Eveluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan Ditinjau dari Aspek Sosial

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan merupakan sumber daya alam yang memberikan manfaat besar bagi
kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung,
maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung.

Manfaat langsung

seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak
langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air,
pencegahan erosi. Keberadaan hutan ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran
manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan.
Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup
lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan
suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).
Pengelolaan hutan lestari adalah pengelolaan hutan sesuai dengan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan hutan lestari bertujuan sosial,
ekonomi dan lingkungan. Berbagai lembaga kehutanan sekarang berbentuk
pengelolaan hutan berkelanjutan dan berbagai metode dan alat yang tersedia yang
telah diuji dari waktu ke waktu. Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal
dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan rakyat, maka pada prinsipnya
semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan

sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibolehkan mengubah fungsi
utamanya.

Perkembangan

pembangunan

kehutanan

menuntut

untuk

memperhatikan dan memperhitungkan keberadaan hutan rakyat., hal ini
berkaitan dengan semakin terasanya kekurangan hasil kayu dari kawasan hutan
negara, baik hasil kayu sebagai kayu pertukangan, kayu industri, maupun kayu
bakar. Selain itu pembangunan hutan rakyat juga berfungsi untuk menanggulangi

Universitas Sumatera Utara


lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan, juga sebagai salah satu upaya
pengentasan

kemiskinan

dengan

memperdayakan

masyarakat

setempat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penyelenggaraan kehutanan dengan
memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masyarakat telah menjadi landasan
yang utama.

Bahkan pemerintah wajib mendorong

peran serta masyarakat


melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil
guna (Pasal 70 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Bentuk peran masyarakat
dalam bidang kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah salah satunya
adalah pembangunan hutan rakyat (Rahmawaty, 2004).
Pengertian Hutan Rakyat

Gambar 1. Skema resmi pengelolaan hutan berbasis masyarakat

Menurut UU No.41/1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas
tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari
hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik
atau tanah negara. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam
penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan
rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak
berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat,

proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan
dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980).
Banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk mengenal dan
mengerti hutan rakyat. Sudut pandang yang sering digunakan adalah sudut
pragmatisme,

geografis,

dan

sistem

tenurial

(kepemilikan).

Pandangan

pragmatisme melihat hutan yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan
kepentingan pemerintah saja. Semua pohon-pohonan atau tanaman keras yang

tumbuh di luar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat.
Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem
hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung letak geografis, ada yang
di dataran rendah, medium, dan dataran tinggi, dan jenis penyusunnya berbeda
menurut tempat tumbuh, dan sesuai dengan iklim mikro. Pandangan sistem
tenurial berkaitan dengan status misalnya statusnya hutan negara yang dikelola
masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain (Awang, dkk, 2001).
Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak
atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel atau hak atas
tanah yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pemilik Hutan rakyat
adalah pemilik hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah
yang berada diluar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas title atau hak atas
tanah. Hasil Hutan yang berasal dari hutan rakyat yang selanjutnya disebut hasil

Universitas Sumatera Utara

hutan rakyat adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman yang
tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan rakyat atau lahan masyarakat
(Kementrian Kehutanan, 2012).
Potensi hutan rakyat yang besar tidak serta merta memberikan jaminan

peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini karena kayu hasil hutan rakyat belum
mampu bersaing di pasar, terutama untuk produk ekspor. Ada tuntutan konsumen
luar negeri yang menghendaki agar produk-produk kayu dari Indonesia
merupakan hasil produk yang berasal dari pengelolaan hutan berkelanjutan.
Pengelolaan hutan rakyat masih belum mengacu pada aspek-aspek manajemen
hutan yang berkelanjutan (Adinta, 2011).
Pengelolaan hutan rakyat juga tidak terlepas kebutuhan masyarakat itu
sendiri, karena dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat istilah “tebang butuh”.
Pemanenan dilakukan sesuai dengan kebutuhan keluarga, seperti untuk biaya
sekolah, hajatan atau memenuhi kebutuhan untuk konstruksi rumah sendiri.
Masyarakat akan melakukan pemanenan yang cenderung berlebih ketika mereka
didesak pada kebutuhan ekonomi yang tinggi. Sukardayati (2006) mengatakan
bahwa sulit mengendalikan kegiatan pemanenan di hutan rakyat, hal ini terkait
dengan belum adanya landasan hukum dalam kegiatan pemanenan tersebut. Jika
dibiarkan begitu saja maka akan berpengaruh kepada keberlanjutan hutan rakyat
itu sendiri. Oleh karena itu untuk menjamin pengelolaan hutan rakyat
berkelanjutan maka pemerintah melakukan Sertifikasi Hutan Rakyat.
Masyarakat dan rakyat
Manusia


adalah

makhluk

yang

selalu

hidup

bermasyarakat

(zoonpoliticon), yang selalu ingin hidup bersama dengan manusia lain.

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat tertentu,
saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama, mempunyai adat istiadat dan
aturan-aturan tertentu yang lambat laun membentuk sebuah kebudayaan.
Masyarakat juga merupakan sistem sosial yang terdiri dari sejumlah komponen

struktur sosial yaitu: keluarga, ekonomi, pemerintah, agama, pendidikan, dan
lapisan sosial yang terkait satu sama lainnya, bekerja secara bersama-sama, saling
berinteraksi, berelasi, dan saling ketergantungan. Masyarakat adalah sejumlah
manusia dalam arti yang seluas- luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama.
Rakyat adalah adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari
suatu pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi
yang sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai
hak dan kewajiban yang sama.
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)
Sertifikasi

Hutan

bertujuan

untuk

memberikan


dukungan

bagi

kepentingan-kepentingan komunitas dalam pengelolaan hutan dan membantu
untuk mempromosikan kayu rakyat di tingkat pasar nasional dan internasional.
Melalui sertifikasi diharapkan ada insentif yaitu berupa harga kayu yang cukup
tinggi kepada pengelola hutan yang mampu menunjukkan bahwa mereka telah
mengelola hutan rakyat secara lestari (Adinta, 2011).
Suatu hal yang nyata bahwa sertifikasi membantu kejelasan status lahan,
menguatkan posisi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan mengakui kapasitas
atau kemampuan pengelolaan mereka. Pengenalan serifikasi oleh para pendukung
yang menjanjikan insentif pasar untuk sertifikasi menjadi alasan utama bagi

Universitas Sumatera Utara

masyarakat untuk terlibat dalam semua aspek sertifikasi. Pengakuan pasar,
khususnya ketersediaan
sebagai


alat

yang

harga premium yang signifikan, diinterpretasikan

efektif

untuk

meningkatkan

kesadaran

publik

dan

mendapatkan pengakuan yang lama dinantikan dalam pengelolaan hutan rakyat.
Secara ideal, proyek-proyek sertifikasi hutan rakyat, memperkenalkan aspekaspek pasar dalam tahap pengembangan agar dapat memastikan bahwa

masyarakat lokal paham sepenuhnya persyaratan pasar dan pembeli sadar
mengenai perkembangannya (Rohman, 2010).
Standard Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah sejumlah persyaratan
untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang memuat standar, kriteria, indikator,
verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian. Verifikasi Legalitas Kayu atau
disingkat V-LK adalah rangkaian kegiatan Lembaga Verifikasi Independen (LVI)
untuk menilai kayu dan produk kayu yang dihasilkan pemegang hak atau ijin yang
berada di hulu atau hilir, apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan atau
belum. Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) adalah surat keterangan yang diberikan
kepada pemegang ijin atau pemilik hutan rakyat yang menyatakan bahwa
pemegang izin atau pemilik hutan rakyat telah memenuhi standar legalitas kayu.
Adanya sertifikat sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) bagi hutan
rakyat telah mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki tata usaha kayu
yang menyangkut penyederhaan mata rantai tata usaha kayu yang selama ini
pengerjaannya lumayan panjang. Manfaat lain sistem verifikasi ini adalah
terbentuknya unit manajemen yang memayungi para pemilik hutan rakyat.
Berhimpun dalam unit manajemen, memungkinkan masyarakat menanggung
renteng biaya sertifikasi legalitas kayu. Penilaian untuk sertifikasi legalitas kayu

Universitas Sumatera Utara

memang bisa dilakukan secara kolektif untuk hutan milik maupun industri rumah
tangga atau pengrajin. SVLK bisa didapatkan setelah melalui berbagai tahapan.
Yang pertama, pengajuan aplikasi oleh unit manajemen. Kedua, dokumen tersebut
ditinjau dan dipublikasikan ke masyarakat umum di website Dinas Kehutanan dan
Perkebunan serta media cetak. Ketiga, ada audit lapangan untuk mencocokkan
data antara dokumen dengan yang ada di lapangan. Empat, lembaga penilai
melakukan uji petik, yakni mengecek kesesuaian semua dokumen satu tahun
kebelakang. Lima, terjadi panel review, setelah itu keluar Keputusan sertifikasi
yang dilanjutkan dengan penerbitan SVLK.
SVLK memiliki dua dimensi yaitu dimensi Standar atau Alat untuk
menilai dan dimensi Sistem atau Mekanisme yang harus diikuti. Dengan demikian
SVLK merupakan alat dan mekanisme untuk menilai atau memverifikasi legalitas
kayu atau produk kayu. Manfaat penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK) yaitu menjamin kayu berasal dari sumber yang legal, jika industri
pengolahan kayu ingin agar produk kayu masuk ke pasar international maka
dengan mendapatkan bahan baku yang berasal dari sumber yang legal, maka
produk industri akan masuk pasar tanpa hambatan terutama self endorsement
(pengesahan sendiri) terkait dengan pemberitahuan eksport barang. Pemilik kayu
yang berasal dari sumber yang legal akan memiliki posisi tawar yang kuat
terutama dalam penentuan harga jual karena tidak ada pilihan lain selain membeli
bahan baku yang legal. Penerapan SVLK disamping merupakan pemenuhan
standar, kriteria, indikator dan norma penilaian, atau sebagai alat untuk
memastikan bahwa industri kayu mendapatkan sumber bahan baku dengan cara
legal tetapi lebih dari itu adalah upaya untuk menerapkan tata kelola pemerintahan

Universitas Sumatera Utara

yang akun tabel dan transparan, menyelamatkan hutan dari pembalakan liar,
menekan laju deforestasi, juga menekan merosotnya cadangan karbon.
SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang
dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak stakeholder kehutanan yang memuat
standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian.
Standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian untuk
masing-masing pemegang izin dan pemilik hutan hak telah diatur secara lengkap
pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Bina Usaha Kehutanan
No. P.8/VI-BPPHH/2012.
Tabel 1. Kriteria dan indikator standar pada Peraturan Direktur Jenderal Bina
Usaha Kehutanan Nomor: P.8/VI-BPPHH/2012 tentang Standar
Verifikasi Legalitas Kayu Pada Hutan rakyat
Prinsip
Kepemilikan
kayu dapat
dibuktikan
keabsahannya

Standar Verifikasi
Kriteria
Indikator
Keabsahan
Pemilik hutan
hak milik dalam rakyat mampu
hubungannya
menunjukkan
dengan areal,
keabsahan
kayu dan
haknya.
perdagangannya.

Unit kelola
masyarakat
mampu
membuktikan
dokumen
angkutan kayu
yang sah.

Verifier
a. Dokumen
kepemilikan
lahan yang
sah (alas
title/
dokumen
yang diakui
pejabat yang
berwenang)
b. Peta areal
hutan rakyat
dan batasbatasnya
dilapangan

Dokumen
SKAU atau
SKSKB Cap
KR

Pedoman Verifikasi
Metode Verifikasi
Norma Verifikasi
 Periksa
 Memenuhi:
Sertifikat Hak
Dokumen tersedia,
Milik,Leter C,
lengkap, dan
Leter B, Girik;
abash (dapat
serta Sertifikat
berupa Sertifikat
Hak Guna Usaha
Tanah, Leter C,
(HGU) atau Hak
Leter B, Girik,
Pakai ataupun
Sertifikat HGU
bukti
atau Hak
kepemilikan
Pakai,ataupun
lainnya yang sah
buktike pemilikan
 Periksa
lainnya yang sah
keberadaan peta  Memenuhi:
lokasi.
Peta lokasi
 Periksa
tersedia.
kejelasan tanda  Memenuhi:
batas areal
Tanda-tanda jelas
hutan.
(dapat berupa
patok atau
pematang atau
tanaman pagar).
 Periksa
 Memenuhi:
keabsahan
SKSKB yang
SKSKB di
diberi cap Kayu
petani/ pedagang
Rakyat (KR) dan
dan kantor Dinas
diterbitkan oleh
pejabat yang
Kabupaten
berwenang.
setempat.
 Memenuhi:
 Periksa

Universitas Sumatera Utara

Unit kelola
menunjukkan
bukti
pelunasan
pungutan
pemerintah
sektor
kehutanan
atas tegakan
yang tumbuh

Faktur/
kwitansi
penjualan

keabsahan
a. Penerbit dokumen
dokumen Surat
SKAU adalah
Keterangan Asal
Kepala Desa/
Usul (SKAU) di
Lurah atau pejabat
petani/pedagang
yang setara
dan kantor
dimana kayu
Kepala Desa
tersebut akan
untuk jenis kayu diangkut.
tertentu.
b. Jenis kayu dalam
dokumen SKAU
sesuai dengan
jenis yang
ditetapkan dengan
Peraturan Menteri
Kehutanan yang
berlaku.
 Periksa
 Memenuhi:
kesesuaian
Rekapitulasi izin
rekapitulasi izin
tebang sesuai
tebang dengan
dengan SKSKB
SKSHH
Cap KR ataupun
 Periksa
SKAU
keabsahan dan
 Memenuhi:
kesesuaian
a. Dokumen
dokumen faktur/
faktur/kwitansi
kwitansi yang
dikeluarkan oleh
menyertai
pihak pemilik
perjalanan kayu.
kayu.
b. Dokumen
faktur/kwitansi
sesuai dengan
fisik kayu
demikian juga
sebaliknya.
c. Dokumen
faktur/kwitansi
memuat tujuan
pengiriman
secara jelas.

Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan oleh Masyarakat
Ritchie dkk (2001) melalui Centre for International Forestry Research
(CIFOR) menyatakan bahwa terdapat empat prinsip Pengelolaan Hutan oleh
Masyarakat Lestari (PHML), yaitu :
1. Kesejahteraan masyarakat (kelembagaan) terjamin
2. Kesejahteraan rakyat terjamin
3. Kesehatan lanskap hutan terjamin
4. Lingkungan eksternal mendukung PHML

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini mencoba menggali prinsip pertama dan kedua PHML, yaitu
prinsip kesejahteraan masyarakat terjamin dan prinsip kesejahteraan rakyat
terjamin. Dalam pengembangan K&I (Kriteria dan Indikator) untuk kesejahteraan
suatu masyarakat, masalah utama adalah menyangkut kemampuan masyarakat
tersebut untuk mengelola dan mengatur fungsi ganda penggunaan dan
pemanfaatan hutan secara kolektif, sehingga manfaatnya dapat terbagi rata untuk
perorangan , rumah tangga meupun kelompok, yang pada akhirnya sumberdaya
hutan dapat menghasilkan kegunaan dan manfaat di masa mendatang.
Prinsip yang pertama (I) dikelompokkan dalam masalah-masalah berikut :
a.

Lembaga/organisasi masyarakat dan partisipasi
Untuk mengatur penawaran dan permintaan sumberdaya hutan masyarakat

(termasuk pembagian hak dan kewajiban, kerjasama, dan perlindungan hutan)
kebanyakan sistem PHM setempat mengembangkan beberapa bentuk organisasi
masyarakat. Organisasi serupa didirikan untuk membantu masyarakat untuk
memusatkan perhatian pada pengembangan dan pelaksanaan peraturan melalui
sistem insentif, persuasif atau penegakan sangsi. Keberadaan organisasi
masyarakat yang kuat sangat penting demi kelangsungan PHM.
b. Mekanisme pengelolaan lokal (norma, peraturan, undang-undang)
Agar dapat berpengaruh terhadap keputusan pengelolaan oleh masyarakat,
sistem PHM yang mampu bertahan pada umumnya mengembangkan seperangkat
instrumen pengelolaan yang sesuai untuk mengatur dan mengawasi penggunaan
sumberdaya hutan oleh anggota masyarakat. Istilah mekanisme pengelolaan disini
digunakan untuk mencakup seluruh instrumen formal dan informal, termasuk
peraturan, norma, adat istiadat, larangan/tabu, undang-undang, dll yang telah

Universitas Sumatera Utara

dikembangkan masyarakat. Aturan-aturan tersebut terkadang rumit dan tidak jelas
terlihat, dan layaknya organisasi itu sendiri, tertanam dalam kebudayaan setempat,
spiritual dan lingkungan ekologinya. Mekanisme seperti diberlakukannya sangsisangsi bagi pelanggar aturan, merupakan hal yang sangat penting di Indonesia
(melalui sistem adat tradisional).
c. Manajemen konflik
Masyarakat perlu menemukan cara untuk mengatasi konflik yang suatu
saat dapat timbul. Cara tersebut dapat dilakukan secara formal atau informal.
Masyarakat mengharapkan agar mekanisme tersebut dapat diterapkan secara
efektif. Sebagai tambahan, kemampuan menggunakan mekanisme eksternal, yaitu
legal atau kenegaraan untuk mengatasi konflik juga merupakan hal yang penting.
d. Kewenangan untuk pengelola (status kepemilikan lahan)
Masyarakat membutuhan jaminan kepemilikan atas sumber dayanya untuk
memperoleh wewenang pengelolaan. Tanpa adanya jaminan status kepemilikan,
orang sering ragu untuk melakukan investasi pengelolaan jangka panjang. Ketiga
lokasi yang diuji memasukkan kriteria dan indikator yang mengacu pada sistem
kepemilikan lahan masyarakat yang telah diakui masyarakat atau negara secara
hukum (de jure). Isu status kepemillikan lahan termasuk juga permasalahan tata
batas lahan milik umum atau hutan masyarakat, keberadaan peta yang
menunjukan tata batas tersebut, dan atau adanya penerapan sistem hak dan adat
yang sering kali rumit yang muncul pada masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Prinsip yang kedua (2) dikelompokkan dalam masalah-masalah berikut :
a. Kesehatan dan makanan
Interaksi dengan hutan memberikan manfaat secara langsung terhadap
kesehatan dan kesejahteraan fisik manusia. Banyak hal yang menunjukkan
pentingnya hasil hutan sebagai sumber bahan makanan. Di Indonesia, tidak ada
acuan yang dibuat menyangkut makanan atau kesehatan masyarakat. Kebanyakan
K&I pengelolaan hutan lestari dan kesehatan masyarakat setempat dijadikan
sebagai kriteria penting. Di Brazil, dimasukkan pula pemikiran tambahan bahwa
pengawasan petumbuhan populasi dan reproduksi sangat penting untuk
kelestarian pengelolaan hutan.
b. Kesejahteraan (mata pencaharian, pembagian biaya dan manfaat, kesetaraan)
Mata pencaharian penduduk setempat bergantung pada keberadaan hutan.
Permasalahan yang dibahas disini mencakup keuntungan ekonomi yang diperoleh
dari hutan baik secara langsung atau melalui industri kecil (kerajinan tangan),
sehingga memberikan nilai tambah bagi bahan mentah hutan melalui ketrampilan
dan kreatifitas pekerjanya. Kamerun dan Brazil menyoroti masalah hasil hutan
ganda dan beraneka ragam, dan pentingnya kelompok pengguna hutan yang
berbeda yang saling melengkapi dengan cara menggunakan sumberdaya yang
berbeda. Indonesia menekankan pemerataan pembagian produk hutan.
c. Kebijaksanaan dan kebersamaan dalam berbagi ilmu pengetahuan
Aspek utama dalam pengelolaan hutan lestari adalah dasar pengetahuan
masyarakat yang berlaku dan berjalan baik, dan pengelolaan dilakukan atas dasar
kebijakan bersama masyarakat. Alih pengetahuan antara generasi (dari tua ke
muda) merupakan hal penting demi menjaga kelangsungan pengetahuan tersebut

Universitas Sumatera Utara

untuk masa depan. Hal ini tampak penting bagi kehidupan spiritual dan
kebudayaan masyarakat lokal agar berakar kuat di dalam ekosistem hutan.
d. Kesepakatan status kepemilikan lahan di dalam masyarakat
Di kebanyakan PHM yang tetap berlaku, perlunya kepastian akses yang
merata terhadap hutan dan sumberdaya lainnya menimbulkan perkembangan
adanya kesepakatan status kepemilikan lahan setempat. Kesepakatan penting ini
berlaku antar perorangan (dan/atau rumah tangga atau kelompok) dan masyarakat,
kesepakatan ini sesuai dengan budaya lokal dan kebutuhan pengelolaan
sumberdaya, dan biasanya didukung oleh norma dan peraturan yang berlaku.
Hubungan antar individual (rumah tangga/kelompok), masyarakat dan wilayah
sumberdaya, ditentukan dalam kerangka spasial dan sementara, seperti misalnya,
siapa yang dapat melakukan apa dan dimana. Hubungan status kepemilikan lahan
yang ditetapkan dengan baik dan dapat diterima sangat penting bagi insentif untuk
mendorong, melindungi dan menjamin komitmen antar generasi. Meratanya hak
penggunaan sangat penting bagi kesejahteraan rakyat, sebagaimana ditekankan di
Brazil. Hak peninggalan atau warisan dan diteruskannya hak tersebut untuk
generasi berikutnya merupakan aspek kunci kelestarian. Bagian ini yang
menyangkut kepemilikan secara individual berhubungan erat dengan bagian
lainnya, termasuk status kepemilikan dan kewenangan pengelolaan di tingkat
masyarakat, dan distribusi isu dalam bagian yang menyangkut kesejahteraan.
Konsep Kualitatif
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh
karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa

Universitas Sumatera Utara

bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih
jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian
kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang
tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori,
untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.
Menurut Strauss dan Corbin (1997), yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang
tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau caracara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat
digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,
fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan
menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana
metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang
tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit
untuk dipahami secara memuaskan.
Bogdan dan Taylor (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan
atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif
diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan,
dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat,
dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari
sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. Penelitian kualitatif
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap
kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan

Universitas Sumatera Utara

terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan
sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian
ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang
kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002).
Kondisi umum lokasi penelitian
Desa Matiti berada di Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Desa Matiti terletak pada ketinggian
±1350m diatas permukaan laut (dpl) dengan jarak ± 8km dari ibukota Kabupaten
Humbang Hasundutan. Dari jarak tersebut dapat diasumsikan bahwa desa ini
sudah dapat menerima arus informasi dari luar daerah dengan cepat.
Secara administratif Desa Matiti memiliki batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Desa Hutagurgur

Sebelah Selatan

: Desa Sosor Tambok

Sebelah Timur

: Desa Hutabagasan

Sebelah Barat

: Desa Pakkat

Sebagian besar msyarakat bekerja dibidang pertanian dan perkebunan.
Kemenyan merupakan salah satu komoditi unggulan dari Desa Matiti. Hasil
lainnya yang terdapat di Desa Matiti adalah kopi, coklat, jeruk, dan hasil
persawahan. Di Desa Matiti terdapat Koperasi Serba Usaha (KSU) Hutan Mas
yang mengelola hutan rakyat seluas 45 Ha. KSU Hutan Mas ini telah mendapat
sertifikasi legalitas kayu dan beranggotakan 22 anggota.

Universitas Sumatera Utara