HUBUNGAN INTERTEKSTUALITAS PUISI “LA RONDE” KARYA SITOR SITUMORANG DAN PUISI “GADIS MALAM DI TEMBOK KOTA” KARYA JOKO PINURBO

  

HUBUNGAN INTERTEKSTUALITAS PUISI “LA RONDE” KARYA

SITOR SITUMORANG DAN PUISI “GADIS MALAM DI TEMBOK

KOTA” KARYA JOKO PINURBO

  

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi sastra Indonesia

  

Disusun Oleh:

Krisanita Purbadiana

02414023

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  i ii

iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini saya tulis tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

  Yogyakarta, Januari 2006 Penulis

  Krisanita Purbadiana iv

  

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikanku

mungkin untuk berada di dunia ini, bertambah kuat setiap detiknya.

Juga untuk kedua orangtuaku, Bapak Pujiharso dan Ibu M. Tyaswikansih dan

saudari-saudariku tercinta : Kristiani Candrasari, Kristiana Equarisima,

  

Krishandanari Aryudewi.

  v

  

MOTTO

DALAM SETIAP HIDUP MANUSIA ADA DINDING YANG HARUS DIPANJAT

SEMAKIN TINGGI DINDING YANG AKAN DIPANJAT, MAKA AKAN

SEMAKIN BESAR PULA KEBAHAGIAAN YANG AKAN DIPEROLEH

KRISANITA PURBADIANA

  vi

  

ABSTRAK

  Purbadiana, Krisanita. 2006. Hubungan Intertekstualitas Puisi “La Ronde” Karya Sitor Situmorang dan Puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” Karya Joko Pinurbo.

  Skripsi. Yogyakarta : Sastra Indonesia.Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bermaksud menganalisis hubungan intertekstualitas puisi “La

  Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, menganalisis signifikasi puisi melalui pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, penentuan matriks, model dan makna masing-masing puisi. Kedua, menganalisis hubungan intertekstualitas kedua puisi.

  Penelitian ini menggunakan landasan teori dan pendekatan intertekstual Michael Riffaterre untuk mengkaji hubungan intertekstualitas kedua puisi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Metode ini mendeskripsikan hubungan intertekstualitas secara kualitatif, dengan berpedoman pada pandangan Michael Riffaterre.

  Hasil analisis pembacaan puisi “La Ronde” meliputi pembacaan heuristik, hermeneutika serta penentuan matriks, model dan makna. Matriks puisi “La Ronde” adalah pesona erotisme persetubuhan, modelnya adalah seksualitas dan wanita. Maknanya adalah seksualitas, wanita dan persetubuhan yang mampu menghilangkan kehampaan dan kesepian laki-laki. Sedangkan hasil analisis pembacaan puisi”Gadis Malam di Tembok Kota” meliputi pembacaan heuristik, hermeneutika dan penentuan matriks, model dan makna. Matriks puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” adalah kehambaran erotisme persetubuhan, modelnya adalah seksualitas dan wanita. Makna puisi ini adalah seksualitas, wanita dan persetubuhan tidak mampu menghilangkan kehampaan dan kesepian laki-laki.

  Hasil kajian hubungan intertekstualitas kedua puisi meliputi hubungan struktur formal, hubungan matriks, hubungan model, hubungan makna dan kajian hipogram. Kajian hipogram potensial yang difokuskan pada : bentuk formal, kontras gambaran seksualitas dan wanita, kesamaan kemunculan tokoh dan kontras penggambaran alat kelamin yang menunjukkan bahwa puisi “La Ronde” merupakan hipogram potensial dari puisi “Gadis Malam di Tembok Kota”. Hal itu diperkuat dengan memperhatikan penulisan waktu atau tahun kedua puisi tersebut. vii

  

ABSTRACT

  Purbadiana, Krisanita. 2006. Relations Intertextuality Poetry “La Ronde” by Sitor Situmorang's and Poetry “Gadis Malam di Tembok Kota” by Joko Pinurbo's. The Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Faculty of Sanata Dharma University.

  This research meant analysed relations intertextuality between poetry of “La Ronde” by Sitor Situmorang's and poetry of “Gadis Malam di Tembok Kota” by Joko Pinurbo's. This research had two aims. Firstly, analysed signification poetry through reading heuristik, reading hermeneutik, the determination of the matrix, the model and their respective meaning of poetry. Secondly, analysed relations of intertextuality the both poetries.

  This research made use of the approach intertextual Michael Riffaterre to learn the relations intertextuality both poetries. The method that was used in this research was the descriptive analysis method qualitative. This method described relations intertexstuality qualitatively, with orientated in the view of Michael Riffaterre.

  Results of the analysis of poetry reading on “La Ronde” covered reading heuristik, hermeneutika as well as the determination of the matrix, the model and the meaning from poetry matrix of “La Ronde” was the attraction erotisme copulation, the model was sexuality a nd woman. The meaning was sexuality, woman and copulation that could eliminate the vacuum and the male loneliness Where as results of the analysis reading of ”Gadis Malam di Tembok Kota” covered reading heuristik, hermeneutika and the determination of the matrix, the model and the meaning. The poetry matrix “Gadis Malam di Tembok Kota” was insipidness erotisme copulation, the model was sexuality and woman. The meaning of this poetry was sexuality, the woman and copulation could not eliminate the vacuum and the male loneliness.

  Results of the study of relations intertextuality from two poetries covered formal structure relations, matrix relations, model relations, meaning relations and the study hipogram. The study hipogram potential that was focussed to: the formal form, the picture contrast of sexuality and the woman, the similarity of the leading figure's emergence and the drafting contrast of the sex organ that showed on poetry “La Ronde” was hipogram potential from poetry “Gadis Malam di Tembok Kota. That was reinforced by paying attention to the writing of time or the year of the two poetries. viii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan kehendak-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Intertekstualitas Puisi “La Ronde” Karya Sitor Situmorang dan Puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” Karya Joko Pinurbo.” Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan dan semangat dari semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menjaga dan menyanyangiku dengan cara yang luar biasa.

  2. Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku dosen pembimbing 1 yang telah dengan kesabarannya yang luar biasa memberi dorongan dan ilmunya kepada penulis.

  3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Kaprodi sekaligus sebagai dosen pembimbing 2 yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing skripsi penulis.

  4. Bapak Dr.I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik.

  5. Seluruh dosen prodi Sastra Indonesia, Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., Bapak Drs. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., Bapak drs. F.X. Santosa, M Hum., Ibu SE. Peni Adji, S.S, M. Hum., Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum.

  6. Kedua orangtua penulis, Bapak Pujiharso dan Ibu Mursri Tyaswikansih yang selalu memberikan semangat, doa, dan dorongan kepada penulis dengan berbagai cara. ix

  7. Mbak Sari dan Bang Josua Silalahi, congrats for your new wedding, walaupun jauh selalu menanyakan kelangsungan penulisan skripsi ini.

  8. Mbak Ima dan Mas Beni juga si kecil Naomy Shifra Agustiana, terima kasih atas pengertiannya dan bantuan secara spirituil maupun materiil.

  9. Adik kecilku Dewi yang semakin tumbuh dewasa.

  10. Sersan Mayor Udara Karbol Yasser Arafat Mochdar, tanpamu aku tak akan kuat berdiri lagi dengan senyuman dan mata terbuka. Terima kasih tak terhingga, juga untuk cinta kita.

  11. Letda Laut (E) Adhi Kurnianto, atas cinta dan dorongan semangat kepada penulis selama ini.

  12. Sahabat-sahabatku, Romy, Wiwit, Ika dan Wishnu semoga apa yang telah kita lalui bersama selalu menjadi tali pengikat persahabatan kita.

  13. Keluarga besar Wohel di Ambon, papa Jerry, mama Ida, kak Emy, kak Eric, Putri dan Bryan untuk doa-doa dan kasih sayangnya kepada penulis.

  Tak lupa kepada Letda Udara (Psk) Noviary Jacky Wohel yang telah mengenalkanku pada dunia yang baru.

  14. Keluarga KKN kel.23 : de Puyi, Pak Thut, Mbambeng, Kiki, Pakde, Mbak Nopret, Umay, dan Ngardiman. Mamie love you all.

  15. Seluruh teman-teman satu perjuangan Prodi Sastra Indonesia ’02, sukses ya!.

  16. Seluruh teman panitia Insadha ’03 seksi Dampok, teristemewa untuk Indra Klowor TE ’01 atas kesediannya penulis ganggu tengah malam mendengarkan segala keluh kesah penulis, juga atas bajajnya serta untuk Adi Psikologi ’02 my patner. x

  17. Untuk sisun-sisun angkatan 52 jenk Nitha, jenk Diana, jenk Litha, dan khususnya jenk Eko atas semangat dan kesediannya saling memberi support disaat kita saling membutuhkan.

  18. Ibu Parmi, mbak Yuli dan Dik Kiki di Bambanglipuro yang selalu mendoakan penulis agar cepat menyelesaikan skripsi ini.

  19. AAU Adisutjipto, terima kasih atas semua kenangan yang tak ternilai dan semoga semakin jaya. Swa Buana Eka Paksi!.

  20. Semua pihak yang penulis tidak dapat katakan satu-persatu tetapi jasa kalian menjadikan skripsi ini cepat terselesaikan.

  Semoga segala usaha dan jasa baik mereka mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran demi peningkatan penelitian ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat khususnya bagi perkembangan dunia kesusastraan Indonesia.

  Penulis xi

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………....i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………...ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………….....iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………….iv HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………………....v HALAMAN MOTTO ……………………………………………………………...vi ABSTRAK …………………………………………………………………………vii

  ABSTRACK

  ………………………………………………………………………...viii KATA PENGANTAR ……………………………………………………………...ix DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..xiii

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….1

  1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………....3

  1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………..3

  1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………4

  1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ………………………………………..4

  1.5.1 Tinjauan Pustaka ……………………………………………………...4

  1.5.2 Landasan Teori ………………………………………………………..7

  1.5.2.1 Signifikasi Makna Puisi Menurut Michael Riffeterrre ………..7

  1.5.2.1.1 Pembacaan Heuristik ………………………….8

  1.5.2.1.2 Pembacaan Hermeneutika …………………….9

  a. Penentuan Matriks dan Model ……………..10

  b. Penentuan Makna …………………………..10

  c. Hubungan Intertekstualitas …………………11

  1.6.1 Metode Penelitian ………………………………………………..........11

  1.6.2 Pendekatan …………………………………………………………….12

  1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ………………………………………….....13 xii

  1.6.4 Sumber Data …………………………………………………………...13

  1.7 Sistematika Penyajian ………………………………………………….13

  BAB II SIGNIFIKASI PUISI “LA RONDE’ KARYA SITOR SITUMORANG DAN PUISI “GADIS MALAM DI TEMBOK KOTA” KARYA JOKO PINURBO

  2.1 Pengantar ……………………………………………………………………….15

  2.2 Signifikasi Puisi “La Ronde” Karya Sitor Situmorang ………………………...15

  2.2.1 Pembacaan Heuristik …………………………………………………...17

  2.2.2 Pembacaan Hermeneutika ……………………………………………...19

  2.2.3 Matriks, Model dan Makna …………......................................................22

  2.3 Signifikasi Puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” Karya Joko Pinurbo ……….23

  2.3.1 Pembacaan Heuristik ….......................................................................... 25

  2.3.2 Pembacaan Hermeneutika ………………………………………………27

  2.3.4 Matriks, Model dan Makna ……………………………………………..31

  2.4 Rangkuman …………………………………………………………………….. 33

  BAB III HUBUNGAN INTERTEKSTUALITAS PUISI “LA RONDE’ KARYA SITOR SITUMORANG DAN PUISI “GADIS MALAM DI TEMBOK KOTA” KARYA JOKO PINURBO

  3.1 Pengantar ………………………………………………………………………..35

  3.2 Analisa Hubungan Intertekstualitas ……………………………………………. 36

  3.2.1 Hubungan Struktur Formal ……………………………………………...37

  3.2.2 Hubungan Model ………………………………………………………..44

  3.2.3 Hubungan Matriks ………………………………………………………46

  3.2.4 Hubungan Makna ………………………………………………………..47

  3.2.5 Kajian Hipogram dan Transformasi……………….……………...……...48

  3.3 Rangkuman ……………………………………………………………………...49

  3.4 Refleksi Kritis …………………………………………………………………...51 xiii

  BAB IV PENUTUP

  4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………...54

  4.2 Saran …………………………………………………………………………….56 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...57 xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Membaca dan menilai puisi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui pengkajian hubungan intertekstualitas. Hubungan intertekstualitas adalah sebuah istilah dalam penelitian sastra yang berprinsip, sebuah teks hendaknya ditempatkan di tengah-tengah teks lain karena teks-teks lain sering mendasari teks yang bersangkutan (Hartoko dan Rahmanto, 1986: 67).

  Dari pengamatan penulis menemukan adanya unsur-unsur yang sama antara puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dari kumpulan puisi Rindu

  

Kelana dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo dari

  kumpulan puisi Di Bawah Kibaran Sarung. Persamaannya terletak antara lain pada fokus kedua puisi yang sama-sama terarah pada unsur seksualitas dan wanita.

  Akan tetapi, penulis juga menemukan fakta lain bahwa dalam melihat masalah seksualitas dan wanita, puisi Sitor Situmorang dan Joko Pinurbo mendasarkan diri pada sudut pandang yang kontradiktif. Berdasarkan hal itu, penulis akan mengkaji kedua puisi tersebut secara lebih mendalam dari sudut pandang intertekstualitas.

  Seksualitas dan wanita adalah dua hal yang erat berkaitan satu sama lain. Seksualitas memang cukup banyak memberi inspirasi dan imajinasi bagi sastrawan dalam menciptakan karya sastra. Tema seksualitas dalam sastra sudah banyak dibahas. Lihat misalnya Goenawan Mohamad (1980: 39). Dia menegaskan bahwa yang kita butuhkan adalah semacam sikap wajar, yang mengembalikan seksualitas ke dalam kehidupan dan menerima badan sebagai diri kita. Satyagraha Hoerip (1982: 270) menyebutkan adegan seks yang sanggup merangsang pembaca pun terbukti bisa saja ditulis tanpa menghamburkan kata-kata dan cukup ditulis dengan lembut, namun efektif oleh para sastrawan kita yang ulung.

  Masalah seksualitas daan wanita juga terungkap dalam puisi ‘’La Ronde’’ karya Sitor Situmorang dan puisi ‘’Gadis Malam Di Tembok Kota’’ karya Joko Pinurbo. Terkadang pembatas antara seksualitas dan wanita tersebut masih rancu dan kabur. Dalam karya sastra itu terungkap bahwa seksualitas dan wanita dapat disatupadukan untuk menghasilkan sebuah karya yang di dalamnya terdapat nilai estetika tersendiri dan pada akhirnya dapat dinikmati dan diapresiasikan.

  Studi ini bermaksud mengungkapkan hubungan intertekstualitas dua buah puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang diambil dari kumpulan puisi Rindu

  

Kelana dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo diambil

  dari kumpulan puisi Di Bawah Kibaran Sarung. Khusus hubungan intertekstualitas yang disorot adaalaah tentang masalah seksualitas dan wanita.

  Alasan pemilihan kedua puisi itu adalah sebagai berikut. Pertama, kedua puisi secara eksplisit membicarakan seksualitas dan wanita sekalipun dengan cara, nada dan sudut pandang yang berbeda. Lukisan wanita dan seksualitasnya tampak cukup kontras dalam puisi “La Ronde” dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota”.

  Kedua, sebagai seorang wanita, penulis sangat tertarik untuk mengungkapkan secara lebih mendalam pandangan mengenai seksualitas dan wanita dari kedua penyair pria tersebut. Mengingat pandangan kedua penyair itu sekilas tampak sangat kontras, sangat menarik untuk dikaji pola atau model hubungan antara puisi

  “La Ronde” dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota”. Untuk itu kajian intertekstualitas akan mengungkapkan segi-segi pandangan kedua penyair mengenai wanita dan seksualitas.

  Berdasarkan kedua alasan tersebut, penulis mengangkat topik “Kajian Intertekstualitas Puisi ‘La Ronde’ Karya Sitor Situmorang dan Puisi ‘Gadis Malam di Tembok Kota’ Karya Joko Pinurbo”. Studi yang mendalam mengenai puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami hubungan antara bangun bahasa puisi dengan fungsi estetisnya dalam menggambarkan wanita dan seksualitasnya.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, penulis akan merumuskan permasalahan menjadi dua bagian yaitu:

  1.2.1 Bagaimana signifikasi puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo?

  1.2.2 Bagaimana hubungan intertekstualitas antara puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1.3.1 Menganalisis signifikasi makna puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo.

  1.3.2 Menganalisis hubungan intertekstualitas antara puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini meliputi dua manfaat, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis. Manfaat praktis yang akan dicapai adalah agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dalam bidang telaah dan apresiasi puisi Indonesia dan pembaca semakin memahami telaah puisi Indonesia. Sedangkan manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk semakin mengembangkan apresiasi sastra terhadap puisi dan wawasan tentang analisa puisi, serta mampu membrikan sedikit kontribusi terhadap wacana hubungan intertekstualitas puisi yang masih minim.

  1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

1.5.1 Tinjauan Pustaka

  Sejauh pengamatan dan penelusuran penulis, penelitian secara khusus tentang seksualitas dan wanita dalam puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo dengan menggunakan kajian intertekstual belum pernah dilakukan sebelumnya. Jadi belum mengalami pengulangan penelitian dan bisa dibuktikan keasliannya. Meskipun demikian Sitor Situmorang dan Joko Pinurbo merupakan penyair Indonesia yang banyak dibicarakan orang. Karya-karya mereka dibahas dalam berbagai forum, lisan maupun tulisan. Subagio Sastrowardoyo mengulas tentang

  Sitor Situmorang dalam bukunya Sosok Penyair Dalam Sajak , bahwa Sitor telah berusaha mengatasi kedukaan karena keterasingan dirinya itu dengan memperkosa garis batas yang selalu menghalang-halangi dalam melangsungkan hubungan cinta lalu berpuas dalam melampiaskan nafsu kelamin. Sajak-sajak Bangun, Gambar,

  

Kota Dulu, La Ronde, Sacre Couer, Sungai Bening, Selintas Angin Gunung,

  memberi kesaksian akan kepuasan yang telah dicapai Sitor dalam melangsungkan cinta, yakni cinta jasmaniah yang menghidangkan kenikmatan sekilas. Kelupaan

  

sesaat/ terlalu nikmat/ pada siksa ingin semakin melumat (La Ronde) (Subagio,

1980 : 118).

  Goenawan Mohamad pernah pula membahas Sitor dalam bukunya yang berjudul Seks, Sastra, Kita, Dia berpendapat bahwa yang kita butuhkan adalah semacam sikap wajar, yang mengembalikan seksualitas ke dalam kehidupan dan menerima kenyataan itu tanpa ketegangan sebagaimana kita menerima badan sebagai diri kita. Inilah yang saya kira telah dicapai Sitor Situmorang di pertengahan tahun 50-an, ketika ia menulis “La Ronde” di dalamnya tidak kita lihat adanya sikap ‘’berhati-hati tentang badan dan fungsi-fungsinya’’ seperti yang dikatakan Aveling sebagai salah satu ciri kesustraan kita dan di dalamnya berkembang kemungkinan keindahan pengalaman nafsu birahi. Di sana seksualitas adalah bagian yang tak terkutuk, tak menjijikkan, dan tidak pula diaksentuasikan sebagai protes yang melengking (1980 : 13-14 ).

  Demikian juga Teeuw (1989) mengatakan bahwa sesudah kegiatannya dalam awal tahun 1960-an dan kemudian menghilang dari percaturan selama hampir sepuluh tahun, Sitor seolah-olah agak tidak mantap dalam penampilannya kembali di tahun 1975, walau dengan semangat dan daya hidup menakjubkan yang telah membuahkan hasil karya luar biasa. Baru-baru ini sangat banyak sajak- sajak dalam bahasa Belanda ditulisnya yang sebagian besar merupakan sajak-sajak kebirahian blak-blakan yang akan digolongkan sebagai sajak-sajak pornografi di Indonesia. Memang, dorongan kreatifnya begitu kuat, sehingga Sitor bisa disebut dalam metafora dunia industri perminyakan sebagai penyembur sajak (Teeuw,1989 :112-113). Tak ketinggalan Herman Waluyo juga berpendapat bahwa Sitor cukup lama bermukim di Perancis dan Italia. Oleh karena itu, banyak puisinya yang berlatar belakang Perancis dan Italia (2003 : 74).

  Sedangkan penyair Joko Pinurbo dibahas dalam beberapa ulasan, antara lain oleh Ignas Kleden dalam kumpulan puisi Joko yang berjudul Di Bawah Kibaran

  

Sarung (2001 : XI) tidak seorang pun yang demikian obsesif dengan tubuh

  manusia dalam permenungannya, seperti halnya Joko Pinurbo dalam kumpulan sajaknya ini. Pada Joko Pinurbo badan mendapat sorotan utama, diselidiki dengan renungan yang intens dan diberi peran ganda, baik sebagai tanda (signifier) maupun apa yang hendak ditandai (the signified).

  Yang mencolok adalah kenyataan bahwa observasi yang teliti dan mendetail tentang badan dan bagian-bagian tubuh manusia, tidak membawa penyairnya kepada suatu detotalisasi badan yang dapat berefek pornografis. Sedangkan Ayu Utami juga membahas tentang Joko Pinurbo dalam kumpulan puisi Pacar Senja. Karya Joko dimungkinkan untuk nyeleneh lantaran bentuknya yang bercerita. Secara umum, sajaknya adalah sajak yang bercerita. Itu cirinya utamanya. Barangkali sebagian bisa dianggap golongan cerita mini juga. Bentuk ini punya konsekuensi yang menguntungkan penyair. Yaitu, bahwa pembaca menduga sebuah alur dan sebuah akhir. Dari anggapan awal yang tak sepenuhnya disadari inilah Joko mengemudikan cerita mininya kepada alur dan akhir yang tak terduga, menyangkutkannya pada simpul-simpul yang aneh pula. Simpul-simpul ini kerap kali adalah tema-tema besar tersembunyi yang muncul secar ganjil seperti simpton ketegangan saraf (2005 : 152).

  Sedangkan untuk ulasan yang membahas kedua puisi tersebut secara khusus belum ada.

1.5.2 Landasan Teori

  Ada tiga unsur yang akan dijadikan acuan teoritis dalam studi ini. Ketiga hal itu mencakup signifikansi makna puisi menurut Michael Riffaterre, hubungan intertekstual serta seksualitas dan wanita dalam sastra (secara khusus akan dipaparkan dalam refleksi kritis).

1.5.2.1 Signifikasi Makna Puisi Menurut Michael Riffaterre

  Signifikasi adalah proses perebutan makna karya sastra yang didasarkan pada penilaian estetik terhadap tegangan. Fungsi estetik bukanlah pertama-tama atau semata-mata ditentukan oleh kualitas karya seni secara objektif melainkan tergantung pada aktivitas penikmat. Kenikmatan estetik secara umum ditentukan oleh tegangan antara penemuan baru dengan pengenalan kembali yang sudah diketahui (Teeuw ). Michael Riffaterre memahami puisi ibarat kue donat. Daging donat adalah teks puisi dan ruang kosong (the empty space) diantara daging donat itu yang dipandang adalah hipogram. The empty space merupakan pusat makna yang disebut matriks atau tuturan makna minimal yang harafiah. Kata atau kalimat tertentu dari sebuah tuturan minimal yang menjadi inti atau tema puisi disebut model atau contoh. Kunci memahami puisi adalah pembaca harus menguaai konvensi bahasa, karena puisi adalah sebuah ekspresi bahasa. Akan tetapi, pembacaan berdasarkan konvensi bahasa Riffaterre menyebutnya pembacaan heuristik tidak mencakup untuk memahami makna puisi yang sesungguhnya. Dari pembacaan heuristik, pembaca harus melangkah lebih jauh ke pembacaan hermeneutik, pembacaan yang didasarkan pada konvensi sastra. Jadi dari pemahaman makna yang masih beraneka ragam, pembacaan puisi harus bergerak lebih jauh untuk memperoleh kesatuan makna (Taum, 2003 : 8)

  Menurut Michael Riffaterre untuk mencapai signifikansi makna puisi, maka perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1.5.2.1 Pembaacaan Heuristik

  Sebelum bahasa itu digunakan dalam sebuah karya sastra, bahasa itu sendiri sudah merupakan sistem tanda yang memiliki makna. Dalam pembacaan heuristik, puisi dibaca secara linear sesuai dengan struktur bahasa sebagai sistem tanda semiotik tingkat pertama. Untuk menjelaskan arti bahasa (bilamana perlu) susunan kalimat dikonkretisasikan atau dinaturalisasikan (diwajarkan) sesuai dengan susunan bahasa yang wajar atau normatif kata-kata dalam puisi tersebut (bilamana perlu) diberi tambahan kata sambung. Kata-kata dikembalikan ke bentuk morfologinya yang normatif. Kata atau kalimat dalam puisi tersebut

  (bilamana perlu) diberi sisipan kata dan kata sinonimnya ditempatkan dalam kurung agar artinya menjadi jelas (Taum, 2003: 77-78).

1.5.2.1.2 Pembacaan Hermeneutik

  1. Pembacaan heuristik ini hanya sampai tahap memperjelas arti kebahasaannya, tetapi makna sajak itu sebagai karya sastra belum terungkap dilakukan pembacaan dengan penafsiran atau pembacaan secara hermeneutik

  2. Hermeneutik adalah sebuah prosedur analisis makna dengan cara menginterpretasikan atau menerjemahkan ke dalam pemahaman orang atau pembaca itu sendiri, membuat makna itu menjadi lebih jelas dan lebih dapat dimengerti.

  3. Pembacaan hermeneutik (retroaktif) adalah pembacaan ulang dengan memberikan penafsiran. Pembacaan ini berdasarkan sistem tanda semiotik kedua, yang merupakan pembacaan menurut konvensi sastra.

  4. Dengan demikian, karya sastra dapat dipahami tidak saja arti kebahasaannya, tetapi juga makna (significance) kesusastraannya (Pradopo, 2000:268-271).

  Dalam pembacaan hermeneutik ini pembacaan dilakukan dengan cara memberikan penafsiran. Bacaan ini berdasarkan konvensi sastra. Dengan demikian, karya sastra dapat dipahami tidak saja arti kebahasaannya saja, tetapi juga makna kesastraannya (Pradopo,2000:122).

  Pembacaan hermeneutik mencakup pula tiga prosedur penafsiran yang meliputi: a. penentuan matriks dan model,

  b. penentuan makna, c. pengkajian hubungan intertekstualitas.

  Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing prosedur tersebut.

  a. Penentuan Matrik dan Model

  Dalam pandangan Riffaterre, setiap puisi memiliki matriks dan model tertentu yang perlu dipahami dengan baik oleh pembaca yang ingin menghayati puisi tertentu. Matrik adalah tuturan minimal dan harafiah. Jadi, hasil ringkasan yang paling singkat dari sebuah puisi.

  Sedangkan yang dimaksud dengan model adalah pola pengembangan teks puisi dalam pemaparan. Model merupakan pengembangan matrik. Berdasarkan matriks yang sudah ada, teks puisi itu dikembangkan dalam pemaparan yang lebih luas dan lebih lengkap. Setahap demi setahap perlu dicermati bagian-bagian pengembangan teks itu dari awal hingga akhir, sampai akhirnya kita menyimpulkan model itu dalam suatu tuturan minimal pula (Taum, 2003: 80-81).

  b. Penentuan Makna

  Penentuan makna adalah langkah akhir dalam mengidentifikasikan signifikansi makna puisi. Berdasarkan penentuan matriks dan model yang sudah dilakukan, dapatlah dipahami makna yang merangkum teks sebagai satu kesatuan semantik dibalik aneka ragam penyajian yang secara informasional mempunyai arti (meaning) masing-masing (Kuntara, 1990:368-369).

  Keempat signifikasi makna yang meliputi pembacaan heuristik, hermeneutik, penentuan matriks dan model serta makna inilah yang akan penulis gunakan untuk mengkaji puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo.

c. Hubungan Intertekstual Prinsip intertekstual yaitu hubungan antara satu teks dengan teks yang lain.

  Berdasarkan prinsip intertekstual yang dikemukakan Riffaterre yakni bahwa puisi merupakan tanggapan atau respons, sajak biasanya baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak yang lain, baik dalam hal persamaannya atau pertentangannya (Pradopo,1990: 227). Hubungan intertekstual yang akan penulis kaji adalah mengenai seksualitas dan wanita dalam puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dengan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo dan menentukan hipogramnya. Hipogram adalah sajak yang menjadi latar penciptaan sebuah sajak (Riffaterre via Pradopo, 1990: 227).

  Prinsip intertekstual yang penting adalah prinsip pemahaman dan pemberian makna teks sendiri, tidak mempersoalkan saluran atau turunan, melainkan setiap teks itu merupakan peresapan, penyerapan, dan transformasi teks lain. Oleh karena itu, berlaku prinsip bahwa untuk dapat memberikan makna penuh sebuah teks, maka teks harus dibicarakan dalam kaitannya dengan teks yang menjadi hipogramnya (Pradopo, 1990: 229). Hipogram adalah ruang kosong

  

the empty space yang tidak ada secara tekstual. Ada dua jenis hubungan

  intertekstual, yaitu hipogram potensial dan aktual. Hipogram potensial yakni yang terkandung dalam bahasa sehari-hari, seperti presuposisi, sistem deskripsi. Dan hipogram aktual yakni yang berupa teks-teks aktual yang sudah ada sebelumnya (Taum,2003 : 9).

1.6 Metodologi Penelitian

  Metodologi penelitian yang penulis lakukan sebagai berikut:

  1.6.1 Pendekatan

  Pendekatan yang digunakan penulis untuk mengkaji penelitian ini adalah pendekatan intertekstual. Prinsip intertekstual adalah hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Berdasarkan prinsip intertekstual yang dikemukkan Riffaterre, sajak biasanya baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak yang lain, dalam hal persamaannya atau pertentangannya (Pradopo, 1990: 227).

  1.6.2 Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis merupakan cara membagi suatu subjek yang berupa gagasan-gagasan, organisasi, makna struktur maupun proses ke dalam komponen-komponan (Keraf, 1981: 60). Metode ini digunakan untuk menguraikan suatu pokok permasalahan agar memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat. Metode deskriptif adalah metode melukiskan sesuatu yang digunakan untuk memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan (Keraf, 1981: 93).

  1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah studi pustaka. Penulis mengumpulkan data melalui membaca serta mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan pengkajian puisi Indonesia.

1.6.4 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini menggunakan dua buah sumber data.

  1.6.4.1 - Judul Puisi : La Ronde

  • Judul buku : Rindu Kelana Kumpulan Puisi - Pengarang : Sitor Situmorang - Tahun : 1984
  • Penerbit : Grasindo 1.6.4.2 - Judul Puisi : Gadis Malam Di Tembok Kota - Judul buku : Di Bawah Kibaran Sarung Kumpulan Puisi - Pengarang : Joko Pinurbo - Tahun :
  • Penerbit : Grasindo

1.7 Sistematika Penyajian

  Penyajian hasil penelitian ini akan dipaparkan dalam Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV. Dalam Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab II terdiri dari tahap signifikasi makna puisi ‘’La Ronde’’ karya Sitor Situmorang dan puisi ‘’Gadis Malam di Tembok Kota’’ karya Joko Pinurbo. Bab III akan dikaji tentang hubungan intertekstualitas pandangan mengenai seksualitas dan wanita dalam puisi ‘’La Ronde’’ karya Sitor Situmorang dan puisi ‘’Gadis Malam di Tembok Kota’’ karya Joko Pinurbo. Bab IV berisi tentang kesimpulan penelitian dari Bab II sampai dengan Bab III.

BAB II SIGNIFIKASI PUISI “LA RONDE” KARYA SITOR SITUMORANG DAN PUISI “GADIS MALAM DI TEMBOK KOTA” KARYA JOKO PINURBO

  2.1 Pengantar

  Bab II ini penulis akan melakukan signifikasi terhadap puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang dan puisi “Gadis Malan di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo dengan model analisis semiotika Michael Riffaterre. Menurut Michael Riffaterre tahap-tahap signifikasi puisi mencakup : pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, menentukan matriks dan model dan diakhiri dengan penentuan makna puisi. Puisi pertama yang akan penulis analisis adalah puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang, kemudian dilanjutkan dengan puisi “Gadis Malam di Tembok Kota” karya Joko Pinurbo.

  2.2 Signifikasi Puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang

LA RONDE

  (Sitor Situmorang)

  I Senandung lupa pertemuan malam Dengan dirinya, memisah di kamar Meninggal musim hingga salju jatuh, hingga bertambah lapar Dua kisah tak bertubuh Rasuk-merasuk bau kehadirannya “Sekira mati begini” bisik gelap di puncak nikmat, hingga ke subuh Terbaring di dada malam. “Milikku seluruh” erang detik mengalir dalam ciuman kegemasan bibir meraba waktu memadat jadi tubuh perempuan

  II Adakah yang lebih indah dari bibir padat merekah? Adakah yang lebih manis dari gelap bayang di bawah alis Di keningnya pelukis ragu Mencium atau menyelimuti bahu ? Tapi rambutnya menuntun tangan hingga pinggulnya, penuh saran Lalu paha, pualam pahatan mendukung lengkung perut Berkisar di pusar, lalu surut agak ke bawah, ke pusat segala Hitam pekat, siap menerima dugaan indah Ah, dada yang lembut menekan hati Terimalah kematangan mimpi lalaki !

  III Kau dewiku penghibur malam hampa segala perbuatan siang yang sia-sia Kebosanan abadi jadilah lupa dan badan hancur nikmat terasa ! Di matamu ingin tak puas membakar tulang, hingga ke sumsum diperas Kuserahkan pada binatang malam hari nafsumu, semakin buas dan menjadi’ Adakah candi pedupan lebih mulia dari kesucian pualam tubuhmu ? Adakah lebih pemurah dari pangkuanmu Dan panas rahmat dirangkul mulut dosa ? Padamu seluruh setia dan sembah sajak penyair dan mimpi indah ! Kelupaan sesaat, terlalu nikmat pada siksa ingin semakin melumat

  (1955) (diambil dari kumpulan puisi Rindu Kelana, hal. 44)

2.2.1 Pembacaan Heuristik

  Berikut ini pembacaan heuristik puisi “La Ronde” karya Sitor Situmorang (Bagian) I (Ada sebuah) senandung lagu (yang) (ter-)lupa (terulang) pertemuan (pada suatu) malam. Dengan dirinya (kami kemudian) memisah (-kan diri) (dalam sebuah) kamar. (Pada saat itu) meninggi musim (berubah) hingga (turunlah) salju jatuh (ke bumi). Sehingga (kami menjadi) bertambah lapar (bergairah).

  (Jadilah kisah dua orang menjelma menjadi) dua kisah (yang) tak bertubuh (serta tak berpakaian) bercerita. (Keduanya) rasuk-merasuk (saling mencium) bau ( aroma yang) mengiringi kehadirannya. (Dia berkata) “sekira mati begini” bisik (-nya pada) gelap (malam) di puncak (rasa) nikmat, hingga (waktu pun beranjak) ke subuh.

  (Kami berdua pun sepasang laki-laki dan wanita yang sedang dimabuk asmara) terbaring di dada (di keheningan) malam. (Si penikmat berkata, kau adalah) “milikku seluruh” (-nya). Erang (teriakan kenikmatan pada) detik (waktu) mengalir (ke-) dalam (sebuah) ciuman, (membangkitkan) kegemasan (pada) bibir (yang secara perlahan) mereka waktu (mabuk kepayang) memadat dan berubah men-) jadi (bentuk) tubuh (seorang) perempuan.

  (Dan) meninggi (kembali) musim hingga (sampai) ke subuh (dan) jendela (pun) dibuka (sehingga dapat melihat) salju (yang ber-) jatuh (-an).

  (Bagian) II