TAP.COM - PEMENFAATAN GADUNG SEBAGAI SUMBER PANGAN LOKAL ... - BPTP JAMBI

Pemenfaatan Gadung Sebagai Sumber Pangan Lokal dalam Rangka
Mendukung Diversifikasi Pangan di Lahan Kering Provinsi Jambi
Utilization of Yam as a Source of Local food Material to Support Food
Diversification at dry Land in Jambi Province
Dewi Novalinda*), Linda Yanti dan Syafri Edi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi
*)
Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. 0741-40174/0741-40413
email: dw.novalinda@gmail.com
ABSTARCT
Yam ( Dioscore hispida ) is one of the potential sources of local food material in
supporting food diversification in Jambi province. Utilization as a source of carbohydrate
is still low. This was causes it’s tuber contains alkaloids that are toxic to humans. The yam
tubers contain about 29.7 g carbohydrate in every 100 g of material. Besides, it is also the
yam tubers containe protein ( 3.2 g ), vitamin C, vitamin B and other minerals. The
innovation technology of post-harvest handling to eliminate dioscorine and HCN content
and simple yam processing for the farm level as well as of these products is expected could
be interested in to the farmers. To produce yam products are top quality with an attractive
flavor and safety for consumption by the public must haved the quality requirements that
have been defined . It is necessary for good processing to the level of farmers through
mentoring and coaching to get yam product that have quality standards requried and food

safety is assured respectively.
Key words : Yam ( Dioscore hispida ), local food material, diversification, dry land, Jambi

ABSTRAK

Gadung (Dioscore hispida) merupakan salah satu sumber pangan lokal yang
potensial di Provinsi Jambi dalam menunjang diversifikasi pangan. Pemanfaatan gadung
sebagai salah satu sumber karbohidrat saat ini masih rendah. Hal ini dikarenakan umbi
gadung mengandung senyawa alkaloid yang bersifat racun terhadap manusia. Umbi
gadung mengandung karbohidrat sekitar 29,7 g dalam setiap 100 g bahan. Disamping itu
juga dalam umbi gadung terkandung protein (3,2 g), vitamin C, vitamin B dan mineral
lainnya. Inovasi teknologi ppenanganan pasca panen untuk menghilangkan kandungan
dioskorin dan HCN serta pengolahan gadung yang sederhana untuk tingkat petani serta
peluang pasar yang cukup potensial dari produk ini diharapkan mampu menarik minat
petani. Menghasilkan produk olahan gadung yang berkualitas dengan citarasa yang
menarik dan aman dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi persyaratan mutu yang
sudah ditetapkan. Untuk itu perlu dilakukan pengolahan yang baik sampai ke tingkat
petani melalui pendampingn dan pembinaan untuk mendapatkan olahan gadung yang
memenuhi standar mutu dan terjamin keamanan pangannya.
Kata kunci : Gadung (Dioscore hispida), pangan lokal, diversifikasi, lahan kering, Jambi


PENDAHULUAN
Provinsi Jambi memiliki berbagai sumber pangan lokal sebagai alternatif
pendamping beras yang belum dimanfaatkan secara optimal salah satunya adalah gadung.
Gadung belum dibudidayakan, biasanya banyak tumbuh dihutan-hutan atau di semak –
semak pinggiran hutan yang merupakan salah satu wilayah yang masih banyak di Provinsi
jambi seperti di Kabupaten Sarolangun yang merupakan tipe lahan kering (Ndaru, 2011).
Selama ini umbi gadung sudah dimanfaatkan oleh masyarakat yang diolahan secara
tradisional menjadi keripik. Disisi lain gadung mempunyai potensi yang cukup banyak
untuk dimanfaatkan dalam berbagai bentuk olahan yang lebih bernilai ekonomi tinggi.
Gadung (Dioscore hispida Dennst) merupakan tanaman umbi – umbian yang belum
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan. Selama ini gadung
dimanfaatkan oleh masyarakat terbatas hanya diolah sebagai kerupuk. Sementara potensi
gadung cukup prospektif untuk dikembangkan karena mengadung karbohidrat yang cukup
tinggi. Hal ini terutama terkendala karena umbi gadung mengandung senyawa toksid yang
racun bagi manusia kalau tidak ditangani dengan baik (Sopian dan Nedi, 2014).
Kandungan karbohidrat pada gadung sekitar 29,7 gram dalam setiap 100 gram
gadung segar. Gadung mengandung zat beracun, yaitu asam sianida atau yang sering
dikenal dengan HCN. Namun dapat diatasi dengan cara pengolahan yang tepat dapat
menurunkan kadar sianida hingga ambang batas yang aman untuk dikonsumsi (Hariana,

2004).
Pada umumnya gadung segar mengandung kadar sianida sekitar 469 ppm, namun
dengan pengolahan yang dilakukan pada gadung akan menurunkan kadar sianida dalam
bahan hingga batas yang aman untuk dikonsumsi. Kadar sianida dalam bahan sebesar 50
ppm/seluruh bahan bahan sudah aman untuk dikonsumsi oleh manusia (Winarno, 2002).
Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi, mengkonsumsi gadung juga memiliki
manfaat karena berkhasiat untuk penyembuhan berbagai penyakit antara lain : keputihan,
kencing manis, sakit perut, nyeri empedu, nyeri haid, radang kandung empedu, dan rematik
(Hariana, 2004).
Sehubungan dengan diversifikasi pangan yang telah digalakkan oleh pemerintah
dengan diperkuat dengan Peraturan Presiden No 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan
Percepatan Penganekargaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal, maka
pemanfaatan gadung merupakan salah satu peluang untuk dikembangkan di Provinsi
Jambi. Disamping itu Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan model m-KPL untuk
menunjang pemnafaatan lahan pekarangan dengan berbagai inovasi yang telah dihasilkan
(Purwati, 2011). Oleh karena itu tulisan bertujuan untuk memaparkan tentang pemikiran,
perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan gadung yang telah dilakukan oleh petani di
Provinsi jambi serta informasi yang terkait dengan gadung dan penanganannya sampai
produk olahan.
Tulisan ini merupakan review dari berbagai bahan kajian dan tulisan yang terkait

dengan diversifikasi pangan melalui pengolahan gadung sebagai salah satu sumber pangan
lokal alternatif khususnya di Provinsi Jambi. Untuk memudahkan pemahaman terhadap
pemanfaatan gadung sebagai sumber pangan lokal di Jambi, disamping pemaparan
informasi normatif yang terkait dengan teknologi pengolahan gadung, dipaparkan juga
contoh kasus pemanfaatan gadung di Kabupaten Sarolangun yang terangkum dalam
kegiatan pendampingan KRPL oleh BPTP Jambi melalui kegiatan penyampaian informasi
(sebagai nara sumber) dan diseminasi.

KOMPOSISI KIMIA DAN KANDUNGAN GIZI UMBI GADUNG
Umbi gadung disamping mengadung karbohidrat juga unsur gizi liannya seperti
protein, lemak, kalsium dan mineral lainnya yang dapat melengkapi kecukupan gizi. Pada
Tabel 1 dapat dilihat kalori umbi gadung mencapai 101 kalori per 100 gram umbi. Dari
jumlah protein, umbi gadung lebih tinggi (3,2 g) dibandingkan umbi ganyong (1,5,g)
(Tabel 2). Dengan demikian umbi gadung cukup propektif sebagai alternatif sumber
karbohidrat yang dapat disejajarkan dengan umbi – umbi lainya.
Tabel 1. Kandungan Gizi Gadung setiap 100 gram umbi adalah:
Kandungan gizi
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)

Karbohidrat
Kalsium (mg)
Phospor (mg)
Zat Besi (mg)
Vitamin B 1
Air (g)
Vitamin C
Vitamin A
Bagian yang dapat dimakan

Jumlah
101,00
2,00
0,20
23,23
20,00
69,00
0,60
0,10
73,50

9,00
0,0
85,00

Sumber :Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Hariana (2004).

Dari Tabel 2 dapat dilihat perbandingan kandungan gizi umbi gadung dengan umbi
ganyong dan umbi garut. Memang kandungan karbohidrat umbi gadung lebih rendah
daripada umbi ganyong maupun garut, tetapi memiliki kandungan protein dan Vit C yang
lebih tinggi daripada ganyong dan garut. (Hariana, 2004).
Tabel 2. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Umbi - Umbian
Kandungan gizi/100 g
Energi (Kal)
Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vit A (RE)

Vit B (mg)
Vit C (mg)

Umbi Gadung
118
27,3
3,2
0,2
23,5
81,2
0,7
0
0,12
11,8

Sumber: Depkes (1989) dalam Hariana (2004)

Jenis umbi
Umbi Ganyong
146

34,8
1,5
0,2
32
107,7
30,8
0
0,15
15,3

Umbi Garut
334
73,4
9,7
3,5
28
311
5,3
0
0,51

0

TEKNOLOGI PENGOLAHAN UMBI GADUNG
Umbi gadung, selain mengadung dioscorin juga mengandung asam sianida yang juga
bersifat racun. Sianida merupakan salah satu kategori limbah bahan berbahaya dan beracun
yang banyak dijumpai pada berbagai limbah lingkungan. Sianida merupakan racun bagi
semua makhluk hidup dan juga dapat menghambat pernapasan juga dapat mengakibatkan
perkembangan sel yang tidak sempurna (Branchet, J. 1957 dalam Ndaru, 2004). Oleh
karena itu diperlukan penanganan pasca panen yang tepat untuk menghilangkan racun
yang ada dalam umbi gadung tersebut sebelum dikonsumsi.
A. Penanganan Pasca panen Umbi Gadung
Umbi gadung sebelum dikonsumsi atau dimasak, terlebih dahulu harus dihilangkan
racunnya, karena dapat menimbulkan gangguan pernafasan bagi yang memakannya.
Untuk menghilangkan racun tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
I. Penggunaan dengan abu atau kapur
Penggunaan abu atau kapur ini difungsikan untuk mempercepat penghilangan HCN
yang terkandung dalam umbi gadung.
Tahap penanganan umbi gadung :
1. Umbi dibersihkan dari tanah yang masih melekat dan langsung dikupas kulitnya,
pengupasan kulit harus cukup tebal.

2. Umbi gadung selanjutnya diinjak-injak sampai cairan yang mengandung racun itu
keluar.
3. Umbi diperam selama 2 x 24 jam dan di atasnya diberi pemberat agar umbi tetap
tertekan.
4. Setelah diperam, umbi yang bercampur dengan abu atau kapur itu dijemur sampai
kering.
5. Umbi yang telah kering kemudian dibersihkan dengan cara merendamnya kedalam air
mengalir selama 2 x 24 jam.
6. Umbi siap digunakan
II. Pengolahan dengan garam
1. Pemberian garam berlapis
a. Umbi dibersihkan dari tanah langsung dikupas kulitnya, pengupasan kulitnya
dilakukan setebal mungkin
b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut
c. Keranjang bambu dilapisi garam, kemudian diberi irisan umbi satu lapis, dilapisi
garam lagi dan kemudian dilapisi umbi lagi, begitu seterusnya sampai keranjang
penuh.
d. Bagian terakhir dari lapisan ditutup dengan kain lalu diberi pemberat dan diperam
selama satu minggu.
e. Pekerjaan terakhir umbi dicuci dalam air yang mengalir sampai garam dan

racunnya hilang. Umbi yang telah bersih dapat dicirikan oleh airnya yang jernih
dan tidak terasa asin
2. Pemberian garam dengan cara diaduk
a. Umbi dibersihkan dari tanah dan langsung dikupas kulitnya.
b. Kupasan umbi diiris tipis-tipis atau diserut.
c. Umbi yang sudah diris dimasukkan kedalam tong atau ember plastik, tambahkan
garam sebanyak mungkin dan aduk sampai rata sampai irisan menjadi lemas,
biarkan dalam rendaman garam selama satu malam
d. Umbi hasil rendaman dicuci dengan air mengalir sampai garamnya habis (sampai
tidak terasa asin).

e. Umbi direndam dalam air tawar dan ganti setiap 3 jam sekali selama 3 hari ; bila
direndam di air mengalir, umbi dimasukkan kedalam keranjang sehingga air dapat
masuk dan mengalir dengan mudahnya. Waktu yang diperlukan dalam perendaman
sekitar 3 hari.
f. Umbi diangkat dari tempat rendaman dan kukus atau dijemur sampai kering
Penanganganan umbi gadung dengan metode tersebut dapat menurunkan HCN
dalam gadung kurang lebih 1-10 mg dalam setiap kilogram gadung yang diolah (Anonim,
2012). Selanjutnya dilaporkan juga bahwa perendaman umbi gadung dengan ketebalan 2
mm dalam larutan garam 8% mampu menurunkan kadar HCN sampai 5,45 ppm
(Pambayun, 2000). Disamping itu juga metode lain yang dapt digunakan untuk menrunkan
kadar racun umbi gadung yaitu dengan melakukan ekstraksi memanfatakn gelombang
mikro (Micrwave Assited Extraction atau MAE) yang mampu mengekstrak dioskorin
sampai 71,36% (Hartati et al, 2010).
I. Produk Olahan Gadung
Pemanfaatan umbi gadung sampai saat ini yang paling banyak dilakukan oleh para
petani/pengrajin adalah untuk membuat keripik. Padahal dengan perkembangan teknologi
pengolahan saat ini umbi gadung dapat diolah dalam berbagai produk bernilai tinggi
seperti; chips, flake, stick gadung dan lainnya. Untuk pengolahan lebih lanjut umbi
gadung dapat diolah menjadi pati gadung yang nanti dimanfaatkan sebagai bahan baku
gula cair (Parwiyanti et al, 2011). Namun demikian ada beberapa produk olahan alternatif
saat ini yang dapat diterpakan ditingkat petani dengan perbaikan cara pengolahan yang
lebih efisien dan higienis.
1. Keripik gadung
Tahap pengolahan
• Pilih umbi gadung yang masih segar.
• Kupas kulit umbi gadung dengan pisau yang tajam hingga bersih.
• Irislah umbi gadung tersebut sehingga menjadi irisan-irisan yang tipis.
• Umbi gadung dilumuri dengan abu dapur sambil sedikit diremas-remas hingga lunak.
• Jemur irisan umbi gadung tersebut hingga benar-benar kering.
• Irisan umbi gadung direndam dalam air mengalir selama 3-4 hari Apabila air perendaman
tidak mengalir, maka air perendaman harus diganti setiap 2- 3 jam sekali selama 3 samapi
4 hari.
• Irisan umbi gadung selanjutnya dicuci dengan air bersih hingga abu hilang.
• Irisan umbi gadung dicuci lagi dalam air garam
• Jemur kembali irisan umbi gadung tersebut sehingga benar-benar kering.
• Irisan umbi gadung kering yang sudah berbumbu siap digunakan
2. Tepung gadung
Tahap pengolahan
Umbi segar dikupas kulitnya, dipotong-potong kemudian dilakukan perlakuan seperti
diatas untuk menghilangkan racunnya. Selanjutnya potongan yang sudah bersih dan siap
kemudian ini dijemur secara alami dibawah sinar matahari selama beberapa hari (sampai
benar-benar kering). Potongan ini kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar
atau penggilingan tepung yang dijalankan oleh mesin dan disaring. Hasil tepung yang baik
adalah berwarna putih dan berbentuk serbuk tepung. Potongan kering setelah dijemur dan
tepung dapat disimpan selama beberapa bulan.
Untuk pemanfaatan berikutnya setelah gadung menjadi tepung gadung dapat dibuat
menjadi berbagai olahan camilan kering sampai basah seperti, stiek gadung, kue bawang
dan bahan bumbu lainnya. Tepung gadung dapat berfungsi sebagai substitusi tepung
terigu.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaafar et al (2009) menunjukkan bahwa
perlakuan blanching selama 30 detik dengan larutan Ca(OH)2 0,3% mampu menurunkan
HCN iirisan umbi segar gadung sesbesar 67%. Penggunaan metode ini juga mampu
menghemat waktu lebih cepat 1 hari dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pengrajin
selama ini (6 hari) untuk menurunkan HCN.
Produk Olahan Gadung yang Prospektif di Kembangkan
Disamping produk olahan yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat, ada beberapa
olaha gadung yang inovatif dan propektif untuk dikembangkan dalam skala menengah
seperti, fried yam balls dan flake gadung (Ndaru, 2004).
a. Fried yam balls
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah umbi segar dan bumbu, sedangkan peralatannya
adalah pengupas, pemarut dan penggoreng.
Tahap Pengolahan
Umbi segar dikupas kulitnya, kemudian diparut. Selanjutnya dicampur dengan
bumbubumbu dan digoreng sambil dibentuk bola atau bulatan.
b. Flake gadung
Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan adalah umbi segar yang telah dikupas, sedangkan peralatan
yang dibutuhkan adalah panic, kompor, alat pemotong, plastik dan kulkas.
Tahap Pengolahan
Umbi segar dikupas lalu direbus. Umbi rebusan ini dipotong – potong menyerupai
flake. Hasil potongan ini dikeringkan dengan roller drying lalu dikemas dalam plastik dan
disimpan dalam keadaan dingin untuk jangka waktu yang lama. Apabila akan dikonsumsi,
penyajiannya dengan menuangkan air panas kedalam flake tersebut sambil diaduk.
Pengadukan ini akan menyebabkan flake berubah menjadi bubur yang kental seperti pasta
dan dimakan sebagai saus atau makanan utama.
PEMANFAATAN GADUNG DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI
JAMBI
Masyarakat (khususnya petani) di Kabupaten Sarolangun sudah cukup kenal dengan
umbi gadung, karena umbi ini banyak terdapat dilingkungan tempat tinggal yang tumbuh
di hutan – hutan di Kabuapten Sarolangun. Produk olahan utama yang dapat dilakukan
secara sederhana adalah dengan membuat keripik. Keripik gadung dibuat dari
umbi gadung yang diiris tipis kemudian dijemur sampai kering dan selanjutnya digoreng.
Sebelum dilakukan penggorengan pada tahap penghilangan racun ada beberapa perlakuan
khusus terhadap gadung sebelum diiris dan setelah diiris untuk menghilangkan kadar racun
dalam umbi gadung tersebut. Metode yang dilakuakn masyarakat/petani adalah sebagai
berikut ;
1. Umbi gadung diiris tipis dan dilumuri dengan abu kayu dan kemudian dijemur
2. Irisan gadung setelah itu dicuci bersih dengan air mengalir dan selanjutnya dijemur
sampai kering
3. Irisan gadung ini selanjutnya diolah untuk jadi keripik gadung
4. Rasa keripik gadung biasanya asin dengan aroma bawang yang gurih.
Penanganan pasca panen umbi gadung yang dilakukan oleh petani di Sarolangun
ternyata sesuai dengan beberapa hasil kajian yang sudah dilakukan dalam penghilangan
racun yang ada pada umbi gadung. Kegiatan ini dilakukan oleh petani selama ini
berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara empiris. Namun demikian untuk menjamin
mutu dan keamanan pangan dari umbi gadung untuk dikonsumsi dalam berbagai bentuk

olahan nantinya diperlukan inovasi teknologi pengolahan umbi gadung. Dengan adanya
perbaikan teknologi penanganan dan pengolahan gadung akan meningkatkan efisiensi
(lebih mudah dan cepat) dan lebih higienis. Dengan demikian akan meningkatkan nilai
tambah dan keanekargaman produk olahan gadung yang dapat meningkatkan diversikasi
pangan nantinya.
Dari informasi PPL di Kabupaten Sarolangun diketahui bahwa petani di wilayah ini
sangant berkeinginan untuk mengembangan produk olahan dari gadung ini, tidak hanaya
sebatas keripik. Terkait dengan hal tersebut melalui kegiatan pendampingan kegiatan
KRPL, BPTP Jambi bekerjasama dengan BP4K dalam pelaksanaan P2KP telah melakukan
pendampingan dengan memberikan informasi (BPTP sebagai nara sumber) teknologi
pengolahan gadung dengan sentuhan inovasi teknologi pengolahan yang sudah dihasilkan
oleh Balai Besar Pasca Panen Litbang Pertanian. Rencana tindak lanjut dari kegiatan ini
adalah akan dilakukan pelatihan singkat untuk pengolahan gadung. Diaharapkan melalui
kegiatan ini nantinya aneka olahan gadung akan mampu menghasil produk olahan yang
mempunyai nilai tambah dan berdaya saing, sehingga akan memnigkatkan kesejahteraan
petani pengrajin.
KESIMPULAN
Pemanfaatan gadung sebagai sumber karbohdirat merupakan salah satu alternatif
peningkatan diversifikaasi pangan dengan mendayagunakan pangan lokal yang banyak di
Jambi. Kandungan gizi umbi gadung terdiri dari karbohidrat, protein serta mengandung
unsur mineral kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B dan C.
Dalam upaya perbaikan penanganan dan pengolahan gadung untuk tingkat petani,
perlu dilakukan pembinaan dengan menerapkan inovasi yang sudah dihasilkan Litbang
Pertanian agar mendapatkan produk olahan yang memenuhi standar mutu, berdaya saing
dan terjamin keamanan pangannya.
Beberapa metode alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar HCN
umbi gadung adalah dengan menggunakan abu dapur, perendaman dalam air garam dan
blanching dalam larutan Ca(OH)2 03%. Pemilihan metode yang digunakan sebaiknya
disesuakan dengan kapasitas pengolahan dan kemampuan pengrajin olahan gadung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Tak Perlu Takut dengan Sianida Pada Gadung. Himpunan Mahasiswa
Peduli
Pangan
(HMPPI)
Komisariat
Jambi.
Hmppikomsatunja.blogs.spot.com/2012. Diakses Tanggal 10 September 2014.
Djaafar, F.T, Siti, R. dan Murdijati, G. 2009. Pengaruh Blanching dan Waktu Perendaman
dalam Larutan Kapur Terhadap kandungan Racun pada Umbi dan Ceriping
Gadung. http://pangan.litbang.deptan.go.id/tanaman pangan- 174 html. Diakses
Tanggal 10 September 2014.
Hariana, A. 2004. Tanaman Oabat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hartati, I, Muhammad, E.Y dan Dwi,H. 2010. Reduksi Dioscorin Dari Umbi Gadung
Melalui Ekstraksi Gelombang Mikro.Prosiding Seminar Nasional UNIMUS.
Semarang. http://jurnal unimus.ac.id. Diakses Tanggal 13 September 2014.
Ndaru, K.S. 2011. Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst). Artikel. Fakultas
Kedokteran UNDIP. Semarang.

Pambayun, R. 2000.Hydro cianic acid and organoleptic test on gadung instant rice from
various methods of detoxification. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan.
Surabaya
.
Parwiyanti, Filli, P. dan Renti,A. 2011. Sifar Kimia dan Fisik Gula Cair dari Pati Umbi
Gadung (Dioscorea hispida Dennst).Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.Vol
XXII: (2). IPB. Bogor.
Purwati.S.H. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari: Sebagai Solusi Pemantapan
Ketahanan Pangan. Makalah pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS).
Jakarta, Tanggal 8 – 10 November 2011.
Sopian, I dan Nedi, S. 2014. Pemanfaatan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst)
Untuk Industri Makanan Keripik di Desa Malompong Kecamatan Maja Kabupaten
Majalengka. Skripsi. Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. Gramedia. Jakarta.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

ANALISIS KONTRIBUSI MARGIN GUNA MENENTUKAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PRODUK DALAM KONDISI KETIDAKPASTIAN PADA PT. SUMBER YALASAMUDRA DI MUNCAR BANYUWANGI

5 269 94

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18