TUGAS AKHIR - TINGKAT LAJU KOROSI ATMOSFERIK BERDASARKAN JARAK DARI GARIS PANTA - Repository utu

TUGAS AKHIR

TINGKAT LAJU KOROSI ATMOSFERIK BERDASARKAN
JARAK DARI GARIS PANTAI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Yang Diperlukan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Pada Universitas Teuku Umar

Disusun Oleh :

Nama

: ERLIKA SAPUTRA

NIM

: 06C10202005

JURUSAN : TEKNIK MESIN
BIDANG


: TEKNIK PEMBENTUKAN
DAN MATERIAL

JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUYARENG – MEULABOH
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pasca tsunami 2004 di Aceh terjadi peningkatan pembangunan
infrastruktur seperti jembatan, dermaga, mesjid, sekolah, serta bangunan publik
dimana penggunaan baja yang cukup besar sebagai bahan utama dalam kontruksi.
Sehingga sangat perlu diperhatikan aspek-aspek kerugian yang diakibatkan oleh
korosi khususnya korosi atmosferik. Korosi atmosferik merupakan degradasi dan
pengrusakan bahan logam karena berinteraksi dengan atmosfer ( lingkungan ) dan
diperparah dengan adanya polutan seperti gas-gas atau zat garam yang terkandung
di udara [1].

Selain Ion klorida dan polutan kondisi cuaca bisa mempengaruhi korosi
atmosferik yang terjadi seperti kelembaban udara relative, temperatur, curah
hujan, arah dan kecepatan angin juga ikut berperan dalam mekanisme korosi
atmosferik. Sejauh ini penelitian tentang laju korosi atmosferik di wilayah Aceh
Barat sudah dilakukan [2]. Penelitian tersebut menggunakan jenis logam yang
biasa di gunakan untuk pembangunan infrastruktur di wilayah Aceh Barat dan
sekitarnya.
Dari penelitian tersebut di ketahui bahwa dampak perubahan iklim yang
terjadi pasca tsunami 2004 sangat berpengaruh terhadap korosi pada baja
infrastruktur dan pada penelitian tersebut hanya melihat pengaruh lokasi eksposur

1

2

dari pinggiran pantai sedangkan pada penelitian yang penulis lakukan saat ini
untuk melihat pengaruh jarak lokasi eksposur dari garis pantai ke daratan terhadap
laju korosi atmosferik pada baja kontruksi.
1.2.Rumusan Masalah
Perubahan iklim di sepanjang pantai pasca 10 tahun terjadinya tsunami

menyebabkan tingkat kerusakan pada kontruksi yang menggunakan baja semakin
meningkat, khususnya yang diakibatkan oleh korosi. Oleh karena itu perlu adanya
data laju korosi atmosferik berdasarkan pengaruh jarak dari garis pantai sebagai
pedoman dalam pemilihan bahan logam untuk kontruksi menjadi salah satu faktor
penting dalam perencanaan struktur pada bangunan, penentuan lokasi dan
perencanaan perawatan untuk menghindari kerusakan dini di berbagai kontruksi
infrastruktur akibat serangan korosi.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya untuk melihat pengaruh jarak lokasi ekspos
dari garis pantai terhadap tingkat laju korosi atmosferik pada baja kontruksi.
Adapun baja kontruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja plat, strip,
siku, segi empat dan tulangan. Pengukuran laju korosi atmosferik hanya dilakukan
pada tiga lokasi yaitu, Pasi Ujung Kalak, Beureugang, dan Lokasi pabrik PT. KTS
(Padang Sikabu) kabupaten Aceh Barat

3

1.4. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian adalah dapat mengetahui tingkat laju korosi Atmosferik
pada masing-masing spesimen uji berdasarkan perbedaan lokasi ekspose.

1.5. Manfaat Penelitian.
Beberapa manfaat yang diharapkan dapat di hasilkan dari penelitian ini
adalah :
1. Dapat dijadikan sebagai rujukan dasar dalam menentukan jenis material
yang sesuai dalam perencanaan struktur pada bangunan di kawasan Aceh
barat.
2. Data Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian
selanjutnya tentang korosi atmosferik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Korosi
Korosi didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu bahan terutama logam

yang disebabkan oleh reaksi antara bahan tersebut dengan lingkungan sekitarnya
[3]. Korosi merupakan peristiwa penurunan mutu logam akibat berinteraksi
dengan lingkungannya, Secara kimiawi korosi merupakan suatu proses

elektrokimia [4].
2.2.

Jenis - Jenis Korosi
Bedasarkan jenis dan produk, korosi biasanya digolongkan kedalam

delapan bentuk [4], yaitu:
1. Korosi Merata (Unifom Corrosion)
Bentuk korosi yang paling umum dijumpai adalah korosi merata. Korosi
ini terjadi bila permukaan logam terdapat beda potensial yang dapat
menimbulkan daerah anoda dan daerah katoda, reaksi kimia dan reaksi
elektrokimia berlangsung secara seragam diseluruh permukaan logam yang
tidak terisolasi. Logam yang mengalami kerusakan ini lambat laun akan
menjadi tipis dan pada akhirnya akan kehilangan daya gunanya.
2. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
Korosi ini terjadi karena ada dua logam dengan beda potensial yang
terdapat didalam suatu elektrolit. Sehingga logam yang anodik akan lebih

4


5

cepat terserang oleh korosi. Sedangkan logam yang lebih katodik akan
terlindungi dari serangan korosi.
3. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi celah ialah bentuk korosi lokal yang terjadi diantara celah-celah
atau daerah yang tersembunyi pada permukaan logam yang berada didalam
lingkungan korosif. Pada dasarnya korosi ini terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi oksigen atau ion logam antara daerah celah dengan udara dan
sekitarnya.
4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Korosi ini timbul dengan terbentuknya lubang-lubang pada permukaan
suatu logam yang diakibatkan oleh adanya ion-ion reaktif. Adanya oksigen
juga mempercepat proses korosi ini. Suatu anoda akan terbentuk pada bagian
pelindung, lapisan yang tidak rusak akan bertindak sebagai katoda. Akibat
korosi ini akan terjadi lubang sehingga semakin lama semakin dalam.
5. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi batas butir sering terjadi paada baja tahan karat sebagai akibat dari
proses perlakuan panas atau pengelasan. Dalam kondisi tertentu bidang antara
muka butiran (grain interface) menjadi sangat relative dan menyebabkan

korosi batas butir, yaitu korosi lokal pada batas butir, sementara butiran itu
sendiri tidak mengalami korosi.

6

6. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Proses korosi ini timbul bila cairan yang mengalir mengandung partikelpartikel padat yang bergesekan langsung dengan permukaan material sehingga
akan merusak lapisan lindung dari logam.
7. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)
Korosi tegangan adalah korosi pada logam akibat tegangan yang diberikan
dan logam berada dalam media yang korosif, sehingga logam mengalami
suatu retakan. Korosi ini dipengaruhi oleh suatu faktor tegangan dan reaksi
elektrokimia pada lingkungan yang korosif.
8. Korosi selektif
Korosi ini terjadi karena terlarutnya suatu ungsur paduan yang bersifat
lebih anodik dari suatu paduan. Seperti halnya kejadian peluruhan seng pada
kuningan dengan kadar sengnya tinggi yang dikenal dengan proses
dezincification.
2.3.


Pengertian Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik merupakan degradasi dan rusaknya bahan logam karena

berinteraksi dengan atmosfer. Kerusakan akibat korosi atmosferik ini semakin
parah dengan adanya polutan yang terkandung di udara [1,5]. Korosi atmosferik
tergolong dalam korosi merata karena produk korosi terjadi secara merata pada
suatu bahan logam
Korosi terjadi akibat zat-zat aktif yang berasal dari udara sekitar, maka
korosi ini dinamakan korosi atmosferik. Zat-zat aktif yang terutama dapat
mengakibatkan korosi atmosferik ini adalah polutan akibat pembakaran bahan

7

bakar fosil (seperti SO2) yang banyak dijumpai di daerah perkotaan (urban), dan
ion klorida yang banyak terkandung di udara di daerah tepi pantai (marine). Di
daerah pedesaan (rural), walaupun kadar polutan rendah (atau bahkan dapat
diabaikan), korosi atmosferik dapat disebabkan oleh uap air, oksigen dan karbon
dioksida [6].
Selain ion-ion yang terkandung di udara, faktor penting pendukung korosi
atmosferik lainnya adalah Waktu Kebasahan (Time of Wetness, atau TOW), atau

lamanya uap air berada di permukaan logam. Lapisan uap air ini dapat disebabkan
oleh hujan, salju, proses pengembunan, dan proses kapilarisasi [6].
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi korosi atmosferik dapat
dikategorikan menjadi deposisi basah (pH, konduktivitas, ion-ion positif dan
negatif seperti sulfat, nitrat, ion natrium, ion hidrogen), deposisi kering (SO 2,
NO2), faktor meteorologis (arah dan kecepatan angin, suhu, kelembaban relatif,
radiasi matahari, curah hujan), dan faktor lainnya seperti suhu permukaan
spesimen. Namun faktor terpenting adalah kandungan SO2 dan klorida, serta
TOW [8].
Korosi atmosferik dapat dikatakan merupakan proses yang rumit yang
ditentukan oleh banyak variabel, terutama variabel-variabel yang berkaitan
dengan cuaca. Karena itu, laju korosi atmosferik sangat ditentukan oleh kondisi
iklim lokal yang akan berubah baik secara alami (misalnya musim), ataupun
karena faktor manusia (misalnya pembangunan) [6].
Serangan korosi atmosferik dapat bersifat merata (uniform) ataupun
terlokalisasi seperti dicontohkan pada Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik
yang bersifat merata biasanya terjadi pada baja dan tembaga. Sedangkan pada

8


material seperti aluminium dan paduannya, zinc (termasuk pelapis zinc pada baja
seperti pada “seng” yang digunakan sebagai atap rumah), baja tahan karat dan
nikel, serangan korosi atmosferik biasanya bersifat lokal [6].

produk
korosi

(a)

(b)

Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik yang bersifat (a) merata, (b) lokal
Sumber : ASM Internation
Serangan korosi merata, laju korosi yang terjadi besarnya hampir sama di
seluruh permukaan bahan, sehingga permukaan bahan akan ditemukan dalam
keadaan terselimuti produk korosi. Jika lapisan produk korosi ini bertahan di atas
permukaan bahan logam tersebut, maka logam tersebut secara prinsip
elektrokimia korosi akan berhenti dari proses korosi (atau disebut menjadi pasif),
hanya saja penampilan bahan tersebut akan menjadi relatif buruk. Namun pada
kenyataannya, produk korosi ini mungkin saja akan hilang, misalnya akibat angin

atau hujan. Jika produk korosi ini hilang, maka proses korosi akan dimulai
kembali pada permukaan yang baru. Sehingga permukaan bahan logam tersebut
akan menipis sedikit demi sedikit [6].
Serangan korosi atmosferik yang terlokalisasi terjadi pada satu titik dimana
proses korosi terkonsentrasi, mengakibatkan percepatan laju korosi pada lokasilokasi tertentu. Serangan korosi atmosferik lokal biasanya dikaitkan dengan
kandungan ion klorida di udara, seperti udara di daerah pantai [8].

9

2.4.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik sangat dipengaruhi kondisi cuaca lokal, sehingga tidak

ada dua tempat di dunia ini yang memiliki karakteristik korosi atmosferik yang
sama satu dengan yang lain [7] . Parameter atmosferik yang sangat mempengaruhi
laju korosi atmosferik adalah kelembaban udara relatif, temperatur, curah hujan,
arah dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara sekitar [8].
Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan
ion klorida, sehingga kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara
digunakan sebagai basis dalam menentukan kategori korosivitas atmosfer pada
suatu lokasi atau lingkungan. SO2 berasal dari polusi industri, yang jika terlarut
dalam larutan akuatik di permukaan logam akan membentuk H 2S atau H2SO4
yang akan mempercepat laju korosi atmosferik. Ion klorida dalam salinitas udara
akan terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan kemudian menyerang
logam, sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di permukaan logam.
Apabila suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida sangat tinggi,
seperti daerah industri di tepi laut, maka dapat diperkirakan daerah tersebut akan
memiliki karakter atmosfer dengan laju korosi atmosferik yang sangat tinggi [6].
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses korosi antara lain
sebagai berikut :
a. Temperatur
Temperatur berpengaruh terhadap kenaikan laju korosi bahkan dalam
suatu larutan yang bertemperatur mendekati temperatur kamar, jika sebagian dari
logam memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya, maka
bagian yang lebih tinggi menjadi anodik.

10

b. Kelembaban udara relatif
Kelembaban relatif dari suatu campuran udara-air didefinisikan sebagai
rasio dari tekanan parsialuap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air
pada temperatur tersebut.
c. Perbedaan Potensial
Penggunaan dua logam yang mempunyai potensial yang berbeda dalam
suatu lingkungan tanpa isolasi diantara kedua logam tersebut akan menyebabkan
terjadinya korosi pada salah satu logam. Logam yang mempunyai potensial lebih
tinggi pada deret galvanic akan bersifat katodik (terlindung dari korosi) sedangkan
yang lebih rendah akan menjadi anodik (terkorosi).
d. Kondisi Permukaan
Kondisi suatu permukaan suatu material akan dapat mempengaruhi proses
terjadinya korosi, ada atau tidaknya lapisan tipis dan keberadaan zat-zat asing
dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap inisiasi dan kecepatan korosi
e. Tegangan Sisa
Proses mekanis yang dilakukan pada suatu bahan atau material akan
menimbulkan tegangan sisa pada daerah tertentu pada material tersebut, misalnya
proses pengelasan. Daerah yang mangalami tegangan yang lebih besar akan
menjadi anoda dan akan terkorosi lebih cepat.
f. Waktu
Semakin lama suatu bahan atau material yang tidak ada proses
pengendalian, maka Jumlah produk korosi biasanya bertambah dengan
meningkatnya waktu.

11

2.5.

Aspek Elektrokimia Korosi
Proses korosi merupakan reaksi kimiawi antara bahan logam dengan

lingkungan sekitarnya. Pada logam, reaksi ini biasanya adalah reaksi elektrokimia,
yang berarti melibatkan reaksi reduksi-oksidasi.
Reaksi reduksi-oksidasi terjadi karena adanya perbedaan potensial antara
dua permukaan. Perbedaan potensial ini mengakibatkan terjadinya aliran elektron
(di besi itu sendiri yang berfungsi sebagai konduktor) dan aliran ion (di dalam
elektrolit). Perbedaan potensial ini adalah gambaran dari energi yang tersimpan di
dalam bahan logam tersebut. Energi ini dapat berasal dari proses pengolahan bijih
(tidak berlaku untuk logam mulia), cacat permukaan atau intrusi.
Reaksi reduksi dan oksidasi terjadi pada jenis permukaan yang berbeda.
Elektron mengalir dari permukaan dengan potensial lebih negatif ke permukaan
yang lebih positif. Permukaan yang lebih negatif ini disebut anoda, sedangkan
yang lain disebut katoda. Sebagai contoh, pada Gambar 2.2

(a
)

(b)

Gambar 2.2. Korosi pada besi (Fe) (a) di dalam larutan asam klorida, (b)
akibat tergalvanisasi dengan platinum (Pt) di dalam suatu elektrolit

12

Proses yang terjadi (untuk kedua kasus) adalah :

Fe  Fe 2  2e

Reaksi oksidasi

(2.1)

2H   2e   H 2

Reaksi reduksi

(2.2)



Fe 2  2Cl   FeCl 2

Pembentukan produk korosi

(2.3)

Pada Gambar 2.2 (a), sebagian permukaan besi bersifat katodik (bertindak
sebagai katoda), sebagian lainnya bersifat anodik. Elektron mengalir di badan besi
itu sendiri yang berfungsi sebagai konduktor. Dengan adanya elektrolit asam
hidroklorida pada permukaan besi, maka proses korosi dapat dimulai. Karena
secara umum tidak mungkin menghindari cacat permukaan, intrusi ataupun
residual energi akibat proses yang melibatkan penambahan energi (pengolahan
bijih, perlakuan panas/dingin, pengelasan), maka korosi pada suatu logam dengan
dirinya sendiri tidak mungkin dihindari.
Pada Gambar 2.2 (b), potensial besi lebih negatif daripada platinum
sehingga besi bertindak sebagai anoda dan platinum sebagai katoda. Korosi yang
melibatkan lebih dari satu logam seperti ini disebut korosi galvanis. Suatu bahan
logam akan terkorosi jika tergalvanisasi (atau terhubung) dengan logam lain,
seperti korosi pada baut penyambung flens. Salah satu penyebab korosi pada
umumnya adalah karena tidak sempurnanya isolasi suatu logam dengan logam
lain.
Kelanjutan dari reaksi oksidasi adalah bersenyawanya besi dengan ion
klorida dari asam klorida, seperti pada reaksi (2.3). Persenyawaan ini disebut
produk korosi. Produk korosi, atau persenyawaan besi dengan ion-ion negatif ini
adalah bentuk setimbang besi, yaitu besi dengan keadaan energi minimum.

13

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa korosi elektrokimia dapat
terjadi jika terdapat elektrolit (atau zat penghantar ion) dan dimungkinkannya
aliran elektron antar dua permukaan. Proses korosi ini akan melibatkan reaksi
reduksi dan oksidasi.
2.6.

Elektrokimia Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik (pada logam) terjadi pada udara terbuka, diakibatkan

oleh zat-zat aktif di udara seperti polutan atau uap air, dan dipengaruhi oleh
parameter-parameter iklim. Mekanisme yang terjadi adalah elektrokimia, seperti
pada contoh Gambar 2.2. Pada umumnya, korosi atmosferik terjadi seperti pada
contoh Gambar 2.1 (a), yaitu bersifat merata. Jika logam yang berada di udara
terbuka juga tergalvanisasi, maka laju korosi akan lebih tinggi lagi.
Reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi pada korosi atmosferik melibatkan ionion dari udara seperti uap air, oksigen atau polutan seperti SO2 atau ion klorida.
Contoh berikut adalah reaksi reduksi-oksidasi korosi besi dengan oksigen dalam
lingkungan terhidrasi (misalnya besi dalam udara lembab):

Fe  Fe 2  2e

Reaksi oksidasi

(2.4)

1
O2 H 2O  2e  2OH 
2

Reaksi reduksi

(2.5)

Fe 2  2OH   FeOH 2

Pembentukan produk korosi

(2.6)

4Fe 2  4H   O2  4Fe 3  2H 2O

(2.7)

Fe 3  3OH   FeOH 3

(2.8)

Pembentukan produk korosi

Reaksi oksidasi membentuk ion besi (II) (Fe2+), sedangkan reaksi reduksi
menghasilkan ion hidroksida (OH -). Ion besi(II) ini bereaksi dengan ion

14

hidroksida (reaksi 2.6) membentuk produk korosi besi(II) hidroksida (Fe(OH)2 )
yang berwarna hijau atau biru.
Ion besi (II) juga bereaksi dengan oksigen dan ion hidrogen (reaksi 2.7)
menjadi ion besi (III) (Fe3+). Ion besi (III) bereaksi lebih lanjut (reaksi 2.8)
menjadi besi (III) hidroksida (Fe(OH)3) yang berwarna kecoklatan. Karat yang
sering terlihat sebagai produk korosi adalah besi (III) diroksida ini.
Seperti ditunjukkan oleh reaksi (2.5) hingga (2.8), pada proses korosi besi
dalam udara lembab ini, besi (Fe) terurai menjadi ion besi dan akhirnya dapat
membentuk dua jenis produk korosi. Secara visual, besi ini akan tampak
terselimuti oleh produk korosi yang umumnya berwarna kecoklatan, yaitu karat.
Besi itu sendiri akan mengalami penipisan (kehilangan massa). Besi juga akan
beresiko mengalami penurunan kekuatan.
Proses korosi ini tak dapat dihindari, namun dengan penanganan yang
tepat, dapat diminimalisir lajunya, dan akhirnya kerugian yang dapat ditimbulkan
juga dapat diminimalisir. Cara praktis dalam melakukan hal ini adalah dengan
memisahkan bahan logam dengan lingkungannya (coating) dan pemilihan bahan
logam yang sesuai untuk lingkungan kerja. Kedua hal ini perlu dilakukan dalam
perencanaan penggunaan bahan logam.
2.7.

Pengukuran Laju Korosi Atmosferik
Pengukuran laju korosi atmosferik dapat dilakukan dengan dua metode

[8],tergantung kepada perspektif dalam menentukan korosi atmosferik, apakah
dari perspektif bahannya atau dari faktor-faktor penyebabnya. Pengujian
berdasarkan perspektif yang pertama melibatkan spesimen secara langsung,

15

dengan mengukur kehilangan massa yang dapat diakibatkan korosi yang
disebabkan udara pada suatu lingkungan.
Metode ini melibatkan proses eksposur (exposure) sampel bahan pada
udara terbuka, hingga sampel bahan tersebut terkorosi. Sampel bahan ini biasanya
dipotong dalam bentuk-bentuk yang praktis disebut kupon (coupon). Seiring
waktu spesimen akan mengalami penipisan akibat kehilangan massa. Pengukuran
kehilangan massa dalam interval waktu tertentu (per hari, minggu atau bulan,
bergantung kepada laju korosinya secara visual) dilakukan, dan laju korosi
atmosferik pada lokasi tersebut, untuk bahan logam yang diuji, dapat ditentukan
dan direpresentasikan dalam satuan penetrasi per tahun (seperti mils per tahun
atau milimeter per tahun).
Pengujian ekspos merupakanbentuk yang paling sederhana dalam
pengukuran korosi atmosferik[8].Pengujian ekspos hanya mempertimbangkan
variabel kehilangan massa, dengan mengasumsikan bahwa semua faktor-faktor
korosi atmosferik direpresentasikan dalam bentuk kehilangan massa. Karena itu
persiapan pengujian metode pertama lebih praktis dari pada metode kedua.Pada
metode kedua jumlah pengukuran yang harus dilakukan lebih banyak dengan jenis
peralatan yang lebih banyak.
Pengukuran kehilangan massa dalam interval waktu tertentu (per hari,
minggu atau bulan, bergantung kepada laju korosinya secara visual) dilakukan,
dan laju korosi atmosferik pada lokasi tersebut, untuk bahan logam yang diuji,
dapat ditentukan dan direpresentasikan dalam satuan penetrasi per tahun (seperti
mils per tahun atau milimeter per tahun), melalui persamaan berikut [9].

16

Laju korosi 

K W
mpy
D  AT
y

2.9

dimana :
K = konstanta konversi satuan laju korosi, (Tabel 2.2)
W = kehilangan massa, gram
D = massa jenis, g/cm3
A = luas permukaan, cm2
T = waktu eksposur, jam
Tabel 2.2. Nilai K untuk persamaan (2.9)
No

Satuan laju korosi

Nilai K

1

Mils per tahun (mpy)

3.45 X 106

2

Milimeter per tahun (mm/y)

8.76 X 104

3

Gram per meter kuadrat per jam (g/m2.h)

1.00 X 104 x D

Sumber : ASTM G – 1
Dari hasil perhitungan laju korosi kemudian melihat perbandingan standar
tingkat laju korosi pada baja dan nikel paduan bagus atau tidak dapat dilihat pada
Tabel 2.3.

17

Tabel. 2.3. Kriteria laju korosi pada baja nikel paduan

Relative

Approximate metric equivalent *

Corrosion

mm

µm

nm

pm

resistance*

Mpy

yr

yr

hr

sec

Outstanding