diendapkan

akan mengakibatkan butiran bahan bertambah besar, sehingga berat jenisnya lebih besar
daripada air. Namun tidak semua reaksi dapat berjalan secara sempurna sebab untuk
senyawa kimia organik tidak dapat mengendap. Pengendapan terjadi bila senyawa
limbah pencemar terdiri dari senyawa anorganik seperti aluminium, besi, nikel dll.
Pengolahan secara fisik dimungkinkan bagi bahan kasar yang telah diolah dengan
pengendapan atau pengapungan. Tujuan penanganan ini adalah untuk menghilangkan
partikel-partikel padat anorganik dan organik melalui proses fisika yaitu sedimentasi
dan flotasi.

2.5.2. Penanganan sekunder (Secondary Treatment )

Perlakuan (treatment) kedua pada umumnya melibatkan proses biologis dengan
tujuan untuk menghilangkan bahan organik melalui oksidasi biokimia. Pilihan proses
biologis tergantung pada banyak faktor misalnya kuantitas air buangan dan luas areal.
Pada proses biologis ini banyak digunakan reaktor lumpur aktif .

2.5.3. Penanganan tersier (Tertiary Treatment )

Universitas Sumatera Utara


Dalam prakteknya pengolahan air limbah pada tingkat primary, dan secondary
treatment sering kali tidak memuaskan bahkan tidak berhasil sehingga dibutuhkan
pengolahan tingkat lanjut. Proses primer dan sekunder dapat menurunkan nilai BOD air
dan menghilangkan bakteri yang berbahaya tetapi tidak dapat menghilangkan
komponen-komponen organik dan anorganik yang terlarut. Jika air buangan tersebut
harus memenuhi standar mutu air yang ada maka bahan-bahan terlarut tersebut harus
dihilangkan terlebih dahulu yaitu dengan proses perlakuan tersier (tertiary treatment)
atau penanganan lanjut. Tujuannya untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut yang
telah dikembangkan, dimulai dari proses biologis untuk menghilangkan senyawasenyawa nitrogen dan fosfor sampai pada proses pemisahan fisika-kimia seperti
adsorbsi, destilasi dan osmosis.

2.5.4. Penanganan lanjutan (advanced treatment)

Pada tahap ini pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air
limbah sesuai dengan yang dikehendaki seperti menghilangkan kandungan fosfor
ataupun senyawa-senyawa lainnya dari air limbah (Kristanto, 2004)

Pengelolaan atau penanganan air limbah sebagi suatu usaha untuk mengurangi
pencemaran lingkungan. Oleh karena

itu peraturan perundangan yang mengatur

masalah pengelolaan lingkungan hidup perlu diketahui oleh setiap petugas yang
bergerak dalam bidang industri dan teknologi (Wardhana, 1995)

Air limbah sebelum dilepaskan ke pembuangan akhir harus menjalani
pengolahan terlebih dahulu.untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang

Universitas Sumatera Utara

efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. adapun tujuan dari pengelolaan air
limbah itu sendiri antara lain :

1) Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga
2) Melindungi hewan dan tanaman yang hidup didalam air
3) Menghindari pencemaran tanah permukaan
4) Menghilangkan tempat berkembang biaknya bibit dan vektor penyakit

Sementara itu sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi
persyaratan berikut :
1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum
2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan
3) Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air didalam
penggunaanya sehari-hari
4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit
5) Tidak terbuka dan harus tertutup
6) Tidak menimbulkan bau, atau aroma yang tidak sedap (Chandra, 2006).

2.6. Dampak Buruk Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi
makluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai
berikut :

1.Gangguan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit
bawaan air (waterborne disease). Selain itu didalam air limbah mungkin juga terdapat
zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi
makluk hidup yang mengkonsumsinya

2. Penurunan kualitas lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai dan
danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Air limbah juga dapt
merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah

3.Gangguan terhadap keindahan

Air limbah mengandung polutan yang tidak menggangu kesehatan dan
ekosistem, tetapi menggangu keindahan. Contohnya yang sederhana adalah air limbah
yang mengandung pigmen warna yang dapt menimbulkan perubahan warna pada badan
air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut.

4.Gangguan terhadap kerusakan benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri
anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H 2 S. Gas ini dapat mempercepat proses
perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah ) dan
bangunan air kotor lainnya (Mulia, 2005)

Universitas Sumatera Utara

Perkembangan bakteri anaerob ini terjadi pada tempat-tempat yang sedikit atau
sama sekali tidak mengandung oksigen. Kuman-kuman ini normalnya ditemukan di
mulut, saluran pencernaan dan vagina serta pada kulit. Umumnya penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh bakteri anaerob adalah gas gangren, tetanus dan botulisme.
Bakteri anaerob dapat menyebabkan infeksi jika barier (sawar) normal (seperti kulit,
gusi dan dinding usus) mengalami kerusakkan akibat pembedahan, jejas atau penyakit.
Biasanya sistem kekebalan tubuh akan membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh,
tetapi kadang-kadang bakteri tersebut mampu berkembang dan menyebabkan infeksi.
Bagian tubuh yang mengalami kerusakkan jaringan (nekrosis) atau suplai aliran
darahnya sedikit merupakan tempat-tempat yang disenangi oleh bakteri anaerob untuk
tumbuh dan berkembang karena miskin akan oksigen. Bakteri anaerob menyebabkan
pneumonia, abses paru, infeksi pada salaput pembungkus paru (empiema) dan pelebaran
bronkhus pada paru (bronkiektasis).

2.7. Kebutuhan Oksigen Kimia atau Chemical Oxygen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimia atau chemical

atau Chemical

oxigen demand (COD)

didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi senyawa kimia yang
terdapat di dalam air. Pengujian COD dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa
organik yang dapat dioksidasi di dalam air tetapi dengan menggunakan senyawa kimia
sebagai sumber oksigen. Senyawa kimia yang dipergunakan sebagi oksidator adalah
pengoksida kuat kalium dikromat (K2 Cr 2 O 7 ), karena senyawa ini akan dapat
mengoksidasi senyawa organik menjadi senyawa CO 2 dan H2 O dengan persamaan
reaksi :

Universitas Sumatera Utara

C x H y O z + Cr 2 O 7 2-

+H+

CO 2

+ H2 O + Cr3+ ........................(1)

Penentuan COD di laboratorium dilakukan secara titrasi, dimana banyaknya
bikromat yang di perlukan dalam reaksi oksidasi adalah setara dengan banyaknya
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik. Dalam reaksi ini
senyawa bikromat adalah sebagai sumber oksigen untuk mengoksidasi senyawa
organik. Kelebihan penentuan COD adalah sangat cepat yaitu membutuhkan waktu 1-2
jam untuk menganalisis, hal ini relatif sangat singkat bila dibandingkan dengan
penentuan BOD yang membutuhkan waktu beberapa hari (Situmorang, 2007)
COD

menggambarkan

jumlah

total

oksigen

yang

dibutuhkan

untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO 2 dan H2 O. Pada
prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat
yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988)
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi
biologis misalnya selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida, benzena dan sebagainya
maka lebih cocok dilakukan pengukuran nilai COD dibandingkan dengan nilai BOD
Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan
organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat
(kalium dikromat/ K2 Cr 2 O 7 ) dalam suasan asam. Dengan menggunakan dikromat
sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95-100% bahan organik dapat dioksidasi.
Meskipun demikian terdapat juga bahan organik yang tidak dapat dioksidasi
dengan metode ini misalnya piridin dan bahan organik yang bersifat sangat mudah

Universitas Sumatera Utara

menguap (volatile). Glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna. Asam amino
dioksidasi menjadi amonia nitrogen. Nitrogen organik dioksidasi menjadi nitrat.
Pada penentuan COD, kalium dikromat yang ditambahkan harus melebihi
kebutuhan untuk mengoksidasi bahan organik. Kelebihan oksidator ini dititrasi kembali
untuk mengetahui oksidator yang sesungguhnya yang terpakai. Asam lemak dan
hidrokarbon aromatik tidak dapat dioksidasi oleh kalium dikromat.
Kalium dikromat dapat mengoksidasi bahan organik secara sempurna apabila
berlangsung dalam suasana asam dan suhu yang tinggi. Oleh karena itu bahan-bahan
mudah menguap (volatile) yang terdapat dalam air akan menguap selama proses
oksidasi berlangsung jika tidak dilakukan pencegahan. Salah satu cara untuk mencegah
terjadinya penguapan bahan-bahan mudah menguap ini adalah dengan menggunakan
kondensor refluks. Pada metode refluks, air sampel dapat didihkan tanpa kehilangan
bahan-bahan mudah menguap.
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah
tangga dan industri misalnya pabrik bubur kertas, pabrik kertas dan industri makanan.
Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan
dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/liter sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada
limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (Effendi, 2003)
2.8. Gangguan, keuntungan dan, kekurangan tes Chemical Oxygen Demand (COD)
2.8.1. Gangguan tes COD

Universitas Sumatera Utara

1. Kadar klorida < 2000 ppm mengganggu bekerjanya katalisator AgSO 4 , dan pada
keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat. Gangguan ini dihilangkan dengan
penambaha reagen lainnya. Ion merkurik bergabung dengan ion klorida membentuk
merkuri klorida sesuai dengan reaksi dibawah ini
Hg2+

+ 2Cl-

HgCl 2 ......................................................................(2)

Dengan adanya ion Hg2+ ini konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan tidak
menggangu oksidasi zat organis dalam tes COD
2. NO 2 - juga akan teroksidasi menjadi NO 3 -. Bila konsentrasi NO 2 - > 2 mg/l maka
perlu penambahan 10 mg Asam sulfamat per mg NO 2 -, baik dalam sampel maupun
blangko.
2.8.2. Keuntungan tes COD
Keuntungan dari tes COD dibandingkan tes BOD diantaranya adalah
− Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam sedangkan analisa
BOD memerlukan waktu 5 hari
− Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/l tidak dibutuhkan
pengenceran

sampel

sedangkan

pada

umumnya

analisa

BOD

selalu

membutuhkan pengenceran
− Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes
BOD
− Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikro-organisme pada tes BOD
tidak menjadi soal pada tes COD

Universitas Sumatera Utara

2.8.3. Kekurangan dari tes COD
Kekurangan tes COD diantaranya adalah
Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi
kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi dialam) sehingga
merupakan endekatan saja. Karena hal tersebut maka tes COD tidak dapat membedakan
antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi
secara biologis (Alaerts, 1984)

2.9. Metode penentuan Chemical Oxygen Demand (COD)
Adapun metode yang digunakan dalam menetukan COD diantaranya adalah
A. Metode refluks terbuka
Kebanyakan bahan-bahan organik yang telah teroksidasi oleh suatu campuran
dari pemanasan kromat dan asam sulfat yang mendidih. Suatu sampel merupakan
larutan asam kuat yang diketahui jumlah potasium dikromatnya. Setelah mengalami
proses pencampuran sisa K 2 Cr 2 O 7 dititrasi dengan menggunakan Ferro Amonium
Sulfat untuk menentukan jumlah K 2 Cr 2 O 7 yang dipakai atau dipergunakan. Banyaknya
bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium
dikromat yang terikat. Untuk menjaga agar volume dan kekuatan reagen agar tetap
konstan maka volue sampel lain berkurang daripada 50 ml dari yang diperlukan.
Standart waktu yang digunakan agar boleh mereduksi selama 2 jam jika ingin
mendapatkan waktu dan juga menghasilkan hasil yang sama.

Universitas Sumatera Utara

B. Metode refluks tertutup
Senyawa organik yang bersifat volatil akan teroksidasi secara sempurna dalam
sistem tertutup karena dapat berhubungan langsung dengan oksidas. Sebelum tiap-tiap
pemeriksaan dipergunakan tabung untuk mencapai titik akhir di TFE linier memilih
tabung yang cocok untuk sensitivitas yang diinginkan, digunakan 25x150 mm ukuran
tabung untuk suatu sampel dengan keadaan kadar COD yang umum karena volume
sampel yang dipergunakan banyak.

C. Metode refluks tertutup ( kolorimetri tertutup)
Reaksi kolorimetri yang memakai ampul glass atau sebuah tabung tertutup.
Unsur oksigennya dapat diukur dengan menggunakan standart 600 nm dengan
spektrofotometer (Greenberg, 1917)
2.10. Analisa Titrimetri
Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinnya diketahui dengan tepat,
yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan
ditetapkan. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut larutan standar. Proses
penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap disebut titrasi dan zat yang
ditetapkan disebut dititrasi. Titik pada saat reaksi itu tepat lengkap disebut titik
ekuivalen. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan yang

Universitas Sumatera Utara

tidak dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri atau
lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai
indikator dan titik pada saat mana ini terjadi disebut titik akhir titrasi.
Pada analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut:
1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana yang dapat dinyatakan dengan
persamaan

kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi dengan

lengkap dengan reagensia

dalam proporsi yang stokiometrik atau

ekuivalen
2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan
sangat cepat sekali. Dalam beberapa keadaan penambahan suatu katalis
akan menaikkan kecepatan reaksi tersebut
3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi-bebas yang
menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan
pada titik-ekuivalen. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan
sifat-sifat fisika (warna atau pembentukkan endapan), harus dengan
tajam menetapkan titik-akhir reaksi.
Reaksi yang digunakan dalam analisis titimetri dapat dibagi menjadi dua golongan
utama yaitu :
a. Reaksi dalam mana tak terjadi perubahan keadaan oksidasi reaksi ini bergantung
pada bersenyawaanya ion-ion
b. Reaksi oksidasi-reduksi ini melibatkan suatu perubahan kedaaan oksidasi atau dengan
kata lain pemindahan elektron

Universitas Sumatera Utara

namun demi kemudahan kedua tipe reaksi ini dibagi dalam empat golongan utama:
1. Reaksi penentralan atau asidimetri dan alkalimetri : ini melibatkan
titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam
yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar
(asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari
hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa
standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawaannya
ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
2. Reaksi pembentukkan kompleks : reaksi ini bergantung pada
bersenyawaannya ion-ion yang bukan ion hidrogen atau ion
hidroksida untuk membentuk suatu ion atau senyawa yang dapat larut
atau sedikit terdisosiasi seperti titrasi larutan sianida dengan perak
nitrat.

Asam

etilenadiaminatetraaseta,

sebagian

besar

garam

dinatriumnya, EDTA merupakna reagensia yang sangat penting
untuk pembentukkan kompleks.
3. Reaksi pengendapan : reaksi ini bergantung pada bersenyawanya ionion untuk membentuk suatu endapan sederhana seperti ion perak
dengan suatu larutan klorida. Tak terjadi perubahan kedaan oksidasi
4. Reaksi oksidasi-reduksi : dalam golongan ini termaksuk semua reaksi
yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi atau pemindahan
elektron. Larutan standarnya adalah zat pengoksid ataupun zat
pereduksi. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat,
kalium dikromat, serium(IV) sulfat, iod, kalium iodat dan kalium

Universitas Sumatera Utara

bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan adalah senyawa besi
(II) dan timah (II), natrium tiosulfat, dll (vogel, 1994).
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen
berperan baik sebagai reduktor dan oksidator maka dapat dikatakan zat tersebut
mengalami autooksidasi atau disproporsionasi
Banyak sekali metode volumetri yang berprinsipkan pada transfer elektron.
pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-komponenya yaitu reksi separuhnya
adalah cara untuk menunjukkan masing-masing spesis yang memperoleh maupun
kehilangan elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari
donor ke akseptor. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi
volumetri asalkan kesetimbangannya yang tercapai setimpa penambahan titran dapat
berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu
menunjukkan titik ekivalen stokiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi
redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna dua setengah reaksi untuk
setiap sistem titrasi redoks selalu dalam kesetimbangan pada seluruh titik setelah
mulainya titrasi, sehingga potensial reduksi untuk separuh sel adalah identik ada seluruh

Universitas Sumatera Utara

titik sedangkan potensial E sel berubah selam titrasi, perubahannnya sangat spesifik.
Banyak reaksi redoks yang berlangsung lambat sehingga digunakan katalis untuk
mempercepat reaksinya (Khopkar, 2008).

Universitas Sumatera Utara