HUBUNGAN KECEMASAN AKAN MENGHADAPI UJIAN LISAN DENGAN EMOTION-FOCUSED COPING

  HUBUNGAN KECEMASAN AKA LISAN D

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

HUBUNGAN KECEMASAN AKAN MENGHADAPI UJIAN

LISAN DENGAN EMOTION-FOCUSED COPING

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Oleh:

  Conrad V Pandiangan 039114109

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS SAN

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

N MENGHADAPI UJIAN FOCUSED COPING

JURUSAN PSIKOLOGI

  MENANG!! Bukanlah tentang apa yang di Dapat..

melainkan..

Apa yang di Hadapi & Berani BANGKIT Dari Kalah Untuk BERJUANG melewati arus keHIDUPan!!!

  Skripsi ini aku persembahkan untuk: Bapak dan mama tercinta, adikku satu-satunya

dan semua hal yang telah memberiku makna hidup

  

Abstrak

Conrad V Pandiangan(2009). Hubungan Kecemasan Akan Menghadapi

Ujian Lisan Dengan Emotion-Focused Coping: Program studi Psikologi,

Fakultas psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping. Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping lebih tinggi daripada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping.

  Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari universitas-universitas di Yogyakarta yang berjumlah 100 mahasiswa. Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert yang di bagikan kepada subjek, yaitu skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan, skala emotion-focused

  coping dan skala problem-focused coping.

  Hasil estimasi realibilitas skala menghasilkan koefisien realibilitas untuk skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan sebesar .943, untuk skala emotion-

  focused coping .931, dan untuk skala problem-focused coping .937.

  Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan tehnik uji beda koefisien korelasi. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused

  

coping(r=0.758,p<0.01) lebih tinggi daripada hubungan kecemasan akan

  menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping(r=0.573,p<0.01) dengan t=4.902(t>2.626) Kata kunci : kecemasan, ujian lisan, emotion-focused coping, problem focused coping.

  

Abstract

Pandiangan, Conrad V (2009). The correlation between Anxiety of Oral

Exam and Emotion-Focused Coping: Department of Psychology, Psychology

Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

  The purpose of current research was to indentify whether there was a correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping. Hypotesis in this research was correlation between anxiety of oral exam and emotion- focused coping is higher than correlation between anxiety of oral exam and problem-focused coping.

  100 university students in Yogyakarta were the subject in this research. The data collecting method was used a Likert rating scales by giving to the subject. There are an anxiety of oral exam scale, emotion-focused coping scale and problem-focused coping scale.

  The results of reliability scale test for anxiety of oral exam scale are .943, .931 for emotion-focused coping and 937 for problem focused coping. Research data was analyzed using difference test of correlation coefficient. The results was: there is a significant correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping(r=.758,p<.01) is higher than correlation between anxiety or oral exam and problem focused coping(r=.573 ,p < .01) with t=4.902(t>2.626) Keyword: anxiety, oral exam, emotion-focused coping, problem-focused coping

  KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa dimana kuasanya bekerja atas diri semua manusia sehingga atas berkat serta penyertaan-

  Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis merasa tidak akan mampu meyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan orang lain, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

  1. Allah Bapa di surga, terimakasih atas segala rahmat yang telah Kau berikan kepada hamba-Mu ini.

  2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak V.Didik Suryo H, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing saya, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, waktu, pikiran serta tenaga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Maaf ya Pak kalo saya termasuk anak bimbingan bapak yang malas.

  4. Ibu Ratri Sunar Astuti S.Psi., M.Si dan ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan.

  5. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi, yang telah memberi petunjuk mencari solusi persoalan statistik.

  6. Mas Gandung, Mbak Naniek, Mas Muji, Mas Doni yang telah banyak membantu di sekretariat Psikologi, lab dan Ruang Baca. Terimak kasih sudah banyak direpotin. Buat pak Gie, terima kasih buat senyum yang

  7. Mama dan bapak, yang telah menjadikan saya seperti saat ini, doa dan dukungan kalian selalu mengiringi setiap perjalanan hidupku. Kali ini

  janjiku ku tepatin, pak…,ma… hehehe….

  8. My only one sister Melania Lidwina, terimakasih atas dukungan dan kepercayaannya kepadaku akan menyelesaikan kuliah… It’s your turn

  now!!

  9. Fransisca ela-elo Nuri, yang selalu sabar menemani proses pembuatan skripsi dan semua suportnya sampai skripsi ini selesai.

  10. Marina Octhalina S.Psi, yang sudah meluangkan waktu untuk membantu saya menulis skripsi.

  11. Beatrik Novianti, yang telah membantu dalam proses pembuatan, penyebaran dan pengumpulan angket penelitian, hingga pengumpulan data berjalan lancar.

  12. Tika,Widi, mas Ary. Terimakasih atas printernya di saat terdesak…

  13. Semua cinta dan pada “cerita singkat” yang telah berlalu, kalian memang sekejap, namun berkesan…. maaf merk-nya tidak saya sebutkan satu- persatu hehehe..

  14. Si biru KR150, yang telah setia menemani perjalananku kapanpun, dengan siapapun dan dalam keadaan apapun selama di Yogyakarta.

  15. Bayu, Kadek, Vigor, my first friend at Psychology, terimakasih buat persahabatan yang terjalin sampai sekarang dan semoga sampai kapanpun.

  Hidup Deprigan!!

  16. Fx. Joko Si Bos Krisdyanto, yang member petunjuk dalam penggunaan SPSS, serta penjelasan-penjelasan statistik yang diberikan.

  17. Teman-teman Psikologi’03 baik yang sudah lulus maupun yang sedang masih berusaha untuk lulus, terima kasih buat pengalaman, dinamika ataupun hubungan interdependensi yang pernah terjadi.

  18. Anak-anak Jogja Punya Ninja, terimakasih atas semua asam manis yang kita nikmati bersama di setiap perjalanan kita memutar roda dari kota ke kota pokoknya gas poolllll…..

  19. Jogja Automotive community, atas kepercayaan yang pernah kalian berikan.

  20. Nonex’z speed line crew, terimakasih atas semua dinamika yang kita lalui.

  21. Maaf buat nama yang belum disebutkan, tidak ada maksud untuk melupakan, hanya keterbatasan peneliti saja. You all always in my heart.

  Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, maka berbagai saran dan kritikan akan senantiasa diterima dengan senang hati. It’s start from

  here…

  Yogyakarta, 23 Mei 2009 Conrad V Pandiangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Permasalahan Kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang

  banyak dialami individu dalam keadaan stres (Bolger, dalam Widyayulianti, 2006). Kecemasan adalah suatu keadaan yang umum dialami dalam kehidupan seseorang dan dapat muncul pada situasi tertentu, terlebih pada

  situasi yang memiliki tantangan seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan. Tantangan dapat dimaknai secara positif atau

  negatif tergantung dari individu dalam menghadapinya. Tantangan bermakna positif membuat seseorang bergairah menghadapi tantangan tersebut dan bermakna negatif yang membuat seseorang menjadi putus asa, demikian halnya dengan para mahasiswa.

  Kondisi mahasiswa penuh tantangan dan tuntutan. Mahasiswa yang telah diterima di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Dalam kenyataannya mereka tidak selalu lancar dalam belajar. Mahasiswa seringkali tidak mampu menunjukkan prestasi akademiknya secara optimal sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebabnya, salah satunya adalah mereka cemas dalam menghadapi tugas-tugas dan ujian-ujian yang diselenggarakan. Menurut Sudrajat (dalam Widyayulianti, 1996), kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah.

  Tugas dan ujian merupakan hal yang harus dihadapi mahasiswa dalam perkuliahan. Sebenarnya tugas dan ujian adalah tolak-ukur pendidik melihat sejauh mana seorang peserta didiknya memahami bahan pelajaran yang telah diajarkannya, namun sayang terkadang tugas dan ujian tersebut menjadi

  

stressor bagi peserta didik, khususnya ujian. Bagi peserta didik yang dalam

  penelitian ini adalah mahasiswa, ujian dianggap sebagai perjuangan terakhir untuk menentukan studi selanjutnya. Banyak hal yang mempengaruhi mahasiswa merasa cemas dalam menghadapi ujian. Salah satunya adalah faktor administrasi ujian. administrasi ujian yang dikenal selama ini ada dua jenis, yaitu klasikal dan individual. administrasi ujian yang klasikal atau berkelompok biasanya tidak terlampau mempengaruhi perasaan cemas mereka, tetapi administrasi ujian yang individual (seorang diri menghadapi dosen penguji) sangat mempengaruhi kecemasan mereka (Ujian Lisan Dan

  

Sidang Karya Tulis, 2008). Dalam penelitian ini peneliti mengambil

  administrasi ujian yang individual dengan tipe lisan dengan alasan di dalam tipe ujian lisan mahasiswa dihadapkan dua hal, yang pertama mereka dituntut untuk menguasai materi dan pengembangan pola pikir dari bahan ujian

  Kedua hal inilah yang biasanya membuat mahasiswa merasa cemas terhadap keadaan yang akan terjadi pada saat ujian tersebut diselenggarakan. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety (kecemasan) menjadi stress (Widyayulianti, 2006).

  Ketika berhadapan dengan suatu peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut (Sarafino, 1990). Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping yang menurut Lazarus (1976) coping ini selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres. Coping inilah yang membedakan individu dalam beradaptasi dengan stres. Sebagian individu berhasil mengatasi stres karena menggunakan coping tertentu, sedangkan sebagian lain gagal mengatasi stres karena menggunakan coping yang lain. Jadi keberhasilan seseorang dalam mengatasi stres juga dipengaruhi oleh jenis coping yang digunakan (Sadiyati dalam Wulandari 2002).

  Passer dan Smith (2004) mengemukakan tiga bentuk umum strategi

  

coping yaitu emotion-focused coping yang merupakan suatu usaha untuk

  mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres, problem-focused coping yaitu suatu usaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi tersebut atau faktor- pengelolaan stres dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, yang dapat berupa bimbingan, dukungan emosional, dukungan moril, atau bantuan materi seperti uang.

  Banyak penelitian tentang coping yang menekankan bahwa sebenarnya tidak ada satu metode yang sempurna untuk mengatasi semua situasi stres. Rutter ( dalam Wulandari, 2002) menyatakan bahwa coping yang paling efektif bagi individu adalah yang sesuai dengan jenis stres dan situasi yang dihadapi individu bersangkutan. Hasil penelitian Herwindharti (dalam Wulandari, 2002) pada sejumlah mahasiswa menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan ciri sifat antara mahasiswa yang menggunakan problem-focused

  

coping dengan mahasiswa yang menggunakan emotion-focused coping.

  Mahasiswa yang menggunakan problem-focused coping memiliki ciri sifat

  

emotional stability dominance, impulsivity, conformity dan boldness yang

lebih tinggi daripada mahasiswa yang menggunakan emotion-focused coping.

  Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa yang menggunakan problem-focused

  

coping mempunyai ciri sifat lebih stabil emosinya ketika menghadapi masalah

  yang mengandung stres; mempunyai daya tahan lebih tinggi terhadap pengaruh-pengaruh sosial, lebih berani mengambil resiko, lebih efektif dalam menyelesaikan masalah.

  Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang ada serta teori-teori yang telah diuraikan di atas, bila mana seseorang menghadapi peristiwa yang

  

coping. Dengan adanya coping ini orang akan mengendalikan, meminimalkan

  dan mengurangi stress sehingga stress berkurang. Begitu pula mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika berhadapan dengan masalah akademik, dalam hal ini peneliti berfokus pada situasi menjelang ujian khususnya ujian lisan. Jenis coping yang cendrung sesuai dengan masalah-masalah akademik adalah problem-focused coping.

  Namun menurut teori yang telah dipaparkan sebelumnya dijelaskan bahwa kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang dialami individu dalam keadaan stres. Bertolak dari teori tersebut peneliti mencoba melihat coping kecemasan akan menghadapi ujian lisan dari sudut pandang emotion-focused coping yang berfokus pada usaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul dalam keadaan stres. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan

  emotion-focused coping.

  B. Perumusan Permasalahan

  Masalah yang dirumuskan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu :

  1. Apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan emotion-focused coping.

  2. Antara problem-focused coping dengan emotion-focused

  coping, manakah yang lebih berhubungan dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan emotion-

  focused coping.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara teoritis dapat menambah kepustakaan dalam bidang psikologi khususnya dalam permasalahan yang berkaitan dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan strategi coping khususnya Emotion Focused Coping. Selain itu juga bermanfaat bagi pengembangan teori-teori di bidang psikologi klinis dan psikologi pendidikan. Serta memberi kontribusi bagi pengembangan teori- teori psikologi klinis yang berhubungan dengan kecemasan khususnya sebagai sumber acuan penelitian-penelitian lain yang berminat pada penelitian tentang strategi coping khususnya emotion-focused coping dan hubungannya terhadap kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

BAB II LANDASAN TEORI A. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan

1. Pengertian Kecemasan

  Kecemasan pada umumnya didefinisikan sebagai suatu perasaan ketakutan atau ketidaknyamanan yang tidak jelas akibat dan sumber- sumber internalnya (Lazarus, 1986). Kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang banyak dialami individu dalam keadaan stres (Bolger, dalam Widyayulianti, 2006). Perilaku yang sering muncul seiring dengan munculnya rasa cemas adalah ketakutan akan kalah, kekhawatiran atas performa diri, prestasi dan sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress (Widyayulianti, 2006).

  Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy dalam wulandari, 2002)

  Priest (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang berpikiran tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi atau akan timbul karena berbagai alasan dan situasi. Kecemasan menimbulkan rasa tidak enak, sehingga membuat dicemaskan. Kecemasan ditandai dengan simptom-simptom fisik yang tidak menyenangkan dari tingkat yang rendah hingga ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga seseorang akan berusaha untuk mengurangi perkembangan tingkat kecemasannya.

  Menurut Freud (dalam Sarason, 1984) kecemasan muncul ketika individu mendapatkan ancaman dari dalam, luar atau penilaian terhadap diri sendiri (self esteem). Situasi yang menimbulkan kecemasan biasanya akibat pengalaman masa lalunya. Rasa cemas dapat timbul karena rasa cinta, benci atau ketidakacuhan terhadap “siapa” seseorang melakukan kontak.

  Berdasarkan banyaknya pendapat dari para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu pengalaman keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang timbul akibat berbagai situasi dan alasan, dimana obyek dari kecemasan tersebut tidak jelas atau tanpa sebab yang dimengerti. Perasaan yang tidak menyenangkan tersebut disertai dengan simptom-simptom fisik yang tidak menyenangkan pula, sehingga individu akan berusaha untuk meredam kecemasan tersebut.

2. Indikasi Kecemasan

  Kecemasan memiliki elemen untuk merespon, seperti yang dikemukakan oleh Rosenhan dan Seligman (dalam Prasbowo, 2005), yaitu: a. Kognitif; respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia.

  Misalnya ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, susah tidur, dan sebagainya.

  b. Somatik; reaksi tubuh terhadap bahaya. Misalnya tangan dan kaki dingin, diare, sering buang air kecil, berdebar-debar, keringat berlebihan,gelisah, gangguan pernafasan, mulut kering, pingsan, menggigit bibir, tekanan darah naik, otot tegang, sakit pencernaan.

  c. Emosi; reaksi perasaan manusia, dimana individu secara terus- menerus khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang mengancam. Secara emosional seseorang yang mengalami kecemasan akan memiliki ketakutan yang berlebihan dan disadari. Ketakutan yang timbul tersebut meluas dan mempengaruhi pada kemampuan untuk berpikir jernih, memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan. Rasa takut itu juga mempengaruhi keadaan tubuh, yaitu syaraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi seperti jantung berdetak lebih keras, tekanan darah meningkat, gangguan pada proses pencernaan, nafsu makan menurun, keringat lebih banyak, frekuensi kencing meningkat dan kelenjar adrinal melepas adrenalin ke dalam darah sehingga otot tegang.

  Priest (1991) mengatakan bahwa gejala-gejala fisik yang muncul yaitu jantung berdebar, gemetar, tangan atau lutut gemetar dan terhuyung- tangan dan kaki, ketegangan, tidak bisa rileks, ketegangan syaraf-syaraf pada kulit kepala merupakan salah satu penyebab timbulnya “pusing”.

  Kecemasan memiliki efek yang tidak menyenangkan, dapat menimbulkan kesalahan psikomotor dan intelektual, dapat merusak fungsi psikologis dan dapat mengganggu konsentrasi atau memori. Untuk melawan kecemasan, individu harus dapat menyadari situasi yang berbahaya dengan cepat dan memberi reaksi secara tepat. Jika terlalu panjang waktu antara proses menyadari dan reaksi, dapat membahayakan kelangsungan hidup manusia (Widyayulianti, 2006).

3. Pengertian Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan

  Mahasiswa sering mengalami masalah yang berkaitan dengan akademis, salah satunya ujian lisan. Hanya pada masing-masing individu berbeda tingkat permasalahan dan responnya terhadap masalah itu. Kurangnya pemahaman tentang materi yang akan diuji, perasaan tidak mampu menjawab pertanyaan dari dosen penguji, takut gagal, dan sebagainya merupakan masalah bagi mahasiswa. Ujian khususnya ujian lisan merupakan masalah bagi mahasiswa. Ujian lisan adalah pemeriksaan atau ujian yang dilakukan dengan lisan (Ujian Lisan Dan Sidang Karya

  Tulis, 2008). Didalam ujian lisan mahasiswa dituntut harus dapat

  menguasai bahan yang telah mereka pelajari selama kuliah, mengingat kembali materi-materi yang telah diajarkan dan menuangkannya kembali ke dalam bentuk jawaban langsung dari pertanyaan-pertanyaan dosen

  Berdasarkan pendapat Jersild (dalam Jung, 1993), dalam kasus kecemasan menghadapi ujian lisan, rasa cemas (worry) meliputi komponen kognitif seperti ketakutan yang berlebihan tentang kemungkinan gagal dalam ujian, serta emotionality) yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk yang dirasakan mungkin terjadi, termasuk disini adalah reaksi faali seperti tubuh berkeringat, badan gemetar, atau jantung berdebar kencang.

  Dalam proses pendidikan pemberian ujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecakapan baru yang dicapai mahasiswa setelah mengikuti proses perkuliahan. Tetapi banyak mahasiswa yang menganggap ujian lisan sebagai sesuatu yang menakutkan sehingga timbul kecemasan ketika harus mengahadapi ujian tersebut.

  Dalam kasus kecemasan akan menghadapi ujian lisan, obyeknya tentu saja ujian lisan itu sendiri. Kebutuhan yang dirasakan ialah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sedemikian rupa sehingga memenuhi standar dan aspirasinya. Keragu-raguan timbul karena tidak tahu pertanyaan-pertanyaan diajukan dan sejauh mana pertanyaan tersebut dapat dijawab.

  Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi ujian lisan dalam penelitian ini adalah reaksi ketakutan akan ketidakmampuan menjawab pernyataan atau pertanyaan individu. Reaksi ketakutan akan ketidakmampuan itu meliputi beberapa aspek yaitu: a. Kognitif; respon kecemasan akan menghadapi ujian lisan berupa pikiran subjek, misalnya:

  • Sulit berkonsentrasi menjelang hari ujian.
  • Muncul pikiran-pikiran negatif dari dalam diri ketika akan menghadapi ujian lisan.
  • Waktu tidur yang tidak teratur menjelang ujian.

  b. Afeksi, reaksi perasaan subjek ketika mengalami kecemasan akan ujian lisan, misalnya :

  • Perasaan kekhawatiran akan sulitnya bahan yang harus dipelajari sehingga dapat mempengaruhi hasil dari ujian itu sendiri.
  • Perasaan ketakutan akan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

  c. Somatik, reaksi tubuh subjek ketika mengalami kecemasan akan ujian lisan, misalnya :

  • Sering buang air beberapa saat menjelang ujian.
  • Keringat dingin.

B. Emotion-focused coping

1. Pengertian emotion-focused coping

  Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba melakukan usaha- usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi stres. Adaptasi ini dilakukan dengan coping yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk strategi coping, yaitu suatu usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang timbul dalam situasi stres, serta dinilai mengganggu atau di luar batas kemampuan individu (Lazarus, 1976).

  Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi stres yang dialami, seperti membicarakan permasalahan yang dialaminya kepada orang lain, mengambil tindakan langsung dan meningkatkan berbagai aktivitas yang dapat membantu mengatasi stres yang dialami.

  Menurut Passer dan Smith (2004), tiga bentuk umum upaya mengelola stres adalah : a. Problem-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres. Tindakan yang termasuk di dalamnya adalah perencanaan, penanganan secara aktif dan pemecahan masalah, mengurangi aktivitas yang bersifat persaingan dan melatih cara menahan b. Emotion-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres dan tindakan yang bisa dilakukan adalah melakukan interpretasi ulang terhadap suatu situasi secara positif, penerimaan, penyangkalan, represi, melarikan diri-menghindar, berkhayal (wishful thinking) dan mengontrol perasaan.

  c. Seeking social support, yaitu suatu upaya coping dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, antara lain dengan mencari bantuan dan bimbingan dari orang lain, mencari dukungan emosional, dukungan moril dan bantuan materi seperti uang.

  Emotion-focused coping menurut Folkman & Lazarus (1986),

  yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

  Folkman dkk. (1986) menyebutkan bahwa perbedaan antara

  

emotion-focused coping dan problem-focused coping terletak pada cara

  yang digunakan untuk menghadapi stres. Pemecahan masalah dalam

  

problem-focused coping adalah dengan membuat rencana dan melakukan

  tindakan langsung terhadap sumber masalah hingga mendapatkan hasil

  coping dilakukan individu dengan mengarahkan perilakunya pada

  pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan melalui usaha mencari sisi baik dari masalah yang dihadapi, mencari pengertian dari orang lain atau dengan cara mencoba menghindar untuk melupakan semuanya.

  Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa emotion-focused coping dalam penelitian ini adalah segala usaha untuk mengatasi kecemasan, dapat berupa kognitif berupa pikiran dan usaha respon tingkah laku berupa tindakan untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai kecemasan.

2. Aspek-aspek Emotion-focused coping

  Menurut Aldwin dan Revenson (1987) aspek-aspek dalam

  emotion-focused coping terdiri dari:

  a. Escapism atau pelarian diri dari masalah. Individu berusaha menghindari masalah dengan makan, tidur, merokok berlebihan, atau mengandaikan dirinya berada pada situasi yang lebih menyenangkan.

  b. Minimization atau pengurangan beban masalah, meliputi usaha coping yang disadari untuk tidak memikirkan masalah atau bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

  c. Self-blame atau menyalahkan diri, merupakan bentuk coping pasif yang lebih diarahkan kedalam daripada berusaha untuk keluar dari masalah. d. Seeking meaning, berupa usaha mencari makna kegagalan yang dialami dan mencoba untuk menemukan jawaban dari masalah dengan melihat segi-segi penting dalam kehidupan. Menurut Rusli (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa aspek seeking meaning tidak termasuk dalam emotion-focused coping, disebabkan karena seeking meaning dapat menurunkan realibilitas emotion-focused coping.

  Perlu diketahui pula aspek-aspek dalam Problem-focused coping terdiri dari: a. Exercised caution (cautiouness), yaitu tindakan menahan diri atau berhati-hati dalam mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Dalam hal ini individu mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah yang ada.

  b. Instrumental action, meliputi usaha-usaha langsung individu menemukan solusi problemnya, misalnya dengan menyusun suatu rencana dan kemudian melaksanakan langkah-langkah yang telah direncanakan itu.

  c. negotiation, merupakan usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang lain menganai dirinya.

  

C. Hubungan Emotion Focused Coping Dengan Kecemasan akan

Menghadapi Ujian Lisan

  Menghadapi masalah, apalagi yang mengakibatkan stres adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan bagi siapapun. Ujian lisan sebagai salah satu proses akademik yang wajib dilaksanakan mahasiswa, memungkinkan pula terjadinya masalah-masalah yang berakibat munculnya stres. Fenomena ini dapat berimplikasi pada munculnya macam-macam reaksi mahasiswa terhadap ujian lisan seperti cemas, sulit berkonsentrasi, dan menghindar.

  Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan suatu peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping.

  Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika akan menghadapi ujian lisan.

  Terdapat beberapa studi tentang coping pada mahasiswa yang mengambil masalah-masalah akademik sebagai contoh kasus (Jung, 1993), Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukan bahwa mahasiswa mengalami kecemasan dan tekanan yang meningkat ketika sejumlah tugas harus diselesaikan atau ketika menjelang ujian. Tekanan-tekanan yang dialami akan direspon oleh mahasiswa dengan coping tertentu. Jung (1993) menyimpulkan bahwa coping merupakan pilihan cara untuk mengurangi stres dan kecemasan.

  Menurut Passer dan Smith (2004) ada tiga bentuk umum upaya

  

seeking social suport. Beberapa penelitian menunjukan baik emotion-focused

coping maupun problem-focused coping digunakan individu untuk

  menghadapi setiap situasi yang mengandung stres (Folkman dkk., 1986). Hal ini berarti bahwa masing-masing individu memiliki sifat relatif dalam menentukan coping mana yang sesuai dengan dirinya berdasarkan keadaan yang dialaminya. Individu cendrung menggunakan problem-focused coping jika situasi tersebut dinilai dapat diubah menjadi lebih baik, sedangkan

  

emotion-focused coping digunakan pada situasi yang tidak memungkinkan

untuk dirubah.

  Kegiatan akademis sehari-hari seperti kuliah, tugas harian, pemahaman materi, quiz merupakan situasi yang dapat di kendalikan oleh mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa cendrung menggunakan problem-

  

focused coping untuk menghadapi kecemasan dan stres yang ditimbulkan oleh

  kegiatan akademis sehari-hari. Namun ujian lisan merupakan salah satu bentuk situasi yang tidak bisa dirubah, dan mahasiswa cendrung mengalami kecemasan, kecemasan merupakan suatu pengalaman emosional pada saat individu dalam keadaan stres. Emotion-focused coping sebagai salah satu bentuk coping yang cendrung lebih baik digunakan dalam situasi yang tidak dapat dikendalikan dan usahanya berupa pikiran untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres dan berupa respon tingkah laku untuk melakukan tindakan untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres, dinilai sangat berpengaruh dengan keadaan mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.

D. Hipotesis

  Kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berkorelasi dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode korelasi yang bertujuan

  menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (terukur).

B. Identifikasi Variabel

  variabel merupakan gejala yang menjadi fokus bagi peneliti untuk diteliti. Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah:

  1. Variabel Bebas

  Adalah variabel yang mempengaruhi, disebut sebagai variabel penyebab atau independent variabel. Dalam penelitian ini adalah kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

  2. Variabel Tergantung

  Adalah variabel akibat yang keadaannya akan tergantung pada variabel penyebab. Disebut juga variabel tidak bebas atau variabel terkait.

  Dalam penelitian ini adalah: a. emotion-focused coping.

C. Definisi Operasional Variabel

  Definisi operasional adalah batasan atau spesifikasi dati variabel- variabel penelitian secara konkret berhubungan dengan realitas yang akan di ukur dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan di amati dari suatu penelitian. Defenisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

  1. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan

  Kecemasan akan menghadapi ujian lisan merupakan reaksi dari kekhawatiran yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada diri individu, baik sebelum dan ketika berhadapan langsung dengan pertanyaan-pertanyaan lisan dan dosen penguji seorang diri. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan ini terdiri dari berberapa aspek yaitu: a. Kognitif ; respon terhadap kecemasan dalam pikiran.

  b. Afeksi ; reaksi perasaan terhadap kecemasan.

  c. Somatik ; reaksi kecemasan dalam bentuk kondisi fisik dan perilaku Kecemasan akan menghadapi ujian lisan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala kecemasan menghadapi ujian lisan.

  Semakin tinggi nilai skor yang diperoleh, semakin tinggi pula tingkat kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

  2. Emotion-Focused Coping akan menghadapi ujian lisan Emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan yang

  dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa stres yang digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi kecemasan ketika mereka akan menghadapi ujian lisan. Terdiri dari aspek-aspek : a. Pelarian diri dari masalah (Escapism)

  b. Pengurangan beban (Minimization)

  c. Self-blame ; menyalahkan diri

  Emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan dalam

  penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala emotion-focused

  coping akan menghadapi ujian lisan. Peneliti mempunyai asumsi nilai

  tinggi dalam skala emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan menunjukan frekuensi penggunaan emotion-focused coping yang sering pada mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.

3. Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan

  Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan yang

  dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku secara langsung untuk menghilangkan atau mengubah stresor yang digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi kecemasan ketika mereka akan menghadapi ujian lisan. Meliputi beberapa aspek :

  a. Kehati-hatian (cautiousness)

  b. instrumental action

  c. Negotiation

  Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan dalam

  coping akan menghadapi ujian lisan. Peneliti mempunyai asumsi nilai

  tinggi dalam skala problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan menunjukan frekuensi penggunaan problem-focused coping yang sering pada mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.

  D. Subjek Penelitian

  Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menjalani jenjang pendidikan sarjana(S1) pada universitas di Yogyakarta dengan karakteristik mahasiswa yang pernah menghadapi ujian lisan dalam kurun waktu maksimal satu semester sebelum penelitian.

  E. Metode Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode angket, dengan alat ukur berbentuk skala. Data yang dikumpulkan melalui skala adalah data coping dan data kecemasan akan menghadapi ujian lisan. Skala digunakan untuk mengungkap kesesuaian atau ketidaksesuaian subjek terhadap objek penelitian. Item-item dalam skala ini disusun melalui indikator-indikator prilaku yang telah diidentifikasi sebelumnya. Skala tersebut akan dibagikan kepada subyek selaku responden untuk diisi sehingga akan menghasilkan atau memberikan respon jawaban tertulis terhadap sejumlah pernyataan yang telah disusun sebelumnya.

  Item-item dalam skala penelitian ini terdiri dari pernyataan-pernyataan mendukung secara teknis atau memihak obyek (sikap) yang akan diukur, sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang tidak mendukung atau berlawanan terhadap obyek (sikap) yang hendak diukur.

  Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan empat kategori jawaban, yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak Setuju” (TS), ”Sangat Tidak Setuju” (STS).

  Skala-skala dalam penelitian ini tidak menyediakan alternatif jawaban tengah atau netral dengan tujuan yaitu (Azwar, 2004a) : a) Untuk menghindari adanya responden yang ragu-ragu dalam menjawab, sebab ada kemungkinan terjadi bahwa responden belum dapat memutuskan jawaban, sehingga untuk mendapatkan posisi yang aman kemudian memilih jawaban tengah atau netral.

  Keadaan ragu-ragu (undecided) itu memiliki arti adanya jawaban ganda, yaitu bias diartikan belum memutuskan atau memberi jawaban yang sesuai dengan kondisi yang dirasakan atau dapat juga diartikan memihak pada kondisi netral, yaitu tidak mampu membedakan munculnya kondisi- kondisi yang tertulis dalam masing-masing butir pernyataan, sehingga memberikan jawaban ke arah ragu-ragu. Alternatif jawaban ganda-arti (multi-interpretable) ini tentu saja tidak b) Agar responden lebih tegas dalam memilih dan menentukan jawaban. Hal tersebut dimaksudkan karena tersedianya alternatif jawaban tengah dapat menggiring kebebasan subyek dalam menjawab kecenderungan ke arah jawaban tengah (central tendency effect), terutama bagi subyek yang ragu-ragu untuk menentukan arah kecenderungan jawabannya.

  Alternatif jawaban beserta nilai atau skor dalam pernyataan favorabel dan unfavorabel dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

  Skor penlaian skala

  Alternatif jawaban Nilai / skor

  Favorabel Unfavorabel ”Sangat Setuju” (SS)

  4

  1 ”Setuju” (S)

  3

  2 ”Tidak Setuju” (TS)

  2

  3 ”Sangat Tidak Setuju” (STS)

  1

  4 Jawaban pada tiap item diskor berdasarkan nilai kategori jawaban yang telah ditetapkan dalam tabel di atas, kemudian seluruh skor tersebut dijumlahkan sehingga didapat nilai skor total subyek pada skala.

  Skala yang yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga buah skala yaitu :

1. Skala kecemasan

  a. Aspek kognitif : - Daya konsentrasi menurun akibat cemas.

  • Muncul pikiran-pikiran negatif menngenai situasi ujian.
  • Pikiran yang menjadi beban akan ketidakmampuan menghadapi ujian.

  b. Aspek afektif :

  • Perasaan kekhawatiran akan sulitnya bahan yang harus dipelajari sehingga dapat mempengaruhi hasil dari ujian itu sendiri.
  • Perasaan takut akan menghadapi ujian itu sendiri.
  • Ketidaknyamanan dalam menunggu ujian meliputi situasi ujian.

  c. Aspek somatik : - Prilaku tak terkendali akibat rasa cemas.

  • Kondisi fisik. Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan akan menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam skala ini, semakin tinggi pula tingkat kecemasan saat akan menghadapi ujian lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total subyek, semakin rendah pula tingkat kecemasan akan menghadapi ujian lisannya.

Tabel 3.1 Blueprint Skala Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan

  

Sebelum Uji Coba

Kecemasan Nomor item jml Favorabel Unfavorabel

  Aspek kognitif 1, 8, 16, 21, 24, 28,

  32 6, 12, 18, 26, 34

  12 Aspek afektif 4, 10, 15, 17, 23, 29 2, 7, 13, 20, 25, 31

  12 Aspek somatik 3, 9, 14, 19, 30, 33 5, 11, 22, 27

  10

  total

  19

  15

  34

2. Skala Emotion-Focused Coping

  Skala strategi emotion-focused coping yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan pada aspek-aspek

  emotion-focused coping, meliputi :

  a. Pelarian (Escapism) :

  • Berusaha menghindari masalah dengan meningkatkan kegiatan lain
  • Mengandaikan dirinya pada situasi yang lebih menyenangkan
  • penggunaan alkohol atau obat-obatan
b. Pengurangan beban (Minimization) :

  • Usaha untuk menyalurkan atau menlampiaskan perasaan
  • Bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi
  • Melakukan Humor mengenai stresor

  c. Self-blame :

  • Menganggap diri adalah penyebab stresor
  • Menghentikan usaha menghadapi masalah Skala ini bertujuan untuk mengungkap emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam skala ini, semakin tinggi pula kecendrungan penggunaan emotion-focused

  

coping akan menghadapi ujian lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin

  rendah skor total subyek, semakin rendah pula kecendrungan penggunaan emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisannya.

  12 Self-blame 37, 43, 52, 58, 69,

  38

  

Sebelum Uji Coba

Emotion-Focused Coping

  Nomor item jml Favorabel Unfavorabel Escapism 35, 40, 47, 50, 53,

  57, 61, 67, 70 42, 45, 55, 59, 64,

  66, 72

  16 Minimization 38, 41, 44, 49, 56,

  63 36, 46, 51, 60, 65,

  68

Tabel 3.2 Blueprint Skala Emotion-Focused Coping Akan Menghadapi Ujian Lisan

  71 39, 48, 54, 62

  10 Total

  21

  17

3. Skala Problem-focused coping

  Skala strategi problem-focused coping yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan pada aspek-aspek

  problem-focused coping, meliputi :

  a. Exercised caution (coutiouness) :

  • Menganalisa permasalahan yang dihadapi
  • Berhati-hati dalam membuat keputusan
  • Mencari alternatif pemecahan masalah
b. Instrumental action :