Pengolahan dan Karakterisasi Bentonit Alam Aceh Sebagai Pengisi Nanokomposit Polipropilena-Montmorillonit

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit
Bentonit adalah istilah dalam dunia perdagangan untuk lempung yang
mengandung montmorillonit dan termasuk kelompok dioktohedral. Bentonit
merupakan hasil endapan dari aktivitas vulkanik jatuhan berukuran sangat halus yang
kemudian mengalami proses pengerjaan oleh air dan terendapkan kembali di daerah
lain, kemungkinan pada lingkungan laut dalam.
2.1.1 Proses terbentuknya bentonit
Secara umum terbentuknya endapan bentonit ada empat macam, yaitu :
1. Endapan Hasil Pelapukan.
Bentonit ini terbentuk akibat proses pelapukan dari mineral-mineral penyusun
batuan yang dipengaruhi oleh iklim, jenis batuan, relief muka bumi, tumbuhtumbuhan yang berada di atas batuan tersebut. Faktor utama yang menyebabkan
terbentuknya jenis mineral lempung dalam proses ini adalah komposisi mineral
batuan, komposisi kimia dan daya larut air tanah. Pembentukan mineral lempung oleh
pelapukan adalah akibat reaksi ion-ion hidrogen yang terdapat dalam air tanah dengan
mineral-mineral silikat. H+ umumnya berasal dari asam karbonat yang terbentuk
sebagai akibat pembusukan oleh bakteri terhadap zat organik dalam tanah.

Pada proses pelapukan bila laju aliran air lebih cepat dibanding dengan
pelarutan yang terjadi, biasanya di daerah curam maka akan terbentuk gibsit
[Al(OH) 3 )] dari felspar. Jika laju aliran makin rendah biasanya di daerah landai,
maka dari felspar tersebut akan terbentuk kaolinit [Al 2 SiO 2 (OH) 4 ]. Sedangkan bila
laju aliran terhenti biasanya di dalam cekungan, suatu reaksi yang lambat akan terjadi
antara

kation

dengan

Al(OH) 3

dan

silika

membentuk

montmorillonit


[Al 2 O 3 .4SiO 2 .H2 O].

8
Universitas Sumatera Utara

9

2. Endapan Proses Hidrotermal.
Proses ini berlangsung karena adanya injeksi larutan hidrotermal yang bersifat
asam merembes melalui celah-celah rekahan pada batuan yang dilaluinya, sehingga
mengakibatkan terjadinya reaksi antar larutan tersebut dengan bantuan itu. Pada saat
reaksi berlangsung, komposisi larutan hidrotermal tersebut menjadi berubah. Unsurunsur alkali akan dibawa ke arah luar, sehingga selama proses itu berlangsung akan
terjadi daerah atau zona yang berkembang dari asam ke basa dan pada umumnya
berbentuk melingkar sepanjang rekahan dimana larutan itu menginjeksinya.
Terjadinya montmorillonit sebagai mineral penyusun utama bentonit, terjadi
karena adanya ubahan dari felspar plagioklas, mineral mika dan feromagnesian. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan adanya magnesium (Mg) dan kalium (K) yang berasal
dari mika atau felspar. Peristiwa ini terjadi pada alterasi hidrotermal tingkat rendah.
3.


Endapan Akibat Transformasi atau devitrivikasi.
Pada proses ini bentonit dapat terbentuk dari hasil mekanisme pengendapan debu

volkanik yang kaya akan gelas mengalami devitrifikasi (perubahan gelas volkanik
menjadi mineral lempung). Setelah diendapkan pada lingkungan danau atau laut.
4. Endapan Sedimen.
Bentonit dapat terbentuk tidak saja dari tufa melainkan juga dari endapan
sedimentasi dalam suasana basa (alkali) yang sangat silikan (authigenic
neoformation) atau yang biasa disebut endapan kimia. Mineral-mineral yang
terbentuk secara sedimen yang tidak berasosiasi dengan tufa adalah attapulgit, seopilit
dan montmorillonit.
2.1.2 Jenis-jenis bentonit
Berdasarkan jenisnya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Na-bentonit – Swelling bentonit (Tipe Wyoming)
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila
dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam
keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar
matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi


Universitas Sumatera Utara

10

koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki
oleh ion-ion sodium (Na+).
Kandungan Na 2 O dalam natrium bentonit umumnya lebih besar dari 2%.
Karena sifat-sifat tersebut maka mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur
pemboran, penyumbat kebocoran bendungan pada teknik sipil, bahan pencampur
pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran
logam.
2. Ca-bentonit – non swelling bentonit.
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan
tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai
sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi
koloidal memiliki pH 4 - 7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion
kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abuabu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian
minyak goreng perlu aktivasi terlebih dahulu.
Bentonit jenis ini sangat baik digunakan sebagai lempung pemucat warna
pada minyak kelapa. Pada keadaan awal lempung jenis ini memiliki daya serap warna

yang rendah. Daya serap dapat ditingkatkan dengan diaktifasi menggunakan asam
mineral.
2.1.3 Sifat kimia dan fisika bentonit
Sifat – sifat fisika bentonit antara lain berkilap lilin, umumnya lunak dan
plastis. berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu hingga merah
muda dalam keaadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah
menjadi kuning, merah coklat hingga hitam. Bila diraba terasa licin seperti sabun.
Bila dimasukkan ke dalam air, akan menyerap air, sedikit atau banyak, bila kena air
hujan bentonit dapat berubah menjadi bubur dan bila kering akan menimbulkan
rekahan yang nyata. Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias
1,547-1,557; dan titik lebur 1330-1430 oC.

Universitas Sumatera Utara

11

Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur-unsur
kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Bentonit

Senyawa
Na-Bentonit (%)
SiO 2
61,3-61,4
Al 2 O 3
19,8
Fe 2 O 3
3,9
CaO
0,6
MgO
1,3
Na 2 O
2,2
0,4
K2 O
7,2
H2 O
(Puslitbang Tekmira, 2005)


Ca-Bentonit (%)
62,12
17,33
5,30
3,68
3,30
0,50
0,55
7,22

Partikel bentonit bermuatan negatif yang diimbangi dengan kation yang dapat
dipertukarkan dan terikat lemah (Na, Ca, Mg, atau K). Adanya kation yang dapat
dipertukarkan ini memungkinkan bentonit memisahkan logam berat dari air, dan juga
memisahkan senyawa organik kationik melalui mekanisme pertukaran ion.
Teknik penambangan bentonit dapat dilakukan dengan menggunakan
peralatan yang sederhana. Sistem ini dilakukan dengan melakukan penggalian
terhadap material lempung, dalam hal ini montmorillonit diambil pada kedalaman
tertentu hingga di dapatkan montmorillonit yang murni dengan hanya sedikit zat
pengotor. Pengolahan dari bentonit dilakukan dengan mengangkut hasil tambang
yang masih berupa bongkahan ke pabrik untuk diolah melalui tahapan penghancuran,

pemanasan, penggilingan, dan pengayakan. Proses selanjutnya disesuaikan dengan
penggunaannya. Pengolahan lanjutan bertujuan untuk meningkatkan mutu bentonit
antara lain dengan proses pengaktifan khusus untuk menjadi jenis bentonit yang tidak
mengembang yaitu bentonit yang mengandung Ca – Mg. Bentonit jenis ini dibagi 2
macam yaitu yang aktif dan tidak aktif dengan tujuan untuk melarutkan unsur
penganggu sepeti Ca, Al, Mg, Fe, Na, K, dan sebagainya dengan memakai media

Universitas Sumatera Utara

12

pengaktif H2 SO 4 (5%) dan HCl (5%) pada suhu 100 oC dalam selang waktu 2 - 4 jam.
Hasil proses ini bentonit yang dipakai untuk menjernihkan minyak kelapa.
Proses pengubahan ion, kation yang bervalensi tinggi atau yang berukuran
kecil pada umumnya akan menggantikan kation yang bervalensi rendah atau yang
berukuran besar. Atas dasar ini maka kation H+ jauh lebih kuat menggantikan kation
K+ seperti terlihat sebagai berikut : H+ > Mg2+ > Ca2+ > Li1+ . Na1+ > K1+ . Kation Ca+
pada bentonit dapat pula didesak oleh Na1+ apabila konsentrasi Na1+ cukup tinggi.
2.1.4 Bentonit Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung barat laut Pulau

Sumatera,. luasnya mencakup 12,26 % Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390
km2. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya
seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber
hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam
dan non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan
oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya
jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai
saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi (Azis,
2009). Potensi endapan mineral yang melimpah di Aceh, dapat dikembangkan secara
optimal sehingga mampu memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan penerimaan daerah,
membuka lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan terjaganya
hutan. Sehingga perdamaian yang telah terbentuk di Aceh, akan semakin bermakna
dengan pemanfaatan SDA yang dikelola dengan arif dan bijaksana.
Bahan galian logam dan non logam di Aceh banyak yang belum di
kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga,
mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan
galian non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa,
lempung, sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit,
basal,


kuarsit,

diorin

dan

andesit

(http://bisnis

investasi.Acehprov.go.id

Universitas Sumatera Utara

13

/pertambangan.php). Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang,


Kabupaten

Aceh Tengah, dan Kabupaten Simeulue.
Sampel bentonit diambil dari tiga daerah yang berbeda yaitu dari desa
Pantanlah, kabupaten Bener Meriah , desa Teupin Reusep, kabupaten Aceh Utara dan
dari desa Jaboi kabupaten Sabang (Kusnadi, 1987). Kondisi iklim dari ketiga daerah
pengambilan sampel adalah berbeda. Desa Teupin Reusep Aceh Utara terletak dekat
dengan laut dan cuacanya panas, desa Pantanlah kabupaten Bener Meriah yang
berbatasan dengan Aceh Tengah memiliki cuaca yang dingin sedangkan desa Jaboi
kabupaten Sabang merupakan daerah yang mempunyai bentonit disekitar gunung
berapi.
2.1.4.1 Bentonit Desa Teupin Reusep Kabupaten Aceh Utara
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan ibukota
Lhoksukon terdiri dari 22 Kecamatan, 850 desa dan 2 kelurahan, terletak pada
koordinat 96º 47΄ BT sampai 97º 30' BT dan 4º 43' LS sampai 5º 15' LS. Daerah ini
disusun oleh berbagai macam formasi batuan yang dipengaruhi oleh struktur geologi
yang dibeberapa tempat tertentu disertai dengan kegiatan intrusi (Pusat Sumber Daya
Geologi, 2007).
Beberapa jenis bahan galian non logam yang terdapat di wilayah kabupaten
Aceh Utara adalah sirtu, lempung, andesit, bentonit dan batu gamping. Bentonit di
kabupaten Aceh Utara dianggap sangat prospek dan mempunyai sumber daya terukur
yang terdapat di Desa Teupin Reusep Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya
terukur 10.858.948,1 ton, Desa Jamuan Kecamatan Muara Batu dengan sumber daya
2.000.000 ton, Desa Blangkaring Kecamatan Nisam dengan sumber daya terukur
2.674.574,2 ton dan Desa Blangdalam Kecamatan Nisam dengan sumber daya
1.500.000 ton (Kusnadi, 1987).
Dari segi genesa dan litologi, bentonit di daerah ini ditemukan berupa lapisanlapisan yang berselingan dengan batupasir, tufa pasiran dan batu lempung dengan
ketebalan sampai 2 meter, dibeberapa tempat mencapai ketebalan 3 meter sampai 6

Universitas Sumatera Utara

14

meter dengan warna bervariasi dari putih kehijauan, kuning pucat sampai hijau pucat
dan abu-abu, mempunyai kilap lilin, rapuh sampai getas. Pada singkapan-singkapan
yang terbuka seperti pada lereng-lereng landai yang gundul umumnya mengalami
rekahan-rekahan serta mudah longsor. Berdasarkan pengamatan secara megaskopis,
bentonit di daerah penyelidikan terjadi akibat proses devitrifikasi dari tufa kaca yang
diendapkan di dalam air.
Hasil pemeriksaan difraksi sinar-X (XRD), bentonit yang terdapat di Desa
Teupin Reusep, Kecamatan Muara Batu mempunyai komposisi mineral kuarsa,
tridimit, anortit, montmorillonit dan haloysit, sedangkan bentonit di Desa
Blangkaring, Kecamatan Nisam mempunyai komposisi mineral kuarsa, muskovit,
montmorillonit, anortit dan haloysit (Kaelani, 2007).
2.1.4.2 Bentonit Desa Pantanlah Kabupaten Bener Meriah
Pemerintah kabupaten Bener Meriah dengan luas wilayah 3.562,14 km2
terbagi menjadi 7 (tujuh) kecamatan, yang terdiri dari 232 desa. Kecamatan terluas
adalah kecamatan Syah Utama dengan luas 1.025,85 km2 atau 54,32 % dari luas
kabupaten. Sedangkan luas kecamatan terkecil adalah Wih Pesam dengan luas 43,48
km2 atau 2,3 % dari luas kabupaten. Secara adminitratif, batas-batas wilayah
Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut : disebelah barat berbatasan dengan
kabupaten Aceh Tengah, disebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur,
disebelah utara dengan kabupaten Aceh utara dan Bireuen, dan disebalah selatan
dengan kabupaten Aceh Tengah. Secara geografis daerah ini terletak pada posisi
koordinat 96o 40’ 15’’ – 97o 19’ 19’’ Bujur timur dan 4o 34’ 42’’ – 4o 58’ 13’’
Lintang Utara. Desa Pantanlah merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan
Rime Gayo, kecamatan ini berbatasan langsung dengan kabupaten Bireuen.
Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), baik dari pengamatan
lapangan serta analisa laboratorium, di kabupaten Bener Meriah, geologi yang
teramati sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian non
logam berupa : andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung,

Universitas Sumatera Utara

15

magnesit, batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Disarankan bahan galian
yang dapat dikembangakan untuk kabupaten Bener Meriah : andesit, bentonit,
feldspar, granit, lempung, pasirkuarsa, sirtu dan tras.
Endapan bentonit terdapat di daerah Pantanlah berupa lempung yang
terbentuk akibat proses pelapukan dari rempah vulkanik yang dijumpai pada satuan
lempung dari formasi Keutapang, anggota konglomerat atas. Bentonit yang terdapat
di kampung Pantanlah kecamatan Rime Gayo ini mempunyai ketebalan 1 m luas 20
Ha mempunyai sumber daya sebesar 520.000 ton. Bentonit di daerah penyeldikan
sampai saat ini belum diusahakan (Wastoni, 2009).
2.1.4.3 Bentonit Desa Jaboi Kabupaten Sabang
Sebagai wilayah dengan sebutan Nol Kilometer Indonesia, kota Sabang
memiliki karakteristik yang cukup berbeda dibandingkan dengan kabupaten/kota
lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota Sabang terdiri dari lima pulau,
yaitu pulau Weh, pulau Rondo, pulau Seulako, pulau Rubiah dan pulau Klah. Pulau
Weh merupakan pulau yang paling besar dan paling banyak dihuni penduduk. Selain
pulau Weh, pulau yang berpenduduk di kawasan kota Sabang adalah pulau Rubiah.
Secara geografis kota Sabang terletak pada posisi 05046’ 28”-05054’ 28”
Lintang Utara dan 95013’ 02” - 95022’ 36” Bujur Timur dengan luas daerah 153 km2.
Kota Sabang berbatasan dengan Selat Malaka disebelah utara dan timur, dan
Samudera Indonesia disebelah selatan dan barat. Karena letaknya yang sangat
strategis maka kawasan ini disebut kawasan perdagangan bebas. Kota Sabang terbagi
menjadi dua kecamatan yaitu kecamatan Sukajaya dan kecamatan Sukakarya dengan
luas daerah masing-masing sebesar 80 km2 dan 73 km2. Kecamatan Sukajaya terdiri
dari sepuluh kelurahan dan terbagi dalam 39 lingkungan. Sedangkan kecamatan
Sukakarya mempunyai luas sebesar 73 km2 yang memiliki delapan kelurahan dan
terbagi dalam 35 lingkungan.
Sabang memiliki gunung api aktif yang terletak di desa Jaboi kecamatan
Sukajaya, yang menyimpan sumber energi panas bumi yang besar, disekitar gunung

Universitas Sumatera Utara

16

berapi ini juga terdapat bahan galian yang dinamakan bentonit, selama ini bentonit
tersebut belum dikembangkan dan dimanfaatkan.
2.1.5 Kegunaan Bentonit
Endapan bentonit Indonesia saat ini masih cukup tinggi (380 juta ton) dan
mempunyai prospek yang bagus baik domestik maupun ekspor. Karena jenis endapan
yang dimiliki kebanyakan dari jenis bleaching clay (untuk penjernihan minyak kelapa
sawit), maka bentonit banyak digunakan hanya sebagai adsorben dan nilai jual yang
diperoleh juga hanya sedikit. Pemanfaatan lainnya dari bentonit adalah sebagai
lumpur bor, pengecoran logam, dan untuk pembuatan pellet konsentrat besi dan
logam

lainnya.

Diharapkan

dengan

adanya

pengolahan

bentonit

menjadi

montmorillonit nilai jualnya akan bertambah.

2.2 Montmorillonit (MMT)
Montmorillonit ( Na,Ca) 0,33 (Al,Mg) 12 Si 4 O 10 (OH) 2 nH2 O, merupakan salah
satu jenis dari kelompok mineral lempung yang bersifat lunak dengan tingkat
kekerasan 1 pada skala Mohs, berat jenis antara 1,7 - 2,7, mudah pecah, terasa
berlemak jika diusap, mempunyai sifat mengembang apabila kena air. Montmorillonit
merupakan mineral lempung yang menyusun hampir 85 % dari bentonit. Nama lain
dari bentonit adalah Soap Clay, Taylorit, Bleaching clay, Fullers earth, Konfolensit,
Saponit, Smegmatit.
Mineral montmorillonit mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi
sehingga ruang antar lapis montmorillonit mampu mengakomodasikan kation dalam
jumlah yang besar serta menjadikan montmorillonit sebagai material yang unik
(Wijaya dkk, 2004).
2.2.1 Sruktur dan sifat kimia montmorillonit
Struktur bangun lembaran montmorillonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral
yang disusun unsur utama Si(O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang
disusun oleh unsur M(O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran montmorillonit dapat

Universitas Sumatera Utara

17

mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan kation-kation lain. (Haerudin
dkk, 2002).

Gambar 2.1 Struktur montmorillonit. (Othmer, 1964)

Kandungan montmorillonit dalam lempung bentonit biasanya 75-85 %
(Orthman, 2003). Mineral-mineral dalam kelompok ini kadang-kadang disebut
smektit dan mempunyai komposisi yang beragam. Rumus material montmorillonit
sering dinyatakan Al 3 O 3 .4SiO 2 .H2 O + xH2 O (Tan, 1982). Muatan negatif
montmorillonit umumnya berasal dari substitusi isomorfik yaitu penggatian kation
bervalensi tinggi dengan kation valensi yang lebih rendah dengan syarat jari-jari atom
relatif sama. Hanya terdapat sedikit muatan yang berubah, karena semua gugus
hidroksil berlokasi dalam bidang permukaan yang ditutupi oleh jaringan atom-atom
oksigen. Van Olphen (1977) mengemukakan nilai KTK montmorillonit kira-kira 70
me/ 100g, luas permukaan antara 700–800 m2/g dan oleh karena besarnya nilai ini
maka montmorillonit memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah.
Montmorillonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponenkomponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air,
maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume tanah liat

Universitas Sumatera Utara

18

dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing)
montmorillonit meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa
peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan,
yaitu pertanda pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di
antara lapisan.
Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorillonit menjadi
alasan kuat, mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan
persenyawaan organik. Jerapan persenyawaan organik menjurus pembentukan
kompleks organo-mineral. Ion-ion organik dipercaya dapat menggantikan kedudukan
kation-kation organik di dalam ruang antar misel. Jerapan persenyawaan organik
sperti gliserol dan etilen glikol merupakan penciri dalam mengidentifikasi
montmorillonit dengan analisa difraksi sinar-x. Jika montmorillonit dipanaskan dalam
oven pada suhu 105 °C, maka biasanya mineral ini dicirikan oleh puncak difraksi dari
jarak dasar 10 oA, sedangkan nilai untuk kondisi kering udara adalah 12,4 – 14 oA.
Dari keanekaragaman jenis tanah liat, montmorillonit ditemukan dalam
bentuk tanah kebanyakan. Montmorillonit banyak ditemukan pada jenis tanah
vertisol, mollisol, affisol maupun entisol. Tingginya daya plastis, mengembang dan
mengkerut, mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika
kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah
mengering.
2.2.2 Modifikasi Montmorillonit
2.2.2.1 Modifikasi montmorillonit dengan pertukaran ion
Lempung tanah biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan
terjadinya reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari
beberapa reaksi yang berbeda. Tan (1982) menguraikan dua sumber utama dari
muatan negatif tersebut, yaitu substitusi isomorfis dan disosiasi dari gugus hidroksil
yang terbuka. Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah ion-ion yang berada di sekitar
mineral lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion bersifat stoikiometris dan
berbeda dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi (Murtado, 1994). Pertukaran ion

Universitas Sumatera Utara

19

adalah suatu proses dimana kation yang biasanya terdapat di antarlapis kristal
digantikan oleh kation dari larutan (Hamdan, 1992). Dalam air, kation dalam
permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan oleh kation lain yang terdapat
dalam larutan, yang dikenal dengan”exchangeable cation”.

Tabel 2.2 Harga Rata-Rata Kapasitas Tukar Kation
Jenis Mineral

KTK (mek/100 gram)

Kaolin

3-5

Halloysit 2H2 O
Halloysit 4H2 O
Montmorillonit
Illit
Vemikulit
Klorit
Sepiolit-Attapulgit

5-10
10-40
80-150
10-40
0-40
10-40
20-30

KTK Mineral Lempung (Grim, 1953)
Kemampuan tersebut dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram lempung
kering yang disebut Cation Exchange Capacity (CEC) atau Kapasitas Tukar Kation
(KTK). Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah
untuk menyerap dan mempertukarkan kation. Harga-harga KTK mineral lempung
bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid dalam lempung tersebut. Tabel 2.2
nenunjukkan harga rata-rata KTK berbagai mineral lempung.
Diantara mineral-mineral yang lain, montmorillonit mempunyai harga KTK
yang paling tinggi. Faktor utama tingginya harga KTK pada montmorillonit yaitu
pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar
sudut

satuan

silika-alumina

dalam

montmorillonit

akan

menimbulkan

ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al3+ untuk Si4+ dalam lembar
tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg2+ untuk Al3+
dalam lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan
struktur montmorillonit.

Universitas Sumatera Utara

20

2.2.2.2 Modifikasi montmorillonit secara organik
Polimer dan lapisan silika atau montmorillonit yang dicampur secara fisika
tidak dapat membentuk nanokomposit, tetapi hanya terjadi pemisahan dalam bentuk
fase diskrit. Ini merupakan alasan mengapa permukaan tanah liat perlu dimodifikasi
untuk dapat terjadinya eksfoliasi dan dispersi dalam matriks polimer. Montmorillonit
(magnesium aluminium silikat: M x (Al 4x Mg x Si 8 O 20 (OH) 4 ) adalah jenis tanah liat
smektit, yang morfologinya merupakan lembar tipis berlapis. Mereka dapat memiliki
panjang sampai 1000 nm dengan ketebalan sekitar 1 nm, yang mengarah ke area
permukaan yang besar, dan aspek rasio yang tinggi. Montmorillonit ini digabungkan
oleh muatan negatif yang besar, dan terletak di dalam kristal, dan mempunyai
beberapa muatan positif pada tepinya. Oleh karena itu, sangat sulit untuk
mendispersikan platelet tanah liat (hidrofilik) dalam sebagian besar polimer yang
bersifat hidrofobik. Permukaan lempung montmorillonit perlu diperlakukan dengan
alkil rantai panjang dari molekul organik. Seperti halnya dalam kasus PP, yaitu
menggunakan kompatibilizer seperti anhidrida maleat untuk dicangkokkan ke PP,
yang tujuannya adalah untuk mencapai dispersi yang lebih baik sehingga
menyebabkan terjadinya eksfoliasi (Olad, 2010).
Modifikasi permukaan clay ini penting dilakukan untuk dapat terbentuknya
misibilitas

dan dispersi dari clay

diinginkan. Dalam melakukan

sehingga akan didapatkan sifat-sifat yang

modifikasi organik terhadap lapisan clay yang

anorganik juga harus diperhatikan. Dalam keadaan murni, lapisan silikat hanya larut
dengan polimer hidrofilik, seperti poli (etilena oksida), atau poli (vinil alkohol).
Untuk membuat lapisan silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan
mengubah permukaan lapisan silikat yang hidrofil menjadi organophilik, sehingga
memungkinkan terjadi interkalasi dengan berbagai polimer (Charu, 2008).

Universitas Sumatera Utara

21

Gambar 2.2 Jenis-jenis senyawa alkilammonium (Morgan, 2007)

Gambar 2.3 Skema modifikasi secara organik dari clay menggunakan kation
alkilamonium (Olad, 2010)
Umumnya, hal ini dapat dilakukan dengan reaksi pertukaran ion dengan
surfaktan kationik termasuk dengan

senyawa

alkilammonium atau kation

alkilphosphonium (alkilammonium primer, sekunder, tersier, dan kuaterner) seperti
diperlihatkan dalam Gambar 2.2 dan skema dari reaksi pertukaran ion secara organik
dengan ion-ion dari senyawa alkilammonium (onium) dapat dilihat dalam Gambar
2.3. Dalam penelitian ini senyawa alkilamonium yang digunakan adalah
oktadecylamin

Universitas Sumatera Utara

22

Alkilammonium atau kation alkylphosphonium dalam organosilika dapat
menurunkan energi permukaan matrik anorganik dan meningkatkan sifat basah dari
polimer, ini akan memberikan jarak interlayer lebih besar. Selain itu, kation
alkilammonium atau alkilphosphonium dapat memberikan gugus-gugus fungsi yang
dapat bereaksi dengan matriks polimer, atau dalam beberapa kasus memulai
polimerisasi monomer untuk meningkatkan kekuatan antarmuka antara matriks
anorganik dan polimer. Jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer
dengan lapisan silikat dapat dilihat dalam gambar 2.4.

Gambar 2.4 Jenis-jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer
dengan lapisan silikat (Olad, 2010)
Perlakuan organik dari tanah liat yang hidrofilik menjadi montmorillonit
hidrofobik inilah yang memungkinkan terjadinya interaksi antarmuka dengan banyak
matriks polimer yang berbeda, tetapi dalam modifikasi ini ada yang harus di
pertimbangkan yaitu stabilitas termal yang diperlukan dalam aplikasi material akhir.

Universitas Sumatera Utara

23

Gambar 2.5 Reaksi Degradasi Hofmann dari alkilammonium pada permukaan clay
dan kestabilan termal dari kation imidazolium (Morgan, 2007)
Alkilamonium, sementara ini sangat sukses dalam sintesis dan pengembangan
bahan polimer nanokomposit, secara termal tidak stabil di atas 200 °C, dan
mengalami degradasi Hofmann pada suhu ini, dapat dilihat dalam Gambar 2.5. Ketika
ini terjadi, permukaan antar muka dari polimer/tanah liat akan hancur dan materi
secara termal dapat mengatur ulang untuk memberikan struktur mikrokomposit,
sehingga meniadakan setiap keunggulan yang telah diperoleh pada struktur
nanokomposit. Untuk aplikasi, penggunaan suhu akhir yang lebih tinggi, imidazolium
tampaknya memiliki janji besar, karena mampu menangani suhu; 300 °C dan tersedia
dalam berbagai struktur yang dapat disesuaikan dengan aplikasi polimer
nanokomposit.
2.2.3 Pemanfaatan Montmorillonit
Sifat montmorillonit yang dapat menyerap air dan cairan dengan mudah,
mempunyai sifat mengembang (swelling) seperti gel, membuatnya berguna secara
ekonomi. Banyak industri, termasuk tekstil dan bahan kimia, menggunakannya
sebagai adsorben untuk mengeluarkan pengotor. Montmorillonit juga digunakan
dalam pelumas pengeboran dan sebagai plastisizer dalam pasir cetak yang digunakan
dalam pengecoran, asbes, wol mineral, lumpur pemboran, semen portland dalam
beton, keramik.

Universitas Sumatera Utara

24

Disamping itu montmorillonit juga banyak digunakan dalam berbagai industri
lainnya, untuk emulsi, insektisida, sabun, obat-obatan, kosmetik, cat, dalam
pembuatan

kertas,

sebagai

pelembut

air

untuk

menghilangkan

kalsium,

menghilangkan warna dari minyak mineral dan sayuran, juga digunakan sebagai
penyangga katalis dan pernyerap dalam pemurnian minyak bumi.
Lapisan silikat dari montmorillonit yang dapat diinterkalat dan dieksfoliasi
menjadikannya banyak digunakan sebagai pengisi nanokomposit diantaranya untuk
meningkatkan sifat termal ( Leszczynska, 2007), spinnabilitas, penyerapan air, dan
dapat mengurangi sifat flammabilitas dari nanokomposit tersebut (Qin, et. all, 2004),
meningkatkan sifat mekanik (Ding, et. all, 2005 ; Kim dan Hoang, 2006 ; Sharma,
2009, ; Castel, 2010; Drozdov, 2010 ; Kord, et.all, 2011 dan Barleany, 2011),
meningkatkan sifat fire retardancy (Wang, et all, 2011), dan meningkatkan derajat
degradasi (Shi, et.all, 2007).

2.3 Polipropilena
Berdasarkan ilmu kimia, polipropilena (PP) adalah suatu makromolekul
termoplastik (dapat dilelehkan) rantai jenuh (tidak memiliki ikatan rangkap) yang
terdiri dari propilena sebagai gugus yang berulang seperti diperlihatkan dalam
Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur polipropilena

Berdasarkan kekakuan polimer terhadap temperatur, polipropilena dapat
digolongkan sebagai polimer termoplastik karena dapat melunak jika dipanaskan,
mengalir jika diberi tekanan, dan akan kembali ke sifat padatan jika didinginkan.

Universitas Sumatera Utara

25

Berdasarkan letak gugus metil terhadap rantai utama, struktur molekul polipropilena
dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Isotaktik: semua gugus metil terletak pada salah satu sisi rantai polimer sehingga
polipropilena bersifat kristalin.

Gambar 2.7 A. Struktur molekul polipropilena isotaktik (Daley, 2001)

b. Sindiotaktik: gugus metil terletak berselang-seling pada kedua sisi rantai polimer.
Jenis ini sulit ditemukan karena pembuatannya sulit (temperatur operasi -78 oC).

Gambar 2.7 B. Struktur molekul polipropilena sindiotaktik (Daley, 2001)

c. Ataktik: gugus metil terletak tak beraturan terhadap sisi rantai polimer sehingga
polipropilena ataktik bersifat amorf.

Gambar 2.7 C. Struktur molekul polipropilena ataktik (Daley, 2001)

Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki
kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan

polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Melalui
penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di
suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti

Universitas Sumatera Utara

26

berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata,
seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, ekonomis, dan bisa dibuat
translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik
maupun plastik tertentu lainnya.
PP adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan
digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali,
pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang
serta bagian plastik, perlengkapan laboratorium, pengeras suara, komponen otomotif,
dan uang kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer,
permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan terhadap kebanyakan pelarut
kimia, basa asam Pengolahan lelehnya polipropilena bisa dicapai melalui ekstrusi dan
pencetakan. Metode ekstrusi (pelelehan) yang umum menyertakan produksi serat dan
tiup (hembus) leleh untuk membentuk gulungan yang panjang buat nantinya diubah
menjadi beragam produk yang berguna seperti masker muka, dan penyaring.
Teknik pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang
digunakan untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi,
wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik pencetakan tiup
dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang melibatkan ekstrusi dan
pencetakan. Ada banyak penerapan penggunaan akhir untuk PP karena dalam proses
pembuatannya bisa ditambah dengan aditif serta sifat molekul yang spesifik. Berbagai
aditif antistatik bisa ditambahkan untuk memperkuat resistensi permukaan PP
terhadap debu dan pasir. Kebanyakan teknik penyelesaikan fisik, seperti pemesinan,
bisa pula digunakan pada PP. Perawatan permukaan bisa diterapkan ke berbagai
bagian PP untuk meningkatkan adhesi (rekatan) cat dan tinta cetak.
PP dapat mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi ultraungu dari sinar
matahari. Jadi untuk penggunaan propilena di luar ruangan, bahan aditif yang
menyerap ultraungu harus digunakan. Polimer bisa dioksidasi pada suhu yang tinggi,
ini merupakan permasalahan yang umum dalam proses pencetakan. Antioksidan
secara normalnya ditambahkan untuk mencegah degradasi atau oksidasi polimer.

Universitas Sumatera Utara

27

PP merupakan salah satu polimer yang paling banyak digunakan dalam
industri, tetapi karena sifatnya yang non polar, maka penggunaannya terbatas dengan
teknologi yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan ini, PP umumnya difunsionalisasi
dengan berbagai monomer, termasuk metakrilat glisidil (GMA) dan anhidrida maleat
(MA). Untuk reaksi-reaksi radikal bebas, diharapkan bahwa monomer bisa
dicangkokkan tanpa mempengaruhi bentuk rantai polimer, namun ini jarang terjadi.
Penggunaan kopolimer yang telah dimodifikasi gugus fungsinya akan memperkuat
antarmuka antara komponen polimer yang saling bercampur karena berkurangnya
interaksi yang kuat. Ini menjadi pilihan industri dalam menghasilkan produk yang
berguna dari campuran yang sangat tidak kompatibel. Umumnya, kompatibilitas dan
adhesi dapat ditingkatkan dengan menambahkan komponen ketiga, dengan sebuah
blok yang cocok atau kopolimer cangkok yang dapat bertindak sebagai agen
pengemulsi antarmuka antara fase immicible (compatibiliser), atau dengan campuran
polimer yang mempunyai dua gugus fungsi yang sesuai, yang mampu meningkatkan
interaksi tertentu atau reaksi kimia.
2.3.1 Sifat-sifat kimia dan fisika polipropilena
Polipropilena mempunyai kondiktifitas panas yang rendah (0,12 W/m),
tegangan permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap
pelarut organik, bahan kimia anorganik, uap air, asam dan basa, merupaka isolator
tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang
lambat. Pada suhu kamar polipropilena nyaris tidak larut dalam toluene, dalam silena
larut dengan pemanasan, akan tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat
pengoksidasi seperti asam nitrat dan hydrogen peroksida. Polipropilena isotaktik
memiliki sifat kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik, resistensi terhadap asam
, alkali dan pelarut. Densitas polipropilena berkisar antara 0,90 – 0.91, titik leleh
o

o

o

(Tm) dari 165 C – 170 C, dan dapat digunakan sampai 120 C dengan suhu
o

dekomposisi 380 C.

Universitas Sumatera Utara

28

2.3.2 Grafting polipropilena
Sifat poliolefin dapat dikembangkan dengan modifikasi kimia melalui
polaritas atau fungsionalitas dari rantai polimer. Grafting atau pencangkokan radikal
bebas dari monomer vinil dari poliolefin adalah salah satu pendekatan yang sudah
lama dilakukan dan termurah sehingga diterapkan dalam berbagai proses industri
yang ada. Proses pencangkokan radikal bebas telah dikembangkan selama bertahuntahun untuk kimia polimer dengan modifikasi reaktif dengan adanya pelarut atau
tanpa pelarut, misalnya dalam pelelehan polimer. Sebuah sistem pencangkokan terdiri
dari, setidaknya tiga komponen (reaktan): polimer, monomer reaktif (mengandung
ikatan tidak jenuh seperti gugus vinyl) dan inisiator radikal bebas (seperti peroksida).
Sejumlah besar faktor yang perlu dioptimalkan untuk memaksimalkan hasil
pencangkokan dan untuk meminimalkan reaksi samping dalam poliolefin meliputi:
(A) Struktur dasar polimer
(B) Struktur dan konsentrasi monomer dan komonomer
(C) Struktur dan konsentrasi inisiator
(D) Efisiensi Mixing; efisien pencampuran monomer dan inisiator dengan polimer.
(E) Suhu; suhu pengolahan yang lebih tinggi umumnya akan mendukung degradasi
poliolefin, mengurangi waktu paruh inisiator, memodifikasi kecepatan atau
spesifisitas reaksi, dan pengaruh berbagai kelarutan dan parameter rheologi.

Gambar 2.8 Reaksi kimia dari Grafting PP dan MA

Universitas Sumatera Utara

29

Berbagai macam monomer dan makromonomer telah berhasil dicangkokkan
pada substrat poliolefin dengan reaksi kimia radikal bebas termasuk dengan berbagai
monosubstitusi (misalnya ester akrilat, vinil silane, dan stirena) dan senyawa
disubstitusi (misalnya glisidil methakrilat, anhidrida maleat, oxazoline, ester maleat,
dan turunan maleaimide).

.
Gambar 2.9 Mekanisme kerja fungsionalisasi dari polar PP-g-MA
(Lim, 2006).

Kelompok maleat anhidrida bereaksi dengan kehadiran gugus fungsional
terhadap permukaan dari pengisi untuk mengurangi tekanan interfacial dan
meningkatkan adhesi oleh kreasi satu interaksi kutub yang spesifik ikatan hidrogen
atau gaya Van der Waals, yang tergantung pada jenis bahan pengisi, berbagai
fungsionalitas permukaan tersedia untuk asam atau anhidrid untuk saling
berhubungan. Jenis kedua dari interaksi terdiri dari co-crystallization , berat
molekular dengan rantai molekular dari matriks polimer memberi rintangan fisik.
Oleh karena itu, kompatibiliser harus kompatibel dengan fase tunggal (secara umum
tanpa kutub) dan harus menciptakan interaksi spesifik dengan yang lain. Kerentanan
yang melekat pada monomer untuk mengalami homopolimerisasi di bawah kondisi
pengolahan mencair merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat
homopolimer yang dibentuk sebagai produk sampingan selama modifikasi polimer

Universitas Sumatera Utara

30

dan panjang dari rantai yang dicangkokkan. Reaksi grafting PP dengan MA dapat
dilihat dalam Gambar 2.8 dan

mekanisme dari tindakan PP-g-MA sebagai

kompatibilizer dapat dilihat dalam Gambar 2.9.
2.3.3 Penggunaan polipropilena
Polipropilena (PP) merupakan suatu polimer ideal yang sering digunakan
sebagai lembar kemasan. PP memiliki sifat kelembaban yang baik kecuali terjadi
kontak dengan oksigen. Oksigen yang masuk kedalam sistem akan dapat
mempengaruhi makanan atau materi lain yang ditutup dengan polipropilena. Lapisan
yang terlindung oleh polipropilena tersebut diharapkan dalam kondisi kedap udara
agar dapat dengan maksimal melindungi kandungan materi yang terbungkus
didalamnya. Untuk pemanfaatan kegunaan dari polipropilena tersebut, dapat
dilakukan modifikasi terhadap polipropilena. Lembar propilena yang sangat tipis
dipakai sebagai dielektrik dalam pulsa berdaya tinggi tertentu serta kondensator

frekuensi radio.
Kebanyakan barang dari plastik PP juga untuk digunakan untuk keperluan
medis atau labolatorium karena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Sifat tahan
panas ini menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel ditingkat
konsumen. Sekitar 50 % digunakan dalam popok atau berbagai produk sanitasi yang
dipakai untuk menyerap air (hidrofil), bukan yang secara alami menolak air
(hidrofobik). Penggunaan tak tertenun lainnya yang menarik adalah saringan udara,
gas, dan cairan dimana serat bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa
dilipat atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5 sampai 30 mikron.
Aplikasi ini bisa ditemukan di dalam rumah sebagai saringan air atau saringan tipe
pengondisian udara. Wilayah permukaan tinggi serta polipropilena hidrofobik alami
yang tak tertenun merupakan penyerap tumpahan minyak yang ideal dengan
perintang apung yang biasanya diletakkan di dekat tumpahan minyak di sungai.
PP digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida (PVC) sebagai insulasi
untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen) dalam lingkungan ventilasi

Universitas Sumatera Utara

31

rendah, terutama sekali diterowongan. Ini karena PP mengeluarkan sedikit asap serta
halogen yang tak bertoksik, yang akan menghasilkan asam dalam kondisi suhu tinggi.
PP dibentuk dalam pencetakan plastik dimana ia disuntikkan ke dalam cetakan
keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk yang kompleks pada volume yang
tinggi dan biaya yang relatif rendah. Hasilnya bisa berupa tutup botol, botol, dll. PP
yang diproduksi dalam bentuk lembaran telah digunakan secara meluas untuk
produksi stationary folder, pengemasan, dan kotak penyimpanan. Warna yang
beragam, durabilitas, serta sifat resistensi PP terhadap debu membuatnya ideal
sebagai sampul pelindung untuk kertas serta berbagai bahan yang lain. Karakteristik
tadi juga membuat PP digunakan dalam stiker kubus rubik. Expanded polipropilena
(EPP) merupakan bentuk busanya polipropilena. Karena kekakuannya yang rendah,
EPP tetap mempertahankan bentuknya sesudah mengalami benturan. EPP digunakan
secara luas dalam miniatur pesawat dan kendaraan yang dikontrol radio lainnya.
Dikarenakan kemampuannya menyerap benturan, EPP menjadi bahan yang ideal
untuk pesawat RC bagi para pemula dan amatir

2.4 Komposit
Komposit adalah material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun
makro yang berbeda dalam bentuk dan komposisi dan tidak larut satu dengan yang
lain disebut material komposit. Komposit akan memiliki kekuatan yang dapat diatur
(tailorability), tahanan lelah (fatigue resistance) yang baik, tahan korosi, dan
memiliki kekuatan jenis (rasio kekuatan terhadap berat jenis) yang tinggi.
Komposit dibuat untuk menggabungkan sifat yang diperlukan yang tidak dapat
ditemukan dalam bahan tunggal, yang sangat menarik adalah menggabungkan
polimer organik dan anorganik dengan sifat masing-masing yang sangat berbeda
sebagai komponen murni. Secara umum polimer organik mempunyai sifat yang
fleksibel, tangguh, dan mudah untuk diproses, tetapi polimer organik ini relatif
mudah rusak, baik secara kimia atau mekanis. Sebaliknya, bahan anorganik biasanya
jauh lebih sulit, memiliki sifat barrier yang lebih baik, dan memiliki stabilitas kimia

Universitas Sumatera Utara

32

yang baik, tetapi rapuh dan sulit untuk diproses. Komposit organik-anorganik dapat
menghasilkan suatu kombinasi dari sifat-sifat ini, sehingga bisa keras, tangguh,
mempunyai kestabilan kimia, dan merupakan material yang tahan lama serta mudah
untuk diproses. Namun, penggabungan bahan organik dan anorganik ini juga dapat
memberikan komposit yang lembut, rapuh, tidak stabil, dan benar-benar tidak
berguna.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi sifat suatu komposit adalah fraksi
volume, ukuran, bentuk dan penyebaran dari komponen. Dalam komposit, satu
komponen komposit dapat tertutup oleh komponen yang lain yang membentuk fase
kontinyu, tetapi juga mungkin bahwa komponen membentuk fase diskontinyu.
Interaksi antara komponen yang berbeda mungkin menyebabkan perubahan dalam
struktur kimia atau fisik dari komponen, terutama dalam tingkat beberapa nanometer
pertama dari antarmuka. Efek ini menjadi sangat penting ketika daerah antarmuka
antara berbagai komponen besar. Daerah antarmuka meningkat dengan menurunnya
ukuran komponen komposit, dan akibatnya sifat dapat berubah dengan mengubah
ukuran komponen dalam komposit. Untuk nanokomposit, dengan ukuran komponen
dari sekitar 10 nm, 1 cm3 komposit dapat berisi beberapa ratus meter persegi
permukaan antarmuka, ini menyebabkan perubahan struktur terhadap efek antarmuka
yang sangat besar dari material. Penambahan komponen ketiga yang berkonsentrasi
pada perubahan interaksi antarmuka dapat memiliki efek yang kuat terhadap sifat
komposit. Komponen ketiga bisa berupa surfaktan yang terdapat pada antarmuka
yang diadsorpsi secara fisika, atau mungkin filler yang merupakan spesies reaktif
yang dicangkokkan pada permukaan atau bahkan mungkin bereaksi dengan kedua
fase membentuk ikatan kimia antara dua fase. Modifikasi antarmuka sering
digunakan untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit.
2.4.1 Material Penyusun Komposit
Matrik dan serat adalah bahan pembentuk material komposit dimana fiber
sangat berperan dalam memberikan kekuatan dan kekakuan komposit. Namun aspek
lain yang menjadi sumber kekuatan komposit di dapat dari matrik yang memberikan

Universitas Sumatera Utara

33

ketahanan terhadap temperatur tinggi, ketahanan terhadap tegangan geser dan mampu
mendistribusikan beban. Pada material komposit matrik memberikan pengaruh yang
lebih

besar

dalam

pengikatan

material

penyusun

selain

bertugas

untuk

mendistribusikan beban dan memberikan perlindungan dari pengaruh lingkungan.
Pada material Komposit Matrik Polimer (KMP), fungsi utama fiber penguat adalah
menaikkan kekuatan dan kekakuan komposit sehingga didapatkan material yang kuat
dan ringan.
2.4.2 Mekanisme Adesifitas
Fenomena adesifitas atau perekatan (adhesion phenomenon) relevan dengan
berbagai ilmu bidang studi lain dan menjadi hal penting dalam perkembangan
teknologi. Hal utama dalam aplikasi perekatan adalah ikatan (bonding) antar material
tersebut dalam suatu campuran. Maka istilah perekatan diartikan terjadinya ikatan
antar permukaan (interfacial bonds) dan membutuhkan suatu tenaga untuk
melepaskan ikatan tersebut. Untuk mencapai interaksi antar muka yang kuat antara
matrik dan fiber penguat tergantung dari beberapa parameter yaitu

pencapaian

pembasahan termodynamic antara matrik polimer dan penguat, menghasilkan gaya
ikatan dari sebagian besar penguat ke matrik sehingga menjamin transfer beban ke
penguat menjadi sempurna, ikatan yang mempunyai stabilitas yang lama dan
kekuatan diatas temperatur yang diharapkan, daerah reaksi antarmuka antara penguat
dan matrik harus mempunyai gesekan yang kecil,
koefisien ekspansi panas harus saling menutupi sehingga tidak terjadi pelemahan dan
ikatan akibat perbedaan koefisien ekspansi panas.
2.4.3 Nanokomposit
Istilah nanoteknologi digunakan untuk mendeskripsikan kreasi dan ekploitasi
suatu material yang memiliki ukuran struktur diantara atom dan material ukuran besar
yang didimensikan dengan ukuran nanometer (1 nm = 10-9m). Sifat dari material
dengan dimensi nano sangat berbeda secara signifikan dari atomnya juga dari partikel
besarnnya. Pentingnya nanoteknologi pertama kali dikemukakan oleh Feynman pada
tahu 1959 (Muller, 2006).

Universitas Sumatera Utara

34

Pada beberapa tahun terakhir, perkembangan dari ilmu dan teknologi nano
sangat cepat, terutama karena ketersediaan strategi baru untuk mensintesis
nanomaterial dan alat-alat baru untuk karakterisasi dan manipulasi. Beberapa metode
sintesis nanopartikel dan perakitanya telah ditemukan diantaranya kabel nano dan
tabung nano dengan variasi materi anorganik, ukuranya yang cukup kecil dan
kekuatan yang tinggi (Rao, et.all, 2004).
Nanokomposit merupakan material padat multi fase, dimana setiap fase
memiliki satu, dua, atau tiga dimensi yang kurang dari 100 nanometer (nm), atau
struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar
bentuk penyusun struktur yang berbeda. Material-material dengan jenis seperti itu
terdiri atas padatan anorganik yang tersusun atas komponen organik. Contoh
nanokomposit yang ekstrem adalah media berporos, koloid, gel, dan kopolimer.
Nanokomposit dapat ditemukan di alam, contohnya adalah kulit tiram dan tulang,
dapat dilihat dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Gambar nanokomposit di alam (A=Tulang; B=Kulit Tiram)

Universitas Sumatera Utara

35

Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan
peran penting dalam peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel
yang berukukuran nano itu mempunyai luas permukaan interaksi yang tinggi. Makin
banyak partikel yang berinteraksi, kian kuat pula material. Inilah yang membuat
ikatan antarpartikel makin kuat, sehingga sifat mekanik materialnya bertambah.
Namun penambahan partikel-partikel nano tidak selamanya akan meningkatkan sifat
mekaniknya. Ada batas tertentu yang mana saat dilakukan penambahan, kekuatan
material justru makin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit
menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan
struktur dibandingkan dengan material penyusunnya (Hadiyawarman dkk, 2008)
2.4.4 Pembuatan Nanokomposit
Pembuatan material nanokomposit dapat dilakukan dengan melakukan
pendekatan-pendekatan yang mudah dan kompleks. Salah satunya adalah
menggunakan pendekatan simple mixing. Dalam metode ini, peningkatan kekuatan
mekanik material terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO 2 pada epoxy resin.
Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer,
sehingga mereduksi mobilitas rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan kekuatan
mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang
diperoleh adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi.
2.4.5 Kelebihan Nanokomposit
Bahan komposit mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan
konvensional seperti logam. Misalnya memiliki densiti yang jauh lebih rendah dari
pada bahan konvensional. Hal ini jelas memberi implikasi yang penting dalam
konteks penggunaan karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekakuan
spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvensional.
2.4.6 Bahan Pengisi (Filler) Nanokomposit
Bahan pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam matrik
polimer untuk meningkatkan sifat-sifat bahan , pengisi fungsional menghasilkan
peningkatan spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisis. Perlakuan dari bahan pengisi

Universitas Sumatera Utara

36

memungkinkan menjadi pendukung beberapa mekanisme pengisi membentuk ikatan
kimia dengan matrik sebagai penguat. Beberapa penelitian telah menunjukan bahan
pengisi mempunyai peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai
bahan polimer, contohnya dengan cara menambahkan pengisi akan meningkatkan
sifat mekanik, elektrik, termal, optik dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer,
sementara dapat juga mengurangi biaya produksi.
Peningkatan sifat–sifat tergantung pada banyak faktor-faktor termasuk aspek
rasio dari bahan pengisi, derajat disperse, orientasi dalam matrik, dan adhesi pada
interface matrik - bahan pengisi (Makadia, 2000; Cho dan Paul, 2000 , Premphet dan
Horanont, 1999). Partikel-partikel inorganik untuk bahan pengisi polimer telah
digunakan secara luas oleh kare