T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Persepsi Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan Konseling terhadap Kepercayaan Diri Siswa Kelas XI SMK Negeri upang T1 BAB II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kepercayaan Diri
2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Individu yang percaya diri yakin atas kemampuan individu itu sendiri serta
memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan individu itu

tidak terwujud,

individu tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Menurut Thantaway (dalam Kamus
Istilah Bimbingan dan Konseling, 2005), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis
diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan
sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya
pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
Lauster (1978) mengatakan bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi
akan menjadi pribadi yang optimis. Orang yang percaya diri akan mampu menghargai orang
lain karena percaya bahwa orang lain juga mempunyai kemampuan seperti dirinya. Sedangkan
individu yang kurang percaya diri akan mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain, kurang bertanggung jawab, selalu membandingkan dirinya dan pesimis.

Lauster menambah difinisi kepercayaan diri sebagai keyakinan akan kemampuan diri
sendiri sehingga seseorang tidak mudah terpengaruh oleh orang lain (Kristanti, 2005). Hal ini
dapat berarti bahwa jika kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu tersebut merupakan
kepercayaan diri yang positif dan baik maka individu tersebut akan merasa yakin dengan
kemampuan dirinya sendiri, sehingga tidak memerlukan bantuan dari orang lain dan tidak
terpengaruh oleh orang lain dalam setiap tindakan yang dilakukannya untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.

Kualitas layanan sangat erat hubungannya dengan kepercayaan diri siswa apabila
layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan sangat berkualitas sudah pasti tingkat
kepercayaan diri siswa akan sangat baik. Apabila kualitas layanan BK memenuhi harapan
siswa maka, siswa akan merasa percaya diri dalam melakukan aktifitasnya di sekolah sehingga
secara langsung akan meningkatkan kinerja guru bimbingan dan konseling di sekolah.
2.1.2 Ciri-ciri Yang Memiliki Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1978) ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif
antara lain adalah:
1) Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif tentang dirinya bahwa mengerti
sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
2) Optimis, yaitu sikap seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala
hal tentang diri, harapan dan kemenangan.

3) Obyektif, yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu
sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut
dirinya sendiri.
4) Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang
telah menjadi konsekuensinya.
5) Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian
dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
Menurut Lauster (1978) seseorang yang mempunyai kepercayaan diri positif dapat
digambarkan dari empat aspek, yaitu:

a. Cinta diri

Orang yang percaya diri, mencintai diri sendiri dan cinta ini bukanlah sesuatu yang
dirahasiakan bagi orang lain. Cinta diri sendiri merupakan prilaku seseorang untuk
memelihara diri sendiri.
b. Pemahaman diri
Orang yang percaya diri tidak hanya merenungi, memikirkan perasaan dan prilaku diri
sendiri. Orang yang percaya diri selalu berusaha ingin tahu bagaimana pendapat orang lain
tentang dirinya sendiri, percaya akan kompetisi atau kemampuan diri sehingga tidak
membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan atau rasa hormat orang lain, berani

menerima dan menghadapi penolakan orang lain yaitu berani menjadi diri sendiri.
c. Tujuan hidup yang jelas
Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, disebabkan mempunyai pikiran
yang jelas mengapa melakukan tindakan tertentu dan mengetahui hasil apa yang dapat
diharapkannya, tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis dan diterima oleh
orang lain atau kelompok, memiliki harapan yang realistis terhadap diri sendiri sehingga
ketika harapan tersebut tidak terwujud seseorang tetap mampu melihat sisi positif dari
dirinya dan situasi yang terjadi.
d. Berpikir positif
Orang yang percaya diri biasanya menyenangkan, karena mampu melihat kehidupan
dari sisi yang cerah serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus, mempunyai
pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan
atau kegagalan, dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau kedaan,
serta tidak menggantungkan atau mengharap bantuan dari orang lain), mempunyai cara
pandang terhadap diri sendiri.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menekankan bahawa ciri-ciri seseorang yang
mempunyai kepercayaan diri yaitu seperti ciri-ciri kepercayaan diri dikemukakan oleh

Lauster (1978) antara lain keyakinan, optimis, obyektif, bertanggung jawab, rasional dan
realistis.


2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Menurut Tursan Hakim (2002) Percaya diri merupakan suatu keyakinan dan sikap
seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri, dengan menerima secara apa adanya baik
positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk
kebahagiaan dirinya. Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses
tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri.
Menurut Hakim (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu:
a. Faktor internal
Perasaan dari dalam diri, merupakan cara individu memandang dan menilai dirinya sendiri,
terdiri dari:
1) Keadaan fisik
Keadaan fisik individu akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri. Individu
yang memiliki fisik yang kurang sempurna akan menimbulkan perasaan negatif
terhadap dirinya sendiri, karena merasa ada yang kurang didalam dirinya dan
membandingkannya dengan orang lain. Keadaan ini yang membuat individu merasa
kurang percaya diri.
2) Konsep diri
Konsep diri adalah gagasan tentang dirinya sendiri. Seorang yang mempunyai
rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep negatif, sebaliknya bila seseorang percaya

diri maka akan mempunyai konsep diri yang positif.
3) Usia

Kepercayaan diri terbentuk dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
Seorang remaja yang mempunyai rasa kurang percaya diri dikarenakan permasalahan
tentang konsep diri pada masa kanak-kanak kurang dapat terselesaikan.
4) Harga diri
Harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri, individu yang
mempunyai harga diri yang tinggi akan menilai pribadinya secara rasional yang benar
bagi dirinya dan mudah mengadakan hubungan dengan orang lain. Individu yang
mempunyai harga diri tinggi akan memandang positif pada dirinya sendiri, percaya
pada usahanya dan mudah menerima orang lain.
5) Pengalaman hidup
Kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang
kurang baik pada masa kanak-kanak akan berdampak pada masa pertumbuhan
selanjutnya.
6) Kegagalan dan kesuksesan
Keberhasilan yang dicapai akan membawa seseorang kepada kegembiraan dan
juga membuat pandangan yang positif, sehingga dapat menimbulkan kepercayaan diri
disetiap permasalahan yang dihadapi dan dapat dianalisis dengan baik.

7) Peran lingkungan keluarga terhadap terbentuknya kepercayaan diri
Jika fungsi keluarga berjalan lancar dan baik, maka besar kemungkinan individu
dalam keluarga tersebut mempunyai kepercayaan diri yang baik. Karena keluarga
adalah pondasi dalam membentuk karakter individu.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan persepsi dan reaksi lingkungan terhadap diri individu. Faktor
eksternal yang mempengaruhi kepercayaan diri individu, yaitu:
1) Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony (1992) lebih
lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat
individu merasa di bawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang
pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung
pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan
rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
2) Pekerjaan
Rogers (dalam Kusuma, 2005) mengemukakan bahwasanya bekerja dapat
mengembangkan kreativitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan,

selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu
mengembangkan kemampuan diri.
3) Lingkungan dan pengalaman hidup
Lingkungan disini merupakan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dukungan
yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota kelurga yang saling
berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi.
Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan
diterima oleh masyarakat, maka semakin mantap kepercayaan dirinya (Centi, 1995).
Sedangkan pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari pengalaman pribadi
yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis
merupakan pengalaman yang dialami seseorang selama perjalanan yang buruk pada
masa kanak kanak akan menyebabkan individu kurang percaya diri (Drajat, 1995).

4) Dukungan sosial
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga orang tersebut mengetahui ada
orang lain yang memperhatikan, menghargai, merawat, dan memperhatikannya.
Dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan orang
yang dekat dengan anak berupa sumber emosional, informasional, atau pendampingan
untuk meghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi dalam kehidupan seharihari. Bentuk dukungan ini dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri seseorang.

Keberadaan, kepedulian, kesediaan dari orang-orang yang dapat diandalkan,
menghargai dan menyayangi merupakan bentuk dari dukungan sosial (Khusnia, 2010).
Individu yang diakui keberadaannya, dipedulikan lingkungannya, dihargai dan
disayangi oleh orang-orang disekitarnya maka akan meningkatkan kepercayaan diri
bagi individu. Berdasarkan hal tersebut maka individu yang menerima dukungan sosial
yang kuat dapat meningkatkan kepercayaan diri bagi individu itu sendiri, karena
dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif dan dukungan
kepada individu yang sedang tertekan, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun
perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan
orang lain (Sarafino, 1998).
Menurut Loekmono (1983) bahwa rasa percaya diri dipengaruhi dalam
hubungannya dengan orang-orang yang dianggap penting, lingkungan dan kehidupan
sehari-hari. Natawidjaja (dalam Kusumawati, 2008) untuk meningkatkan kepercayaan
diri remaja membutuhkan pihak lain yang dapat dipercaya untuk mendorong
keberaniaanya dalam mengambil keputusannya.

Dukungan dari guru juga memberi kontribusi untuk meningkatkan kepercyaan
diri siswa, dengan cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya tentang materi pelajaran yang sudah dijelaskan guru serta guru juga
memberikan motivasi kepada siswa untuk tetap berprestasi.


2.1.4 Proses Pembentukan Kepercayaan Diri
Percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses tertentu didalam
pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan percaya diri, secara garis besar
terbentuknya percaya diri yang kuat oleh Thursan Hakim (2002) melalui proses sebagai
berikut:
a. Terbentuknya kepribadian yang baik yang sesuai dengan proses perkembangan yang
melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial
sejak awal dari orang-orang terdekatnya, maka akan membuat individu tahu bahwa ia
mempunyai kelebihan dalam dirinya.
b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliknya melahirkan
keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya.
Dengan dukungan sosial dari orang-orang terdekat, maka akan semakin menguatkan
keyakinan individu bahwa dirinya memiliki kelebihan untuk dapat melakukan segala
sesuatu
c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya
agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau sulit menyesuaikan diri. Meskipun seseorang
tahu bahwa dirinya mempunyai kekurangan, namun apabila orang-orang didekatnya tetap
memberikan dukungan maka hal ini akan menimbulkan reaksi positif dalam dirinya.
Sehingga menjadi individu yang tidak rendah diri.


d. Pengalaman didalam menggali berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala
kelebihan yang dimilkinya. Jika seseorang mempunyai banyak pengalaman didalam
kehidupannya dan disertai dengan dukungan dari orang-orang terdekat disekelilingnya
serta dapat menggunakan segala kelebihan yang ada dalam dirinya, maka akan membuat
seseorang percaya diri dalam melakukan segala aspek dalam kehidupannya.

2.2 Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan Konseling
2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan sebagai pola tindak
seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah
pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan orang-orang yang
dipimpinnya (Davis & Newstorm, 1995). Hal ini sejalan dengan pendapat Hersey &
Blanchard (dalam Ignatius Onduko. 1994) yang menyatakan bahwa : Gaya kepemimpinan
adalah pola tingkah laku yang ditampilkan ketika mencoba mempengaruhi tingkah laku orang
lain seperti yang dipersepsikan oleh orang yang akan kita pengaruhi tersebut.
Menurut Hersey & Kenneth H. Blanchard (dalam Ignatius Onduko. 1994) pada
dasarnya gaya kepemimpinan seseorang terbagi pada dua kecenderungan, yaitu:
1. Berorientasi pada tugas (task behavior )
Gaya ini ditandai dengan adanya beberapa hal seperti : pemimpin memberikan

petunjuk-petunjuk kepada bawahan, selalu mengadakan pengawasan secara ketat,
menyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai
dengan keinginan pemimpin dan pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan
tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan.
2. Berorientasi pada hubungan (relationship behavior )

Sedangkan gaya kepemimpinan ini, sebaliknya ditandai dengan beberapa gejala
seperti berikut: pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan
pengawasan terhadap bawahan, pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan
keputusan, pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan
kerjasama yang saling hormat menghormati diantara sesama anggota kelompok.

2.2.2 Macam-macam Gaya Kepemimpinan
Hersey dan Blanchard (1982) membedakan dua kecenderungan tersebut ke dalam
empat gaya kepemimpinan, yaitu: Telling, Selling, Participating dan Delegating.
1. Gaya kepemimpinan Telling
Gaya kepemimpinan Telling adalah gaya kepemimpinan yang ditandai perilaku
pemimpin yang tidak mempercayai bawahannya dan banyak memberikan instruksi kepada
bawahan untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan tanpa memperhatikan
kualitas hubungan antar pribadi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini pemimpin
hanya memberikan instruksi dan pengarahan yang jelas tentang sebuah tugas. Ciri dari
gaya ini adalah: pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara
ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana
mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan dimana pekerjaan itu harus
dilakukan.
2. Gaya kepemimpinan Selling
Gaya kepemimpinan Selling adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin
menekankan dua arah serta membantu meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri
anggota, tetapi pemimpin tetap memegang tanggung jawab dan mengendalikan
pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingginya tuntutan

menyelesaikan tugas tetapi pemimpin juga sangat memperhatikan kualitas hubungan
dengan bawahannya. Ciri dari gaya selling ini adalah: tinggi tugas dan tinggi hubungan,
pemimpin menerangkan keputusan, pemimpin memberikan kesempatan untuk penjelasan,
pemimpin masih banyak melakukan banyak pengarahan, pemimpin melakukan
komunikasi dua arah.
3. Gaya kepemimpinan Participating
Gaya kepemimpinan Participating, adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin
dan anggota berbagi pengambilan keputusan dan pemimpin tidak banyak atau hanya
memberikan perintah secara langsung. Gaya ini ditandai dengan perilaku pemimpin yang
lebih banyak memfokuskan perhatian pada kualitas hubungan dan kurang memperhatikan
penyelesaian tugas-tugas. Gaya ini ditandai dengan ciri tinggi hubungan dan rendah tugas,
dimana pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan.
4. Gaya Kepemimpinan Delegating
Gaya kepemimpinan Delegating adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin
tidak memperhatikan tugas dan hubungan dengan bawahan. Gaya kepemimpinan ini
ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari pemimpin kepada bawahan untuk
melakukan tugas sendiri dengan sedikit pengarahan dan sedikit sekali kualitas hubungan
antar personalnya. Ciri dari gaya ini adalah mempunyai hubungan dan tugas rendah,
pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan, dimana
seorang pemimpin membutuhkan visi dan target yang jelas dari apa yang didelegasikan.
Kurang intensifnya delegating bisa membuat penafsiran dan pelaksanaan berbeda dari apa
yang diinginkan. Karena itu, jika ingin memakai gaya seperti ini, seorang pemimpin harus
bisa mengkomukasikan visi dan targetnya secara jelas, sehingga para bawahannya bisa
melihat dari hasil kerjanya.

Menurut Hersey & Blanchard Gaya kepemimpinan Selling dan Participating, adalah
gaya kepemimpinan yang secara teoritis mampu mengembangkan kreativitas bawahan, karena
gaya kepemimpinan tersebut lebih berorientasi pada hubungan. Guru BK yang cenderung
menggunakan gaya tersebut akan berusaha memberikan rasa aman secara psikologis kepada
siswa, memperhatikan perasaan dan kebutuhan siswa.
Gaya kepemimpinan Telling yang dengan ciri banyak memberikan instruksi dan tidak
memperhatikan kualitas hubungan kepada orang-orang yang dipimpin secara teoritis akan
menghambat perkembangan kreativitas. Demikian juga dengan gaya kepemimpinan
Delegating yang digunakan guru BK secara teoritis berhubungan secara negatif, karena

mempunyai ciri rendah hubungan dan rendah tugas, artinya dalam menerapkan gaya
kepemimpinan Delegating guru BK sedikit sekali memberikan tuntunan dan arahan kepada
siswa demikian juga dengan perhatian kepada hubungan antar pribadi tidak terlalu menjadi
perhatian.

2.2.3 Kriteria Keberhasilan Pemimpin
Untuk mengetahui apakah seorang pemimpin berhasil dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik, Mulyasa (2004) mengemukakan beberapa kriteria, yaitu:
1. Dinamika organisasi.
2. Pengaruh atau kewibawaan pemimpin.
3. Sikap bawahan terhadap atasan.

Dari ketiga hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut:
1. Dinamika Organisasi

Organisasi berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dalam kaitan dengan
kepemimpinan seseorang dalam memimpin organisasi dapat dilihat dari berbagai indikasi
sebagai berikut (Mulyana, 2004):
1. Penampilan Kelompok.
2. Pencapaian Tujuan Kelompok.
3. Berlangsungnya Hidup Kelompok.
4. Pertumbuhan Kelompok.
5. Kesiagaan Kelompok.
6. Kemampuan Menyelesaikan Krisis.

2. Pengaruh Pemimpin
Pengaruh atau kewibawaan pemimpin sangat menentukan keberhasilan. Seorang
pemimpin yang berhasil, dapat dilihat melalui berbagai kriteria (Mulyasa 2004), yaitu:
1. Apakah pemimpin mampu meningkatkan rasa kebersamaan kelompok, kerja sama antar
anggota, motivasi bawahan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pemecahan
konflik di antara bawahan.
2. Apakah pemimpin menaruh perhatian terhadap efisiensi tenaga ahli yang tersedia,
pengaturan kegiatan, akumulasi dari berbagai sumber dan kesediaan kelompok untuk
menghadapi perubahan dan krisis.
3. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kualitas kerja, menciptakan rasa percaya diri
bawahan dan menghasilkan kecakapan bawahan dan memberi sumbangan terhadap
pertumbuhan kejiwaan dan perkembangan bawahan.
3. Sikap Bawahan Terhadap Atasan
Bawahan dalam kehidupan organisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seorang
pemimpin. Sebab kepemimpinan itu sendiri merupakan proses interaksi antara pemimpin dan

bawahan dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu keberhasilan seorang pemimpin dapat diukur
dari sikap bawahan terhadap pemimpin itu sendiri, melalui indikasi berikut (Mulyasa, 2004):
1. Apakah bawahan merasa puas terhadap pemimpin dalam rangka pemenuhan

kebutuhan

dan hal-hal yang diharapkan bawahan.
2. Apakah bawahan merasa senang terhadap atasan, menghormati dan kagum padanya.
3. Apakah bawahan mempunyai rasa tanggung jawab besar untuk melaksanakan perintah atau
sebaliknya melawan, atau bawahan tidak memperhatikan/menyabot perintah atasan.
Ada beberapa gejala sikap bawahan terhadap kepemimpinan atasan, yaitu:
1)

Ketidak hadiran atau absensi.

2)

Perbuatan semaunya.

3)

Kesedihan.

4)

Keluhan terhadap atasan.

5)

Permintaan pindah.

6)

Pemogokan.

7)

Sikap lambat.

8)

Kejadian yang sengaja menyabot peralatan dan fasilitas pelayanan.

9)

Sikap permusuhan terhadap atasan.

2.3. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan pengkajian terhadap hasil
penelitian pendahulu yang relevan sebagai berikut:

Penilitian ini mengacu pada penelitian Giyono (2013) pengaruh gaya kepemimpinan
guru BK terhadap kepuasan atas layanan bimbingan konseling sebesar rxy = 0.728 dan
p=0,000

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2