BAB II TINJAUAN PUSTAKA - KUN WISNU BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keamanan Pangan Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-

  zat atau bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam bahan makanan atau makanan jadi (Moehyi, 2000). Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman setara bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto, 2006).

2. Saus Cabai Isi Ulang

   Saus cabai adalah saus yang diperoleh dari pengolahan bahan

  utama cabai (Capsicum annum) yang matang dan baik dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan. Dalam proses pemanasan, ada dua faktor yang harus diperhatikan yaitu jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba patogen dan jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan (Depkes RI, 2006). Saus isi ulang adalah saus dalam kemasan plastik yang diisi ulang ke dalam botol yang telah tersedia di kantin, warung atau pedagang kaki lima. Pengemasan atau isi ulang merupakan pembungkusan, pewadahan atau pengepakan yang merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan dan dapat mencegah terjadinya kerusakan

  • – kerusakan pada bahan yang dikemas atau di bungkus (Imelda, 2009).

3. Hygiene Sanitasi

  a. Definisi

   Sanitasi pada makanan mengarah pada usaha untuk

  menciptakan dan memperbaiki suatu kondisi yang dapat mencegah kontaminasi bahan makanan yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Hygiene dapat didefenisikan sebagai tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa suatu makanan terbebas dari zat- zat yang berbahaya, berbagai macam zat atau substansi yang berbahaya ini bisa terdapat baik di dalam maupun di luar dari makanan tersebut (Depkes RI, 2004).

  b. Aspek Hygiene Sanitasi Makanan

   Aspek hygiene sanitasi makanan adalah aspek pokok dari

  sanitasi makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan

  hygiene

  makanan. Aspek hygiene sanitasi makanan terdiri dari empat bagian, yaitu : 1) Kontaminasi atau pencemaran. 2) Keracunan makanan. 3) Pembusukan. 4) Pemalsuan (Depkes RI, 2004).

  c. Prinsip Hygiene Sanitasi pada Makanan dan Minuman

   Prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah

  pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat atau bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat enam prinsip

  hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu pemilihan bahan

  makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan, penyimpanan makanan, pengangkutan, dan penyajian (Depkes RI, 2004).

  4. Mikroba Patogen

  Mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, untuk melihatnya diperlukan alat mikroskop cahaya. Mikroba patogen adalah mikroba yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia seperti bakteri TBC, tifus, disentri, kolera dan sebagainya. Bakteri-bakteri tertentu dapat juga menghasilkan racun yang jika termakan akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia. Di samping bakteri, kapang juga dapat menghasilkan racun seperti Aspergillus flavus yang menghasilkan racun aflatoksin. Kapang ini sering tumbuh pada biji-bijian seperti jagung, dan kecang-kacangan seperti kacang tanah, jika kondisi penyimpanannya buruk yaitu hangat dan lembab (Makfoeld, 1993). Mikroba tumbuh dengan baik pada bahan yang lingkungannya lembab dan hangat, mengandunng zat gizi baik seperti pada bahan pangan, pada lingkungan yang kotor. Oleh karena itu, bahan pangan mudah sekali diserang mikroba jika berada pada lingkungan yang kotor. Cemaran mikroba patogen dan mikroba penghasil racun ini merupakan bahaya biologis dalam pangan (Rahayu, 2002).

  

Cemaran adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam makanan

  yang mungkin berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses produksi makanan, dapat berupa cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (BPOM RI, 2009).

  

Cemaran biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal

  dari bahan hayati, dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti cemaran protozoa dan nematoda (BPOM RI, 2009).

  5. Diare

  a. Definisi Diare Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya atau lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari (Depkes RI, 2005). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang melebihi biasanya atau lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja (Sardjana, 2007).

  b. Klasifikasi Diare Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi menjadi empat, yaitu:

  1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat dari diare akut adalah dehidrasi yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita. 2) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjannya.

  Akibat dari disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kemungkinan terjadinya komplikasi mukosa. 3) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penderita mengalami penurunan berat badan dan gangguan metabolism. 4) Diare dengan masalah lain, yaitu apabila pasien menderita diare (diare akut dan persisten) disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

  c. Etiologi Diare Menurut Widoyono (2008) dan Depkes (2000), etiologi diare dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu :

  1) Virus : Rotavirus dan Adenovirus 2) Bakteri : Shigella dysenteriae, Salmonella sp., E.coli, golongan Vibrio cholerae, Clostiridium perfringens.

  3) Parasit : Entamoeba histolytica, Protozoa, Giardia lamblia, Cryptosporidium andersoni.

  4) Makanan : makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang. 5) Alergi makanan atau minuman yang tidak dapat dicerna dengan baik. 6) Imunodefisiensi

  d. Patofisiologi Diare Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi di bawah ini yaitu :

  1) Diare Sekretorik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa atau minum (Simadibrata, 2006).

  2) Diare Osmotik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgS , Mg(OH , malabsorpsi umum dan efek dalam absorpsi mukosa usus, seperti pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006). 3) Malabsorpsi Asam Empedu dan Lemak

  Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006). 4) Gangguan Permeabilitas Usus

  Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).

  5) Diare Inflamasi Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).

  6) Diare Infeksi Diare yang disebabkan infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering (Simadibrata, 2006).

6. Uji ALT

  Menurut WHO pada tahun 2011, ALT disebut juga dengan angka lempeng heterotropik (Heterotropic Plate Count/HPC) merupakan indikator keberadaan mikroba heterotropik termasuk bakteri dan kapang yang sensitif terhadap proses desinfektan seperti bakteri

  

coliform , mikroba resisten desinfektan seperti pembentuk spora dan

  mikroba yang dapat berkembang cepat pada air olahan tanpa residu desinfektan. Meski telah mengalami proses desinfeksi yang berbeda, umum bagi mikroba tumbuh selama perlakuan (treatment) dan distribusi dengan konsentrasi berkisar 104-105 sel/ml. Nilai ALT bervariasi tergantung berbagai faktor diantaranya kulitas sumber air, jenis perlakuan, konsentrasi, residu desinfektan, lokasi sampling, suhu air mentah, waktu pengujian, metode uji meliputi suhu dan waktu inkubasi. Pada pengujian ALT menggunakan media PCA (Plate Count

  

Agar ) sebagai media padatnya. Digunakan pula pereaksi Triphenyl

Tetrazolium Chloride 0,5% (TTC) (BPOM RI, 2008).

  Perhitungan jumlah bakteri yang hidup (viable count ) menggambarkan sel yang hidup, sehingga lebih tepat apabila dibandingkan dengan cara total cell count. Pada metode ini setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dengan lingkungan yang sesuai. Koloni bakteri adalah kumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis dan mengelompok membentuk suatu koloni. Setelah diinkubasi maka akan diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroba dalam suspensi tertentu (Hadioetomo, 1993). Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu sel mikroba, ada beberapa mikroba tertentu yang cenderung mengelompok atau berantai. Bila ditumbuhkan pada media dan lingkungan yang sesuai, kelompok bakteri ini akan menghasilkan suatu koloni. Oleh karena itu, sering digunakan istilah Colony Forming Unit (CFU) untuk menghitung jumlah mikroba hidup. Sebaiknya hanya lempeng agar yang mengandung 1x koloni/g saja yang digunakan dalam perhitungan (SNI, 2006). Koloni umumnya dihitung pada standar medium agar adalah antara 25 sampai 250 koloni. Kisaran ini dihitung untuk mengetahui jumlah bakteri (Sutton, 2011). Pengenceran sangat penting untuk menghindari koloni bakteri yang saling menumpuk karena konsentrasi sangat pekat, sehingga didapatkan koloni yang terpisah dan dapat dihitung dengan mudah. Pengenceran ini sangat membantu terutama untuk sampel yang memiliki cemaran sangat tinggi (BPOM RI, 2008).

7. Uji APM Coliform

  Semua metode identifikasi total coliform membutuhkan kultur dari sampel. Proses pembiakan membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua hari. Prosedur uji laboratorium yang dapat digunakan untuk menentukan keberadaan total coliform yaitu menggunakan sejumlah tabung reaksi dan mengukur jumlah produksi gas selama dua hari inkubasi. Hasil dinyatakan dalam istilah MPN/g sampel (Hazen, 2010). Perhitungan koloni bakteri berdasarkan atas aktivitas bakteri tersebut dalam melakukan metabolisme. Metode ini disebut juga sebagai APM. Metode APM umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri coliform yang merupakan kontaminan. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak memiliki spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 35°C. Penentuan Coliform faecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lainnya (Arthur, 2010). Menurut BPOM RI (2006) prinsip pengujian APM coliform yaitu pertumbuhan bakteri coliform setelah cuplikan diinokulasi pada media cair yang sesuai, dengan mengamati adanya reaksi fermentasi dan pembentukan gas dalam tabung durham. Ada dua tahap pengujian APM coliform, uji pendugaan dan uji penegasan.

  

Coliform adalah bakteri yang bersifat anaerob, termasuk ke dalam

  bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan gas pada suhu 35°C-37°C. Gangguan yang ditimbulkan pada manusia sehat adalah mual, nyeri perut, muntah, diare, berak darah, demam tinggi, bahkan pada beberapa kasus bisa terjadi kejang dan kekurangan cairan atau dehidrasi. Bakteri coliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim digunakan sebagai indikator, dimana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Berdasarkan penelitian, bakteri coliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun seperti Indol dan Skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh. Coliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Selain itu, coliform juga memiliki daya tahan yang lebih tinggi daripada patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan. Penyakit yang ditularkan melalui air biasanya diakibatkan oleh bakteri coliform. Mereka biasanya ditemukan di saluran sistem pengolahan air (Dirgantara, 2010).

8. Identifikasi S. aureus

  a. Definisi Bakteri S. aureus Menurut Jawetz et al. (2008) S. aureus merupakan sel sferis gram positif berbentuk bulat, berdiameter 1μm tersusun dalam kelompok seperti anggur yang tidak teratur. S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37°C tetapi, pada pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar (20-35°C). Koloni pada media yang padat berbentuk bulat, lembut, mengkilat. S.aureus biasanya membentuk koloni abu-abu hingga kuning emas. Menurut Syahrurachman et al. (2010) pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Pada lempeng agar darah umumnya koloni lebih besar dan pada varietas tertentu koloninya dikelilingi oleh zona hemolisis. S. aureus adalah bakteri Gram-positif, dengan diameter 0,5- 1,5 µm, yang tersusun lebih dari satu kelompok membentuk seperti anggur yang tidak teratur. Untuk saat ini, ada 32 spesies dan 8 sub-spesies dalam genus Staphylococcus, banyak yang menjadi bakteri patogen pada tubuh manusia (Harris, 2002).

  b. Klasifikasi S. aureus Menurut Syahrurachman et al. (2010) Klasifikasi S. aureus meliputi: Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus

  c. Karakteristik S. aureus

   Menurut Syahrurachman et al. (2010) berdasarkan bakteri

  yang tidak membentuk spora, maka S. aureus termasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14 minggu. Penyakit yang diakibatkan oleh S. aureus disebabkan oleh masuknya toksin dalam makanan yang menyebabkan keracunan makanan (Health Protection Agency, 2009).

  d. Parameter faktor pertumbuhan S. aureus terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Parameter faktor pertumbuhan S. aureus Pertumbuhan Produksi Enterotoksin

  Faktor Pembatas Optimum Kisaran Optimum Kisaran Suhu (°C) 35-37 7-48 35-40 10-45 Enterotoksin A.

  5,3-6,8 pH 6,0-7,0 4,0-9,8 4,8-9,0 Enterotoksin lain 6-7

  

Konsentrasi NaCl 0.5-4.0% 0-20% 0.5% 0-20%

Aktivitas air (a w ) 0.98-0.99 0.83-0.99 > 0.99 0.86-0.99 2 Kondisi Atmosfer Aerob Aerob Anaerob 5-20% DO Aerob Anaerob (Adams dan Moss, 2008)

9. Uji Angka Kapang Khamir (AKK)

  a. Definisi Kapang Khamir Kapang adalah sekelompok mikroba yang tergolong dalam fungi dengan ciri khas memiliki filamen (miselium). Kapang termasuk mikroba yang penting dalam mikrobiologi pangan karena selain berperan penting dalam industri makanan, kapang juga banyak menjadi penyebab kerusakan pangan. Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Waluyo, 2007).

  b. Sifat Fisiologi Kapang Khamir 1) Kebutuhan air

  Pada umumnya kebanyakan kapang membutuhkan aw minimal untuk pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan khamir dan bakteri. Kadar air bahan pangan kurang dari 14-15%, misalnya pada beras dan serealia, dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhan kebanyakan khamir. 2) Suhu pertumbuhan

  Kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30 tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37 atau lebih tinggi. Beberapa kapang bersifat psikrotrofik dan beberapa bersifat termofilik. 3) Kebutuhan oksigen dan pH

  Semua kapang bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat pada kisaran pH yang luas, yaitu 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah. 4) Makanan

  Pada umumnya kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dari yang sederhana hingga kompleks. Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, misal amylase, pektinase, proteinase dan lipase, oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid. 5) Komponen penghambat

  Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya. Komponen itu disebut antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh

  

Penicillium chrysogenum dan clavasin yang diproduksi oleh

. Aspergillus clavatus

  Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan khamir dan bakteri. Oleh karena itu jika kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali kapang dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan

  miselium dapat berlangsung dengan cepat (Waluyo, 2007).

  c. Klasifikasi Kapang Khamir Berdasarkan ada tidaknya septa dibedakan beberapa kelas yaitu (Waluyo, 2007):

  1) Kapang tidak bersepta

  a) Kelas Oomycetes (spora seksual disebut oospora) terdiri dari ordo saprolegniales (spesies Saprolegnia) dan ordo Peronosporales (spesies Pythium).

  b) Kelas Zygomycetes (spora seksual zigospora) terdiri dari ordo Mucorales (spora aseksual adalah sporangiospora) seperti: Mucor mucedo, Zygorrhynchus, Rhizopus, Absidia dan Thamnidium. 2) Kapang bersepta

  a) Kelas fungi tak sempurna tidak mempunyai spora seksual (1) Ordo Moniales

  (a) Famili Monialiaceae: Aspergillus, Penicillium, Trichothecium, Geotrichum, Neurospora, Sporatrichum, Botrytis, Cephalosporium, Trichoderma, Scopulariopsis, Pullularia.

  (b) Famili Dematiceae: Cladosporium, Helminthosporium, Alternaria, Stempylium.

  (c) Famili Tuberculariaceae: Fusarium. (d) Famili Cryptococcaceae (fungsi seperti khusus atau false yeast): Candida (khamir).

  (e) Famili Rhodoto rulacee: Rhodotorula (khamir).

  (2) Ordo Melanconiales : Colletotrichum, Gleosporium, Pestalozzia.

  (3) Ordo Sphaeropsidales (konidia berbentuk botol, dinamakan piknidia): Phoma, Dlipodia.

  b) Kelas Ascomycetes Spora seksual adalah askospora, sperti : jenis Endomyces, Monascus, Sclerotinia. Yang termasuk dalam fungi imperfecti: Neurospora, Eurotium (tahap seksual dari Aspergillus) dan Penicillium.

  d. Jenis Kapang Khamir yang Sering Merusak Pangan Jenis kapang khamir yang sering merusak pangan dapat dilihat pada tabel 2.2. (Waluyo, 2007).

Tabel 2.2. Jenis Kapang Khamir yang Sering Merusak Pangan

  Jenis Kapang Warna Spora Pangan Yang Dirusak Aspergillus Penicillium Rhizopus Neurospora

  Hitam, hijau Biru hijau Hitam di atas, hyfa warna putih Merah-oranye Roti, serealia, kacang-kacangan Buah-buahan, keju Roti, sayuran, buah-buahan Roti, nanas

B. KERANGKA KONSEP

  Kerangka konsep cemaran mikroba dalam saus cabai isi ulang pada jajanan yang dijajakan di lingkungan Kampus

  I Universitas Muhammadiyah Purwokerto dapat dilihat pada gambar 2.1

  Saus cabai isi ulang berpotensi ditumbuhi bakteri, karena faktor Memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri yang meliputi nutrisi, suhu, dan kandungan penyakit bawaan makanan air (Ray, 2005).

  (foodborn disease) Uji cemaran mikroba mengikuti ketentuan SNI

  ( )

  2976:2006

  Identifikasi bakteri Uji AKK Uji ALT Uji APM coliform

  S. aureus Diperoleh data Diperoleh data Diperoleh data Diperoleh data keberadaan bakteri keberadaan bakteri keberadaan bakteri keberadaan kapang

  & jumlah koloni coliform & jumlah S. aureus & khamir & jumlah bakteri mesofil koloni bakteri jumlah koloni koloni kapang aerob coliform bakteri S.aureus khamir