Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

5

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta ;
Subdivisi : Angiospermae ; Kelas : Dicotyledonae ; Ordo : Euphorbiales ; Family:
Euphorbiaceae ; Genus : Hevea ; Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.
(van Steenis, 2005).
Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang
batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Perakarannya cukup kuat serta
akar tunggangnya dalam dengan akar cabang yang kokoh. Pohonnya tumbuh lurus
dan memiliki percabangan yang tinggi (Setiawan dan Andoko, 2005).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada
kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah
yang dikenal dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2000).
Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3
anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian
anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate,
pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah

agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Kepala putik yang
akan dibuahi berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang
tersusun menjadi 1 tiang. Buahnya memiliki 3 ruang dengan pembagian yang
jelas. Setiap ruang berisi 1 biji (Husniyati, 2012).

Universitas Sumatera Utara

6

Buah karet berdiameter 2 -5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet
dan memiliki pembagian ruang yang jelas, biasanya 3 – 6 ruang. Masing masing
ruang berbentuk setengah bola. Garis tengah buah 3-5 buah. Bila buah sudah
masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Pecahan terjadi dengan kuat menurut
ruang-raungannya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan
tanaman karet secara alami (Setyamidjaja, 1993).
Karet mempunyai biji yang terdapat dalam setiap buah. Jumlah biji sekitar
3–6 sesuai dengan jumlah ruang buah. Warna biji coklat kehitaman dengan
bercak-bercak berpola yang khas (Rusparyati, 2012).
Syarat Tumbuh

Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150° LS
dan 150° LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga
memulai produksinya juga terlambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet
25°C sampai 35°C dengan suhu optimal 28°C, dalam sehari tanaman karet
mebutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam
(Suhendri, 2002).
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-2.500
mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika
curah hujan merata sepanjang tahun. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran
rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada
ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian lebih dari 30OC, akan mengakibatkan
tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan baik (Damanik et al., 2010).
Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat menentukan

Universitas Sumatera Utara

7

produktivitas tanaman. Di daerah yang kurang hujan menjadi faktor pembatas

karena kurangnya air, sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya
matahari menjadi faktor pembatas (Sianturi, 2001).
Tanah
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika
yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan
drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan
haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat
fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Derajat
keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok
adalah pH 5-6. Batas toleransi Ph tanah adalah 4-8 (Damanik et al., 2010).
Sifat fisik tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah solum cukup
dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batuan. Aerase dan drainase baik.
Remah porous dan dapat menahan air. Tekstur dari atas 35% liat dan 90% pasir,
tidak bergambut dan jika ada tidak lebih dari 20 cm (Setyamidjaja, 1993).
Tanah yang dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan padas lebih
dari 1 m, permukaan air tanah rendah yaitu ± 1 m. Sangat toleran terhadap
kemasaman tanah dapat tumbuh pada pH 3,8 hingga 3,9 tetapi pH yang lebih
tinggi menekan pertumbuhan, retensi air, permeabilitas sedang, pH 4,5
kemiringan tanah 0 – 8%, tidak banjir dan tidak ada stagnasi air (Sianturi, 2001).

Curah Hujan dan Hari Hujan
Curah hujan atau presipitasi merupakan elemen dari hidrometeor, yaitu
kumpulan partikel-partikel cair atau padat yang jatuh atau melayang di dalam

Universitas Sumatera Utara

8

atmosfer yang merupakan hasil dari proses kondensasi uap air di udara (awan).
Intensitas curah hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi
dan berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Artinya besarnya curah hujan
yang terjadi akan semakin tinggi intensitasnya bila terjadi pada periode waktu
yang semakin singkat. Secara definisi satuan milimeter dalam pengukuran curah
hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m2 dengan
ketinggian 1 milimeter. Hal ini berarti bahwa dalam 1 m2 dapat tertampung
volume curah hujan sebanyak 1 dm3 atau 1 liter. Maka untuk suatu wilayah
dengan luas 1 ha dengan asumsi terjadi hujan merata dengan intensitas 1 mm
maka akan terkumpul volume air sebanyak 10 m3 dan bertambah seiring dengan
semakin luas dan atau semakin banyaknya curah hujan yang jatuh dan akan
menuju ke suatu tempat yang lebih rendah (Situmorang, 2010).

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik
menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta
faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi
iklim untuk wilayah

Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya

dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama,
mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim
dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi
iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau
presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria
dalam pengklasifikasian iklim (Situmorang, 2010).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah

Universitas Sumatera Utara

9


hujan 1 milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar
tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter
(Situmorang, 2010).
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu
tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini
sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek
negatif terhadap tanaman (Situmorang, 2010).
Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim
o

sebagai berikut : suhu rata-rata harian 28° C (dengan kisaran 25-35 C) dan curah
hujan tahunan rata-rata antara 2.500 – 4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150
hari per tahun. Pada daerah yang sering turun hujan pada pagi hari akan
mempengaruhi kegiatan penyadapan. Daerah yang sering mengalami hujan pada
pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok
untuk pertanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu
Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (Kurnia, 2011).
Di daerah yang mempunyai curah hujan merata sepanjang tahun atau di
daerah dimana batas musim hujan dan musim kemarau tidak begitu jelas, patogen
ini mengakibatkan kerusakan berat sehingga tanaman meranggas sepanjang tahun.

Sebaliknya di daerah yang mempunyai musim kemarau yang lebih panjang dari
tiga bulan serangan patogen tersebut tidak mengakibatkan peranggasan sepanjang
tahun (Nurhayati dan Situmorang, 2008).
Curah hujan yang rendah dan tidak merata sering menyebabkan terjadinya
kondisi defisit air yang berdampak negatif terhadap tanaman. Suplai air yang
kurang dalam jangka waktu lama, secara morfologi menyebabkan meningkatnya

Universitas Sumatera Utara

10

kerusakan vegetatif tanaman, yaitu terhambatnya daun-daun membuka, terjadinya
pengeringan daun muda, rusaknya hijau daun, dan juga dapat berakibat seluruh
kanopi mengalami kerusakan bahkan bila kondisi sangat ekstrim dapat
menyebabkan kematian (Pangaribuan, 2001).
Curah hujan merupakan anasir iklim yang paling berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman karet (Priyo dan Istianto, 2006). Sugiyanto et al. (1998)
menyatakan bahwa faktor pembatas yang berkaitan dengan iklim secara nisbi
tidak mungkin diubah, sehingga pemilihan agroekosistem untuk tanaman karet
sebaiknya lebih berlandaskan pada kriteria iklim terutama faktor curah hujan.

Menurut Thomas et al. (2008) sebagian besar areal perkebunan karet
Indonesia terdapat di Sumatera dan Kalimantan dengan kisaran curah hujan antara
1.500-4.000 mm/tahun, bulan kering 0-4 bulan/tahun dan berada pada elevasi
500 m di atas permukaan laut dengan
curah hujan tinggi, dan daerah beriklim kering dengan curah hujan rendah (1.2001.500 mm/tahun).
Air merupakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman. Ketersediaan air sangat dipengaruhi oleh
besarnya curah hujan, jumlah irigasi yang diberikan dan kapasitas tanah dalam
menahan air. Air yang sangat sedikit ataupun berlebihan dapat berakibat buruk
bagi tanaman (Ismantika, 1998).
Kekurangan air dapat mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibakan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus

Universitas Sumatera Utara

11

menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada
gilirannya tanaman akan mati. Oleh karena itu, untuk terjadinya pertumbuhan
optimal, maka ketersediaan air dalam jumlah yang cukup (kapasitas lapang)

dalam tanah merupakan hal sangat menentukan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Cekaman air mempengaruhi semua fase pertumbuhan
tanaman, baik pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan generatif, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi hasil tanaman (Danapriatna, 2010).
Dinas pertanian (2012) menjelaskan bahwa untuk budidaya karet dengan
curah hujan masih berkisar antara 2500-4000 mm, maka masih dapat
meningkatkan produksi dengan baik, karena kandungan air di dalam tanah juga
cukup baik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa produksi meningkat akibat
adanya curah hujan apabila mm curah hujan masih berkisar antara 2500-4000
mm. Air yang cukup akan membantu tanaman dalam proses fotosintesis yang
akhirnya akan meningkatkan volume aliran lateks pada tanaman yang dapat
menambah produksi. Cadangan air yang mengalami defisit akibat rendahnya
curah hujan selama beberapa bulan akan berdampak pada penurunan produksi.
Siklus ini biasanya terjadi pada bulan-bulan Maret dan April. Curah hujan yang
terlalu tinggi sehingga melebihi daya dukung lingkungan akan dapat
menimbulkan run off yang memungkinkan terjadinya banjir. Curah hujan
merupakan faktor alam, sehingga perusahaan tidak dapat melakukan pengendalian
atau pencegahan untuk mengurangi risiko tersebut. Terjadinya curah hujan yang
tinggi melebihi kisaran semestinya akan menimbulkan kerentanan penyakit
terhadap pohon karet. Faktor tanah dan iklim sangat


menentukan tingkat

pertumbuhan dan produksi tanaman karet. Faktor iklim misalnya curah hujan

Universitas Sumatera Utara

12

berpengaruh terhadap potensi pertumbuhan tanaman. Kecukupan air diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman yang baik, sebaliknya curah hujan yang terlalu tinggi
dapat

menyebabkan

gangguan

penyakit

dan


penyadapan

(Widjaya dan Hidayati, 2003)
Umur Tanaman
Di kalangan petani karet, tanaman yang belum bisa disadap atau belum
berproduksi sering disebut dengan komposisi I, yaitu tanaman berumur 1 - 4
tahun. Setelah menginjak umur lima tahun atau mulai disadap, tanaman karet
sering disebut dengan komposisi II. Pada kenyataannya, selalu saja ada beberapa
tanaman karet yang terpaksa belum bisa disadap meskipun sudah berumur lima
tahun. Dari 425 tanaman sehat menjelang sadap, yang bisa disadap hanya sekitar
400 batang (Damanik et al., 2010).
Proses tanam pada perkebunan karet diawali dengan pemilihan biji
(benih), kemudian disemai pada tempat khusus selama waktu tertentu. Setelah
mencapai umur yang ditentukan, bibit karet disambung (okulasi) dengan varietas
lain yang sudah cukup dewasa, untuk mendapatkan hasil getah maksimal. Pohon
karet hasil sambungan selanjutnya ditanam pada lahan yang sudah disediakan,
pohon yang sudah memenuhi kriteria tertentu siap diambil getahnya, dalam hal ini
dipanen. Usia pemanenan adalah 6 – 30 tahun, dengan usia paling produktif
pohon karet menghasilkan getah kualitas tinggai antara 15 – 16 tahun. Sistem
panen (penyadapan getah) karet dilakukan 2 atau 3 hari sekali, sesuai sistem yang
diberlakukan, pemanenan dilakukan secara terus menerus sepanjang pohon masih
dalam usia produktif. Keberhasilan atau kegagalan membangun kebun karet
tergantung pada mutu bibit yang ditanam, sehingga untuk memperoleh tanaman

Universitas Sumatera Utara

13

yang siap sadap tepat waktu diperlukan jenis tanaman homogen yang terseleksi,
keberhasilan pemanenan diduga juga dipengaruhi oleh beberapa faktor baik intern
maupun ekstern (Ariani dan Rusgiyono, 2006).
Tabel 1. Penggolongan Tanaman Karet menurut umur
Taraf
Umur (tahun)
Ciri
Remaja
0 – 5/7
Tanaman belum menghasilkan (TBM)
Taruna
5/7 – 13/15
Tanaman menghasilkan (TM), produksi
meningkat tiap tahun. Pada umur 13/15
produksi maksimal
Dewasa
13/15 – 21/23
Produksi menurun dengan laju yang agak
konstan
Setengah Tua
21/23 – 29/31
Produksi semakin menurun
Tua
>29/31
Produksi sangat merosot setiap tahun
Sumber : Sianturi (2001)
Untuk mengetahui kategori hasil yang memiliki probabilitas paling besar
pada kelompok umur tertentu digunakan estimasi probabilitas respon. Dari hasil
estimasi probabilitas respon, dapat diketahui bahwa hasil pemanenan kecil
mungkin diperoleh pada kelompok usia a, saat pohon karet berusia 6 – 9 tahun,
dan 26 – 30 tahun. Hasil pemanenan sedang mungkin terjadi pada kelompok usia
b, saat pohon karet berusia 10 – 11 tahun, dan 21 – 25 tahun. Sedangkan hasil
pemanenan besar mungkin terjadi pada kelompok usia c, yaitu saat pohon karet
berusia 12 – 20 tahun (Ariani dan Rusgiyono, 2006).
Kebun karet yang memiliki tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada
umur lima tahun dengan masa produksi selama 25 - 35 tahun. Namun, hal ini
dianggap tidak tepat karena adanya faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, tetapi tidak tampak dan tidak bisa dikontrol oleh manusia.
Seandainya memungkinkan, pohon karet yang masih berumur di bawah lima
tahun pun sudah bisa disadap. Akan tetapi, hampir semua tanaman rata-rata bisa
disadap di atas umur lima tahun (Damanik et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara

14

Hubungan Curah Hujan, Hari Hujan dan Umur Tanaman Terhadap
Produksi Tanaman Karet
Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah
hujan 1500-3000 mm/tahun. Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang
berat terjadi pada wilayah dengan curah hujan di atas 3000-4000 mm/tahun dan
suhu udara antara 25o-28oC bersamaan pada waktu tanaman membentuk daun
muda merupakan kondisi kritis terjadinya epidemi penyakit gugur daun
Colletotrichum (Thomas et al., 2004).
Kondisi luas lahan dan jumlah produksi karet di Provinsi Riau mengalami
naik turun setiap tahunnya. Luas lahan perkebunan karet bisa dikatakan selalu
menurun yang diikuti oleh jumlah produksi yang juga menurun. Penurunan ini
diakibatkan oleh adanya pengaruh cuaca atau musim hujan yang berlangsung
cukup lama. Hingga pada tahun 2011 luas lahan karet seluas 6.300 Ha dengan
jumlah produksi sebesar 4.249,16 ton. Sementara luas areal perkebunan kelapa
sawit tahun 2011 seluas 10.644 Ha dengan jumlah produksi sebesar 78.718,37 ton
(Fathia et al., 2008).
Evaluasi perkembangan penyakit gugur daun Colletotrichum dilakukan di
wilayah Langkat, Sumatera Utara, yakni di Kebun Batang Serangan dan Kebun
Tanjung Keliling. Perkembangan kedua patogen sangat dipengaruhi oleh
agroekosistem setempat. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa periode tahun
1999 pada umumnya tanaman karet mendapat gangguan penyakit Colletotrichum
lebih berat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan factor
iklim yaitu pada saat pembentukan daun baru (flush) setelah tanaman
menggugurkan daun secara alami diikuti dengan jumlah hari hujan yang tinggi
dan merata menyebabkan kondisi daun menjadi sangat rentan. Akibatnya daun

Universitas Sumatera Utara

15

baru yang terbentuk menjadi gugur kembali, keadaan ini terjadi berulang kali. Hal
ini didukung oleh data curah hujan selama 3 tahun terakhir (Soekirman, 2001)
Pengguguran daun yang berat atau epidemi C. cassiicola akan terjadi bila
kondisi iklim/cuaca sangat mendukung yaitu cuaca yang lembab atau mendung
dengan curah hujan yang relatif tidak terlalu tinggi dan merata sepanjang hari
(Situmorang et al., 1996).
Kondisi cuaca yang agak lembab (curah hujan merata dengan rata – rata
per hari 12,4 mm, hari hujan 27 hari/bulan dan kelembaban udara nisbi rata – rata
per hari 89 %) dan suhu udara rata – rata per hari 27o C bersamaan pada waktu
tanaman membentuk daun muda merupakan kondisi kritis terjadinya epidemi
penyakit gugur daun Corynespora. Demikian juga, terjadinya epidemic penyakit
juga dipicu oleh kondisi hujan panas yaitu hujan bersamaan dengan terik matahari
(suhu > 30o C dan kelembaban udara nisbi > 96 %) pada waktu tanaman
membentuk daun muda (Situmorang dan Lasminingsih, 2004).
Menurut Thomas (1996) daerah penanaman dengan curah hujan rendah
(

Dokumen yang terkait

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 5, 7 dan 9 Tahun di Kebun Sei Baruhur PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 2 114

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

1 3 120

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

0 0 16

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

0 0 4

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

0 0 3

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Karet Berumur 7, 10 dan 13 Tahun di Kebun Sei Baleh Estate PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk

0 0 24

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 0 14

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 1 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan

0 0 3