BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-nilai Akhlak - BAB II MUJAHIDATUN QODHIM APRILIYANI PAI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-nilai Akhlak

  1. Pengertian Penerapan Pengertian penerapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan menerapkan.

  J. S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu dan Zain, 1996: 1487). Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekan dan memasang (Ali,1995:1044). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah cara yang dilakukan baik secara individual mauun kelompok untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

  2. Pengertian Nilai-nilai Akhlak

  a. Nilai Mengingat nilai merupakan fakta menurut Amril (2002: 213) maka sifat perilaku yang baik seperti jujur, adil, dermawan dan lainnya atau kebalikannya memberikan indikator untuk memberikan seseorang itu berperilaku baik atau tidak baik.

  Menurut Ahmadi (2008: 202) memberikan pengertian mengenai nilai yaitu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun tingkah laku.

  6

  6 Pengertian nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai, dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. (Bertens, 2007:139)

  Menurut pandangan Notonagoro dalam Sjarkawi (2008 : 31) bahwa ada tiga nilai yang perlu diperhatikan dan menjadi pegangan hidup manusia Indonesia, yaitu:

  a. Nilai materiil adalah segala sesuatu yang berguan bagi unsur kehidupan manusia.

  b. Niali vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

  c. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dibagi menjadi empat macam, yaitu: 1) Nilai kebenaran atau kenyataan adalah bersumber dari unsur akal manusia (rasio, budi dan cipta atau kognitif, afektif, psikomotorik). 2) Nilai kebaikan atau nilai moral adalah nilai yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauan manusia (will, karsa dan etik). 3) Nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan ketuhanan yang ada pada diri seseorang, dan nilai kerohanian itu mempunyai posisi yang tertinggi dan mutlak.

  4) Nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada unsur rasa manusia (perasaan).

  Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan keterkaitan maupun tingkah laku.

  b. Akhlak Pengertian akhlak secara etimologis (bahasa) adalah jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

  Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2009: 1)

  Pengertian akhlak secara istilah menurut Imam Al Ghozali adalah sebuah kondisi mental yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, yang darinya lalu muncul perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. (Djaya, 2016: 2)

  Menurut Ibnu Maskawaih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu (Anwar, 2010: 13)

  Menurut Ma‟ruf dalam bukunya akhlak dalam perkembangan muhammadiyah, akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, karena sudah menjadi kebiasaan-kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu (Nata, 2009: 36).

  Akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia).

  Bermaksud bahwa perilaku seseorang terhadap orang lain mengandung nilai akhlak.

  (Hamid dan Saebani, 2013: 48) bahwa secara termonologis pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, antara lain:

  a. Kognitif sebagai pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualnya b. Afektif yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis dengan berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan

  c. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional ke dalam bentuk perbuatan yang konkret.

  Berdasarkan definisi di atas, maka dihubungkan antara satu dengan lainnya dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala sifat- sifat perbuatan manusia yang timbul karena dorongan jiwa yang kuat untuk melakukannya. Sehingga sifat-sifat dalam perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan dapat menjadi kebiasaan. Karena sudah terbiasa maka tidak diperlukan pemikiran, pertimbangan atau renungan lagi saat melakukannya. Sehingga menghasilkan perbuatan baik dan buruk.

  3. Ciri-ciri nilai-nilai akhlak Ciri-ciri akhlak menurut Taufiq (2010: 55) adalah sebagai berikut:

  a) Kebaikannya bersifat mutlak

  b) Kebaikannya bersifat menyeluruh c) Bersifat tetap, langgeng, dan mantap

  d) Berbentuk kewajiban yang harus dipatuhi

  e) Berwujud pangawasan yang menyeluruh Akhlak sebagai salah satu aspek penting dalam Islam memiliki ciri-ciri penting Mahfud (2011:98), sebagai berikut: 1) Mengajarkan dan menuntut manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.

  2) Menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang yang didasarkan kepada Al-

Qur‟an dan Al-Hadits yang shahih

  3) Bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada, serta dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. 4) Mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.

  4. Pembagian nilai-nilai akhlak Menurut busyra (2010: 58) akhlak di bagi menjadi dua, yaitu:

  a. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji/ baik) Menurut Nasrul (2015:36) akhlak mahmudah ialah perbuatan terpuji berdasarkan pandangan akal dan syariat Islam. Akhlak mahmudah ini ialah sifat Rasulullah SAW. Dan jenis-jenis akhlak mahmudah menurut Busyra (2010: 58), antara lain:

  1) Sabar dan bertahan terhadap gangguan, yakni menahan diri terhadap apa yang dibenci dengan keridhaan dan kerelaan hati.

  2) Bertawakal kepada Allah SWT dalam segala hal, yakni berbuat dan berharap dengan disertai hati yang tenang.

  3) Percaya diri. 4) Mencintai dan berbuat kebaikan. 5) Bersikap adil dan sedang-sedang saja. 6) Bersikap tenang dan tidak tergesa-gesa. 7) Mengasihi dan menyayangi diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluknya.

  8) Menyukai dan mewujudkan kebenaran, yakni benar dalam tutur kata, pergaulan sehari-hari, cita-cita atau keinginan, dalam janji dan dalam penampilan. 9) Tawadhu, yakni bersikap merendah, tidak sombong dan tidak merasa paling hebat.

  10) Ikhlas. 11) Rajin, rapi, giat, santun dan istiqamah.

  b. Akhlak madzmumah (akhlak tercela/tidak baik) Akhlak madzmumah ialah perbuatan tercela menurut pandangan akal dan syariat Islam. Akhlak mazmumah ini bukan sifat Rasulullah

  SAW (Nasrul,2015:37). Jenis-jenis akhlak madzmumah menurut busyra (2010:60) antara lain:

  1. Zhalim, yaitu aniaya terhadap diri sendiri, saudara, orang lain, makhluk Allah SWT, yang lebih-lebih terhadap Allah SWT,

Rasul- Nya dan syari‟at-Nya

  2. Dengki, yaitu berharap agar nikmat yang didapatkan orang lain itu musnah dan kemudian nikmat itu beralih kepada diri sendiri.

  3. Bohong atau menipu, yaitu memperlihat kebaikan pada luarnya saja, dengan tujuan ingin menjatuhkan atau merugikan orang lain.

  4. Riya, yaitu berbuat kebaikan atau beribadah bukan karena ikhlas, ridha atau karena Allah SWT semata, melainkan karena manusia, karena ingin dipuji atau mencari popularitas belaka.

  5. Ujub, yaitu membangga-banggakan sesuatu baik dalam hal ilmu, harta, kekuatan, kehormatan, atau ibadah.

  6. Hasud, yaitu iri hati, tidak senang orang lain mendapatkan nikmat.

  7. Sum‟ah, yaitu sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal salehnya yang sebelumnya tidak diketahui kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan/ mengharapkan keuntungan materi.

  8. Namimah, yaitu menukil atau memindahkan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan persaudaraan diantara keduannya.

  9. Ghibah, yaitu menggunjing keburukan atau aib orang lain.

  10. Panjang tangan, seperti korupsi dan usil.

  11. Tidak berdaya, malas dan menunda-nunda waktu.

  12. Bakhil atau kikir, dendam, marah dan benci.

  5. Tujuan Nilai-nilai Akhlak Penanaman nilai-nilai akhlak sebenarnya di lakukan sejak dalam usia dini sampai menjadi mukallaf. Abdullah Nasih Ulwan dalam buku

  “Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam”, menjelaskan maksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral (akhlak) dan kutamaan perangai, tabiat yang harus di iliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa tanzis hingga ia menjadi orang mukallaf.

  (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/05/14/mukallaf/) Sebagai makhluk sosial yang dalam proses kehidupan membutuhkan interaksi antara satu dengan yang lain dengan tata cara atau cara berkomunikasi yang baik supaya hubungan yang terjalin menjadi harmonis, tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

B. Menuntut Ilmu

  1. Pengertian Menuntut Ilmu Ilmu merupakan kunci, untuk menyelesaikan segala persoalan baik dalam persoalan yang berhubungan dengan kehidupan beragama maupun dalam persoalan yang berhubungan dengan kehidupan duniawi.

  Ilmu itu sangat penting karena sebagai perantara (sarana) untuk bertaqwa. Dengan taqwa inilah manusia menerima kedudukan terhormat disisi Allah SWT, dan keuntungannya yang abadi. Sebagaimana yang dikatakan Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam syairnya: Belajarlah! sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Dia perlebihan, dan pertanda segala pujian, jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu.

  Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna. (Te rjemahan kitab Ta‟lim mu‟talim) Rasulullah SAW, bersabda:

   مِلْسُم ِلُك ىَلَع ُةَضْي ِرَف ِمْلِعلْا ُبَلَط

  “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”. (Riwayat Ibn Majah, Shahih) Tidak disangsikan lagi bahwa kesadaran belajar atau menuntut ilmu akan mendapatkan kemuliaan sangat agung dan kedudukan sangat tinggi dikarenakan dapat menjadikan para pelajar atau penuntut ilmu lebih memperhatikan dan berpegang teguh pada berbagai kode etik Islam yang menjadikan kedudukan mereka di sisi Allah SWT lebih mulia serta ilmu mereka lebih bermanfaat bagi manusia.

  Allah SWT berfirman dalam Qur‟an surat Al Mujadalah ayat 11:

  

ْحَسْفَ ي اْوُحَسْف اَف ِسِلَجَملْا ىِف اْوُحَسَفَ ت ْمُكَل َلْيِقاَذِا اْوُ نَمآا َنْيِذلْا اَهُ ي َاي

ْوُا َنْيِذلاَو ْمُكْنِم اْوُ نَما َنْيِذلّا ُللها ِعَف ْرَ ي اْوُزُشْن اَف اْوُزُشْنا َلْيِقاَذِاَو ْمُكَل ُللها

رْ يِبَخ َنْوُل

َمْعَ ت اَمِب ُللهاَو ٍتجَر َد َمْلِعلْا اوُت

  Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu,

  ”

  “

  Berilah kelapangan di dalam majelis- majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila di katakan, ”Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha

teliti apa yang kamu kerjakan. (Q.S.al-Mujadilah [58]: 11) Meninggikan beberapa derajat adalah menunjukkan akan besarnya keutamaan dan ia mencakup ketinggian ma‟nawi di dunia dengan tingginya kedudukan dan nama baik serta ketinggian secara kongkrit di kehidupan akhirat kelak dengan kedudukan sangat mulia di surga. Dalam surat lain Allah SWT juga menjelaskan keutamaan orang yang menuntut ilmu seperti dalam surat An-Nahl ayat 43:

   ْمُتْنُك ْنِاِرْك ِذلا َلْهَا اْوُلْسَف ْمِهْيَلِا يِحْوُ ن الَاَجِر َلَِا َكِلْبَ ق ْنِم اَنْلَس ْرَا اَمَو َنْوُمَلْعَ ت َلَ

  Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui “ (Q.S.An-Nahl : 43)

  Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

  “Menuntut ilmu diwajibkan atas orang Islam laki-laki dan perempuan” maka itu baik orang yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

Imam syafi‟i dalam terjemahan buku Talim almuta‟alim(2011:8) merangkai sebuah syair tentang ilmu, sebagai berikut:

  Tuntutlah ilmu, karena tidak seorang pun terlahir membawa ilmu Orang berilmu itu tidak sama dengan orang yang bodoh Sesungguhnya pemimpin yang tidak berilmu itu merasa kecil jika bertemu dengan para pembesar Orang berilmu, meskipun rakyat jelata akan menjadi besar jika berada di perkumpulan

  Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, tauhid dan syirik, sunnah dan bid‟ah, yang ma‟ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. (Jawas, 2016: 6)

  Menuntut ilmu merupakan hal yang paling wajib yang dilakukan oleh manusia untuk memperluas wawasan sehingga derajat kitapun terangkat. Dalam hal ini bentuk dari pengamalan menuntut ilmu adalah belajar.

  Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar.

  (Muhibbin syah, 2010: 114) Belajar merupakan proses internal yang kompleks, yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. (Mudjiono dan dimyati, 2009: 18)

  Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 2010: 2)

  Belajar juga diartikan sebagai rangkaian jiwaraga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. (Sardiman, 2003: 21)

  Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan bahwa belajar itu adalah proses internal yang kompleks, yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

  2. Adab Menuntut Ilmu Adab adalah menggunakan dan memakai apa yang disenangi baik berupa ucapan atau perbuatan. Adab biasanya untuk menggungkapkan perilaku-perilaku mulia. Maka adab merupakan prioritas utama dalam pendidikan. (Suwarid, 2004:264)

  Beberapa adab dalam menuntut ilmu menurut Husaini adian, 2013: 205-209, yaitu:

  a. Adab penuntut ilmu pada dirinya sendiri ( adab al muta‟alim fii nafsihi) 1) Menyucikan diri dari segala sifat-sifat tercela, agar mudah menyerap ilmu.

  2) Meluruskan niat dalam mencari ilmu, yaitu ikhlas hanya karena ingin mendapat ridha Allah.

  3) Menghargai waktu, dengan cara mencurahkan segala perhatian untuk urusan ilmu.

  4)

Memiliki sifat qana‟ah dalam kehidupannya dengan menerima apa adanya dalam urusan makan dan pakaian, serta sabar dalam

  kondisi kekurangan. 5) Membuat jadwal kegiatan harian secara teratur, sehingga alokasi waktu yang dihabiskan jelas dan tidak terbuang sia-sia.

  6) Hendaknya memperhatikan makanan yang dikonsumsi, harus dari yang halal dan tidak terlalu kenyang sehingga tidak berlebih-lebihan. Karena, makanan haram dan mengkonsumsi secara berlebihan terhalang dari ilmu.

  7) Bersifat wara‟, yaitu menjaga diri segala yang sifatnya syubhat dan syahwat hawa nafsu.

  8) Menghindari diri dari segala makanan yang dapat menyebabkan kebodohan dan lemahnya hafalan, seperti apel, asam dan cuka.

  9) Mengurangi waktu tidur, karena terlalu banyak tidur dapat menyia-nyiakan usia dan terhalang dari faedah.

  10) Menjaga pergaulan

  b. Adab penuntun ilmu terhadap gurunya (adab al- muta‟allim ma‟a syaikhihi) 1) Memilih guru yang berkualitas baik dari segi keilmuan dan akhlaknya.

  2) Menaati perintah dan nasihat guru, sebagaimana taatnya pasien terhadap dokter spesialis.

  3) Mengagungkan dan menghormati guru sebagaimana para ulama salaf mengagungkan para guru mereka.

  4) Menjaga hak-hak gurunya dan mengingat segala jasa-jasanya sepanjang hidup nya dan setelah wafatnya seperti mendo‟akan kebaikan bagi sang guru dan menghormati keluarganya.

  5) Sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak yang buruk dari gurunya. Jika hal sperti ini terjadi pada dirinya, hendaknya ia bersikap lapang dada dan memaafkannya serta tidak berlaku su‟uzhan terhadap gurunya tersebut.

  6) Menunjukkan rasa terimakasih yang ta terhingga kepada gurunya yang telah mengasuhnya dalam naungan keilmuan 7) Meminta izin terlebih dahulu kepada guru 8) Hendaknya duduk dengan sopan di hadapan guru 9) Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah lembut 10) Ketika guru menyampaikan suatu pembahasan yang telah di dengar atau sudah di hafal oleh murid, hendaknya ia tetap mendengarkan dengan penuh antusias, seakan-akan dirinya belum pernah mendengar pembahasan tersebut

  11) Penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru menjawab atas pertanyaan, baik dari guru atau dari para peserta, sampai ada isyarat dari guru untuk menjawabnya. 12) Dalam hubungan membantu guru, hendaknya sang murid melakukannya dengan tangan kanan.

  13) Ketika bersama guru dalam perjalanan, hendaknya murid berlaku sopan dan senantiasa menjaga keamanan serta kenyamanan perjalanan sang guru.

  c. Adab penuntut ilmu terhadap pelajaran (a dab al muta‟allim fii durusihi) 1) Hendaknya para penuntut ilmu memulai pembelajarannya dengan mempel ajari al qur‟an terlebih dahulu.

  2) Bagi para penuntut ilmu yang masih dalam tingkat pemula, hendaknya menghindari masalah-masalah khilafiyah (perbedaan madzhab) perbedaan pendapat. 3) Hendaknya penuntut ilmu memperbaiki bacaan terlebih dahulu sebelum menghapalkannya.

  4) Hendaknya sedikit mungkin mempelajari hadits dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, seperti ilmu musthalah hadits, ilmu takhrij al hadits. 5) Hendaknya memperdalam secara intensif masalah

  • –masalah yang rumit setelah mengkaji masalalah-masalah yang sederhana.

  6) Hendaknya senantiasa mulazamah guru dan tidak boleh absen. 7) Ketika hadir di majelis ilmu, hendaknya mengucapkan salam. 8) Senantiasa menjaga adab selama pelajaran berlangsung. 9) Penuntut ilmu tidak boleh malu bertanya tentang maslah yang belum dapat di pahami dan menjaga adab ketika mengajukan pertanyaan.

  10) Menjaga giliran sesuai dengan antriannya sehingga tidak mendahului orang lain, kecuali dengan persetujuan mereka.

  11) Duduk dihadapan guru dengan sopan dan santun. 12) Ketika tiba gilirannya membaca, hendaknya ia memulai dengan basmalah, bershalawat atas nabi SAW, kemudi an mendo‟akan guru, orang tua, setelah itu membaca pelajaran yang harus ia baca. 13) Penuntut ilmu hendaknya mendorong teman-temannya untuk senantiasa berantusias dalam proses pencarian ilmu.

  Menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas (2016: 11-58), adab dalam menuntut ilmu, antara lain:

  1. Mengiklaskan niat dalam menuntut ilmu Imam an-

  Nawawi berkata “.... keutamaan berjalan untuk menuntut ilmu, dan seorang harus menyibukan diri dengan menuntut ilmu dengan wajib mengharap wajah Allah SWT (ikhlas) meskipun ikhlas ini syarat dalam semua ibadah, akan tetapi para ulama mengingatkan tentang wajibnya ikhlas, karena sebagian manusia menggangap remeh dan lalai tentang ikhlas apalagi orang- orang yang baru belajar menuntut ilmu dan yang seperti mereka.” (jawas: 2016:11)

  2. Membersihkan hati dari akhlak-akhlak yang buruk Sesungguhnya perumpama ilmu dalam hati seorang hamba seperti cahaya lampu. Apabila kaca lampu tersebut bersih, maka cahaya yang dihasilkanpun akan terang. Sebaliknya, apabila kaca lampu tersebut kotor, maka cahaya yang dihasilkanpun akan redup bahkan hilang.

  Karenanya, siapa yang ingin mendapatkan ilmu maka hendaknya ia menghiasi bathinnya dan membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran, sebab ilmu merupakan perhiasan yang berharga, yang tidak pantas dimiliki kecuali oleh hati yang bersih.

  3. Memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah SWT Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah SWT dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepada- Nya. Allah SWT telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon ilmu dan tambahan ilmu.

  4. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan rindu untuk mendapatkannya Dalam menuntut ilmu diperlukan kesungguhan, tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah SWT. apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.

  5. Memulai dengan mempelajari Al- Qur‟an

  Hendaknya seorang penuntut ilmu memulai pelajaran menuntut ilmu dengan terlebih dahulu mempelajari Al- Qur‟an yang mulia. Ia hafalkan Al- Qur‟an dan bersungguh-sunguh dalam memahami.

  6. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah SWT

  Imam Ibnul Qayyim menjelaskan dalam kitabnya ad-

Daa’ wad Dawaa’ bahwa seseorang tidsk mendapatkan ilmu disebabkan dosa

  dan maksiat yang dilakukannya. Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat.

  7. Memanfaatkan usia muda dalam menuntut ilmu Hendaknya seorang penuntut ilmu menggunakan waktu mudanya untuk menuntut ilmu. Jangan sampai ia tertipu dengan panjang angan-angan dan kata-kata nanti, karena setiap waktu yang berlalu dari umurnya tidak akan ada gantinya.

  8. Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu Ketahuilah bahwa sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.

  9. Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan guru Seorang penuntut ilmu harus berusaha menjadi pendengar yang baik, mendengarkan yang baik-baik, yaitu Al-

  Qur‟an dan Hadits-hadits Nabi SAW agar ia mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dapat mengamalkan keduanya.

  10. Diam ketika pelajaran disampaikan Ketika belajar tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan dan tidak ada hubungannya dengan ilmu yang sedang disampaikan, tidak boleh ngobrol.

  11. Berusaha memahami ilmu yang disampaikan Dalam memahami pelajaran, manusia berbeda-beda keadaannya, ada yang langsung tangap dan ada yang lambat.

  Namun kita harus senantiasa berusaha memahami dan memohon kepada Allah SWT agar di berikan pemahaman.

  12. Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, faedah dan manfaat. Tujuannya agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap di dalam ingatannya setaip kali ia menggulangi pelajarannya. Karena daya tangkap atau kemampuan menghafal dan memahami pelajaran berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

  13. Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari Hal ini sangat penting karena ilmu yang telah dipelajari adalah untuk diamalkan, bukan sekedar untuk dihafalkan.

  14. Memilih teman yang baik Hendaknya seorang penuntut ilmu memilih teman yang baik yang dapat membantunya dalam perkara-perkara kebaikan.

  Seorang teman akan memberikan pengariuh kepada temannya. Menurut Sa‟ud Al-Ausyan (2015:31), adab dalam menuntut ilmu, antara lain: a. Mengiklaskan niat karena Allah SWT.

  b. Mengenal kedudukan ilmu.

  c.

Berdo‟a kepada Allah SWT

  d. Berantusias untuk berpetualang (ke berbagai tempat).

  e. Menghadiri majelis-majelis ilmu.

  f. Apabila seseorang datang terlambat dalam majelis lebih utama tidak mengucapkan salam.

  g. Beradab dan berperilaku baik dalam menuntut ilmu.

  h. Tidak berputus asa dan merasa minder. i. Membaca buku yang berkaitan dengan menuntut ilmu. j. Tidak memotong perkataan guru ketika berbicara. k. Bersikap penuh adab dalam mengemukakan pertanyaan kepada guru. l. Waspada dari sifat sok berilmu. m. Membiasakan diri membawa buku catatan kecil untuk menulis poin penting dan masalah-masalah ilmiah. n. Meninggalkan istirahat, bicara, tidur yang berlebihan demi ilmu. o. Memenuhi janji. p. Senantiasa bersikap ramah.

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Menuntut Ilmu (Belajar) Menurut syah (2004: 144) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni kondisi jasmani dan rohani 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis dari upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi- materi pelajaran.

  Menurut Ngalim purwanto (2004: 102) dalam bukunya psikologi pendidikan mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dibedakan menjadi dua golongan:

  a) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri atau yang kita sebut dengan faktor individual. Yang termasuk faktor individual antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, faktor kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.

  b) Faktor yang ada diluar individu atau yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial

  Selanjutnya menurut Tohirin (2006: 127) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua aspek, yaitu:

  1. Aspek fisiologis Aspek fisiologis meliputi keadaan atau kondisi umum jasmani seseorang. Berkaitan dengan ini, kondisi organ-organ khusus seperti tingkat kesehatan pendengaran, penglihatan juga sangat mempengaruhi siswa dalam menyerap informasi atau pelajaran.

  2. Aspek psikologis Aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan atau intelegensi, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi, perhatian, kematangan dan kesiapan. Dalam hal ini, seseorang guru yang berkompeten dan profesional diharapkan dapat mampu mengantisipasi kemungkinan- kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor belajar yang menghambat proses belajar mereka. Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibagi kedalam dua faktor, yaitu: a. Faktor internal, antara lain: kondisi jasmani dan rohani siswa, kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, minat, latihan dan kebiasaan belajar, motivasi pribadi dan konsep diri. b. Faktor eksternal, antar lain: pendekatan belajar, kondisi keluarga, guru dan cara mengajarnya, kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.

C. Nilai- nilai akhlak dalam menuntut Ilmu

  Sedangkan nilai-nilai akhlak menurut (Sudarsono, 1991:41) antara lain:

  1. Al Amanah (berlaku jujur) Menurut bahasa Arab “Amanah” berarti kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati. Menurut Bey Arifin dan H. Abdullah Said pengertian

  “amanah” sebagai berikut: bahwa kata “amanah” adalah suatu pertanggungjawaban yang hanya dibebankan atas manusia atau suatu tanggungjawab terhadap terlaksanannya seluruh kewajiban sosial dan akhlak.

  Perilaku jujur merupakan bagian pokok dari prinsip akhlak Islami yang membutuhkan keseriusan dalam menanamkannya pada anak.

  Rasulullah SAW sendiri begitu besar memberikan perhatiannya pada perilaku ini. Beliau memperhatikan bagaimana pola interaksi orang tua dengan anaknya, guru dengan murid. Hal ini menunjukkan untuk mencegah terjatuhnya orang tua atau guru pada perilaku dusta kepada anak atau sebaliknya.

  2. Ash-Shidqu (berlaku benar) Termasuk sifat baik yang dinilai terpuji menurut akhlak Islam dengan tujuan untuk meenyisihkan setiap manusia dari perbuatan jahat terhadap orang lain. Menurut etika Islam sifat tersebut adalah Ash-

  Shidqu. Dalam makna lughawi “ash-shidqu” adalah benar, jujur. Saifat “ash-shidqu adalah sikap mental yang mampu memberi dorongan kuat untuk beramal sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya baik dalam ucapan maupun perbuatan.

  3. Al- Haya‟ (malu)

  Menurut bahasa “ Al-Haya ” berarti malu. Sedangkan menurut pengertian malu disini adalah perasaan mundur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela.

  4. Al- „Iffah (memelihara kesucian diri)

  Sifat Al-

  ‘Iffah keadaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari

  perbuatan jahat. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Dengan menjaga diri dengan secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian. Nilai

  ‘Iffah menjadi salah satu nilai luhur

  yang harus selalu dimiliki oleh setiap pribadi muslim. Salah satu perwujudan dari nilai „Iffah ialah menjaga kesucian pria dan wanita dari hubungan sex di luar perkawinan yang syah.

  5. Ar-Rahmah (kasih sayang) Kasih sayang merupakan pembawaan naluri setiap orang.

  Perwujudan sifat kasih sayang meliputi kasih sayang dalam keluarga, sekolah, lingkungan dll. Jika seseorang mempunyai sifat “Ar-Rahmah” maka ia akan memiliki tingkah laku: suka menyambung tali kekeluargaan, memiliki persaudaraan yang erat, mudah damai, suka menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan, mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain kepadanya dan bersifat pemurah.

  6. Al- „Iqtishad (berlaku hemat)

  Dalam penggunaan harta, hemat adalah jalan tengah antara boros dan kikir, yang berarti pula dalam perbuatan tersebut merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-baiknya dengan cara yang wajar.

  Menurut Tajul Arifin dan Noraini (1992:20) nilai-nilai akhlak sebagai berikut: 1) Menghormati guru

  Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru. Ali R.A berkata “ Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekak an ataupun tetap menjadi hambanya ”. (Terjemahan kitab Ta‟lim Muta‟alim: 20).

  Jika ibu dan bapak memelihara dan menjaga kesejahteraan dan keselamatan jasmani kita, maka ibu dan bapak guru mendidik dan memelihara kesejahteraan rohani, kedua-duanya itu sama halnya pentingnya. (Salim,1992 : 7).

  Rasulullah SAW bersabda:

   ُهَبَرَرَ قَوْدَقَ ف اامِلاَعَرَ قَو ْنَم

Artinya : “ Barangsiapa menghormati orang alim (guru dan ulama), maka sesungguhnya telah mengagungkan Tuhannya. ” (H.R. Abul

  Hasani Al-Mawardi). 2) Kasih sayang

  Kasih sayang berarti perasan cinta, perasaan ini lahir dari hati yang rela terhadap sesuatu, tanpa unsur kepentingan lain.

  3) Baik hati Baik hati adalah sikap senantiasa mengambil perasaan dan kebaikan orang lain secara tulus ikhlas.

  4) Keberanian Keberanian dalam menghadapi cobaan dengan yakin dan tabah.

  Keberanian itu perlu ada pada diri setiap orang tetapi harus tahu batas dan keupayaan. Nilai ini untuk berani karena benar, berani mempertahankan pendirian dan berani bertanggungjawab. 5) Kejujuran

  Berlaku benar atau jujur, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan. Benar dalam perkataan adalah mengatakan keadaan yang sebenarnya, tidak mengada-ngada, tidak pula menyembunyikannya. Lain halnya apabila yang disembunyikan itu bersifat rahasia atau karena menjaga nama baik seseorang. Benar dalam perbuatan adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan petunjuk agama. Apa yang boleh dikerjakan menurut perintah agama, berarti itu benar. Dan apa yang tidak boleh dikerjakan sesuai dengan larangan agama, berarti itu tidak benar.

  (Anwar, 2010: 102).

  Kejujuran ialah sikap dan perlakuan yang menunjukkan niat baik, amanah dan ikhlas tanpa mengharapkan balasan. Kejujuran meliputi amanah, bercakap benar dan ikhlas. 6) Kerajinan

  Kerajinan ialah usaha terus-menerus yang penuh dengan semangat ketekunan, kegigihan, dan daya usaha dalam melakukan sesuatu perkara.

  Kerajinan meliputi; dedikasi, gigih, dan tekun. 7) Kerjasama

  Kerjasama adalah usaha baik dan membina yang dilakukan secara bersama pada peringkat individu.

  8) Kesyukuran Adapun bersyukur dalam bentuk perbuatan ialah memanfaatkan nikmat Allah SWT itu sesuai dengan fungsinya serta sesuai pula dengan tempat dan situasinya, dan secara optimal. 9) Rasional

  Rasional bermaksud boleh berfikir berdasarkan alasan dan bukti yang nyata dan dapat mengambil tindakan yang sewajarnya, tanpa dipengaruhi oleh perasaan. 10) Kebersihan

  Kebersihan fisk dan mental, kebersihan fisik ialah kebersihan diri dan kebersihan sekitar sedangkan kebersihan mental adalah pertuturan, perlakuan, pemikiran dan kerohanian.

D. Penelitian Terdahulu

  Berdasarkan hasil pencarian penulis selama ini, penulis menemukan penelitian tentang tanggapan siswa, seperti:

  1. Bambang Sukowati (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2014) Meneliti tentang “ Penerapan Nilai-nilai Akhlak Islami pada

  Kegiatan Pelayanan Kesehatan oleh Tenaga Medis terhadap Pasien Rawat Jalan dan Pasien Rawat Inap Di RST Dr Asmir Salatiga

  ”. Dalam penelitiannya yang menjadi subjek peneliti pelayanan kesehatan dan nilai-nilai akhlak. Penulis menggunakan metode observasi dengan melakukan pengamatan dan interview yaitu tanya jawab dan menggunakan metode library reseach (penelitian kepustakaan) serta metode dokumentasi.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggapan pasien rawat jalan dan pasien rawat inap terhadap penerapan nilai-nilai akhlak Islami oleh tenaga medis pada kegiatan pelayanan kesehatan di RST dr. Amir Salatiga sangat positif.

  Berdasarkan karya tulis skripsi di atas hampir sama dengan peneliti, yang akan penulis teliti yaitu sama-sama membahas mengenai nilai-nilai akhlak, sedangkan yang membedakannya adalah penelitian tersebut lebih mengarah ke kesehatan sedang penelitian ini lebih mengarah ke pendidikan. Dalam pengumpulan datanya sama dengan peneliti yaitu menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi, selanjutnya untuk metode yang digunakan penelitian tersebut menggunakan metode library reseach (penelitian kepustakaan) sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

  2. Rizqi Miftakhudin Fauzi (Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2016)

  Meneliti tentang “Nilai-nilai Akhlak dalam Syair Tanpo Wathon” dalam penelitiannya yang menjadi subjek nilai-nilai akhlak sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan menggunakan wawancara mendalam (dept

  interview) serta dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis

  dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis isi (content analisys).

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai syair tanpo wathon adalah pembagian komponen besar akhlak dalam syair tanpo wathon, yakni akhlak terpuji dan tercela. Akhlak terpuji meliputi; toleran, belajar “ngaji””, sabar, tawakal, rukun. Akhlak tercela; keras hati, cinta dunia, hasud, sombong. Sebagai metode penerapannya adalah dengan cara memperkuat jiwa berupa iman yakni dengan dzikir untuk membangun kerangka akhlak yang mulia.

  Berdasarkan karya tulis di atas bahwa penelitian yang penulis teliti yaitu sama-sama membahas mengenai nilai-nilai akhlak, yang membedakan adalah penelitian tersebut lebih mengarah ke syair sedang dalam penelitian ini penulis lebih mengarah ke akhlak dalam menuntut ilmu. Sedangkan dalam pendekatan yang digunakan sama halnya dengan peneliti yaitu menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif serta dalam pengumpulan data yang menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

  3. Novika Astriawati (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012)

  Meneliti tentang “ Nilai-nilai Akhlak dalam Cerita Bergambar Anak Seri Islamic Princess

  (Analisis Semiotika) ”. Dalam penelitiannya yang menjadi subjek penelitian adalah nilai-nilai akhlak sedangkan dalam metode penelitiannya menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dalam teknik pengumpulan datanya menggunakan data dari sumber lain, sumber yang dicari terdiri dari dokumen dan rekaman. Selanjutnya, dalam teknik analisis data menggunakan deskriptif analisis.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cerita bergambar dalam seraial Islamic Princess yang berjudul “Princess Aliya dan nenek Peniup Seruling” mengandung beberapa nilai akhlak di dalamnya antara lain, nilai akhlak istiqamah, nilai akhlak pembiasaan diri, nilai akhlak tawadhu‟, dan nilai akhlak syaja‟ah. Dari semuannya itu merupakan bagian dari nilai-nilai akhlak pribadi yang di contohkan Rasulullah SAW sebagai pedoman akhlak umat muslim. Dengan adanya kandungan nilai- nilai akhlak semakin menegaskan eksistensi serial Islamic Princess khususnya yang berjudul “Princess Aliya dan Nenek Peniup Seruling “ yang mengandung nilai-nilai akhlak yang perlu dikomunikasikan sejak dini pada anak generasi penerus bangsa.

  Berdasarkan karya tulis di atas bahwa dalam penelitian tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, yang menjadi persamaannya adalah dalam subjek penelitian sama yaitu nilai- nilai akhlak sedangkan dalam metode yang digunakan sama halnya dengan menggunakan deskriptif kualitatif. Yang membedakan adalah dalam teknik pengumpulan datanya. Data dalam penelitian tersebut menggunakan data dari sumber cerita. Sedangkan dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara serta dokumentasi.