Gambaran Music Engagement untuk Meregulasi Emosi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Music Engagement untuk Meregulasi Emosi
1. Defenisi
Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu
dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan kondisi emosi
(Rickard dan Chin, 2012; Gross, 2000). Music engagement untuk meregulasi emosi
merupakan hubungan antara individu dengan suatu aktifitas bermusik yang
merefleksikan keterlibatan seseorang dengan musik untuk dapat mengelola dan
mengatur kondisi emosinya (Russell, Ainley & Frydenberg, 2005; Reeve, 2004).
Regulasi emosi adalah kemampuan mengendalikan kondisi emosi (Gross, 2007);
mengenal, mengevaluasi dan membatasi respon emosi (Thompson, 2000);
menyatakan regulasi emosi adalah suatu kemampuan menerima, mempertahankan
dan mengendalikan instensitas dan lamanya emosi yang dirasakan (Gottman dalam
Wilson, 1999).
Rickard dan Chin (2012) mengemukakan bahwa music engagement
ditunjukkan dengan adanya aktifitas yang dilakukan dengan menggunakan musik dan
juga sikap individu terhadap musik. Aktifitas yang dilakukan dengan menggunakan
music yakni aktifitas bermusik melalui proses productive dan proses receptive.


8

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan sikap terhadap musik merupakan penilaian individu terhadap fungsi yang
dirasakan dari penggunaan musik dan pertimbangan penggunaan musik untuk
meregulasi emosi, dan motivasi mendengarkan musik dari luar diri maupun dalam
diri individu.

2. Aspek-aspek music engagement untuk meregulasi emosi
Adapun aspek music engagement untuk meregulasi dalam Rickard dan Chin
(2012) antara lain sebagai berikut :
a. Aktifitas bermusik
Terdapat dua aktifitas bermusik yang didasarkan pada proses bermusik, yaitu
:
1) Proses productive, merupakan aktifitas menghasilkan, memainkan dan
menampilkan

permainan


musik.

Kemampuan

memproduksi

musik

dipengaruhi oleh hasil latihan memainkan musik secara teratur, baik melalui
pendidikan formal maupun nonformal dalam jangka waktu yang lama.
2) Proses receptive, merupakan proses menerima informasi dari musik yang
dilakukan dengan mendengarkan musik, menikmati musik, dan membuat arti
dari suatu lagu. Receptive membutuhkan kemampuan menginterpretasi
informasi suara (audio) yang berpengaruh pada pemaknaan dan keyakinan
seseorang terhadap musik yang didengarkan (Elliot, 1995).
Kedua aktifitas bermusik baik memproduksi maupun mendengarkan musik
dapat dilakukan untuk meregulasi emosi. Menurut Elliiot (1995) proses receptive
9

Universitas Sumatera Utara


lebih memungkinkan seseorang menerima informasi dari musik bukan hanya
sekedar merasakan emosi dari musik yang didengar, namun juga untuk
mendapatkan pesan melalui emosi yang dirasakan dari musik tersebut. North,
dkk (2000) dalam penelitiannya mendapati bahwa aktifitas mendengarkan musik
merupakan cara yang lebih efektif untuk meregulasi emosi. Rickard dan Chin
(2012) juga menyatakan bahwa aktifitas mendengarkan musik efektif
meningkatkan afek positif dan menurunkan afek negatif. Sehingga dalam
penelitian ini proses yang dilakukan untuk meregulasi emosi adalah aktifitas
mendengarkan musik (receptive).

b. Fungsi penggunaan musik
Secara umum, terdapat beberapa fungsi penggunaan musik dalam kehidupan
sehari-hari manusia, yaitu :
1) Fungsi kognitif, menurut Chamorro-Premuzic dan Furnham (2007) musik
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan intelektual, sebagai media mempelajari
suatu pengetahuan, dan juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir.
Pemenuhan kebutuhan intelektual yang dimaksud adalah seperti menganalisis
komposisi musik yang kompleks dan menganalisa struktur musik. Musik juga
dapat membantu manusia dalam proses berpikir (Schafer, 2013). Selain itu

musik juga berfungsi untuk mengasah kemampuan verbal (Chin dan Rickard,
2010).

10

Universitas Sumatera Utara

2) Fungsi afektif, merupakan fungsi penggunaan musik untuk mengelola afek,
baik untuk meningkatkan afek positif maupun menurunkan afek negatif
(North, dkk., 2000); meningkatkan pengalaman emosional dan spiritual
(Gabrielson, 2010); mengontrol kondisi mood, dan juga meningkat self
awareness yang dapat membantu mengelola perasaan (Schafer, 2013).
Sloboda (2001) mengungkapkan bahwa musik berkaitan erat dengan
perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan ketenangan. Selain itu musik
juga digunakan untuk tujuan relaksasi (Chamorro dan Furnham, 2007).
3) Fungsi sosial, digunakan sebagai media komunikasi sosial (Chin dan Rickard,
2012); dan sebagai indentitas diri dalam kelompok maupun antar kelompok
(North, dkk., 2000). Selain itu musik juga berfungsi untuk menghilangkan
rasa kesepian dalam diri seseorang; menciptakan suatu interaksi sosial pada
individu-individu, bahkan dapat membentuk suatu ikatan dalam kelompok

sosial ketika individu-individu yang berkumpul memiliki selera musik yang
sama (North dan Hargreaves, 2007).
4) Fungsi Fisik, berfungsi untuk sistem motorik manusia (Freeman dalam Chin,
2012). Musik digunakan untuk mengekspresikan diri melalui gerakan tubuh
seperti tarian dan senam. Musik juga berfungsi untuk meningkatkan daya
tahan tubuh, menghilangkan rasa bosan atau lelah pada saat melakukan latihan
fisik (Potteiger, dkk., dalam Chin, 2012). Selain itu musik juga saat ini

11

Universitas Sumatera Utara

digunakan sebagai alat terapi, seperti treatment untuk gangguan motorik
seperti neurodegenerative disorders dan stroke (Pacchetti, 2000).
Fungsi penggunaan musik yang terlibat dalam proses meregulasi emosi
adalah kombinasi fungsi afektif dan fungsi kognitif. Proses meregulasi emosi
melibatkan kemampuan kognitif dalam menilai dan merespon situasi atau
peristiwa yang sedang dihadapi individu yang mempengaruhi kondisi emosinya
(Gross, 1998). Menurutnya terdapat dua strategi regulasi emosi, yaitu (1)
reappraisal, yang merupakan strategi regulasi emosi yang dilakukan dengan

mengubah cara berpikir seseorang menjadi lebih positif dalam menafsirkan atau
menginterpretasi suatu peristiwa yang menimbulkan emosi. (2) suppression,
yang merupakan cara mengelola respon emosi dengan menghambat ekspresi
emosi berlebihan yang meliputi ekspresi wajah, nada suara dan perilaku.
Strategi ini efektif untuk menghambat respon emosi yang berlebihan, namun
tidak dapat membantu mengurangi emosi yang dirasakan.
Penelitian Rickard dan Chin (2012) mendapati bahwa music
engagement untuk meregulasi emosi berkorelasi kuat dengan strategi regulasi
emosi Reapprasial. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk dapat mengarahkan
atau mengontrol kondisi emosinya, individu melakukan strategi meningkatkan
pemikiran positif dan menilai ulang situasi atau kondisi yang mempengaruhi
emosi melalui musik yang didengarkan. Penelitiannya juga menyatakan bahwa
individu yang sangat terlibat dengan aktifitas mendengarkan musik untuk

12

Universitas Sumatera Utara

meregulasi emosinya mengindikasikan kemungkinan individu tersebut dapat
mengarahkan kondisi emosinya pada kondisi yang diinginkan dan dapat

meningkatkan kemampuan kognitifnya.

c. Motivasi penggunaan musik
Music engagement untuk meregulasi emosi didorong oleh adanya keinginan
menggunakan musik untuk mengelola kondisi emosi dari faktor intrinsik dan
ekstrinsik (Sloboda, 2005). Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang muncul
dari dalam diri individu. Dorongan ini muncul dari pengalaman yang
menyenangkan dengan musik, sehingga hal ini dapat membentuk keterlibatan
individu dengan musik untuk meregulasi emosinya yang didorong oleh komitmen
personal yang mendalam dengan musik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang
muncul dari luar diri individu. Keterlibatan individu dengan musik didorong oleh
karena adanya keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan
tertentu.

3. Musik Engagement Style-I: Cognitive And Emotional Regulation
Music Engagement Style-I: Cognitive and Emotional Regulation (MES-I:
CER) merupakan salah satu jenis music engagement dalam The Music Use (MUSE)
oleh Chin dan Rickard (2012). The MUSE didasarkan pada pengukuran engagement
individu dalam aktifitas bermusik yang diukur dengan berdasarkan aspek-aspek
antara lain fungsi musik (fungsi kognitif, fungsi afektif, fungsi sosial, dan fungsi

13

Universitas Sumatera Utara

fisik), proses bermusik (productive dan receptive), motivasi menggunakan musik
(ekstrinsik dan intrinsik).
Penelitiannya mendapatkan lima jenis music engagement, antara lain (1)
jenis cognitive and emotional regulation merefleksikan seseorang yang terlibat
dengan musik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya dan juga
mengelola emosinya pada kondisi emosi yang diinginkan. (2) Engaged Production
menggambarkan

seseorang

yang

terlibat

dengan


musik

bertujuan

untuk

menghasilkan musik, melakukan improvisasi musik, menampilkan keahlian
bermusik, serta melakukan evaluasi diri mengenai kualitas musik yang dihasilkan.
(3) Social Connection merefleksikan seseorang membentuk engagement dengan
musik dengan tujuan untuk mencari kelompok sosial dan untuk berbaur dengan
kehidupan sekitarnya. (4) Physical practice menggambarkan keterlibatan seseorang
dengan musik untuk melakukan latihan fisik, dan juga untuk menjaga kesehatan
tubuh, (5) dance menggambarkan seseorang terlibat dengan musik untuk melakukan
aktifitas fisik berupa kesenian seperti seni tari.
Dalam Music Engagement Style-I: Cognitive and Emotional Regulation
(MES-I: CER), fungsi penggunaan musik melibatkan dua fungsi penggunaan musik,
yaitu fungsi kognitif dan fungsi afektif. MES-I: CER ditunjukkan dengan adanya
aktifitas bermusik yang dilakukan untuk meregulasi emosi, dan didorong oleh
adanya motivasi (ekstrinsik dan intrinsik) dalam menggunakan musik untuk
meregulasi emosi.


14

Universitas Sumatera Utara

Rickard dan Chin (2012) juga mengukur hubungan antara music engagement
dengan Emotional Regulation Questionnaire (ERQ; Gross dan John, 2003) untuk
melihat validitas MES-I: CER dalam mengukur penggunaan musik untuk
meregulasi emosi. ERQ memuat dua strategi meregulasi emosi, yaitu melakukan
penilaian terhadap suatu informasi atau situasi yang mempengaruhi kondisi emosi
(Reappraisal, ERQ-R) dan menutupi atau menyembunyikan ekspresi emosi
(Suppression, ERQ-S). Hasil dari pengukuran tersebut didapatkan MES-I: CER
memiliki korelasi yang sangat kuat dengan ERQ-R, dan berkorelasi negatif dengan
ERQ-S.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi music engagement dalam meregulasi emosi
a. Usia
Individu yang berada dalam masa perkembangan dewasa muda
menghadapi situasi dan peristiwa yang lebih kompleks seperti membentuk
keluarga baru, membuat keputusan mengenai karir, menjadi individu yang

mandiri (Kail & Cavanaugh, 2010). Hal ini mendorong dewasa muda lebih
aktif dalam menemukan strategi untuk mengelola emosi pada situasi yang
sedang dihadapinya.
Vitulić and Prosen (2015) mengungkapkan bahwa orang dewasa yang
lebih sering menyeleksi dan memodifikasi situasi yang mempengaruhi
emosinya mencoba untuk menyembunyikan respon emosi yang akan muncul
(suppression). Namun supression tidak efisien dan membentuk ketidaksuaian
15

Universitas Sumatera Utara

antara pengalaman internal dengan ekspresi yang muncul. Hal ini berkorelasi
negatif terhadap well being dan juga fungsi sosialnya. Roni (2014) juga dalam
penelitiannya mendapati individu dewasa awal yang menggunakan strategi
suppression berpengaruh terhadap distress psikologis yang tinggi.
Bhawana (2002) dalam penelitiannya mendapati bahwa orang dewasa
kadang mengarahkan perhatiannya dari situasi mempengaruhi emosinya pada
hal-hal lain dengan menggunakan strategi Reappraisal. Ia mengungkapkan
bahwa dewasa awal lebih mampu melakukan Reappraisal terhadap situasi
yang sedang dihadapinya dibandingkan individu yang berada di masa
perkembangan yang lain.
Rickard dan Chin (2012) menyatakan bahwa Reappraisal berkorelasi
positif dengan penggunaan musik untuk meregulasi emosi. Hal ini
menunjukkan bahwa musik dapat digunakan untuk membantu melakukan
penilai seseorang terhadap situasi yang mempengaruhi emosinya, dengan
tujuan mengarahkan kondisi emosinya ke arah yang lebih diinginkan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang menggunakan
atau mendengarkan musik tidak memiliki perbedaan yang signifikan jika
ditinjau dari usia. Namun penelitian oleh Roni (2014) mendapati bahwa
variabel yang menonjol yang membedakan individu dalam menggunakan
musik adalah yang berkaitan dengan referensi musik yang digunakan. Ia
mendapati bahwa individu yang dalam masa perkembangan dewasa akhir

16

Universitas Sumatera Utara

lebih memilih untuk mendengarkan lagu senang ketika sedang dalam kondisi
bad mood dibandingkan individu dalam usia dewasa awal.
b. Jenis kelamin
Terdapat beberapa penelitian yang mendapati bahwa ada perbedaan lakilaki dan perempuan dalam hal meregulasi emosi. Dalam meregulasi emosi,
laki-laki tetap mempertahankan kondisi emosi yang muncul ketika
menghadapi situasi yang sama, sedangkan perempuan lebih sering membuat
penilaian ulang terhadap suatu situasi dengan cara yang positif (Folkman dan
Lazarus, 1987). Selain itu McRae (2008) juga mendapati bahwa perempuan
juga lebih berkeinginan untuk mencoba berdamai dengan situasi yang
mempengaruhi emosinya dibandingkan pria.
Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dapat meregulasi
emosinya dengan menggunakan musik. Namun penelitian Bhawana (2011)
mendapati bahwa perempuan lebih banyak melakukan strategi meregulasi
emosi tertentu dibandingkan laki-laki. Helena (2014) menambahkan dengan
temuan bahwa perempuan mencoba untuk mempengaruhi emosinya dengan
melakukan aktifitas fisik, mencari dukungan sosial dan bahkan menggunakan
makanan untuk meregulasi emosinya dibandingkan pria.
c. Pengalaman bermusik
Pengalaman atau latar belakang individu juga menjadi faktor yang
dapat mempengaruhi keterlibatan individu dengan musik. Orang yang

17

Universitas Sumatera Utara

mampu melakukan proses produksi musik merupakan individu yang mampu
mencipta, memimpin, atau menampilkan alat musik; pencipta atau pemain
musik, atau yang disebut sebagai musisi (KBBI). Sedangkan yang tidak
mampu memproduksi musik dapa dikatakan sebagai non-musisi.
Selain itu, pengalaman seseorang dalam mempelajari musik juga dapat
berpengaruh. penelitian oleh Dana L. Strait dan Nina Kraus

(2014)

menemukan bahwa terdapat bukti biologis dari oberservasi perilaku yang
mengindikasikan bahwa pengalaman latihan musik dapat meningkat
kemampuan mempersepsikan emosi

yang disampaikan dari musik

khususnya melalui vocal, dan juga meningkatkan peran subcortical dalam
mengenali emosi yang disampaikan dalam aktifitas mendengarkan lagu.
Sehingga hal ini dapat memunculkan perbedaan penggunaan musik pada
setiap individu.
Akan tetapi di sisi lain, Krumhansl (1995) menyatakan bahwa individu
dengan tingkat pendidikan musik yang beragam dapat membuat penilaian
yang sama terhadap suatu melodi dari musik. Penelitian lain oleh Bigand &
Poulin-Charronnat (2006). menunjukkan bahwa individu yang tidak
memiliki pengalaman pelatihan musik formal mampun membedakan bagian
dan struktur musik (seperti tekanan, dan relaksasi dalam rangkaian melodi
dan harmoni) dengan cara yang sama dibandingkan individu dengan latihan
musik. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap musik tidak
terpengaruh oleh pengalaman musik atau latihan musik.
18

Universitas Sumatera Utara

Chamoro-Premuzic and Furnham (2007) juga mengungkapkan bahwa
individu yang memiliki pengalaman aktifitas bermusik productive memiliki
kemungkinan lebih terlibat dengan musik untuk fungsi analytical, yang lebih
fokus pada struktur musik. Hasil ini berkaitan dengan kemampuan individu
dalam meregulasi emosinya dengan cara menilai ulang suatu peristiwa yang
dihadapi

melalui

musik

yang

didengarkan.

Beberapa

peneliti

mengungkapkan pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penggunaan
musik yang berkaitan dengan emosi individu.
Hasil penelitian Helena (2014) mendapati bahwa individu dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah menggunakan strategi suppression dan
zat untuk menyesuaikan emosinya dibandingkan yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
d. Persepsi bermusik
Dalam proses resepsi musik, seseorang membutuhkan interpretasi dan
konstruksi informasi dari pendengarannya, dan hal ini yang mempengaruhi
pengertian individu dan beliefs yang terbentuk pada individu (Elliot 1995).
Dalam aktifitas mendengarkan musik, persepsi diri (bagaimana individu
mengidentifikasi diri dalam aktifitas yang bermusik) yang dilakukan dapat
mempengaruhi individu

dalam menginterpretasi

dan mengkontruksi

informasi dari musik. Hal ini mempengaruhi keterlibatan individu dengan
musik dalam meregulasi emosinya.

19

Universitas Sumatera Utara

B. Dinamika Music Engagement untuk Meregulasi Emosi
Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu
dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan kondisi emosi
(Rickard dan Chin, 2012; Gross, 2000).

Keterlibatan dengan musik untuk

meregulasi emosi merefleksikan hubungan antara individu dengan suatu aktifitas
bermusik yang bertujuan untuk mengendalikan kondisi emosi; mengenal,
mengevaluasi dan membatasi respon emosi; menyatakan regulasi emosi adalah
suatu kemampuan menerima, mempertahankan dan mengendalikan instensitas dan
lamanya emosi yang dirasakan (Gottman dalam Wilson, 1999; Gross, 2007;
Thompson, 2000; Russell, Ainley & Frydenberg, 2005; Reeve, 2004).
Rickard dan Chin (2012) mengemukakan bahwa music engagement
seseorang dapat dilihat dari perilaku yang muncul berupa aktifitas yang bermusik
melalui proses menghasilkan musik (productive) dan mendengarkan music
(receptive). Proses productive dilakukan oleh orang yang mencipta, memimpin,
atau menampilkan alat musik; pencipta atau pemain musik, atau yang disebut
sebagai musisi (KBBI), sedangkan receptive dapat dilakukan oleh semua individu
baik musisi maupun non-musisi.
Akan tetapi saat ini aktifitas mendengarkan musik merupakan aktifitas
yang paling populer digunakan untuk meregulasi emosi. Hal ini dikarenakan
bahwa aktifitas mendengarkan musik merupakan cara yang efektif dilakukan

20

Universitas Sumatera Utara

untuk meregulasi emosi (North, dkk, 2000); dan meningkatkan afek positif dan
menurunkan afek negatif (Rickard dan Chin, 2012). Proses receptive merupakan
aktifitas menerima informasi dari musik yang dilakukan dengan mendengarkan
musik, menikmati musik, dan membuat arti dari suatu lagu. Receptive
membutuhkan kemampuan menginterpretasi informasi suara (audio) yang
berpengaruh pada pemaknaan dan keyakinan seseorang terhadap musik yang
didengarkan (Elliot, 1995). Menurut Elliiot (1995) proses mendengarkan musik
lebih memungkinkan seseorang menerima informasi dari musik bukan hanya
sekedar merasakan emosi dari musik yang didengar, namun juga untuk
mendapatkan pesan melalui emosi yang dirasakan dari musik tersebut.
Selain dari aktifitas bermusik yang dilakukan, music engagement juga
merefleksikan sikap individu terhadap musik (Rickard dan Chin, 2012), yaitu
penilaian individu terhadap fungsi penggunaan musik dan pertimbangan
penggunaan musik berdasarkan motivasi dari luar diri maupun dalam diri individu.
Fungsi penggunaan musik untuk meregulasi emosi melibatkan kombinasi
fungsi kognitif dan afektif dalam menilai dan merespon situasi atau peristiwa yang
sedang dihadapi individu yang mempengaruhi kondisi emosinya (Gross, 1998).
Fungsi kognitif menurut Chamorro-Premuzic dan Furnham (2007) untuk
memenuhi kebutuhan intelektual, media mempelajari suatu pengetahuan, dan juga
dapat meningkatkan kemampuan berpikir. Fungsi afektif berfungsi

untuk

mengelola afek, baik untuk meningkatkan afek positif maupun menurunkan afek
negatif (North, dkk., 2000); meningkatkan pengalaman emosional dan spiritual
21

Universitas Sumatera Utara

(Gabrielson, 2010); mengontrol kondisi mood, dan juga meningkat self awareness
yang dapat membantu mengelola perasaan (Schafer, 2013). Sloboda (2001)
mengungkapkan bahwa musik berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan
dapat menghasilkan ketenangan. Selain itu musik juga digunakan untuk tujuan
relaksasi (Chamorro dan Furnham, 2007).
Adanya kombinasi fungsi afektif dan fungsi kognitif dalam meregulasi
emosi menunjukkan bahwa music engagement untuk meregulasi emosi berkorelasi
kuat dengan strategi regulasi emosi Reapprasial (Rickard dan Chin, 2012). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang meregulasi emosi melalui
musik melakukan strategi meningkatkan pemikiran positif dan menilai ulang
situasi atau kondisi yang mempengaruhi emosi melalui musik yang didengarkan,
untuk dapat mengarahkan atau mengontrol kondisi emosinya. Rickard dan Chin
(2012) juga menyatakan bahwa individu yang sangat terlibat dengan aktifitas
mendengarkan musik untuk meregulasi emosinya mengindikasikan kemungkinan
individu tersebut dapat mengarahkan kondisi emosinya pada kondisi yang
diinginkan dan dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya
Menurut Sloboda (2005) music engagement untuk meregulasi emosi
didorong oleh adanya keinginan menggunakan musik dari faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri
individu. Dorongan ini muncul dari pengalaman yang menyenangkan dengan
musik, sehingga dapat membentuk komitmen personal yang mendalam dengan

22

Universitas Sumatera Utara

musik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang muncul dari luar diri individu.
Biasanya motivasi muncul karena dipengaruhi oleh dorongan untuk mendapatkan
sesuatu atau mencapai tujuan tertentu.
Meregulasi emosi menggunakan musik merupakan salah satu strategi yang
populer dilakukan saat ini, termasuk dari kalangan usia tertentu. Strategi untuk
meregulasi emosi dipengaruhi oleh tugas masa perkembangan individu. Pada
individu dewasa muda, situasi yang dihadapi adalah situasi yang lebih kompleks
seperti membentuk keluarga baru, membuat keputusan mengenai karir, menjadi
individu yang mandiri (Kail & Cavanaugh, 2010), sehingga hal ini mendorong
individu dewasa awal lebih aktif dalam menemukan strategi untuk mengelola
emosi pada situasi yang sedang dihadapinya.
Penelitian Bhawana (2014) mendapati bahwa perempuan lebih banyak
melakukan strategi meregulasi emosi tertentu dibandingkan laki-laki. Helena
(2015) menambahkan dengan temuan bahwa perempuan mencoba untuk
mempengaruhi emosinya dengan melakukan aktifitas fisik, mencari dukungan
sosial dan bahkan menggunakan makanan untuk meregulasi emosinya
dibandingkan pria. Dengan kata lain, perempuan dapat meregulasi emosinya
dengan cara mendengarkan musik, namun berpotensi juga menemukan cara lain
untuk mengelola kondisi emosinya.
Selain itu, pengalaman seseorang dalam kegiatan musik juga dapat
mempengaruhi proses regulasi emosinya dengan menggunakan musik. Hasil

23

Universitas Sumatera Utara

penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang berstatus sebagai musisi dan yang
pernah mempelajai musik dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk
membantu menilai ulang situasi yang mempengaruhi kondisi emosinya.
Gross dan John (2003) mengungkapkan bahwa individu yang mampu
melakukan strategi regulasi emosi dapat meningkatkan fungsi interpersonal dan
juga meningkatkan wellbeing. Sejalan dengan hasil tersebut, Groarke (2015) juga
dalam penelitiannya menemukan bahwa mendengarkan musik juga berfungsi
untuk meningkatkan wellbeing. Dengan kata lain dengan music engagement untuk
meregulasi emosi dapat pula berpengaruh terhadap kesehatan mental individu.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa music engagement untuk
meregulasi emosi, yang menggambarkan keterlibatan individu dengan musik
untuk mengelola kondisi emosi seseorang sudah sering dilakukan dalam
kehidupan masyarakat kini baik pada laki-laki/perempuan, usia dewasa awal, dan
berbagai latar belakang dan pengalaman bermusik. Keterlibatan untuk meregulasi
emosi ini juga dapat bermanfaat bagi kesehatan mental individu yang berkaitan
dengan kondisi emosinya. Sehingga penggunaan musik untuk meregulasi emosi
perlu diteliti untuk mengetahui bagaimana gambaran keterlibatan individuindividu yang mendengarkan musik untuk mengelola emosinya.

24

Universitas Sumatera Utara